TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PERSALINAN
1. Definisi Persalinan
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=VLYKEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR13&dq=persalinan&
ots=oVHkO_ksOl&sig=cXi2WAW1t6YsPpdc23DZB6C_vzE&redir_esc
=y#v=onepage&q&f=false
diakses rabu 11 januari 2023 pukul 15 : 21
2. Jenis-Jenis Persalinan
Menurut Mochtar ( Annisa, 2011) berdasarkan bentuk terjadinya dapat
dikelompokkan ke dalam 4 cara, yaitu :
1) Persalinan Spontan
Persalinan spontan adalah proses persalinan lewat vagina yang
berlangsung tanpa menggunakan alat maupun obat tertentu, baik itu
induksi, vakum, atau metode lainnya. Persalinan spontan benar-benar
hanya mengandalkan tenaga dan usaha ibu untuk mendorong keluar
bayinya. Persalinan spontan dapat dilakukan dengan presentasi
belakang kepala ( kepala janin lahir terlebih dahulu ) maupun
presentasi bokong ( sungsang ).
2) Persalinan Normal
Persalinan normal (eutosia ) adalah proses kelahiran janin pada
kehamilan cukup bulan ( aterm, 37-42 minggu ), pada janin letak
memanjang presntasi belakang yang disusul dengan pengeluaran
plasenta dan seluruh proses kelahiran ini berakhir dalm waktu kurang
dari 24 jam tanpa tidakan pertolongan buatan dan tanpa komplikasi
3) Persalinan Anjuran ( Induksi)
Persalinan anjuran adalah persalinan yang baru dapat berlangsung
setelah permulaannya dianjurkan dengan suatu perbuatan atau
tindakan, misalnya dengan pemecahan ketuban atau dengan
memberikan suntikann oksitosin.
4) Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan
normal secara spontan atau tidak berjalan sendiri karena terdapat
indikasi adanya penyulit persalinan sehingga persalinan dilakukan
dengan memberiikan tindakan menggunakan alat bantu.
B. SECTIO CAESAREA
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah upaya persalinan buatan dengan melahirkan
janin melalui
suatu insisi pada dinding perut dan rahim, dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. (Kapita Selekta
Kedoteran, 2014)
Seksio sesarea merupakan prosedur operatif yang dilakukan di bawah
anesthesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui insisi
dinding abdomen dan uterus. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah
viabilitas tercapai (usia kehamilan lebih dari 24 minggu). (Diane M.
Fraser, 2009)
2. Etiologi
Menurut Hijratun (2019) etiologi sectio caesarea sebagi berikut:
a. Panggul sempit dan dystocia mekanis: Disporposi fetopelik, panggul
sempit, ukuran bayi terlalu besar, malposisi dan mal presentasi, difungsi
uterus, dystocia jaringan lunak, neoplasma dan pertus lama.
b. Pembedahan sebelumnya pada uterus; sectio caesarea, histerektomi,
miomektomi ekstensi dan jahitan luka pada sebagian kasus dengan jahitan
cervical atau perbaikan ostium cervicis yang inkompeten dikerjakan sectio
caesarea.
c. Perdarahan disebabkan oleh plasenta previa dan abruption plasenta.
d. Toximea gravidarum meliputi preeklamsi dan eklamsi, hipertensi
esensial
dan nephritis kronis.
e. Indikasi fetal antar lain gawat janin, catat, infusiensi plasenta, prolapses,
finiculus umbilicalis, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus, post
materm caesarea dan infeksi virus harpes pada traktus genetalis
3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan
kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak
bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar,
kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan,
plasenta keluar dini,ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam,
kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Popy Freytisia
Ramandanty, 2019).
4. Jenis-jenis Sectio Caesarea
Secara umum tindakan Sectio Caesaria dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis
(Mochtar R,2013) yaitu :
a. Sectio Transperitonealis Profunda
Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan insisi di
segmen bawah uterus.
1) Keunggulan / kelebihan cara ini antara lain sebagai berikut :
a) Perdarahan luka insisi tidak banyak
b) Penjahitam luka lebih mudah
c) Penutupan luka dengan reperitonital yang baik
d) Tumpang tindih dari peritonial flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritonium.
e) Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptur uteri
tidak besar di kemudian hari.
2) Kelemahan / kerugian adalah sebagai berikut :
a) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan dan bawah, yang dapat
menyebabkan putusnya arteri uterina.
b) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
b. Sectio Korporal atau klasik insisi di buat pada korpus uteri,
pembedahan ini yang lebih mudah dilakukan, hanya diselengga
apabila ada halangan untuk melakukan Sectio Caesari.
Transperitonialis Profunda misalnya, melekat erat uterus pada dinding
perut karena sectio yang sudah atau insisi segmen bawah uterus
mengandung bahaya perdarahan yang banyak.
a) Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
3) Sayatan bisa diperpanjang paroksimal atau distal.
b) Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada reperitonealisasi yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya sering terjadi ruptur uteri spontan
c. Sectio Caesareal Peritoneal
Dilakukan tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal. Dulu dilakukan untuk mengurangi
bahaya infeksi, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
infeksi, pembedahan ini jarang di lakuakan.
Menurut arah sayatan pada rahim sectio dapat dilakukan sebagai
berikut :
1) Sayatan memanjang (Longitudinal)
2) Sayatan melintang ( Transversal )
9. Penatalaksanaan
a. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa digunakan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flaktus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan proral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
operasi.
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar.
c) Hari ke dua post operasi, penderita dapat di dudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca
operasi.
d. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda setiap
rumah sakit.
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan.
c) Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan carbonasia seperti neurobian vit.C
1) Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post
operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
2) Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi dan pernafasan.
(Manuba,2010)
10. Komplikasi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea komplikasi pada
pasien sectio caesarea adalah :
a. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis,
sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang-cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena
atonia uteri. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing dan
embolisme paru. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea.
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan
embolisme paru.
c. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
rupture uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan
sesudah Sectio Caesarea Klasik.
C. MASA NIFAS
1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas atau puerperium berasal dari bahasa latin yaitu dari kata
“Puer” artinya bayi dan “Parous” melahirkan. Masa nifas adalah masa
dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta dan alat-alat kandungan
kembali ke keadaan sebelum hamil yang berlangsung sampai 6 minggu
setelah melahirkan (Nugroho, Dkk, 2014)
Sectio Caesarea