Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA (SC)

1. DEFINISI
Seksio Cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya
memotong. Seksio Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998
dalam Maryunani, 2014)
Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan
pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak
termasuk melahirkan janin dari rongga perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan
abdominal (Pritchard dkk, 1991 dalam Maryunani, 2014)
Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan
dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk mengeluarkan
bayi (Juditha dan Cynthia, 2009 dalam Maryuani, 2014)
Suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram. (Prawirohardjo, 2010) Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui
pembedahan pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin diatas 500 gram.
2. JENIS
Menurut Prawirohardjo (2010) Liu (2008) Oxorn dan Forte (2010) terdapat beberapa
jenis seksio cesarea, yaitu :
 Seksio cesarea klasik : pembedahan secara Sanger. Insisi ini ditempatkan
secara vertical di garis tengah uterus. Indikasi penggunaanya meliputi :
 Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah
 Jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan ibroid uterus
 Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa
 Pada keadaan segmen bawah vascular karena plasenta previa anterior
 Jika ada karsinoma serviks
 Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.
Kerugian :
 Hemostasis lebih sulit dengan insisi vascular yang tebal
 Pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin
 Plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan
 Penyembuhan terhambat karena involusi miometrial
 Terdapat lebih besar risiko rupture uterus pada kehamilan berikutnya.
 Seksio cesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen
caesarean section).
 Seksio cesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio
histerektomi). Pembedahan ini merupakan section caesarea yang dilanjutkan
dengan pengeluaran uterus.
Indikasi :
1. Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal
2. Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus placenta
previa dan abruption placentae tertentu
3. Placenta accrete
4. Fibromyoma yang multiple dan luas
5. Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium
6. Rutur uteri yang tidak dapat diperbaiki
7. Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid yang tidak
dikehendaki demi alasan medis
8. Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus
9. Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh darah
sehingga perdarahan tidak bias dihentikan dengan pengiatan ligature.
 Seksio cesarea ekstraperitoneal Pembedahan ini dikerjakan untuk
menghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi
luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal.
 INDIKASI
Seksio Cesarea Indikasi seksio Cesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
 Indikasi mutlak Indikasi ibu
o Panggul sempit absolut
o Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi
o Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
o Stenosis serviks/vagina.
o Plasenta previa.
o Disproporsi sefalopelvik.
o Ruptura uteri membakat.
 Indikasi janin
Kelainan letak.
Gawat janin
Prolapsus plasenta
Perkembangan bayi yang terlambat
Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
 Indikasi relatif
 Riwayat seksio cesarea sebelumnya
 Presentasi bokong
 Distosia
 Fetal distress
 Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
 Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
 Gemeli, menurut Eastman,
seksio cesarea dianjurkan :
 Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
 Bila terjadi interlock
 Distosia oleh karena tumor
 (Intra Uterine Fetal Death)
 Indikasi Sosial
o Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
o Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya
mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi
risiko kerusakan dasar panggul
o Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality
image setelah melahirkan.
 KONTRAINDIKASI
Menurut Rasjidi (2009) kontraindikasi dari seksio cesarea adalah:
 Janin mati
 Syok
 Anemia berat
 Kelainan kongenital berat
 Infeksi piogenik pada dinding abdomen
 Minimnya fasilitas operasi seksio cesarea.

3. KLASIFIKASI
a. Section caesarea transperitonealis profunda
b. Section caesarea klasik atau section caesarea corporal
c. Section caesarea ekstra peritoneal
d. Section caesarea hypteroctomi.

4. ETIOLOGI
Menurut Manuaba, (2001) menyatakan bahwa Indikasi ibu dilakukan SC
yaitu:
 CPD (Chepalo Pelvik Disproportion
 PEB (Pre-Eklamsia Berat)
 KPD ( Ketuban Pecah Dini)
 Bayi Kembar
 Faktor Hambatan Jalan Lahir
 Kelainan pada Letak Kepala
 Letak Sungsang

5. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukannya tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karenanya perlu diberikan antibiotic dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anastesi bias bersifar
regional dan umum. Namun anastesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anastesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bias mati, sedangkan
pengaruhnya anastesi bagi ibu itu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak tidak efektif akibat secret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia
yang menutup. Anastesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristatik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortalitas yang
menurun maka peristaltic juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko
terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu morlititas
konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
6. PATHWAY

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG
 Pemindaian CT
 Magneti Resonance Imaging (MRT)
 Pemindaian positron emission tomography (PET)
 Uji Laboratorium

8. PENATALAKSANAAN
 Perawatan awal
 Diet
 Mobilisasi
 Fungsi gastrointestinal
 Perawatan fungsi kandung kemih
 Pembalutan dan perawatan luka
 Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotic kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam.
 Obat-obatan lain

9. KOMPLIKASI
 Infeksi
 Perdarahan
 Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bias terjadi rupture uteri.

 NYERI
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang disebakan oleh kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah
alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer, C, &
Bare, 2013).
Nyeri diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan
jaringan atau faktor lain sehingga individu merasa tersiksa dan menderita yang
akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan lain lain (Asmadi, 2008).
Nyeri akut adalah keadaan ketika individu mengalami dan mengeluh
ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama satu detik
hingga kurang dari enam bulan (Carpenito, Lynda Jual 2013)
Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil pembedahan.
Kejadian, intensitas dan durasi nyeri postoperasi berbedabeda dari pasien ke pasien,
dari operasi ke operasi, dan dari rumah sakit ke rumah sakit yang lain. Lokasi
pembedahaan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh
pasien yang mengalami nyeri postoperasi. Aspek dari postoperasi adalah untuk
menyelidiki adanya pengalaman nyeri yang mencakup persepsi dan perilaku tentang
nyeri.
Nyeri post operasi adalah suatu reaksi yang kompleks pada jaringan yang
terluka pada proses pembedahaan yang dapat dirasakan setelah adanya prosedur
operasi (Smeltzer, C & Bare, 2013)
 KLASIFIKASI NYERI
 Nyeri berdasarkan tempatnya
o Pheriperal pain
o Deep pain
o Refered pain
o Central pain
 Nyeri berdasarkan sifatnya
o Incidental pain
o Steady pain
o Paraxymal pain
 Nyeri berdasarkan lamanya waktu serang
o Nyeri akut
o Nyeri kronik
 ETIOLOGI NYERI
Asmadi (2008) mengklasifikasikan penyebab nyeri ke dalam dua golongan
yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan penyebab yang berhubungan
dengan psikis. Secara fisik, misalnya trauma (trauma mekanik, kimiawi, termis,
maupun elektrik), neoplasma, dan peradangan. Secara psikis nyeri dapat terjadi
karena adanya trauma psikologis.
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas
dan dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
Sedangkan trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan karena tarikan, jepitan atau metastase.
Nyeri karena peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanya peradangan atau terjepit karena adanya pembengkakan. Dengan demikian
disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan karena faktor fisik disebabkan karena
terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada
lapisan kulit dan jaringan-jaringan tertentu.
Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikologis dirasakan bukan karena
penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap
fisik. Kasus ini dapat dijumpai pada kasus yang termasuk kategori psikomotik. Nyeri
karena faktor ini juga disebut pula dengan psikogenic pain.
 FISIOLOGI NYERI
Nyeri mempunyai empat proses fisiologis dari nyeri nosiseptif (saraf-saraf
yang menghantarkan stimulus nyeri ke otak) yaitu transduksi transmisi, persepsi dan
modulasi.
Stimulus suhu, kimia atau mekanik, biasanya dapat menyebabkan nyeri.
Energi dari stimulus-stimulus ini dapat diubah menjadi energi listrik. Perubahan
energi ini dinamakan transduksi. Transduksi dimulai dari perifer, ketika stimulus
terjadinya nyeri mengirim impuls yang melewati serabut perifer yang terdapat di
panca indera, maka akan menimbulkan potensial aksi. Setelah transduksi selesai,
transmisi impuls nyeri dimulai.
Kerusakan sel dapat disebabkan oleh stimulus suhu, mekanik atau kimiawi
yang mengakibatkan pelepasan neurotransmitter eksitator seperti prostaglandin,
bradikinin, kalium, histamin, dan substansi P. Substansi yang peka terhadap nyeri
yang terdapat disekitar serabut nyeri di cairan ekstraseluler, menyebarkan inflamasi.
Serabut nyeri memasuki medula spinalis melalui tulang belakang dan melalui
beberapa rute hingga berakhir di grey matter medulla spinalis. Substansi P dilepaskan
di tulang belakang yang menyebabkan terjadinya transmisi sinapsis dari saraf perifer
eferen ke sistem saraf spinotalamik, impuls – impuls nyeri berjalan melintasi medula
spinalis. Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, thalamus menstransmisikan
informasi ke pusat yang lebih tinggi ke otak, termasuk pembentukan jaringan, sistem
limbik, korteks somatosensori dan gabungan korteks. Ketika stimulus nyeri sampai ke
korteks serebral maka otak akan mengintepretasikan kualitas nyeri dan memproses
informasi dari pengalaman yang telah lalu, pengetahuan serta faktor budaya yang
berhubungan dengan persepsi nyeri.
Persepsi merupakan salah satu poin dimana seseorang sadar akan timbulnya
nyeri. Korteks somatosensori mengidentifikasikan lokasi dan intensitas nyeri dan
gabungan korteks terutama sistem limbik yang menentukan bagaimana seseorang
merasakan nyeri. Dengan kata lain, pusat nyeri tidak pernah berjumlah satu.
Bersamaan dengan seseorang menyadari adanya nyeri maka reaksi kompleks
mulai terjadi. Faktor – faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan
neurofisiologi dalam mempersepsikan nyeri. Persepsi memberikan seseorang perasaan
sadar dan makna terhadap nyeri sehingga membuat orang tersebut kemudian bereaksi.
Sesaat setelah otak menerima adanya stimulus nyeri, terjadi pelepasan
neurotransmitter inhibitor yang bekerja untuk menghambat transmisi impuls nyeri
merupakan fase keempat dari proses nosiseptif yang dikenal sebagai modulasi (Potter
dan Perry, 2010).
 SKALA NYERI
Skala intensitas nyeri menurut Potter dan Perry (2010) adalah sebagai berikut :
 Skala instensi nyeri numerik ( numerik pain ranting scales )
 Skala nyeri wong & Baker
 RESPON TERHADAP NYERI
Potter dan perry (2010) membagi respon klien terhadap nyeri, diantaranya
1. Respon fisiologis
 Stimulus simpatik (nyeri ringan)
 Stimulus parasimpatik (nyeri berat)
2. Respon Prilaku
 Pernyataan verbal ( mengaduh,menangis,sesak nafas,mendengkur)
 Ekspresi wajah ( meringis, menggeletuk gigi, mengigit bibir )
 Gerakan tubuh ( gelisah, imobilisasi, ketenggan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan)
 Kontak dengan orang lain atau interaksi sosial ( menghindari
percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian.)
 PENGELOLAAN NYERI AKUT POST SECSIO CAESAREA
1. Terapi Nyeri Farmakologis
Beberapa agens farmakologis digunakan untuk menangani nyeri. Analgesik
merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Ada 3 jenis
analgesik diantaranya : non narkotik dan obat anti inflamasi nonsteroid
(NSAID), analgesik narkotik atau opait, dan obat tambahan (adjuvan) atau
koanalgesik. NSAID umumnya menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang.
Biasanya terapi pada nyeri pascaoperasi ringan sampai sedang dimulai dengan
menggunakan terapi NSAID. Nonsteroid bekerja pada reseptor saraf perifer
untuk mengurangi transmisi dan resepsi stimulus nyeri. Tidak seperti opiat,
NSAID tidak menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan dan tidak
mengganggu fungsi berkemih atau defekasi. Analgesik opiat atau narkotik
umumnya digunakan untuk nyeri yang sedang sampai berat seperti nyeri
pascaoperasi dan maligna. Sedangkan adjuvan atau koanalgesik seperti sedatif,
anti cemas, dan relaksan otot akan meningkatkan kontrol nyeri dan
menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri (Potter & Perry, 2010).
2. Terapi Nyeri Non Farmakologis
 Teknik Distraksi Distraksi adalah memfokuskan perhatian klien pada
sesuatu hal yang lain, sehingga menurunkan kewaspadaan terhadap
nyeri. Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi
sistem kontrol desenden yang mengakibatkan stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak berkurang (Smeltzer, C, & Bare 2013).
Prosedur teknik distraksi berdasarkan jenisnya antara lain :
a. Distraksi Visual
Distraksi visual dilakukan dengan menonton televisi,membaca
buku atau koran,melihat pemandangan, dan melihat gambar
(Prasetyo,2010).
b. Distraksi Pendengaran
Distraksi pendengaran dilakukan dengan mendengarkan musik
yang disukai,suara burung dan gemercik air. Klien dianjurkan
untuk memilih musik yang disukai dan musik yang tenang
seperti musik klasik. Klien diminta untuk memfokuskan
perhatian pada lirik dan irama lagu dan klien diperbolehkan
untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti
bergoyang dan mengetukkan kaki maupun jari (Tamsuri, 2007).
c. Distraksi Pernafasan
Klien dianjurkan untuk memejamkan mata atau memandang
fokus pada satu objek, lalu melakukan inhalasi perlahan
melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat (dalam
hati). Anjurkan klien untuk berkonsentrasi pada sensasi
pernafasan dan terhadap gambar atau pemandangan yang
memberi ketenangan, lanjutkan teknik ini hingga terbentuk pola
pernafasan ritmik (Widyastuti, 2010).
d. Distraksi Intelektual
Distraksi intelektual dapat dilakukan dengan mengisi teka-teki
silang, bermain kartu, dan melakukan kegemaran (di tempat
tidur) seperti mengumpulkan perangko dan menulis cerita
(Widyastuti, 2010).
 Teknik Relaksasi
Relaksasi adalah cara yang paling efektif dalam menurunkan
nyeri pascaoperasi. Tehnik relaksasi merupakan tehnik penanganan
nyeri non farmakologi yang dapat membantu memperlancar sirkulasi
darah sehingga suplai oksigen meningkat dan dapat membantu
mengurangi tingkat nyeri serta mempercepat proses penyembuhan luka
pada pasien post operasi (Urden et al, 2010).
Ada bermacam-macam teknik relaksasi diantaranya adalah
relaksasi otot skeletal. Relaksasi otot skeletal dapat menurunkan nyeri
dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang adanya nyeri.
Selanjutnya adalah relaksasi nafas abdomen dengan frekuensi lambat
dan berirama. Klien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan
perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dilakukan dengan
mengitung di dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan
ekshalasi (Smeltzer, C, & Bare 2013).
Langkah-langkah teknik relaksasi otot skeletal menurut Kozier
dan Erb (2009) sebagai berikut :
Bantu klien pada posisi yang nyaman dan rileks (pastikan
seluruh bagian tubuh disangga dan sendi agak fleksi tanpa ada
tegangan atau tarikan pada otot (misalnya : tangan atau kaki
tidak boleh bersilang).
Mendorong klien untuk mengistirahatkan pikiran dengan
meminta klien untuk memandang sekeliling ruangan secara
perlahan (latihan ini akan memfokuskan pikiran diluar tubuh
dan akan membuat klien berkonsentrasi).
Minta klien untuk menegangkan dan kemudian merelaksasi
setiap kelompok otot (dimulai dari tangan, dahi, wajah, leher,
dada, bahu, punggung atas, abdomen, paha, otot betis dan
kaki).
Dorong klien untuk bernafas perlahan dan dalam lalu berfokus
pada setiap kelompok otot yang sedang mengalami peregangan
dan relaksasi.
Bicara dengan suara yang tenang dan pimpin klien untuk
berfokus pada setiap otot (misalnya : “buat kepalan tangan
yang kuat”, “genggam kepalanya dengan sangat kuat”, “tahan
tegangan selama 5-7 detik”, “lepaskan seluruh tegangan”, dan
“nikmati perasaan saat ototmu menjadi rileks dan mengendur”.
Minta klien untuk menyebutkan apabila masih ada otot yang
tegang dan anjurkan klien untuk mengulangi prosedur untuk
kelompok otot yang tegang tersebut.
Akhiri latihan relaksasi secara perlahan dengan menghitung
mundur dari 4 hingga 1.
Minta klien menggerakan badan secara perlahan (pertama
tangan dan kaki, kemudian lengan dan tungkai, dan terakhir
kepala dan leher).
 Tirah Baring
Tirah baring merupakan tindakan untuk membatasi klien agar tetap
berada di tempat tidur dalam rangka untuk tujuan terapeutik. Tujuan
tirah baring yaitu untuk mengurangi aktivitas fisik klien, mengurangi
nyeri yang meliputi nyeri pasca operasi, memungkinkan klien yang
lemah untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatanya, dan memberi
kesempatan kepada klien untuk beristirahat tanpa adanya ganggua
(Potter & Perry, 2010). Namun apabila tirah baring dilakukan dalam
jangka waktu yang lama akan mempunyai risiko gangguan integritas
kulit pada klien. Gangguan tersebut diakibatkan karena terlalu lama
berbaring di tempat tidur akan menyebabkan tekanan yang dapat
mengiritasi kulit bagian tubuh belakang sehingga akan menimbulkan
adanya luka dekubitus. Maka dari itu klien dianjurkan untuk miring
kanan dan miring kiri setiap beberapa menit untuk mencegah adanya
gangguan integritas kulit (Retno, 2013).

10. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul


 Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik (luka post operasi)
 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, paparan lingkungan
pathogen
 Difisit perawatan diri berhibungan dengan kelelahan
 Menyusui tidak efektif berhubungan dnegan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang benar
 Deficit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan
sumber informasi tentang cara perawatan bayi

11. INTERVENSI
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Idan Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta: ECG
Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelatanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwoto Praeirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi 4 Cetakan II. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka
Aprina dan Anita. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan
Sectio
Caesarea . Jurnal Kesehatan, 8 (1), 90-99
Aizid, R (2011). Sehat dan cerdas dengan terapi musik. Jogjakarta:
Laksana Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Aplikasi Kebutuhan
Dasar
Klien. Jakarta :
Salemba Medika Barbara. (2002). Paradigma for Psychopatology. Jakarta: EGC
Berhimpong, M dkk. (2015). Perbandingan premedikasi fentanyl i mcg IV dan
2 mcg IV terhadap tekanan darah dan nadi akibat intubasi jalan nafas pada
pasien yang menjalani pembedahan elektif. Jurnal eClinic (eCl), 3 (1)
Bulechek, GM, dkk. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC), edisi 5.
Jakarta : Elsevier Cahyono. (2014). Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap
Penurunan Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Pada Hari Ke 1-2. Jurnal AKP, 5 (2),
13-
18 Carpenito,
L. J. (2013). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik (Terjemahan)
Edisi
6. Jakarta: EGC
Doengoes, ME, dkk. (2014). Manual Diagnosis Keperawatan : rencana, intervensi &
dokumentasi asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Dongoes. (2001). Asuhan Keperawatan Doengoes Edisi 3. Jakarta : EGC
Dzulyadjaeni, S, (2010). Sectio caesarea dalam penatalaksanaaan medis. Surabaya :
Mahesa Jaya Edward R. (2012). Praktik Nafas Dalam. Kesehatan Anak, (16), 231–
237 Gill. ( 2002 ). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta :
Arcan Fitriyah, Pipit C dkk. (2011). Hubungan Obesitas Dengan Kadar Asam Urat
Darah. Surya 2 (9)
Gondo, H.K. (2011). Pendekatan nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri saat
persalinan. Jurnal CDK 185 38 (4)

Anda mungkin juga menyukai