Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELLITUS


YANG MENGALAMI GANGREN DENGAN NYERI AKUT
DI RSI GONDANGLEGIE

Oleh :

RIO BAGAS ARI SAPUTRA

2010022

PROGAM DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan

kadar glukosa (gula darah) darah yang lebih tinggi dari normal, yaitu kadar

gula darah yang kadang-kadang sama atau lebih besar dari 200 mg/dl dan

kadar gula darah pada saat perut kosong lebih besar dari atau sama dengan

126 mg/dl (Safitri et al., 2022). Diabetes Mellitus juga merupakan gangguan

metabolisme yang disebabkan oleh pankreas tidak cukup memproduksi

insulin yang dibutuhkan oleh tubuh. Hormon insulin bertanggung jawab

untuk mengatur kadar gula darah selama metabolisme dalam tubuh. Jika

insulin dalam tubuh tidak bekerja secara maksimal, maka menyebabkan kadar

gula darah meningkat (Rosa et al., 2019)

Penderita diabetes melitus juga dapat mengalami gangguan berupa

kerusakan sistem saraf “neuropati” yang dibagi menjadi tiga kelompok

(kerusakan sistem saraf tepi, cedera sistem saraf otonom, dan cedera sistem

saraf motorik). Rusaknya sistem saraf tepi umumnya dapat menyebabkan

kesemutan, nyeri pada tangan dan kaki, serta penurunan kepekaan atau mati

rasa, karena penderita tidak dapat merasakan apapun. walaupun kakinya

terluka. jadi sudah terlambat untuk menyadari bahwa kakinya terluka.

Penyakit semakin parah karena kaki yang terluka tidak dirawat dengan baik,

sehingga luka sulit sembuh, bahkan bisa menjadi ulkus Selain itu, ulkus yang

berubah menjadi jaringan mati dan menyebabkan nekrosis dapat


menimbulkan berbagai komplikasi (Puspita Sari, 2020). Saat ini pengobatan

pasien diabetes masih terfokus pada penyakitnya, sehingga terdapat

kesenjangan antara penyakit utama dengan komplikasi yang timbul. Oleh

karena itu, peningkatan kejadian diabetes disertai dengan peningkatan angka

komplikasi (Islamiyah, 2019).

Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF, 2021) 537 juta

orang dewasa (20-79 tahun) hidup dengan diabetes - 1 dari 10. Jumlah ini

diperkirakan akan meningkat menjadi 643 juta pada tahun 2030 dan 783 juta

pada tahun 2045. Lebih dari 3 dari 4 orang dewasa penderita diabetes tinggal

di negara berpenghasilan rendah dan . bangsa. Diabetes adalah penyebab 6,7

juta kematian pada tahun 2021 – 1 kematian setiap 5 detik. Hasil Riskesdas

2018 menunjukkan, bahwa prevalensi diabetes di Indonesia berdasarkan

diagnosis dokter pada kelompok usia ≥ 15 tahun sebesar 2%, naik dari hasil

Risk 2013 sebesar 1,5%. Terdapat 3 provinsi dengan kejadian tertinggi pada

tahun 2013 dan 2018 yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Sulawesi Utara.

Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-5 pada hasil Riskerdas 2013 -

2018 (Kemenkes RI, 2018). Sementara prevalensi diabetes di Jawa Timur

tahun 2018 mencapai 83.160 orang, prevalensi di Kota Malang tahun 2014

menduduki peringkat ke-3 di Jawa Timur dengan 7.534 orang terdiagnosis

diabetes (Muhammad, 2020).

Gangren diabetik adalah komplikasi diabetes yang disebabkan oleh

kerusakan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh emboli arteri besar di

bagian tubuh tertentu, sehingga suplai darah terhenti. Gangren disebabkan

oleh gangguan neuropati dan pembuluh darah di area kaki. Gangren muncul
di kaki sebagai luka terbuka, diikuti dengan kematian jaringan local (Rosa et

al., 2019) Dengan gejala berupa nyeri, dingin, bila ada luka yang sulit sembuh

karena aliran darah ke bagian ini berkurang. Luka berbau tidak sedap, kulit

pucat atau kebiruan, yang kemudian dapat menjadi gangren/jaringan busuk,

yang kemudian dapat terinfeksi dan berkembang.. Hal ini akan merugikan

pasien karena infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh (Maghfuri, 2016).

Saat terinfeksi pada luka gangren pasien sering mengeluh karena nyeri,

rintihan, muntah, perubahan tidur, merasa tidak nyaman dengan luka karena

nyeri atau bau tidak sedap dari luka yang terinfeksi.

Penatalaksanaan gangren dengan masalah nyeri dapat dilakukan dengan

perawatan luka untuk mencegah penyebaran infeksi, terapi farmakologis

seperti pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi luka, pereda nyeri,

peningkatan proses penyembuhan luka misalnya dengan memberikan pola

makan yang sesuai untuk penderita diabetes dapat juga akan dioperasi.

Dengan produk non-obat, hal ini dapat dilakukan dengan mengubah posisi,

teknik relaksasi, distraksi, pernapasan dalam. Jika tidak ditangani dengan baik

akan menimbulkan komplikasi berupa kerusakan jaringan permanen, sakit

kuning, kerusakan hati, gagal ginjal, syok, infeksi diseminata, koma hingga

kematian..

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan utama dalam

proses pelaksanaan penelitian ini adalah mengenai “Asuhan Keperawatan

Pada Klien Diabetes Mellitus Yang Mengalami Gangren Dengan Nyeri Akut

Di RSI Gondanglegi”
I.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah memberikan Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes

Mellitus Yang Mengalami Gangren Dengan Nyeri Akut Di RSI

Gondanglegi?

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Mellitus

Yang Mengalami Gangren Dengan Nyeri Akut Di RSI Gondanglegi

I.3.2 Tujuan Khusus

1) Mampu melakukan pengkajian, analisa data dan perumusan diagnosa

pada pasien dengan diabetes mellitus

2) Mampu menetapkan rencana asuhan kerawatan (intervensi

keperawatan) pada pasien dengan diabetes mellitus

3) Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan

diabetes mellitus

4) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan diabetes

mellitus

5) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

diabetes mellitus
I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Manfaat Teoritis

1) Hasil studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan

ilmu pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien

dengan diagnosa Diabetes Mellitus.

I.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi Rumah Sakit

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah

sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa

diabetes mellitus dengan lebih baik.

2) Bagi Peneliti

Penulis dapat menerapkan teori asuhan keperawatan pada klien

diabetes mellitus dan memberikan informasi mengenai diabetes

mellitus pada masyarakat umum.

3) Bagi Perawat

Diharapkan perawat agar terus mengembangkan informasinya

mengenai cara melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien

diabetes mellitus yang benar. Dan dapat menyampaikan informasinya

melalui penyuluhan kepada masyarakat

4) Bagi Klien dan Keluarga

Dapat digunakan sebagai informasi dan pengetahuan tentang kualitas

asuhan keperawatan, khususnya pada klien dengan Diabetes Mellitus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Penyakit Diabetes Mellitus

II.1.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan

kadar glukosa (gula darah) darah yang lebih tinggi dari normal, yaitu kadar

gula darah yang kadang-kadang sama atau lebih besar dari 200 mg/dl dan

kadar gula darah pada saat perut kosong lebih besar dari atau sama dengan

126 mg/dl (Safitri et al., 2022). Diabetes Mellitus juga merupakan gangguan

metabolisme yang disebabkan oleh pankreas tidak cukup memproduksi

insulin yang dibutuhkan oleh tubuh. Hormon insulin bertanggung jawab

untuk mengatur kadar gula darah selama metabolisme dalam tubuh. Jika

insulin dalam tubuh tidak bekerja secara maksimal, maka menyebabkan kadar

gula darah meningkat (Rosa et al., 2019).

II.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association

(2014) yaitu :

1) Diabetes Mellitus tipe 1

Jenis penyakit diabetes ini terjadi akibat kerusakan sel reaksi atau

kerusakan sel di dalam pankreas. Kerusakan ini menyebabkan keadaan

defisiensi agen hipoglikemik absolut. Penyebab kerusakan sel beta

meliputi autoimun dan idiopatik.


2) Diabetes Mellitus tipe 2

Penyakit diabetes tipe dua diakibatkan oleh hilangnya sekresi endokrin sel

β secara progresif, biasanya dengan latar belakang resistensi insulin. Pada

kondisi ini, insulin terjadi dalam jumlah yang banyak namun tidak dapat

bekerja secara maksimal sehingga menyebabkan kadar glukosa darah

meningkat. Defisiensi endokrin juga dapat terjadi secara serupa pada

pasien DM tipe 2 dan sangat mungkin menjadi defisiensi insulin absolut.

3) Diabetes Mellitus Gestasional

Jenis kelainan poligenik ini adalah diabetes pada ibu hamil, kadang terjadi

pada trimester kedua atau trimester tiga kehamilan.

4) Jenis Diabetes Tertentu Karena Sebab Lain

Jenis kelainan poligenik ini adalah diabetes yang disebabkan oleh

penyebab alternatif atau penyakit lain. katakanlah sindrom diabetes yang

diturunkan (seperti diabetes bayi dan diabetes remaja), penyakit pankreas

sekretor (seperti mucoviscidosis dan pankreatitis), dan diabetes akibat obat

atau bahan kimia (seperti penggunaan sekresi internal, dalam pengobatan

HIV/AIDS , atau sekali transplantasi organ )

II.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes mellitus bisa disebabkan karena beberapa hal, sebagai

berikut :

1) Keturunan keluarga

Seseorang yang termasuk keluarga dengan penyakit diabetes adalah 2

hingga 6 kali lebih mungkin untuk dites diabetes juga. Ada pendapat lain
yang mengatakan jika setiap orang tua menderita diabetes maka semua

anaknya bisa menderita diabetes. Namun, jika hanya 1 dari orang tua atau

kakek nenek yang menderita diabetes, maka ada kemungkinan 50% anak

mereka akan menderita diabetes. masing-masing diabetes tipe 1 dan tipe 2

disebabkan oleh faktor keturunan. Organ kelenjar eksokrin yang

menghasilkan endokrin bisa pecah karena faktor genetik. Pesan error yang

diturunkan melalui sistem tubuh akan menyerang kelenjar eksokrin

sehingga produksi endokrin menurun atau bahkan tidak diproduksi sama

sekali (Bumi Medika, 2017).

2) Usia

Seiring bertambahnya usia, produksi hormon mulai berkurang. Selain itu,

aktivitas sel otot juga mulai berkurang. Hal ini berkaitan dengan

peningkatan kadar lemak di dalam otot sehingga glukosa lebih sulit

digunakan sebagai energi untuk aktivitas kita. penyakit poligenik yang

kadang terjadi pada usia empat puluh tahun adalah diabetes tipe dua (Bumi

Medika, 2017).

3) Jenis kelamin

Karena efek dari diabetes yang dialami selama kehamilan, masa hidup

wanita lebih tinggi, dan tingkat kegemukan dan tekanan darah tinggi lebih

umum terjadi pada wanita daripada pria (Bumi Medika, 2017).

4) Pola makan tidak tepat

Kategori makanan yang tinggi indeks glikemik, tinggi lemak, dan tinggi

garam inilah yang dapat meningkatkan risiko diabetes. Makanan yang

memiliki nilai indeks glikemik tinggi antara lain nasi putih, donat, cup
cake, semangka, burger, pizza, jelly bean, keripik dan pancake. Selain itu,

konsumsi larut malam bahkan bisa mengganggu metabolisme tubuh. Pada

malam hari, sistem digestorium tubuh harus istirahat, namun karena ada

makanan yang masuk kembali, sistem pencernaan dipaksa untuk bekerja.

Ditambah lagi, jika kita memiliki kecenderungan untuk mengunyah di

malam hari, tidak banyak aktivitas yang dilakukan saat makan. Akibatnya,

lemak dari makanan tersebut tidak dibakar oleh aktivitas fisik kita dan

malah menumpuk di dalam tubuh. inilah yang bisa memicu resistensi

endokrin (Bumi Medika, 2017).

5) Penyakit degenerative

Penyakit degeneratif lainnya seperti hipertensi juga dapat meningkatkan

resiko terkena diabetes (Bumi Medika, 2017).

II.1.4 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Ada beberapa tanda dan gejala pada penyakit diabetes mellitus menurut

Maria (2021), yaitu sebagai berikut :

1) Sering buang air kecil

Air tidak diserap kembali oleh tubulus organ ekskretoris akibat aktivitas

difusi aldohexose, mengakibatkan hilangnya air, glukosa, dan elektrolit.

2) Rasa haus berlebihan

Dehidrasi sekunder terhadap poliuria akan menyebabkan sering haus.

3) Sering lapar

Kelaparan sekunder terhadap katabolisme jaringan menyebabkan rasa

lapar

4) Penurunan berat badan


Kehilangan dini akibat penipisan retensi air, glukosa, dan trigliserida,

kerugian kronis sekunder untuk melemahkan massa otot sebagai asam

amino senang untuk membuat glukosa dan keton.

5) Ketonuria

Ketika glukosa tidak dapat digunakan untuk energi oleh sel-sel yang

bergantung pada endokrin, asam lemak digunakan untuk energi; asam

lemak dilunakkan menjadi keton dalam darah dan diekskresikan oleh

ginjal; pada DM tipe 2, insulin cukup untuk menekan penggunaan

berlebihan asam lemak tetapi tidak cukup untuk menggunakan glukosa.

6) Lemah dan pusing

Penurunan isi plasma mengarah kepada postural hipertensi, kalium dan

kehilangan katabolisme protein berkontribusi terhadap kelemahan

7) Sering asimtomatik

Tubuh akan "beradaptasi" dengan peningkatan kadar glukosa secara

bertahap ke tingkat yang lebih besar daripada peningkatan cepat

II.1.5 Komplikasi Diabetes Mellitus

Menurut Maria (2021) komplikasi pada diabetes mellitus terbagi

menjadi dua, yaitu komplikasi akut dan kronik

1) Komplikasi akut

a) Hiperglikemia Dan Ketoasidosis Diabetik

Hiperglikemia terjadi ketika glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel

karena kekurangan insulin.

b) Sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis


varian asidosis diabetik diabetik yang ditandai dengan hiperlikemia

ekstrem (600-2000 mg/dl), dehidrasi berat. ketonuria ringan atau tidak

terdeteksi, dan tidak ada asidosis.

c) Hipoglikemia

Hipoglikemia (juga disebut syok insulin atau reaksi gejala) mungkin

merupakan ciri umum dari DM tipe satu dan juga terlihat pada klien

dengan DM tipe 2 yang sedang dirawat dengan hormon atau obat oral.

2) Komplikasi kronis

Klien DM yang hidup lebih lama, dengan peningkatan risiko komplikasi

kronis, khususnya komplikasi makrovaskular, yaitu penyakit arteri,

penyakit pembuluh darah, hipertensi, penyakit pembuluh darah, infeksi.

Kemudian komplikasi mikrovaskular yaitu retinopati, nefropati, ulkus

tungkai dan kaki, neuropati fungsi tubuh, neuropati involunter yaitu pupil,

jantung, gastrointestinal, urogenital. Komplikasi kronis adalah penjelasan

yang paling banyak untuk morbiditas dan mortalitas pada pembeli DM.

Perubahan ini berdampak pada beberapa sistem tubuh dan mungkin

merusak klien dan keluarga mereka; perubahan ini memengaruhi setiap

jenis satu dan dua klien DM. Komplikasi terkait diabetes diklasifikasikan

bersama dari dua jenis.

II.1.6 Patofisiologis

1) Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 1:

Manifestasi DM tipe I terjadi karena tidak adanya agen hipoglikemik

untuk mengantarkan glukosa melalui membran semipermeabel ke dalam

sel. molekul glukosa menumpuk di dalam aliran darah, menyebabkan


hiperglikemia. gejala menyebabkan hiperosmolaritas serum darah, yang

menarik air dari area benda hidup ke dalam sirkulasi akhir. peningkatan

volume darah akan meningkatkan aliran darah organ kemih dan

hiperglikemia bertindak sebagai pil air difusi. Diuretik osmotik berikutnya

meningkatkan pengeluaran ekskreta. Kondisi ini disebut poliuria. ketika

kadar gula darah melebihi ambang batas glukosa—biasanya sekitar 180

mg/dl—glukosa dikeluarkan melalui urin, suatu kondisi yang disebut

glukosuria. volume intraseluler yang tertahan dan output urin yang

berlebihan menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi kering dan karena itu

elemen penginderaan haus diaktifkan, yang menyebabkan orang minum air

dalam jumlah besar (polidipsia). aldohexose tidak dapat masuk ke dalam

sel tanpa insulin. mengurangi. Penurunan energi ini merangsang rasa lapar

dan orang tersebut membuang lebih banyak (polifagia). Meskipun asupan

makanan meningkat, berat badan seseorang menurun karena tubuh

kehilangan air dan memecah makromolekul dan lemak untuk

menghidupkan kembali sumber energi. ketidaknyamanan dan kelelahan

menyertai energi yang tertahan. Penglihatan kabur juga umum terjadi,

berkat pengaruh Kosmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa mata.

Oleh karena itu, manifestasi klasik termasuk poliuria, polidipsia, dan

polifagia, antara penurunan berat badan, malaise, dan kelelahan. melihat

pada derajat defisiensi agen hipoglikemik, manifestasinya bervariasi dari

ringan hingga berat. orang dengan DM tipe I membutuhkan pasokan

insulin eksogen (eksternal) untuk mempertahankan hidup (Maria, 2021)


2) Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2:

Proses patologi DM tipe 2 sangat berbeda dengan DM tipe 1. respons

terbatas sel beta terhadap gejala tampaknya menjadi pertimbangan penting

perkembangannya. Sel-sel beta yang sering terpapar kadar glukosa tinggi

menjadi semakin tidak ekonomis sebagai respons terhadap peningkatan

glukosa yang lebih banyak. Fenomena yang disebut desensitisasi ini akan

kembali normal dengan menormalkan kadar glukosa. Hubungan kuantitatif

proisulin (prekursor insulin) dengan agen hipoglikemik yang disekresikan

juga meningkat. DM tipe 2 merupakan kondisi pantang hiperglikemia yang

terjadi meskipun suplai insulin endogen. jumlah insulin yang dibuat pada

DM tipe 2 bervariasi dan bahkan jika ada, fungsinya terganggu oleh

resistensi agen hipoglikemik di jaringan perifer. Hati menghasilkan

aldohexose tambahan dari biasanya, karbohidrat dalam makanan

tampaknya tidak dimetabolisme dengan baik, dan akhirnya kelenjar

eksokrin mengeluarkan lebih sedikit insulin dari yang dibutuhkan.

Pertimbangan utama terjadinya jenis DM tipe 2 adalah resistensi seluler

terhadap efek insulin. Resistensi ini dimunculkan oleh obesitas,

ketidakaktifan, penyakit, obat-obatan, dan bertambahnya usia. Pada

obesitas, insulin mencakup kemampuan yang dilemahkan untuk

memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka,

dan jaringan lemak. gejala akan meningkat secara perlahan dan dapat

berlangsung lama sebelum DM terdiagnosis, sehingga kira-kira setengah

dari jenis DM yang baru terdiagnosis mengalami komplikasi. Metode

patofisiologi pada DM tipe 2 adalah resistensi terhadap aktivitas agen


hipoglikemik biologis, masing-masing di dalam hati dan jaringan perifer.

Kondisi ini dianggap sebagai resistensi insulin. orang dengan DM tipe 2

telah mengurangi sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa yang

menyebabkan produksi glukosa viskus berlanjut, bahkan pada kadar

glukosa tinggi. Ini bertepatan dengan kekurangan otot dan lemak untuk

meningkatkan penyerapan glukosa. Mekanisme yang menyebabkan

resistensi insulin perifer tidak jelas; Namun, hal ini tampaknya terjadi

ketika insulin berikatan dengan reseptor di permukaan sel. agen

hipoglikemik adalah hormon pembangun (anabolik). tanpa insulin, 3

masalah metabolisme utama terjadi: (1) penggunaan aldohexose yang

dilemahkan, (2) peningkatan mobilisasi lemak, dan (3) peningkatan

penggunaan supermolekul (Maria, 2021).

II.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Decroli (2019) Penunjukan DM didasarkan pada gagasan

pemeriksaan kadar gula darah. penggunaan pembuluh darah atau darah

kapiler tetap akan digunakan dengan mempertimbangkan sejumlah kriteria

diagnostik sesuai dengan standarisasi WHO. Kecurigaan penyakit poligenik

tipe 2 harus dipikirkan bila ada keluhan klasik berupa; poliuria, polidipsia,

polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. keluhan

yang berbeda dapat meliputi: lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi

pada pria, dan pruritus pada wanita


Tabel 2.1 Laboratorium Diabetes Mellitus

1 Bila ditemukan keluhan klasik, maka periksa plasma aldohexose sekali


> 200 mg/dL. Glukosa plasma sementara adalah hasil pemeriksaan
sekilas cepat atau lambat tanpa berhubungan dengan waktu makan
terakhir
2 Kadar gula plasma 2 jam pada OGTT > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
OGTT dilakukan sesuai dengan standar WHO, penggunaan beban
glukosa sama dengan tujuh puluh lima g glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air
3 Pemeriksaan glukosa plasma cepat ≥ 126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik. cepat berarti pasien tidak mendapatkan kalori ekstra
selama minimal delapan jam

II.1.8 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut Decroli (2019) adalah

meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan

meliputi :

1) Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, meningkatkan

kualitas hidup, dan mengurangi bahaya komplikasi akut.

2) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat perkembangan

mikroangiopati dan makroangiopati.

3) Tujuan akhir penatalaksanaan adalah untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas DM

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pengelolaan glukosa darah,

tekanan darah, berat badan, dan profil supermolekul, melalui manajemen


pasien yang komprehensif. Penatalaksanaan DM dimulai dengan mengadopsi

gaya hidup sehat bersama dengan intervensi medis khusus dengan obat

antihiperglikemik oral dan/atau injeksi. Edukasi dengan tujuan

mempromosikan hidup sehat, harus selalu diberikan sebagai bagian dari

upaya pencegahan dan dapat menjadi bagian penting dari penatalaksanaan

DM secara holistik. Menurut Smeltzer (2014) tujuan utama penatalaksanaan

DM adalah menormalkan aktivitas agen hipoglikemik dan kadar glukosa,

sedangkan tujuan semipermanen adalah menghindari komplikasi.

Penatalaksanaan gangguan poligenik dirangkum dalam empat pilar

penatalaksanaan diabetes. Empat pilar pengendalian diabetes adalah:

1) Edukasi

Penderita diabetes harus dipaksa untuk mengenali seluk beluk gangguan

poligenik. Dengan mengetahui faktor risiko diabetes, cara diabetes, gejala

diabetes, komplikasi diabetes, dan pengobatan diabetes, diharapkan para

penderita akan lebih sadar akan pentingnya diabetes yang dominan,

meningkatkan kepatuhan pada cara hidup sehat. dan mengobati diabetes.

2) Pengaturan makan

Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengatur gula

darah, tekanan darah, kadar lemak darah, dan berat badan ideal. Dengan

demikian, komplikasi diabetes terhindarkan, dengan tetap menjaga

kenikmatan metode konsumsi itu sendiri.

3) Olahraga

Mengontrol kadar glukosa, lemak darah, dan berat badan juga

membutuhkan aktivitas fisik yang teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga
memiliki dampak yang sangat baik dalam meningkatkan sensitivitas agen

hipoglikemik dalam tubuh pasien sehingga penanganan penyakit poligenik

lebih mudah dicapai. Porsi olahraga harus diimbangi dengan porsi makan

dan obat-obatan agar tidak berujung pada kadar gula darah yang terlalu

rendah.

4) Obat/terapi farmakologi

Obat oral atau suntikan harus diresepkan oleh dokter jika glukosa darah

tetap tidak terkontrol setelah tiga bulan pasien mencoba menerapkan gaya

hidup sehat di atas. obat juga digunakan atas kebijakan dokter dalam

keadaan terikat seperti komplikasi akut diabetes, atau dalam kondisi di

mana kadar gula darah terlalu tinggi.


II.1.9 Pathway

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Genetik Kegemukan, penyakit, obat-obatan

Kerusakan Retensi
Sel insulin

Hiperglikemia

Mempengaruhi jaringan kulit

Menyebar secara sistematik

Terjadi Luka
gangguan terkontaminasi
sensorik bakteri

Sensasi nyeri Bakteri


kaki menginfeksi
kulit
Nyeri Akut
Lesi

Kerusakan
Risiko Infeksi
kulit

Gangguan
Integritas Kulit
II.2 Konsep Gangren

II.2.1 Definisi Gangren

Gangren diabetik adalah komplikasi diabetes yang disebabkan oleh

kerusakan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh emboli arteri besar di

bagian tubuh tertentu, sehingga suplai darah terhenti. Gangren disebabkan

oleh gangguan neuropati dan pembuluh darah di area kaki. Gangren muncul

di kaki sebagai luka terbuka, diikuti dengan kematian jaringan local (Rosa et

al., 2019). Luka gangren bisa menjadi metode luka kronis atau kondisi yang

ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis. Namun luka yang tidak

sehat secara mikrobiologi adalah proses kematian yang disebabkan oleh

infeksi. Gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang berwarna merah

akromatik dan berbau busuk akibat penyumbatan yang terjadi pada pembuluh

darah sedang atau masif di kaki (Maghfuri, 2016).

II.2.2 Klasifikasi

Menurut Ekaputra (2013) luka gangren dibagi menjadi dua, yaitu

berdasarkan kedalaman jaringan dan berdasarkan waktu dan lamanya.

1) Berdasarkan kedalaman jaringan

a) Partial Thickness adalah luka yang mengenai lapisan pada epidermis

dan dermis.

b) Full Thickness adalah luka yang mengenai pada lapisan epidermis,

dermis dan subcutaneous, dan termasuk juga mengenai otot, tendon dan

tulang .

2) Berdasarkan waktu dan lamanya

a) Akut
Luka baru terjadi secara tiba-tiba dan sembuh sesuai dengan waktu

yang dapat dihitung. Luka akut adalah luka traumatis yang terkadang

mendapat perawatan segera dan biasanya sembuh dengan baik jika

tidak terjadi komplikasi.

b) Kronik

Luka yang berlangsung lama atau biasanya kambuh (recurrence),

terdapat gangguan pada proses penyembuhan yang terkadang

disebabkan oleh masalah yang kompleks dari pasien. Pada luka kronis

luka gagal sembuh dalam waktu yang diharapkan, tidak merespon

dengan baik terhadap bantuan medis dan memiliki kecenderungan

untuk kambuh.

Gelar Wagner atau sistem grade untuk luka diabetes

1) Grade nol = Tidak ada lesi terbuka, Deformitas atau peradangan juga

terjadi (dengan kata lain: kulit utuh, namun ada kelainan bentuk kaki

karena neuropati).

2) Derajat 1 = luka superfisial terbatas pada kulit.

3) Derajat 2 = luka dalam yang menembus otot atau tulang.

4) Grade 3 = Luka dalam dengan abses, osteitis atau sepsis sendi.

5) Tingkat 4 = Gangren lokal, pada satu-satunya telapak kaki atau tumit

(dengan kata lain: gangren jari kaki atau tanpa selulitis).

6) Tingkat 5 = Gangren seluruh kaki atau sebagian kaki bagian bawah


II.2.3 Etiologi

Proses yang menyebabkan gangren diabateik diawali oleh angiopati,

neuropati, dan infeksi. patologi menyebabkan gangguan sensorik yang

mengurangi atau menghilangkan rasa sakit kaki, oleh karena itu gangren

tidak akan diketahui. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot kaki

sehingga mengubah tujuan penyangga yang menyebabkan ulserasi kaki.

patologi dapat mengganggu aliran darah ke kaki; penderita bisa merasakan

nyeri kaki saat berjalan jarak yang tepat. Infeksi biasanya merupakan

komplikasi dari berkurangnya aliran darah atau neuropati. Gangren

diabetes bisa berubah menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab gangren

pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yang paling banyak ditemukan

adalah Clostridium. Bakteri ini bisa mengeluarkan gas, yang diberi nama

gangren gas. Faktor Risiko menetapkan faktor risiko yang diperlukan,

biasanya {penyakit} poligenik selama sepuluh tahun, laki-laki, kontrol

glukosa darah yang buruk, komplikasi organ kardiovaskular, retina, dan

ekskresi yang sudah ada sebelumnya. Hal-hal yang meningkatkan

kemungkinan tersebut antara lain patologi perifer dengan hilangnya

sensasi pelindung, perubahan biomekanik, tekanan yang berlipat ganda

pada kaki, penyakit pembuluh darah perifer (penurunan denyut pembuluh

darah dorsalis pedis), riwayat ulkus atau amputasi dan kelainan kuku yang

parah. luka yang tidak sehat timbul secara tiba-tiba atau karena trauma,

misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat sepatu atau sandal

yang tipis dan bahan yang keras. Luka terbuka berbau gas gangren, dapat

berakhir dengan infeksi tulang (Kartika, 2017).


II.2.4 Manifestasi Klinis

Gejala bergantung pada penempatan dan penjelasan gangren. Jika

gangren mempengaruhi kulit, perubahan warna biru atau hitam dapat muncul

pada kulit, nyeri diikuti dengan gejala dan keluarnya cairan busuk. Gambaran

klinis yang tampak adalah pasien mengeluh nyeri tungkai bawah saat

istirahat, kesemutan, cepat lelah, terasa dingin saat diraba, darah vena sedikit

kuat, dan didapatkan afkus atau gangren. Adanya patologi perifer akan

menimbulkan gangguan senioris dan motorik. Gejala umum penderita

gangren diabetik antara lain sebelum terjadi luka timbul keluhan yang timbul

berupa kesemutan atau kram, rasa lemas dan mati rasa pada kaki serta nyeri

saat istirahat. Akibat dari keluhan ini, jika penderitanya mengalami trauma

atau cedera ringan, hal ini dapat tidak dirasakan. Luka tersebut terkadang

disebabkan karena pasien terluka atau terinjak paku kemudian muncul

gelembung pada telapak kaki (Mubarak et al., 2015)

II.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Smeltzer (2014) pemeriksaan penunjang ulkus diabetik atau

gangren sebagai berikut:

1) Eksplorasi taktual nadi perifer

Jika nadi kaki teraba, maka tidak ada PAP. Jika denyut dorsalis pedis dan

tulang tungkai posterior tidak tampak teraba, diperlukan pemeriksaan

lebih lanjut.

2) Doppler flowmeter
Akan menjalani tingkat striktur secara kualitatif dan semi-kuantitatif

melalui analisis gelombang Doppler. Frekuensi pulsa Doppler distal ke

arteri yang tersumbat rendah dan juga bentuk gelombangnya monofasik.

3) Ankle Brachial Index (ABI)

Tekanan diukur pada banyak titik di ekstremitas menggunakan manset gas

dan sensor aliran, terkadang sensor ultrasound Christian Johann Doppler.

tekanan darah dapat meningkat dari pusat ke perifer dan sebaliknya

tekanan darah akan menurun. Oleh karena itu, tekanan sistolik pada sendi

tanggam berada di atas brachium. Jika ada sumbatan, tekanan sistolik

akan turun meski sumbatan tetap minimal. Besarnya hubungan antara

tekanan sistolik pada pergelangan kaki dan tekanan sistolik pada

pembuluh darah arteri (Ankle limb Index) dapat menjadi indikator yang

sensitif untuk mengetahui ada atau tidaknya sumbatan.

4) Transcutaneous Oxymetri

Terkait dengan saturasi O2 kapiler dan aliran darah ke jaringan. TcPO2 di

arteri yang tersumbat sangat rendah. Ukuran ini biasanya digunakan untuk

mengukur penyembuhan ulserasi atau luka amputasi.

5) Magnetic Resonance Angiography

Teknik baru ini, menggunakan resonansi magnetik, lebih sensitif daripada

angiografi biasa. artrografi dengan perbedaan adalah pemeriksaan invasif

dan merupakan standar emas sebelum rekonstruksi pembuluh darah.

Pasien diabetes berisiko tinggi mengalami nefrosis akut akibat kontras

meskipun kadar kreatinin normal.


II.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan luka diabetes atau gangren secara luas ditentukan oleh

tingkat keparahan ulkus, sifatnya dan oleh karena itu adanya infeksi. premis

perawatan ulkus diabetik meliputi empat hal, yaitu debridement, offloading,

Kontrol infeksi dan perawatan luka (Smeltzer, 2014)

1) Debridement

Debridemen adalah tindakan asosiasi untuk membuang jaringan mati,

kalus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati dihilangkan sekitar 2-3 milimeter

dari tepi luka ke jaringan sehat. operasi akan meningkatkan perakitan

faktor pertumbuhan yang memfasilitasi proses penyembuhan luka. strategi

debridemen yang paling umum adalah bedah (tajam), lisis, enzimatik,

kimia, mekanik dan biologis. Metode bedah, autolitik, dan kimia hanya

menghilangkan jaringan nekrotik, sedangkan metode mekanis

menghilangkan jaringan nekrotik dan jaringan hidup.

2) Offloading

Offloading mengurangi tekanan pada ulserasi, yang merupakan salah satu

bagian dari manajemen ulkus diabetik. Ulserasi biasanya terjadi di area

telapak kaki yang berada di bawah tekanan tinggi. Total Contact Casting

(TCC) adalah metodologi pembongkaran terbaik. TCC terbuat dari bahan

padat yang dibentuk khusus untuk melepaskan beban pasien dari area

ulkus. Metode ini memungkinkan pasien untuk mengarahkan selama

perawatan dan bermanfaat untuk mengatasi adanya benjolan yang dapat


mengganggu penyembuhan luka. meskipun merepotkan dan lama, TCC

dapat mengurangi tekanan pada luka dan ditunjukkan dengan

penyembuhan 73-100%. Kerugian dari TCC antara lain membutuhkan

waktu dan tenaga, iritasi dari padatan akan menimbulkan luka baru,

sulitnya menilai luka setiap hari. Karena beberapa kelemahan TCC, Cam

Walker, walker gips yang dapat dilepas lebih banyak digunakan, sehingga

memungkinkan untuk memeriksa luka setiap hari, mengganti pembalut,

dan menemukan infeksi dini.

3) Kontrol infeksi

Ulkus diabetik memungkinkan masuknya bakteri, dan menyebabkan

infeksi di dalam luka. disebabkan tingginya insiden infeksi pada ulkus

diabetik, pendekatan umum diperlukan untuk penilaian keseluruhan.

Diagnosis infeksi terutama didukung kondisi klinis seperti eritema, edema,

nyeri, nyeri tekan, panas dan keluarnya nanah dari luka.

4) Perawatan luka

Penggunaan pembalut yang baik dan dapat diterima adalah bagian yang

sangat penting untuk memastikan pengelolaan ulserasi diabetik yang

optimal. Gagasan tentang lingkungan luka yang bersih dan lembap telah

diterima secara luas. manfaat dari pendekatan ini adalah mencegah

dehidrasi jaringan dan kematian sel, mempercepat angiogenesis, dan

memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dan sel target. banyak

jenis pembalut yang digunakan secara luas dalam perawatan luka dan

dirancang untuk menghentikan infeksi pada ulkus (antibiotik),

memfasilitasi operasi bedah (enzim), dan mempercepat penyembuhan


luka. Pembalut basah-kering dengan garam tradisional adalah standar emas

untuk perawatan luka. Selain itu, Anda akan menggunakan protein turunan

protoplasma (PDGF), mungkin dapat} meningkatkan penyembuhan luka.

Faktor Pertumbuhan Berasal Protoplasma Manusia Rekombinan (rhPDGF-

BB) (beclpermin) adalah satu-satunya faktor pertumbuhan yang disetujui

oleh Food and Drug Administration (FDA) negara Amerika Utara. Living

skin equivalent (LSE) adalah pengganti kulit biologis yang disetujui FDA

untuk digunakan pada ulkus diabetik

II.3 Konsep Nyeri

II.3.1 Definisi

Nyeri merupakan respons emosional yang tidak menyenangkan di

dalam tubuh yang biasanya berakhir dengan gangguan fisik, mental dan

emosional dan menggambarkan gangguan akibat kerusakan jaringan. Nyeri

akut yang dirasakan setelah operasi merupakan alasan di balik stres dan

kecemasan yang menyebabkan gangguan tidur, kehilangan nafsu makan,

kecemasan dan ekspresi wajah tegang (Tasnim et al., 2020)

II.3.2 Klasifiki

1) Nyeri akut

Nyeri akut merupakan keahlian sensorik atau emosional yang berhubungan

dengan kerusakan jaringan yang aktual atau berguna, dengan onset yang

tidak terduga atau lambat dan intensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan. Nyeri akut biasanya ditandai dengan

meringis, melindungi (misalnya waspada, posisi untuk menghindari rasa

sakit), gelisah, peningkatan denyut nadi, sulit tidur, tekanan darah


meningkat, pola pernapasan berubah, nafsu makan berubah, proses

berpikir terganggu, menarik diri, mengkhususkan diri dan berkeringat

(berkeringat) (SDKI, 2018).

2) Nyeri kronis

Nyeri kronis bisa menjadi pengalaman sensorik atau emosional yang

terkait dengan cedera jaringan yang nyata atau disengaja dengan intensitas

yang tiba-tiba atau lambat mulai dari ringan hingga parah dan konstan

selama lebih dari 3 bulan (SDKI, 2018).

II.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri menurut Setyawati

(2020) , yaitu antara lain :

1) Arti nyeri terhadap individu

Interpretasi pengalaman nyeri dimulai dari saat pertama klien terbangun

karena nyeri. Nyeri dapat dipahami sebaliknya oleh individu, nyeri dapat

dianggap sebagai respon positif atau negatif.

2) Toleransi nyeri individu terhadap nyeri

Toleransi rasa sakit bisa menjadi metode seseorang untuk menahan rasa

sakit yang dirasakan. Intensitas nyeri dapat meningkat lebih jauh seiring

dengan penurunan. Hal-hal yang dapat meningkatkan toleransi nyeri

adalah obat-obatan, alkohol, gerakan, kepercayaan hipnotis, dan

pengalihan perhatian seseorang, sedangkan hal-hal yang dapat mengurangi

toleransi nyeri adalah kecemasan, kebosanan, kelelahan, dan kemarahan.


3) Ambang nyeri

Ambang batas nyeri adalah intensitas rangsangan terkecil yang akan

menimbulkan rangsangan nyeri, batas kemampuan individu yang

diperlukan untuk membalas rasa sakit.

4) Lingkungan dan individu pendukung

Suasana yang tidak familiar, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan

yang tinggi dan aktivitas di lingkungan ini dapat memperparah nyeri yang

Anda rasakan. Selain itu, dukungan keluarga dan orang terdekat

merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat mempengaruhi persepsi

nyeri seseorang. Salah satu contohnya adalah individu yang sendirian

tanpa bantuan keluarga atau teman cenderung mengalami banyak rasa

sakit yang parah dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari

keluarga atau orang-orang terdekatnya.

5) Usia

Usia adalah faktor paling signifikan yang memengaruhi rasa sakit,

terutama pada anak-anak dan lansia. variasi proses biologis yang

ditemukan di antara kelompok usia ini mungkin memengaruhi rasa sakit

khusus anak-anak dan orang tua. bayi memiliki masalah dalam memahami

dan mengungkapkan rasa sakitnya, oleh karena itu perawat harus

memberikan perhatian tambahan pada respon rasa sakit anak. Pada lansia

kemungkinan besar mereka tidak melaporkan rasa sakit karena persepsi

rasa sakit yang mereka terima begitu saja dan karena mereka takut akan

implikasi atau tindakan media yang diambil dan takut sakit dari rasa sakit

itu.
6) Kebudayaan

Beberapa budaya percaya bahwa menunjukkan rasa sakit adalah hal yang

wajar, namun ada budaya yang mengajarkan untuk menyembunyikan

perilaku agar tidak menunjukkan rasa sakit.

II.3.4 Penatalaksanaan

Terdapat dua manajemen nyeri dapat digunakan dalam penatalaksanaan

nyeri yaitu manajemen farmakologi dan nonfarmakologi.

1) Manajemen nyeri farmakologi

Menghilangkan rasa sakit dengan pemberian analgesik. Penggunaan rasa

sakit sangat intens dan berlangsung selama berjam-jam atau bahkan

berhari-hari. Obat yang digunakan adalah analgesik. Ada tiga jenis obat

pereda nyeri yaitu:

a) Non-narkotik dan anti inflamasi non-steroid (NSAID

Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi nyeri ringan sampai

sedang. Obat ini tidak menyebabkan depresi proses metabolisme.

b) Analgesik narkotik atau opioid

Obat ini digunakan untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat,

misalkan saat operasi. Efek samping obat ini adalah depresi proses

metabolisme, sedasi, konstipasi, mual dan muntah.

c) Obat tambahan atau adjuvant (koanalgesik)

Obat-obatan dalam bentuk obat penenang, anti-kecemasan, dan pelemas

otot. Obat ini akan meningkatkan manajemen nyeri dan meredakan

gejala yang menyertai. NSAID, kortikosteroid buatan, dan opioid


memiliki onset sekitar sepuluh menit dengan sebagian besar analgesik

mencapai antara 1-2 jam.

2) Manajemen nyeri nonfarmakologi

Ada beberapa tindakan non-farmakologi yang dapat dilakukan secara

mandiri oleh perawat, yaitu:

a) Stimulasi dan Massage

Massage adalah stimulasi jaringan ikat tubuh secara umum yang

berpusat di bagian belakang dan tubuh. Pijat akan mengurangi rasa

sakit karena membuat pasien lebih lembut karena relaksasi otot.

b) Kompres Dingin dan Hangat

Kompres dingin mengurangi pembentukan prostaglandin sehingga

reseptor nyeri banyak menahan rangsangan nyeri dan menghambat

proses inflamasi. kompres panas berdampak pada peningkatan aliran

darah sehingga mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan.

masing-masing kompres tersebut digunakan dengan hati-hati untuk

menghindari cedera.

c) Transcutaneus Electric Nerve Stimulation (TENS)

TENS akan digunakan untuk setiap nyeri akut dan nyeri kronis. TENS

yang dioleskan pada kulit menghasilkan sensasi kesemutan, getar, atau

berdengung di dalam ruang nyeri. Unit TENS beroperasi dengan

baterai listrik dan memiliki elektroda terpasang.


d) Distraksi

Pasien akan senang menjadi fokus perhatian utama sehingga tidak

mendengarkan rasa sakit. orang yang mengabaikan rasa sakit akan

banyak tidak terganggu dan tahan terhadap rasa sakit.

e) Teknik Relaksasi

Relaksasi akan berupa pernapasan dalam dengan bernapas dan eupneik

secara teratur. metode ini akan mengurangi ketegangan otot yang

mendukung rasa sakit (Faisol, 2022).

II.4 Konsep Asuhan Keperawatan

II.4.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan diberikan secara komprehensif serta

pengumpulan pengetahuan, pola kesehatan yang berguna sejalan dengan

Gordon dan pemeriksaan fisik (Fitriana et al., 2020).

1) Identitas pasien dan penanggung jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,

alamat, suku/bangsa, diagnosa dan sebagainya.

2) Keluhan utama

Yang dikeluhkan biasanya adalah nyeri pada luka atau persendian, badan

lemas, luka yang tidak kunjung sembuh, bau luka khas penyakit poligenik,

hambatan dalam beraktivitas fisik.

3) Riwayat Kesehatan Saat Ini (PQRST)

Pasien diabetes tipe I mengalami nefropati, polidipsia, polifagia,

penurunan berat badan, dan ketoasidosis. semua terjadi sebagai akibat dari
gangguan metabolisme. Pasien dengan diabetes tipe II dapat menunjukkan

poliuria dan polidipsia, namun biasanya tanpa gejala.

a) P (presipitasi): Faktor apa yang diketahui pasien/keluarga yang

mungkin menjadi penyebab nyeri?

b) Q (kualitas, kuantitas): berapa besar nyeri pada ulkus/gangren yang

dirasakan klien?

c) R (Regio): Ekstremitas bawa

d) S (skala): berapa skala nyeri luka diabetik ulkus/gangren?

e) T (Waktu) : berapa lama keluhan awal muncul? Apakah akut atau tiba-

tiba? panjang dan kecepatan timbulnya gejala?

4) Riwayat penyakit masa lalu

Ada riwayat penyakit insidental sebelumnya yang berkaitan dengan

diabetes seperti tekanan darah tinggi dan lain-lain yang berdampak pada

defisiensi zat hipoglikemik serta riwayat penggunaan obat-obatan yang

biasanya dikonsumsi oleh penderita.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Di dukung murni riwayat, penderita diabetes biasanya memiliki faktor

genetik dari salah satu keluarganya yang mempengaruhi defisiensi insulin

seperti hipertensi.

6) Pola fungsional kesehatan

Berdasarkan informasi fokus meliputi :

a) Pola persepsi dan penatalaksanaan kesehatan mengenai kondisi pasien

dalam merespon kesehatannya berdasarkan jumlah pengetahuan,


perubahan persepsi, tingkat kepatuhan dalam menjalani pengobatan

dan oleh karena itu pola mekanisme bata untuk penyakit ini.

b) Pola nutrisi dan metabolisme akibat defisiensi agen hipoglikemik akan

menimbulkan berbagai potensi seperti polidipsia, polifagia, nefropati

sehingga dalam memenuhi keinginan proses biologis dan dalam proses

metabolisme akan terjadi beberapa perubahan.

c) Pola eliminasi Kadar gula yang terlalu tinggi menyebabkan penderita

DM sering buang air kecil dengan jumlah ekskresi yang melebihi batas

yang seharusnya.

d) Pola istirahat dan tidur Penderita penyakit poligenik melitus terkadang

mengalami ketidaknyamanan pada pola istirahat dan tidurnya karena

tanda dan gejala penyakitnya, sehingga perlu beradaptasi dengan

penyakitnya.

e) Pola aktivitas dan olahraga Akibat nyeri dan luka pada kaki penderita

diabetes melitus terdapat hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-

hari dan penderita cenderung memiliki keterbatasan dalam kualitas

fisiknya karena kelemahan atau ketidakberdayaan karena penyakitnya.

f) Sensory Cognitive-Perceptual Patterns Penderita DM cenderung

mengalami banyak komplikasi dalam penyakitnya yang menyebabkan

perubahan persepsi dan mekanisme koping.

g) Pola self-self DM persepsi dan konsep diri akan mengakibatkan

perubahan yang disengaja pada tubuh yang akan berpengaruh pada

citra diri atau self image pada individu. juga dengan penyakit

poligenik.
h) Pola mekanisme koping Akibat dari penyakit diabetes melitus kronis,

penyakit ini akan menimbulkan masalah baru bagi penderitanya, begitu

pula pada pola berpikir dari akomodatif menjadi disfungsional

sehingga secara mekanis akan mempengaruhi mekanisme koping.

i) Pola koping Reproduksi Seksual Diabetes kronis akan menyebabkan

kelainan pada organ prokreasi, diremehkan rangsangan dan gairah

pada penderitanya.

j) Pola peran terhadap orang lain Penderita diabetes yang mengalami

luka yang tidak kunjung sembuh akan menyebabkan mereka merasa

minder atau malu dan cenderung menarik diri.

k) Pola nilai dan keyakinan hasil DM akan berpengaruh terhadap susunan

tubuh yang disengaja sehingga dapat menyebabkan perubahan derajat

kesehatan pada penderita penyakit poligenik dan dapat mempengaruhi

perubahan dalam pelaksanaan kegiatan dalam beribadah .

7) Pemeriksaan Fisik Head to Toe Tindakan pemeriksaan seluruh tubuh

pasien dari ujung kepala sampai kaki menggunakan metode pemeriksaan

fisik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan mendengarkan yang bertujuan

untuk melihat status kesehatan pasien.

II.4.2 Diagnosa Keperawatan

Salah satu diagnosa keprawatan yang muncul pada pasien diabetes

mellitus gangrene diantarannya adalah Nyeri Akut

Menurut SDKI, Nyeri akut merupakan diagnosis keperawatan yang

didefinisikan sebagai pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak


atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang

dari 3 bulan.

1) Penyebab (etiologi) untuk masalah nyeri akut adalah:

Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, neoplasma)

Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)

Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, Latihan fisik berlebihan).

2) Tanda dan gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis nyeri akut, Perawat harus memastikan

bahwa minimal 80% dari tanda dan gejala dibawah ini muncul pada

pasien, yaitu

DS:

1) Mengeluh nyeri

DO:

1) Tampak meringis

2) Bersikap protektif (mis: waspada, posisi menghindari nyeri)

3) Gelisah

4) Frekuensi nadi meningkat

5) Sulit tidur

II.4.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah menyiapkan suatu tindakan keperawatan

yang akan dilakukan oleh perawat untuk mengatasi masalah pasien sesuai

dengan diagnosa keperawatan yang direncanakan dengan tujuan untuk

memenuhi kesehatan pasien. Bagian dari rencana keperawatan


menggabungkan tujuan, kriteria hasil, dan rencana tindakan keperawatan

(Basri et al., 2020)

Tabel 2.2 intervensi keperawatan

Diagnosa Luaran Intervensi


Nyeri Akut Setelah dilakukan Intervensi utama
b.d agen tindakan keperawatan 1. Manajemen Nyeri
pencedera selama 3x24 jam Observasi
fisiologis diharapkan tingkat a. lokasi, karakteristik,
nyeri klien menurun durasi, frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri b. Identifikasi skala nyeri
menurun (1→4) c. Identifikasi respon nyeri
b. Meringis menurun non verbal
(1→4) d. Identifikasi faktor yang
c. Gelisah menurun memperberat dan
(2→4) memperingan nyeri
d. Kesulitan tidur e. Identifikasi pengetahuan
menurun (1→5) dan keyakinan tentang
e. Perasaan depresi nyeri
(tertekan) menurun f. Identifikasi pengaruh
(1→4) budaya terhadap respon
nyeri
g. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
i. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

II.4.4 Implemenstasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan tindakan yang

terencana, dengan maksud agar keinginan pasien terpenuhi secara optimal.

Pelaksanaan asuhan keperawatan diberikan pada pasien secara berurutan

sesuai dengan prioritas masalah yang dibuat dalam rencana tindakan

pertolongan medis, serta urutan variasi dan waktu pelaksanaan asuhan

keperawatan dilaksanakan (Basri et al., 2020)

II.4.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah metode menilai pencapaian tujuan dan meninjau

pengaturan keperawatan. analisis menilai respons pasien yang

menggabungkan subjek, objek, penilaian (assessment). rencana aksi

(perencanaan) (Basri et al., 2020)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah

Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Mellitus Yang Mengalami

Gangren Dengan Nyeri Akut Di RSI Gondanglegi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSI Gondanglegi.

2) Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 3 hari.

3.3 Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 klien diabetes

mellitus yang mengalami gangren dengan masalah keperawatan nyeri akut di

RSI Gondanglegi. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :

1) klien dengan diabetes mellitus yang mengalami gangren dengan masalah

keperawatan nyeri akut.

2) klien yang bersedia dijadikan subjek penelitian.

3) klien dan keluarga yang kooperatif.


3.4 Pengumpulan Data

Agar dapat diperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam

penelitian ini sangatlah diperlukan teknik mengumpulkan data . Adapun

teknik tersebut adalah :

1) Wawancara ( hasil anamnesa berisi tentang identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga , sumber data dari klien,

perawat lainnya).

2) Observasi dan pemeriksaan fisik ( inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)

pada sistem tubuh klien

3) Studi dokumentasi ( hasil dari pemeriksaan diagnostic dan data lain yang

relevan).

3.5 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/ informasi

yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validasi

tinggi. Disamping intergritas penelitian ( karena peneliti menjadi instrumen

utama,uji keabsahan data dilakukan dengan :

1) Memperpanjang waktu pengamatan / tindakan.

2) Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber

data utama yaitu pasien, perawat, dan keluarga klien yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti.


3.6 Analisis Data

Analisa data dilakukan sejak penelitia dilapangan, sewaktu pengumpulan

data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan

cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang

ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisa

yang digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi

yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterprestasikan oleh peneliti

yang menghasilkan data sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi

dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisi adalah:

1) Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD ( wawancara,observasi dan studi

dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin

dalam bentuk transkrip.Data yang dikumpulkan terkait dengan data

pengkajian, diagnosis, perencanaan tindakan/ implementasi, dan evaluasi.

2) Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip.Data yang terkumpul

kemudian ibuat koding yang dibuat oleh peneliti yang diterapkan.Data

obyektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic kemudian

dibandingkan nilai normal.

3) Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan,

maupun teks naratif.Kerahasian dari responden dijamin dengan

mengaburkan identitas dari responden.


4) Kesimpulan

3.7 Etik Penelitian

1) Informed consent (persetujuan menjadi responden), dimana sebjek harus

mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian akan

dilaksanakan mempunyai hak untuk berpatisipasi atau menolak menjadi

responden.

2) Anominity (tanpa nama), dimana subyek mempunyai hak unuk meminta

bahwa data yang diberikan harus di rahasiakan, untuk itu perlu adanya

tanpa nama.

3) Confidentiality (rahasia), kerahasiaan dari responden di jamin dengan jalan

mengamburkan identitas dari responden

Anda mungkin juga menyukai