Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PERSALINAN
1. Definisi Persalinan
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=VLYKEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR13&dq=persalinan&
ots=oVHkO_ksOl&sig=cXi2WAW1t6YsPpdc23DZB6C_vzE&redir_esc
=y#v=onepage&q&f=false
diakses rabu 11 januari 2023 pukul 15 : 21

Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian


kejadian pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir
atau jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan ( kekuatan
ibu sendiri ) ( Arie Kurniarum 2016 )

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang


terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37-42 minggu), lahir spontan dengan
prosentase belakang kepala berlangsung dalam 18-24 jam tanpa
komplikasi baik pada ibu ataupun janin ( Prawirohardjo, 2014 )

2. Jenis-Jenis Persalinan
Menurut Mochtar ( Annisa, 2011) berdasarkan bentuk terjadinya dapat
dikelompokkan ke dalam 4 cara, yaitu :
1) Persalinan Spontan
Persalinan spontan adalah proses persalinan lewat vagina yang
berlangsung tanpa menggunakan alat maupun obat tertentu, baik itu
induksi, vakum, atau metode lainnya. Persalinan spontan benar-benar
hanya mengandalkan tenaga dan usaha ibu untuk mendorong keluar
bayinya. Persalinan spontan dapat dilakukan dengan presentasi
belakang kepala ( kepala janin lahir terlebih dahulu ) maupun
presentasi bokong ( sungsang ).
2) Persalinan Normal
Persalinan normal (eutosia ) adalah proses kelahiran janin pada
kehamilan cukup bulan ( aterm, 37-42 minggu ), pada janin letak
memanjang presntasi belakang yang disusul dengan pengeluaran
plasenta dan seluruh proses kelahiran ini berakhir dalm waktu kurang
dari 24 jam tanpa tidakan pertolongan buatan dan tanpa komplikasi
3) Persalinan Anjuran ( Induksi)
Persalinan anjuran adalah persalinan yang baru dapat berlangsung
setelah permulaannya dianjurkan dengan suatu perbuatan atau
tindakan, misalnya dengan pemecahan ketuban atau dengan
memberikan suntikann oksitosin.
4) Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan
normal secara spontan atau tidak berjalan sendiri karena terdapat
indikasi adanya penyulit persalinan sehingga persalinan dilakukan
dengan memberiikan tindakan menggunakan alat bantu.

Pengantar Asuhan Kebidanan - Kiftiyah, Riska Aprilia Wardani,


Sabrina Farani, Lilis Susanti, Siti Fadhilah, Kurnia Indriyanti Purnama
Sari, Ni Gusti Ayu Lia Rusmayani, Ria Gustirini, Diani Aliansy, Indah
Purnama Sari, Yunike - Google Books
Pengantar asuhan kebidanan 11 januari diakses jam 16.33

B. SECTIO CAESAREA
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah upaya persalinan buatan dengan melahirkan
janin melalui
suatu insisi pada dinding perut dan rahim, dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. (Kapita Selekta
Kedoteran, 2014)
Seksio sesarea merupakan prosedur operatif yang dilakukan di bawah
anesthesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui insisi
dinding abdomen dan uterus. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah
viabilitas tercapai (usia kehamilan lebih dari 24 minggu). (Diane M.
Fraser, 2009)

2. Etiologi
Menurut Hijratun (2019) etiologi sectio caesarea sebagi berikut:
a. Panggul sempit dan dystocia mekanis: Disporposi fetopelik, panggul
sempit, ukuran bayi terlalu besar, malposisi dan mal presentasi, difungsi
uterus, dystocia jaringan lunak, neoplasma dan pertus lama.
b. Pembedahan sebelumnya pada uterus; sectio caesarea, histerektomi,
miomektomi ekstensi dan jahitan luka pada sebagian kasus dengan jahitan
cervical atau perbaikan ostium cervicis yang inkompeten dikerjakan sectio
caesarea.
c. Perdarahan disebabkan oleh plasenta previa dan abruption plasenta.
d. Toximea gravidarum meliputi preeklamsi dan eklamsi, hipertensi
esensial
dan nephritis kronis.
e. Indikasi fetal antar lain gawat janin, catat, infusiensi plasenta, prolapses,
finiculus umbilicalis, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus, post
materm caesarea dan infeksi virus harpes pada traktus genetalis
3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan
kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak
bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar,
kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan,
plasenta keluar dini,ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam,
kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Popy Freytisia
Ramandanty, 2019).
4. Jenis-jenis Sectio Caesarea
Secara umum tindakan Sectio Caesaria dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis
(Mochtar R,2013) yaitu :
a. Sectio Transperitonealis Profunda
Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan insisi di
segmen bawah uterus.
1) Keunggulan / kelebihan cara ini antara lain sebagai berikut :
a) Perdarahan luka insisi tidak banyak
b) Penjahitam luka lebih mudah
c) Penutupan luka dengan reperitonital yang baik
d) Tumpang tindih dari peritonial flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritonium.
e) Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptur uteri
tidak besar di kemudian hari.
2) Kelemahan / kerugian adalah sebagai berikut :
a) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan dan bawah, yang dapat
menyebabkan putusnya arteri uterina.
b) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
b. Sectio Korporal atau klasik insisi di buat pada korpus uteri,
pembedahan ini yang lebih mudah dilakukan, hanya diselengga
apabila ada halangan untuk melakukan Sectio Caesari.
Transperitonialis Profunda misalnya, melekat erat uterus pada dinding
perut karena sectio yang sudah atau insisi segmen bawah uterus
mengandung bahaya perdarahan yang banyak.
a) Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
3) Sayatan bisa diperpanjang paroksimal atau distal.
b) Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada reperitonealisasi yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya sering terjadi ruptur uteri spontan
c. Sectio Caesareal Peritoneal
Dilakukan tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal. Dulu dilakukan untuk mengurangi
bahaya infeksi, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
infeksi, pembedahan ini jarang di lakuakan.
Menurut arah sayatan pada rahim sectio dapat dilakukan sebagai
berikut :
1) Sayatan memanjang (Longitudinal)
2) Sayatan melintang ( Transversal )

Berdasarkan saat dilakukan Sectio Caesaria dapat dibagi atas :

1) Sectio Primer : Direncanakan pada waktu antenatal care.


2) Sectio Sekunder : Tidak direncanakan terlebih dahulu sewaktu
sulit.
5. Indikasi
a. Indikasi disebabkan oleh ibu
Primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disetai kelainan letak,
disproporsi Sefalopelvik (disproporsi janin/panggul), pengalaman
kehamilan dan persalinan yang buruk, terjadi penyempitan panggul,
plasenta previa terutama pada previagravida, solusio plasenta tingkat I-II,
komplikasi persalinan seperti preeklamsi dan eklamsi serta kehamilan
yang disertai dengan penyakit (Jantung, Diabetes Mellitus), gangguan
jalan persalinan (kista ovarium, mioma uteri).
b. Indikasi disebabkan oleh bayi
Indikasi yang berasal dari bayi yaitu kegagalan vakum atau forceps,
distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
polapsus tali pusat dengan pembukaan kecil (Solehati, 2017).
6. Kontra Indikasi
Dalam praktik obstetri modern pada hakekatnya tidak terdapat kontra
indikasi, meskipun demikian perlu diingat bahwa sectio caesaria
dilakuakan untuk menyelamatkan ibu maupun janin, oleh sebab itu section
caesaria dilakukan hanya dalam keadaan bila ada indikasi
(Cunningham,2013).
7. Manifestasi Klinis
Berdasarkan Hijratun (2019), manifestasi klinis sectio caesarea, antara
lain:
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter, urin berwarna jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Tidak ada bising usus.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan, dan banyak.
8. Pemeriksaan Penunjang
Sectio caesarea Menurut (Indriyani, 2018) Pemantau janin terhadap
kesehatan janin:
a. Pemantauan EKG.
b. Jumlah Darah legkap dengan diferensial.
c. Elektrolit.
d. Hemoglobin/Hematokrit.
e. Golongan dan pencocokan silang darah.
f. Urinalis.
g. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai undikasi.
h. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
i. Ultrasound sesuai kebutuhan.

9. Penatalaksanaan
a. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa digunakan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flaktus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan proral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
operasi.
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar.
c) Hari ke dua post operasi, penderita dapat di dudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca
operasi.
d. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda setiap
rumah sakit.
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan.
c) Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan carbonasia seperti neurobian vit.C
1) Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post
operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
2) Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi dan pernafasan.
(Manuba,2010)

10. Komplikasi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea komplikasi pada
pasien sectio caesarea adalah :
a. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis,
sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang-cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena
atonia uteri. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing dan
embolisme paru. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea.
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan
embolisme paru.
c. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
rupture uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan
sesudah Sectio Caesarea Klasik.
C. MASA NIFAS
1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas atau puerperium berasal dari bahasa latin yaitu dari kata
“Puer” artinya bayi dan “Parous” melahirkan. Masa nifas adalah masa
dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta dan alat-alat kandungan
kembali ke keadaan sebelum hamil yang berlangsung sampai 6 minggu
setelah melahirkan (Nugroho, Dkk, 2014)

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya


plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Dewi, dkk, 2013 )

Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu uuntuk


memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan,
deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin
terjadi, serta menyediakan pelayanan pemberian ASI, KB, imunisasi, dan
nutrisi bagi ibu (Prawirohardjo, 2010).

2. Tahap Masa Nifas


Menurut (Nugroho, 2014) Masa Nifas dibagi menjadi 3 tahap yaitu :
a. Puerperium dini yaitu kepulihan ketika ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan
b. Puerperium intermediate yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genitalia selama kurang lebih 6 minggu.
c. Remote Puerperium, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi.
3. Perubahan Masa Nifas
Perubahan fisiologis dan psikologis masa nifas (Nugroho, dkk, 2014)
1) Perubahan Sistem Reproduksi
a. Involusi Uterus
Involusi uterus yaitu proses kembalinya uterus ke dalam keadaan
semula sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus.
Tabel 1.1 Perubahan tinggi uterus masa nifas

Involusi uterus TFU


Hari ke-1 Setinggi pusat
Hari ke-2 1-2 jari dibawah pusat
Hari ke-3 Pertengahan simpisis
Hari ke-4 3 jari diatas simpisis
Hari ke-5 1 jari diatas simpisis
Hari ke-10 atau ke-12 Tidak teraba dari luar
Sumber : Sarwono, 2009

Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :

a) Iskemia miometrium, hal ini disebabkan oleh kontraksi dan


retraksi yang terus-menerus
b) Autolisis, merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uterus
c) Efek oksitosin, oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi
dan retraksi otot uteris sehingga akan menekan pembuluh
darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus sehingga mengurangi perdarahan.
b. Involusi tempat plasenta
Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada
akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas
sebesar 1-2 cm.
c. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,
berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala.
d. Perubahan pada serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terlukai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan karena
korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi,
sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk
cincin.
e. Lochea
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Campuran
antara darah dan desidua tersebut dinamakan lochea, yang
biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran
Lochea dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya
sebagai berikut :
1) Lochea rubra : muncul pada hari pertama sampai hari
ketiga postpartum, warnanya biasanya merah kehitaman.
2) Lochea sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi
darah dan lendir, muncul pada hari ke 3-7 hari
postpartum.
3) Lochea serosa : muncul pada hari ke 7-14 hari
postpartum, warnanya kekuningan atau kecoklatan.
4) Lochea alba : muncul lebih dari 14 hari postpartum,
warnanya lebih pucat, putih kekuningan, serta lebih
banyak mengandung
f. Perubahan pada vulva, vagina dan perinium
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat
teregang akan kembali secara bertahap pada ukuran sebelum
hamil selama 6-8 minggu setelah bayi lahir.

D. KONSEP RESIKO INFEKSI


1. Definisi
Infeksi adalah invasi tubuh pathogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit.Risiko infeksi merupakan keadaan dimana seorang
individu berisiko terserang oleh agen patogenik dan oportunistik (virus,
jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal,
sumber-sumber eksogen dan endogen(Potter & Perry, 2005).
2. Tanda dan Gejala Resiko Infeksia.
a. Kalor (panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke
area yang terkena infeksi
b. Dolor (rasa sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan pH lokal atau konsentrasi
lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf, pengeluaran zat
kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf nyeri, pembengkakan jaringan yang meradang
yang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan
rasa sakit.
c. Rubor (kemerahan)
Kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul
maka arteriol yang mensuplai darah tersebut melebar, dengan
demikian lebih banyak darah yang mengalir ke dalam mikro
sirkulasi lokal.
d. Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan dimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari
darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Eksudat akan
semakin bertambah banyak jika luka mengalalami infeksi
e. Functiolaesa (perubahan fungsi)
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak
dan sakit disertai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang
abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan
fungsinya secara normal ( Miftakulja, 2014).
f. Adanya pus pada luka
3. Rantai Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena faktor-faktor yang saling mempengaruhi dan
saling berhubungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain
a. Adanya mikroorganisme (Agent ) yang infeksius mikroba penyebab
infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur, maupun parasite
b. Adanya reservoar sebagai tempat patogen untuk mempertahankan
hidup tetapi dapat/tidak berkembang baik. Reservoar paling umum
adalah manusia.
c. Adanya portal of exit/pintu keluar. Portal of exit mikroba dari
manusia biasanya melalui suatu tempat ke beberapa tempat. Portal of
exit yang pertama adalah saluran pernapasan, saluran cerna, kulit,
darah, saluran urinarius dan saluran urogenetal.
d. Cara penularan. Penularan atau transmission adalah perpindahan
mikroba dari sumber ke host. Penyebaran dapat melalui kontak,
lewat udara dan vektor.
e. Adanya portal of entry / Pintu masuk. Tempat masuknya kuman
dapat melalui kulit, dinding mukosa, saluran cerna, saluran
pernapasan, dan saluran urogenitalia. Mikroba yang terinfesius
dapat masuk ke saluran cerna melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi seperti : E.coli, Shigella.
f. Penderita (host) yang rentan. Masuknya kuman ke dalam tubuh
penderita tidak selalu menyebabkan infeksi. Yang memegang
peranan sangat penting adalah mekanisme pertahanan tubuh
hostnya. Mekanisme pertahanan tubuh secara non spesifik antara
lain adalah kulit, dinding mukosa dan sekret, kelenjar-kelenjar
tubuh. (Widiati,2010).
4. Faktor-faktor risiko terjadinya infeksi
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(2017), faktor risiko
terjadinya infeksi adalah sebagai berikut :
a. Efek prosedur invasif
b. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
c. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : Kerusakan integritas
kulit, ketuban pecah lama, ketuban pecah sebelum waktunya,
d. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : Penurunan
hemoglobin, imununosupresi.
5. Dampak Resiko Infeksi
Dampak apabila ibu nifas mengalami infeksi luka Post Sectio Caesarea
dan tidak segera ditangani akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada
jaringan epidermis maupun dermis, gangguan pada sistem persyarafan,
dan kerusakan jaringan seluler menurut (Hasanah and Wardayanti, 2015)
6. Cara Penularan Infeksi
Dalam garis besarnya, proses penyebaran mikroorganisme ke dalam
tubuh melalui beberapa cara :
a. .Kontak tubuh
b. Tranfusi darah
c. Serangga
d. Makanan dan minuman
e. Air
f. Udara
7. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dibagi kedalam 3 fase utama, yaitu :
a. Fase Inflamasi (hari ke-0 sampai ke-3 atau ke-5)
Fase ini terjadi dua kegiatan utama, yaitu respons vaskular dan
respons inflamasi. Respons vaskular diawali dengan respons
hemostatik tubuh selama 5 detik pasca-luka (kapiler berkontraksi
dan trombosit keluar). Respons Inflamasi merupakan reaksi non-
spesifik tubuh dalam mempertahankan/memberi perlindungan
terhadap benda asing yang masuk kedalam tubuh. Respon ini
diawali dari semakin banyaknya aliran darah ke sekitar luka yang
menyebabkan bengkak, kemerahan, hangat/demam,
ketidanyamanan/nyeri, dan penurunan fungsi tubuh (tanda
inflamasi).
b. Fase Proliferasi (hari ke-2 sampai ke-24)
Fase ini terdiri atas fase desdruktif (fase pembersihan), proses
proliferasi atau granulasi (pelepasan sel-sel baru/pertumbuhan) dan
epitelisasi (migrasi sel / penutupan).
c. Fase Remodeling atau Maturasi (hari ke-21 sampai satu atau dua
tahun)
Pada fase ini terjadi sistesis matriks ekstraselular, degradasi sel,
proses remodeling (aktivitas selular dan aktivitas vaskular
menurun). Aktivitas utama yang terjadi adalah penguatan jaringan
bekas luka dengan aktivitas remodeling kolagen dan elastin pada
kulit (Irma P. Arisanty, 2013)
8. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka dapat dibagi menjadi
dua faktor utama yaitu sistemik dan faktor local.
a. Faktor Sistemik
1) Usia
Pada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama
dibandingkan dnegan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan
adanya proses degenerasi, tidak adekuatnya pemasukan
makanan, menurunnya kekebalan, dan menurunnya sirkulasi
(Suriadi, 2004).
2) Nutrisi
Nutrisi atau asupan makanan sangat memengaruhi
penyembuhan luka. Nutrisi yang buruk akan menghambat
proses penyembuhan luka bahkan menyebabkan infeksi
luka. Nutrisi yang dibutuhkan dan penting adalah asam
amino (protein), lemak, energi sel (karbohidrat), vitamin (C,
A, B kompleks, D, K, E), zink, trace element (besi,
magnesium) dan air.
3) Vaskularisasi
Vaskularisasi yang baik dapat menghambat oksigen dan nutrisi
ke bagian sel terujung. Pembuluh darah sel yang terhambat
dapat enurunkan asupan nutrisi dan oksigen ke sel untuk
mendukung pemulihan luka sehingga luka cenderung
nekrosis. Gangguan pembuluh darah vena dapat menghambat
pengembalian darah ke jantung sehingga terjadi pembengkakan
atau penumpukan cairan yang berlebih dan mengganggu proses
penyembuhan.
4) Status psikologis
Stres, cemas dan depresi menurunkan efisiensi kerja imun
tubuh sehingga penyembuhan luka terhambat (Irma P.
Arisanty, 2013).
5) Obat-obatanObat-obatan dapat menghambat proses
penyembuhan luka terutama pada pasien yang menggunakan
terapi obat sitotoksik 30(merusak sel sehat), imunosupresan
(merusak kerja sel darah putih), dan penisilin/penisilamin
(menghambat kolagen untuk berikatan/resistensi bakteri pada
luka). (Irma P. Arisanty, 2013)
b. Faktor Lokal
1) Suplai darah
2) Infeksi
Infeksi sistemik atau lokal dapat menghambat penyembuhan
luka.
3) NekrosisLuka dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan
eskar akan dapat menjadi faktor penghambat untuk perbaikan
luka.
4) Adanya benda asing pada luka (Suariadi, 2004)
Pathway
Indikasi Sectio Caersarea
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disporpotion )
b. PEB ( Pre-Eklamsia Berat )
c. KPD ( Ketuban Pecah Dini )
d. Bayi Kembar
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
f. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan letak kepala
a. Letak kepala tengadah
b. Presesntasi muka
c. Presentasi dahi
2. Letak sungsang

Sectio Caesarea

Luka Post Operasi


E. Asuhan Keperawatan Resiko Infeksi Pada Ibu Masa Nifas dengan SC
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas klien
Identitas yang perlu dikaji pada klienadalah nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, diagnosa
medis, status marital dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab yang perlu dikaji adalah nama,
umur, suku/bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama,
hubungan dengan klien, alamat.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien dengan infeksi post
partum adalah nyeri pada luka
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang
dirasakan klien. Biasanya nyeri akan bertambah bila
bergerak/mengubah posisi, nyeri berkurang jika klien diam atau
isturahat, nyeri dirasakan seperti diiris-iris/disayat-sayat, skala
nyeri bervariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan dengan PQRST.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu, apakah pernah
mengalami operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi
obat-obatan, hipertensi, penyakit sistem pernafasan, diabetes
mellitus.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai penyakit
keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung, penyakit
kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat
penyakit mental.
d. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada klien dengan infeksi post
partum yang perlu diketahui adalah :
1) Riwayat haid
Yang perlu diketahui pada saat haid adalah tentang menarche,
siklus haid, hari pertama haid terakhir, jumlah dan warna darah
yang keluar, encer, menggumpal, lamanya haid, nyeri atau tidak
dan bau.
2) Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan yang perlu diketahui adalah berapa kali
melakukan ANC (ante natal care), selama kehamilan periksa
dimana, perlu diukur tinggi badan dan berat badan.
3) Riwayat persalinan
Riwayat persalinan yang baru terjadi, jenis persalinan spontan
atau sectio caesarea, penyulit selama persalinan.
e. Pola Pengkajian Fungsional menurut Gordon
1) Pola Persepsi-Manajemen Kesehatan
Menggambarkan perspsi terhadap pemeliharaan dan penanganan
kesehatan klien.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan pola nutrisi klien meliputi nafsu makan atau
tidak, frekuensi makan, porsi yang dihabiskan, menu yang
dikonsumsi,minum habis berapa dalam sehari, kalau tidak mau apa
penyababnya, ada pantangan makan atau tidak.
3) Pola Eliminasi
Menggambarkan pola BAK dan BAB pada klien.Eliminasi Urin :
terpasang kateter atau tidak, observasi warna urin dan jumlah
urin.Eliminasi BAB : sudah BAB atau belum, konsistensi, warna
dan frekuensi
4) Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan aktivitas klien dibantu perawat atau mandiri
seperti minum,makan,bergerak,berjalan dan hgyiene.
5) Pola Perseptual.
a. Perseptual Sensori
Kaji fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh.
b. Perseptual Kognitif
Kaji pengetahuan ibu tentang perawatan bayi, nutrisi ibu
menyusui, perawatan payudara, senamnifas, perawatan luka
operasi, KB, dan tehnik menyusui.
6) Pola Istirahat dan Tidur
Menggambarkan pola tidur pasien, apakah pasien bisa tidur atau
tidak, lamanya tidur, hal yang mengganggu tidur (rasa nyeri pada
luka operasi, rasa senang setelah melahirkan.
7) Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain : gambaran
diri, harga diri, peran dan identitas diri.
8) Pola Peran Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien.
9) Pola Reproduksi dan Seksual
Menggambarkan diri sesuai peran (sebagai seorang ibu dan
memiliki anak) atau masalah reproduksi lainnya.
10) Pola Koping Mekanisme
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress,
bagaimana klien menyelesaikan masalahnya baik dengan
bantuan keluarga atau orang terdekat lainnya.
11) Pola Keyakinan Nilai
Menggambarkan dan menjelaskan nilai dan keyakinan termasuk
spiritual klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien post partum antara lain :
1. Keadaan umum
Keadaan umum klien biasanya lemah.
2. Kesadaran
Kesadaran klien biasanya composmentis.
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital
a) Suhu Badan
Suhu badan akan sedikit naik (37,5oC-38oC) pada 24 jam post
partum.
b) NadiNadi normal oarng dewasa 60-80 kali permenit, biasanya
akan lebih cepat setelah melahirkan.
c) Tekanan Darah
Tekanan darah setelah melahirkan tidak berubah,
kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. (Ambarwati,2015)4)
4. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Payudara
Pada ibu post partum biasanya payudaranya membesar, areola
mamame biasanya lebih gelap, papilla mamae menonjol,
keluar ASI.
b. Abdomen
Perawat mengkaji daerah abdomen meliputi ada tidaknya
distensi abdomen, tinggi fundus uteri masih setinggi pusat,
bising usus,pemantauan kontraksi uterus,adanya luka
terbuka, bentuk sayatan operasi dan lihat luka operasi basah
atau kering, apakah ada nyeri atau tekan, adanya pus pada luka
operasi.
c. Genetalia
Perawat mengkaji daerah genetalia meliputi Adanya
pengeluaran lochea, bagaimana warnanya, banyaknya, bau
serta adakah oedem pada vulva.
d. Rectum
Perawat mengkaji daerah rectum, apakah ada hemoroid atau
tidak.
5. Pemeriksaan diagnostic
Perawat melakukan pemerikasaan diagnostic antara lain jumlah
darah lengkap Hb, pemeriksaan leukosit, mengkaji
perubahan post operasi. (Potter dan Perry, 2005)
2. Analisa Data
Analisa data adalah mengaitkan dan menghubungkan data
dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan
klien.
Analisa data yaitu proses intelektual yang meliputi
kegiatan menyelidiki, mengklarifikasi dan mengelompokkan
data. Kemudian mencari kemungkinan penyebab dan dampa serta
menentukan masalah atau penyimpangan yang terjadi
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post SC
antara lain:
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka SC).
b) Konstipasi berhubungan dengan perubahan peristaltik
usus akibat post anasthesi.
c) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan
tonus otot kandung kemih
d) Resiko Infeksi : penyebaran/sepsis berhubungan dengan
kerusakan kulit atau jaringan yang trauma
Penulisan proposal ini, penulis memfokuskan pada diagnosa
Resiko Infeksi : penyebaran/sepsis berhubungan dengan
kerusakan kulit atau jaringan yang trauma.
a. Definisi
Resiko Infeksi adalah rentan terhadap invasi tubuh oleh
patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit
(Potter dan Perry, 2005)
b. Faktor resiko :
1. Penyakit kronis (misalnya : diabetes melitus)
2. Efek prosedur invasive
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
4. Perencanaan Keperawatan
Resiko Infeksi : penyebaran/sepsis berhubungan dengan kerusakan kulit
atau jaringan yang trauma.
Tujuan : Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan luka pada pasien tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor,dolor,tumor,rubor dan
fungsileasa).
b) Tanda-tanda vital dalam rentang normal ( Suhu : 36,5 –37,5 °C,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60-80 kali/menit,pernapasan 16-24
kali/menit).
c) Jumlah leukosit dalam batas normal (20.000-25.000)d.Tidak ada pus
pada luka operasi
Intervensi :
a) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui peningkatan suhu yang dapat menunjukan
adanya infeksi.
b) Monitor tanda dan gejela infeksi
Rasional : mengetahui adanya tanda-tanda infeksi dan adanya pus.
c) Lakukan tehnik perawatan luka yang tepat
Rasional : perawatan luka yang akan mempercepat proses
penyembuhan luka dan terhindar dari infeksi.
d) Dorong masukan nutrisi yang cukup
Rasional : nutrisi yang cukup dapat mempercepat penyembuhan
luka.
e) Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan
Rasional : menghindari terjadinya infeksi.
f) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
5. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari apa yang sudah
ditentukan agar kebutuhan klien dapat terpenuhi dan terhindar dari
resiko infeksi.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses keperawatan.
Kegiatan evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil dari

Anda mungkin juga menyukai