Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

PADANY.A DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA


DI RUANG VK RSU MUHAMMADIYAH BANDUNG TULUNGAGUNG

NAMA : YOHANIS YAKOB KABNANI


NIM : 23.11.1011.1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES GANESHA HUSADA KEDIRI
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADANY.A DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA
DI RUANG VK RSU MUHAMMADIYAH BANDUNG TULUNGAGUNG

Tulungagung,06 Januari 2024


Mahasiswa,

Yohanis Y. Kabnani
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Try Wahyuni Purnawati, Amd.Keb

Mengetahui,
Kepala Bagian Ruang Intensif
RSU MUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG

(Yudit Violitha, S.Kep.Ns)


BAB I
KONSEP TEORI
A. Seksio Cesarea
1. Pengertian Seksio Cesarea
Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong. Seksio
Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Maryunani, 2014).Seksio
cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut
(laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak termasuk melahirkan janin
dari rongga perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991
dalam Maryunani, 2014). Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan
dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk
mengeluarkan bayi (Juditha dan Cynthia, 2009 dalam Maryuani, 2014). Suatu persalinan
buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. (Prawirohardjo,
2010).Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio cesarea adalah suatu
proses persalinan melalui pembedahan pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
2. Jenis-Jenis SC
Menurut Prawirohardjo (2010) Liu (2008) Oxorn dan Forte (2010) terdapat beberapa
jenis seksio cesarea, yaitu :

a. Seksio cesarea klasik : pembedahan secara Sanger.


Insisi ini ditempatkan secara vertical di garis tengah uterus.
Indikasi penggunaanya meliputi : 1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk
pada segmen bawah 2) Jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan
ibroid uterus 3) Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa 4) Pada keadaan
segmen bawah vascular karena plasenta previa anterior 5) Jika ada karsinoma
serviks 6) Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.

Kerugian :
1) Hemostasis lebih sulit dengan insisi vascular yang tebal
2) Pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin
3) Plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan
4) Penyembuhan terhambat karena involusi miometrial
5) Terdapat lebih besar risiko rupture uterus pada kehamilan berikutnya.

b. Seksio cesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen


caesarean section)
c. Seksio cesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio
histerektomi).
Pembedahan ini merupakan section caesarea yang dilanjutkan dengan pengeluaran
uterus.
Indikasi :
1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal
2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus placenta previa dan
abruption placentae tertentu
3) Placenta accrete
4) Fibromyoma yang multiple dan luas
5) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium
6) Rutur uteri yang tidak dapat diperbaiki
7) Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid yang tidak dikehendaki demi
alasan medis
8) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus
9) Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh darah sehingga
perdarahan tidak bias dihentikan dengan pengiatan ligature.

d. Seksio cesarea ekstraperitoneal


Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-
kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang
sering bersifat fatal.

3. Indikasi Seksio Cesarea


Indikasi seksio Cesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
a. Indikasi mutlak
Indikasi ibu
1) Panggul sempit absolut
2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi
3) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
4) Stenosis serviks/vagina.
5) Plasenta previa.
6) Disproporsi sefalopelvik.
7) Ruptura uteri membakat.

Indikasi janin
1) Kelainan letak.
2) Gawat janin
3) Prolapsus plasenta
4) Perkembangan bayi yang terlambat
5) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
b. Indikasi relatif
1) Riwayat seksio cesarea sebelumnya
2) Presentasi bokong
3) Distosia
4) Fetal distress
5) Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
7) Gemeli, menurut Eastman, seksio cesarea dianjurkan : a) Bila janin pertama letak
lintang atau presentasi bahu b) Bila terjadi interlock c) Distosia oleh karena tumor d)
IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
c. Indikasi Sosial
1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
2) Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya mengalami cedera
atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan dasar panggul
3) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah
melahirkan.

4. Kontraindikasi
Menurut Rasjidi (2009) kontraindikasi dari seksio cesarea adalah:
a. Janin mati
b. Syok
c. Anemia berat
d. Kelainan kongenital berat
e. Infeksi piogenik pada dinding abdomen
f. Minimnya fasilitas operasi seksio cesarea.

5. Patofisiologi Seksio Caesarea


Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada
bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul sempit absolut,
kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-
tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta
previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi dilakukannya sectio
caesarea dapat berasal dari janin seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus
plasenta, perkembangan bayi yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya
karena preeklamsia. Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak
dipakai dikarenakan lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat
mempengaruhi tonus otot pada kandung kemih sehingga mengalami penurunan yang
menyebabkan gangguan eliminasi urin. Sayatan pada perut dan rahim akan
menimbulkan trauma jaringan dan terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh
darah, dan saraf disekitar daerah insisi.
Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin dan
prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan nyeri yang
dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan hambatan mobilitas
fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh ibu nifas dapat
menimbulkan masalah keperawatan defisit perawatan diri. Adanya jaringan terbuka
juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi terhadap masuknya bakteri dan virus
yang akan menyebabkan infeksi apabila tidak dilakukan perawatan luka yang baik.

6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi utama persalinan seksio cesarea adalah kerusakan organ-organ
seperti vesika urinasia dan uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi anestesi,
perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar pada persalinan
seksio cesarea dibandingkan persalinan pervagina (Rasjidi, 2009).
Menurut Rasjidi (2009) takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering
terjadi pada persalinan seksio cesarea, dan kejadian trauma persalinan pun tidak dapat
disingkirkan. Risiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta
previa, solusio plasenta, plasenta akreta dan ruptur uteri.
Sementara itu menurut Leveno (2009) menyatakan bahwa komplikasi
pascaoperasi seksio sesaria meningkatkan morbiditas ibu secara drastis dibandingkan
dengan persalinan pervaginam. Penyebab utamanya adalah endomiometritis,
perdarahan, infeksi saluran kemih, dan tromboembolisme. Infeksi panggul dan infeksi
luka operasi meningkat dan, meskipun jarang, dapat menyebabkan fasiitis
nekrotikans.

8. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea


Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
a. Ruang Pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau dengan
cermat jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk memastikan
bahwa uterus berkontraksi dengan baik.
b. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan yang
tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan perkiraan
kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya. Cairan intravena
yang perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat
atau larutan Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
c. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah jam
setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah didapatkan
hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi,
Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
d. Analgesik Pemberian
analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin 75-100mg
intramuskuler dan morfin sulfat 10- 15mg intramuskuler.

e. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus


Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi
dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang lebih 8 jam
stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
f. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan. Pemeriksaan
dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama
operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah ke hipovoemik.

g. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien memutuskan
untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang payudara yang bisa
mengurangi rasa nyeri pada payudara.
h. Pencegahan infeksi
pasca operasi Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari
demam dan tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik
profilaksis. Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis
tunggal dapat diberikan saat Sectio Caesarea untuk menrunkan angka infeksi.
i. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam. Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubahmenjadi posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan
berturrut-turut selama hari demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari
kelima pasca operasi sectio caesarea j. Kateterisasi Kandung kemih yang penuh
menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, meghalangi involusi
uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam atau
lebih.

9. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola Pengkajian
Pola Fungsional Dongoes (2001) dan Kozier & Erb (2009)
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi,
perubahan pola istirahat, dan jam tidur pada malam hari, adanya faktor
mempengaruhi tidur misalnya nyeri dan ansietas.
2) Sirkulasi darah Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kurang
lebih 600- 800 ml. Volume darah menurun seperti sebelum hamil.
3) Integritas ego Gejala : faktor stress ( keuangan, pekerjaan, dan perubahan
peran) masalah dalam penampilan, misalnya lesi dalam pembedahan,
masalah tentang keluarga, penolakan terhadap keadaan saat ini, perasaan
tidak berdaya, putus asa, tidak bermakna, rasa bersalah dan depresi. Tanda
: ansietas, terjadi penolakan, menyangkal, menarik diri, marah, harga diri
rendah.
4) Eliminasi Kateter urinarius mungkin terpasang dengan urine berwarna
jernih pucat. Pasien yang tidak terpasang kateter tetap diajnurkan untuk
melakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca bedah, kecuali jika
pasien dapat buang air kecil sebanyak 100 cc atau lebih dalam suatu
jangka. Pasien kemungkinan mengalami konstipasi dengan tanda adanya
perubahan bising usus dan distensi abdomen.
5) Makanan atau cairan Gejala : membran mukosa yang kering ( pembatasan
masukan atau periode puasa pre operatif dan post operatif ) anoreksia,
mual, muntah, haus. Tanda : antopometri A : BB: TB: B : Hemoglobin :
Hematokrit(HCT) : C : mukosa bibir kering D :
6) Neurosensori Kerusakan gerakkan dan sensasi dibawah tingkatan anastesi
spinal epidural. Setalah 24 jam pasien boleh duduk, miring ke kanan,
miring ke kiri serta melipat kaki agar perdarahan lancar.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan Terdapat beberapa cara untuk mengkaji klien
dengan nyeri. Diantaranya adalah (pengkajian PQRST) :
a) Lokasi Nyeri
Untuk memastikan lokasi nyeri yang dialami klien, perawat harus
meminta klien menunjukan daerah yang dirasakan tidak nyaman bagi
klien.
b) Skala Intensitas atau Tingkat Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah
dalam menentukan intensitas nyeri klien. Sebagian besar skala
menggunakan rentang 0-10 dengan 0 mengindikasikan “tidak
nyeri” dan nomor tertinggi mengindikasikan “kemungkinan nyeri
terhebat” bagi klien tersebut. Dimasukanya kata-kata penjelas pada
skala dapat membantu beberapa klien yang mengalami kesulitan
dalam menentukan nilai nyerinya. Klien diminta untuk
menunjukkan skala nilai yang paling baik mewakili intesitas
nyerinya. Tidak semua klien dapat mengerti atau menghubungkan
nyeri yang dirasakan pada skala intensitas nyeri berdasarkan angka.
Anak-anak yang tidak dapat mengkomunikasikan
ketidaknyamanan secara verbal dan klien lansia yang mengalami
kerusakan kognitif atau sulit berkomunikasi tidak dapat
menghubungkan nyeri yang dirasakan pada skala intensitas nyeri
berdasarkan angka. Maka dari itu skala tingkat nyeri wajah adalah
cara yang efektif untuk klien tersebut. Skala wajah memiliki skala
nomor pada tiap ekspresi sehingga intensitas nyeri dapat
didokumentasikan. Jelaskan pada klien bahwa setiap wajah adalah
wajah seseorang, yang terlihat bahagia karena ia tidak merasa nyeri
(sakit) dan yang terlihat sedih karena ia merasakan nyeri (sakit).
c) Kualitas Nyeri
Penjelasan dengan kata sifat membantu orang untuk
mengkomunikasikan kualitas nyeri. Beberapa istilah yang sering
digunakan klien untuk menggambarkan nyeri misalnya terasa
seperti terbakar, seperti tertusuk, panas, tidak dapat ditahan dll.
Perawat perlu mencatat kata-kata sebenarnya yang digunakan klien
dalam menggambarkan nyeri karena kata-kata klien lebih akurat
dan deskriptif.
d) Pola Nyeri
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kapan nyeri berulang.
Perawat perlu menanyakan kepada klien saat kapan nyeri terjadi,
berapa lama nyeri berlangsung, dan apakah terjadi nyeri berulang.
e) Faktor Presipitasi
Aktivitas tertentu terkadang dapat mengakibatkan nyeri. Seperti
aktivitas-aktivitas yang berat pada seseorang yang berisiko
mengalami nyeri akan menyebabkan nyeri terjadi. Faktor
lingkungan seperti kondisi dingin atau panas yang ekstrem dan
kelembaban yang ekstrem dapat mempengaruhi terjadinya nyeri.
Selain itu stressor fisik dan emosional juga dapat menyebabkan
nyeri terjadi.

f) Faktor yang Meringankan


Nyeri Perawat meminta kien untuk menjelaskan apa saja yang
sudah klien lakukan untuk membantu meringankan nyeri misalnya
dengan obat tradisional atau dengan memperbanyak istirahat.
Perawat perlu mengkaji efek dari setiap tindakan yang dilakukan
terhadap nyeri, apakah tindakan tersebut dapat meringankan nyeri
atau justru memperburuk nyeri.
g) Gejala Terkait
Gejala terkait seperti mual, muntah, pusing dan diare juga termasuk
dalam penilaian klinis nyeri. Gejala tersebut dapat berhubungan
dengan awitan nyeri dan akan menyebabkan terjadinya nyeri.
h) Respons Perilaku dan Fisiologis
Terdapat bermacam-macam respon yang dilakukan klien terhadap
nyeri. Ekspresi wajah seringkali merupakan respons perilaku
seseorang terhadap nyeri. Respon fisiologis bervariasi sesuai
dengan asal dan durasi nyeri. Pada saat nyeri berlangsung sistem
saraf simpatis terstimulasi yang akan mengakibatkan respons
fisiologis seperti peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi napas, pucat, diaforesis dan dilatasi pupil.
i) Respons Afekif
Respons afektif terjadi berdasarkan situasi, derajat, durasi nyeri,
dan interpretasi nyeri. Perawat perlu mengeksplorasi dan
memahami perasaan klien misalnya rasa cemas, takut, kelelahan,
dan depresi. Karena banyak klien dengan nyeri yang kronik
menjadi depresi karena nyeri yang dialaminya tidak kunjung reda.
j) Efek Nyeri pada Aktifitas Sehari-hari
Perawat meminta klien untuk menjelaskan bagaimana nyeri telah
mempengaruhi aktivitas sehari-harinya seperti tidur, konsentrasi,
bekerja, hubungan interpersonal, hubungan perkawinan atau seks,
aktivitas rumah tangga, aktivitas di waktu luang, dan status
emosional. Dengan mengetahui bagaimana efek nyeri terhadap
aktivitas sehari-hari klien dapat membantu perawat memahami
prespektif klien terhadap keparahan nyerinya.
k) Sumber Koping
Setiap individu akan menunjukkan koping mereka terhadap nyeri.
Perawat dapat mendorong cara yang digunakan klien untuk dapat
meringankan nyeri. Strategi tersebut dapat berupa penggunaan
distraksi, berdoa, kegiatan keagamaan, maupun dukungan dari
orang terdekat.
8) Pernafasan Bunyi paru jelas dan vesikuler
9) Keamanan
Balutan abdomen tampak sedikit atau kering dan utuh. Jalur parenteral
bila digunakan, paten dan sisi bebas aritmia, bengkak dan nyeri tekan.
10) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Terjadi pengeluaran
lokhea yaitu lokhea rubra pada hari pertama sampai ke tiga masa post
partum, lokhea serosa pada hari kelima sampai hari ke sembilan post
partum, serta lokhea alba pada hari kesepuluh sampai enam minggu post
partum.

11) Pembelajaran
Respon klien terhadap ketidaktahuan
12) Higiene
Dilakukan personal higiene yang mungkin dibantu pihak keluarga

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : baik, sedang, atau buruk.


2) Tingkat kesadaran : composmentis, sopor atau somnolen.
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan Darah :
Mengetahui faktor risiko hipertensi atau hipotensi. Batas normal tekanan
darah adalah 110/60-140/90 mmHg
b) Nadi : Mengetahui denyut nadi pasien sehabis operasi, denyut
nadi akan lebih cepat. Batas normal denyu nadi 50-90 x/menit.
c) Suhu : Mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau
tidak, jika terjadi kenaikan suhu diatas 37°C, kemungkinan
terjadi infeksi. Batas normal 35,6-37,7°C.
d) Respirasi : Mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang
dihitung dalam 1 menit. Batas normal 18-24x/menit.
4) Kepala : perlu dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan kebersihan
rambut
5) Mata : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut, kebersihan
mulut.
6) Hidung : perlu dikaji untuk mengetahui adanya polip atau tidak.
7) Telinga : perlu dikaji untuk mengetahui ada serumen atau tidak.
8) Mulut : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut dan kebersihan
mulut.
9) Leher : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar
tiroid.
10) Dada : mengetahui kesimetrisan, massa, lesi, dan suara paru, dan
keadaan jantung.
11) Mammae : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran atau
tidak, puting susu menonjol atau tidak.
12) Abdomen : perlu dikaji untuk mengetahui luka post operasi dan DRA
(Diastasis Rektus Abdominis). Pemeriksaaan diastasis rectie yaitu
tujuannya untuk mengetahui apakah pelebaran otot perut normal atau
tidak.
13) Ekstremitas : perlu dikaji untuk mengetahui terdapat edema, varises,
dan reflek pattela, nyeri tekan, atau panas pada betis. Adanya tanda
Homan, caranya dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan
dilakukan tekanan ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan
nyeri pada betis, disimpulkan terdapat tanda homan.
14) Genetalia : perlu dikaji untuk mengetahui kebersihan pada genetalia.
Adanya perdarahan pada vagina.

c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kecepatan jaringan
2) Magneti Resonance Imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan
pemindaian CT
3) Pemindaian positron emission tomography (PET) Untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik,
atau aliran darah dalam otak
4) Uji laboratorium
a) Fungsi lumbal Menganalisis cairan serebrovaskular
b) Hitung darah lengkap Mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c) Panel elektrolit
d) AGD
e) Kadar kalsium darah
f) Kadar natrium darah
g) Kadar magnesium darah
2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut (00132)


Definisi Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi.

Batasan karakteristik
1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkannya
2) Diaphoresis
3) Dilatasi pupil
4) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu focus, meringis)
5) Focus menyempit (mis., persepsi waktu , proses berpikir, interaksi dengan
orang dan lingkungan)
6) Focus pada diri sendiri
7) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
8) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument
nyeri
9) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
10) Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis, waspada)
11) Perilaku distraksi
12) Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan darah. Frekuensi jantung,
frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan endtidal karbon dioksida [CO2])
13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
14) Perubahan selera makan
15) Putus asa
16) Sikap melindungi area nyeri
17) Sikap tubuh melindungi
Factor yang berhubungan
1) Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma)
2) Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan)
3) Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agens
mustard) (NANDA, 2015)

b. Risiko infeksi (00004)


1) Ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit rusak, jaringan trauma,
penurunan kerja silia stasis cairan tubuh, perubahan sekresi pH, perubahan
peristaltis)
2) Ketidakadekuatan pertahanan sekunder (mis., penurunan hemoglobin,
leukopenia, supresi respons inflamasi)
3) Ketidakadekuatan imunitas didapat ; imunosupresi
4) Kerusakan jaringan ; peningkatan pajanan lingkungan terhadap pathogen;
prosedur invasive
5) Penyakit kronis, malnutrisi, trauma
6) Agens farmakologis (mis., imunosupresan [terapi antibiotik])
7) Ketuban pecah
8) Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari pajanan terhadap pathogen
(Doengoes, dkk, 2014)

d. Deficit perawatan diri : mandi, berpakaian (00108)


Definisi Mandi : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas mandi secaa mandiri. Berpakaian : Hambatan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian secara mandiri.
Batasan karakteristik Mandi :
1) Ketidakmampuan membasuh tubuh
2) Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
3) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
4) Ketidakmampuan mengatur air mandi
5) Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
6) Ketidakmampuan menjangkau sumber air

Berpakaian :
1) Hambatan memilih pakaian
2) Hambatan mempertahankan penampilan yang memuaskan
3) Hambatan mengambil pakaian
4) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas
5) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh bawah
6) Hambatan menggunakan alat bantu
7) Hambatan menggunakan resleting
8) Ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian (mis., blus, kaus kaki, sepatu)
9) Ketidakmampuan memadupadankan pakaian
10) Ketidakmampuan mengancingkan pakaian
11) Ketidakmampuan mengenakan atribut pakaian (mis., blus, kaus kaki, sepatu)
Factor yang berhubungan Mandi :
1) Ansietas 2) Gangguan fungsi kognitif 3) Gangguan musculoskeletal 4)
Gangguan neuromuscular 5) Gangguan presepsi 6) Kelemahan 7) Kendala
lingkungan 8) Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh 9) Ketidakmampuan
merasakan hubungan spasial 10) Nyeri 11) Penurunan motivasi

e. Hambatan mobilitas di tempat tidur (00091)


Definisi Keterbatasan pergerakan mandiri dari satu posisi ke posisi lain di tempat
tidur. Batasan karakteristik :
1) Hambatan kemampuan bergerak antara posisi duduk lama dantelentang
2) Hambatan kemampuan bergerak antara posisi telentang dan duduk
3) Hambatan kemampuan bergerak antara posisi telungkup dan telentang
4) Hambatan kemampuan bergerak untuk reposisi dirinya sendiri di tempat tidur
5) Hambatan kemampuan untuk miring kanan dan kiri

Factor yang berhubungan


1) Agens farmaseutikal
2) Fisik tidak bugar
3) Gangguan fungsi kognitif
4) Gangguan musculoskeletal
5) Gangguan neuromuscular
6) Kekuatan otot tidak memadai
7) Keterbatasan lingkungan (mis., ukuran tempat tidur, tipe tempat tidur, peralatan
terapi, restrain)
8) Kurang pengetahuan tentang strategi mobilitas
9) Nyeri 10) Obesitas (NANDA, 2015)

3. Intervensi
a. NOC (Nursing Outcome Clasification)
Menurut Moorhead dkk, (2016) Nursing Outcome Clasification (NOC) yaitu :

1) Nyeri Akut a) Kontrol Nyeri (1605) 02


Mengenali kapan nyeri terjadi 12345
01 Menggambarkan faktor penyebab 12345
04 Menggunakan tindakan pengurangan [nyeri] tanpa analgesik 12345
05 Menggunakan analgesik yang direkomendasikan 12345
13 Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan 12345
07 Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada profesioal kesehatan 12345
08 Menggunakan sumber daya yang tersedia 12345
09 Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri 12345
10 Melaporkan nyeri yang terkontrol 12345

Keteranagan : 1= tidak pernah menunjukan,


2= jarang menunjukan,
3= kadang-kadang menunjukan,
4= sering menunjukan,
5= secara konsiten menunjukan

2) Defisisit perawatan diri : mandi, berpakaian


a) Perawatan diri : mandi (0301)
01 Masuk dan keluar kamar mandi 12345
02 Mengambil alat/ bahan mandi 12345
03 Mendapat air mandi 12345
06 Mengatur aliran air 12345
08 Mandi di bak mandi 12345
09 Mandi dengan bersiram 12345
13 Mencuci wajah 12345
14 Mencuci badan bagian atas 12345
15 Mencuci badan bagian bawah 12345
11 Mengeringkan badan 12345

Keterangan : 1= sangat terganggu,


2= banyak terganggu,
3= cukup terganggu,
4= sedikit terganggu,
5= tidak terganggu

b) Perawatan diri : berpakaian (0302)


01 Memilih pakaian 12345
03 Mengambil pakaian 12345
04 Memakai pakaian bagian atas 12345
05 Memakai pakaian bagianb bawah 12345
06 Mengancingkan baju 12345
11 Membuka baju bagian atas 12345
14 Membuka baju bagian bawah 12345

Keterangan : 1= sangat terganggu, 2= banyak terganggu, 3= cukup


terganggu, 4= sedikit terganggu, 5= tidak terganggu

3) Risiko infeksi
a) Keparahan infeksi (0703)
01 Kemerahan 12345
02 Vesikel yang tidak mengeras permukaannya 12345
03 Cairan [luka] purulent 12345
05 Drainase purulent 12345
07 Demam 12345
29 Hipotermia 12345
30 Ketidakstabilan suhu 12345
33 Nyeri 12345
34 Jaringan lunak 12345
11 Malaise 12345
12 Menggigil 12345
31 Lethargy 12345
32 Hilang nafsu makan 12345
26 Peningkatan jumlah sel darah putih 12345
27 Depresi jumlah sel darah putih 12345

Keterangan : 1= berat, 2= cukup berat, 3= sedang, 4= ringan, 5= tidak


ada

b) Control risiko (1902) 20 Mengidentifikasi factor risiko 12345 01


Mengenali factor risiko individu 12345 02 Memonitor factor risiko
lingkungan 12345 03 Memonitor factor risiko individu 12345 16
Mengenali perubahan status kesehatan 12345 17 Memonitor
perubahan status kesehatan 12345 Keterangan :
1= tidak pernah menunjukkan, 2= jarang menunjukkan, 3= kadang-
kadang menunjukkan, 4= sering menunjukkan, 5= secara konsisten
menunjukkan

4) Hambatan mobilitas fisik


a) Posisi tubuh : berinisiatif sendiri (0203)
11 Berpindah dari satu sisi ke sisi yang lain sambil berbaring 12345
01 Bergerak dari depan ke belakang sambil berbaring 12345
13 Bergerak dari belakang ke depan sambil berbaring 12345

Keterangan : 1= sangat terganggu, 2= banyak terganggu, 3= cukup


terganggu, 4= sedikit terganggu,5= tidak terganggu
b) Koordinasi pergerakan (0212)
01 Kontraksi kekuatan otot 12345
03 Kecepatan gerak 12345
04 Kehalusan gerak 12345
05 Control gerak 12345
06 Kemantapan gerakan 12345
09 Gerakan kea rah yang diinginkan 12345

Keterangan : 1= sangat terganggu, 2= banyak terganggu, 3= cukup


terganggu, 4= sedikit terganggu, 5= tidak terganggu
b. NIC (Nursing Outcome Clasification)
Menurut Bulechek dkk, (2016) Nursing Intervention Clasification (NIC)
yaitu:
1) Nyeri Akut
a) Manajemen Nyeri (1400)
(1) Lakukan pengkajian nyeri komperhensif yang meliputi lokasi, karateristik,
onset/durasi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
(2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyaman terutama pada
mereka yang tidak bisa berkomunikasi secara efektif
(3) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
(4) Gali bersama klien faktor - faktor yang dapat menurunkan atau memperberat
nyeri
(5) Evaluasi pengalaman nyeri di masa lalu yang meliputi riwayat nyeri kronik
individu atau keluarga atau nyeri yang menyebabkan disabilitas /
ketidakmampuan / kecacatan, dengan tepat
(6) Evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain, mengenai efektivitas tindakan
pengontrolan nyeri yang pernah digunakan sebelumnya
(7) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyaman akibat prosedur
(8) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyaman (misal, suhu ruangan, pencahayaan, suara bising)
(9) Pertimbangkan keinginan klien untuk berpartisispasi kemampuan
berpartisipasi kecenderungan, dukungan dari orang terdekat terhadap metode atau
kontradiksi ketika memilih strategi penurunan nyeri
(10) Ajarkan teknik non farmakologi (seperti biofeedback, TENS, hypnosis,
relaksasi, bimbingan antisipatif , terapi musik,terapi bermain, terapi aktivitas,
akupressur, aplikasi panas/dingin pijat, sebelum, sesudah, dan jika
memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang menimbulkan nyeri)
b) Pemberian Analgesik (2210)
(1) Cek perintah pengobatan meliputi, obat, dosis, dan frekuensi obat anagesik
yang diresepkan.
(2) Cek adanya riwayat alergi.
(3) Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesik narkotik pada
pemberian dosis pertama kali atau jika ditemukan tanda-tanda yag tidak biasanya.

(4) Evaluasi keefektifan analgesik dengan interval yang teratur pada pemberian
pertama kali, dan observasi tanda dan gejala efek samping (misal depresi
pernafasan, mual, muntah,mulut kering, mual).
(5) Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan adanya efek samping.
(6) Lakukan tindakan untuk menurunkan efek samping analgesik ( misal, iritasi
lambung, dan konstipasi).
(7) Kolaborasikan dengan dokter apakah obat,dosis,rute pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip
analgesic.

2) Risiko infeksi
a) Perawatan area sayatan (3440)
(1) Jelaskan prosedur pada pasien, gunakan persiapan sensorik
(2) Periksa daerah sayatan terhadap kemerahan, bengkak, atau tanda-tanda
dehiscence atau eviserasi
(3) Catat karakteristik drainase
(4) Monitor proses penyembuhan di daerah sayatan
(5) Bersihkan mulai dari area yang bersih ke area yang kurang bersih
(6) Monitor sayatan untuk tanda dan gejala infeksi
(7) Arahkan pasien cara merawat luka insisi selama mandi
(8) Arahkan pasien dan/atau keluarga cara merawat luka insisi, termasuk tanda-
tanda dan gejala infeksi

b) Kontrol infeksi (6540)


(1) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien
(2) Batasi jumlah pengunjung
(3) Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan tepat
(4) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien
(5) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
(6) Dorong intake cairan yang sesuai
(7) Dorong intake nutrisi yang tepat

c) Perawatan postpartum (6930)


(1) Pantau tanda-tanda vital
(2) Monitor lokia terkait dengan warna, jumlah, bau, dan adanya gumpalan
(3) Minta pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara rutin sebelum
pemeriksaan postpartum dan sesudahnya
(4) Pantau perineum atau luka operasi dan jaringan sekitarnya (yaitu, memantau
adanya kemerahan, edema, ekinosis, cairan/nanah, dan perkiraan tepi luka)
(5) Berikan analgesic sesuai kebutuhan

3) Defisit perawatan diri : mandi, berpakaian


a) Memandikan (1610)
(1) Bantu memandikan pasien
(2) Mandi dengan air yan mempunyai suhu yang nyaman
(3) Monitor kondisi kulit saat mandi
(4) Monitor fungsi kemampuan saat mandi

b) Bantuan perawatan diri : mandi/kebersihan (1801)


(1) Letakkan handuk, sabun, deodorant, alat brcukur, dan asesoris lain yang
diperlukan disisi tempat tidur atau kamar mandi
(2) Sediakan barang pribadi yang diinginkan
(3) Sediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan kehangatan, suasana
rileks, privasi dan pengalaman pribadi
c) Berpakaian (1630)
(1) Identifikasikan area dimana pasien membutuhkan bantuan dalam berpakaian
(2) Monitor kemampuan pasien untuk berpakaian sendiri d) Bantuan perawatan
diri (1800) (1) Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
(3) Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan diri mandiri
(4) Bantu pasien menerima kebutuhan [pasien] terkait dengan kondisi
ketergantungan[nya]

4) Hambatan mobilitas fisik


a) Perawatan tirah baring (0740)
(1) Jelaskan alas an diperlukannya tirah baring
(2) Hindari menggunakan kain linen kasur yang teksturnya kasar
(3) Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering, dan bebas kerutan
(4) Monitor kondisi kulit [pasien]
(5) Ajarkan latihan di tempat tidur, dengan cara yang tepat

b) Pengaturan posisi (0840)


(1) Tempatkan pasien diatas matras/tempat tidur terapeutik
(2) Berikan matras yang lembut
(3) Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi
(4) Monitor sattus oksigenasi [pasien sebelum dan setelah perubahan posisi]
(5) Tempatkan pasien dalam posisi terapeutik yang sudah dirancang
(6) Jangan menempatkan pasien pada posisi yang bias meningkatkan nyeri jangan
memposisikan [pasien] dengan penekanan pada luka
(7) Tempatkan barang secara berkala dalam jangkauan [pasien]
(8) Tempatkan lampu pemanggil dalam jangkauan [pasien]
4. Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aprina dan Anita. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan
Sectio Caesarea . Jurnal Kesehatan, 8 (1), 90-99
Aizid, R (2011). Sehat dan cerdas dengan terapi musik. Jogjakarta: laksana
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika
Barbara. (2002). Paradigma for Psychopatology. Jakarta: EGC
Berhimpong, M dkk. (2015). Perbandingan premedikasi fentanyl i mcg IV dan 2
mcg IV terhadap tekanan darah dan nadi akibat intubasi jalan nafas pada
pasien yang menjalani pembedahan elektif. Jurnal e Clinic (eCl), 3 (1)
Bulechek, GM, dkk. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC), edisi 5.
Jakarta : Elsevier
Cahyono. (2014). Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Pada Hari Ke 1-2. Jurnal AKP, 5 (2),
13-18
Carpenito, L. J. (2013). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik
(Terjemahan) Edisi 6. Jakarta: EGC
Doengoes, ME, dkk. (2014). Manual Diagnosis Keperawatan : rencana,
intervensi & dokumentasi asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Dongoes. (2001). Asuhan Keperawatan Doengoes Edisi 3. Jakarta : EGC
Dzulyadjaeni, S, (2010). Sectio caesarea dalam penatalaksanaaan medis.
Surabaya : Mahesa Jaya
Edward R. (2012). Praktik Nafas Dalam. Kesehatan Anak, (16), 231–237
Gill. ( 2002 ). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan
Fitriyah, Pipit C dkk. (2011). Hubungan Obesitas Dengan Kadar Asam Urat
Darah. Surya 2 (9)
Gondo, H.K. (2011). Pendekatan nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri saat
persalinan. Jurnal CDK 185 38 (4)
Kozier, Erb, (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai