Anda di halaman 1dari 61

LEMBAR PENGESAHAN

Telah diterima dan disahkan Laporan asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S dan
Ny. V dengan Nyeri melahirkan berhubungan dengan pengeluaran janin di ruang VK RSUD dr. R. Soetrasno
Rembang” pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Demikian lembar pengesahan ini saya buat. Terima Kasih.

Mengetahui
Pembimbing klinik Mahasiswa

Tyas Winarsih,A.md Keb. Adi Heru Iyuk Wahyudi


NIM. P1337420421108

Pembimbing Akademik

Bekti Putri Harwijayanti,SST.,M.Tr.Keb.


NIP.198512062014022001
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Seksio Cesarea

1. Pengertian Seksio Cesarea

a. Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya

memotong. Seksio Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin

dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding

depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Maryunani, 2014)

b. Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin

melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus

(histerektomi). Definisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari

rongga perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan abdominal

(Pritchard dkk, 1991 dalam Maryunani, 2014)

c. Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan

dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan Rahim

(histerektomi) untuk mengeluarkan bayi (Juditha dan Cynthia, 2009

dalam Maryuani, 2014)

d. Suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.

(Prawirohardjo, 2010)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan


pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh

serta berat janin diatas 500 gram.

2. Jenis

Menurut Prawirohardjo (2010) Liu (2008) Oxorn dan Forte (2010)

terdapat beberapa jenis seksio cesarea, yaitu :

a. Seksio cesarea klasik : pembedahan secara Sanger.

Insisi ini ditempatkan secara vertical di garis tengah uterus.

Indikasi penggunaanya meliputi :

1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah

2) Jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan ibroid

uterus

3) Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa

4) Pada keadaan segmen bawah vascular karena plasenta previa

anterior

5) Jika ada karsinoma serviks

6) Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.

Kerugian :

1) Hemostasis lebih sulit dengan insisi vascular yang tebal

2) Pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin

3) Plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan

4) Penyembuhan terhambat karena involusi miometrial

5) Terdapat lebih besar risiko rupture uterus pada kehamilan

berikutnya.
b. Seksio cesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower

segmen caesarean section).

c. Seksio cesarea diikuti dengan histerektomi

(caesarean hysterectomy = seksio histerektomi).

Pembedahan ini merupakan section caesarea yang dilanjutkan

dengan pengeluaran uterus.

Indikasi :

1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal

2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus

placenta previa dan abruption placentae tertentu

3) Placenta accrete

4) Fibromyoma yang multiple dan luas

5) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium

6) Rutur uteri yang tidak dapat diperbaiki

7) Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid yang tidak

dikehendaki demi alasan medis

8) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus

9) Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh

darah sehingga perdarahan tidak bias dihentikan dengan

pengiatan ligature.
d. Seksio cesarea ekstraperitoneal

Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya

histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan

mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal.

3. Indikasi Seksio Cesarea

Indikasi seksio Cesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :

a. Indikasi

mutlak

Indikasi ibu

1) Panggul sempit absolut

2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya

stimulasi

3) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.

4) Stenosis serviks/vagina.

5) Plasenta previa.

6) Disproporsi sefalopelvik.

7) Ruptura uteri membakat.

Indikasi janin

1) Kelainan letak.

2) Gawat janin

3) Prolapsus plasenta

4) Perkembangan bayi yang terlambat

5) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.


b. Indikasi relatif

1) Riwayat seksio cesarea sebelumnya

2) Presentasi bokong

3) Distosia

4) Fetal distress

5) Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes

6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu

7) Gemeli, menurut Eastman, seksio cesarea dianjurkan :

a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu

b) Bila terjadi interlock

c) Distosia oleh karena tumor

d) IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

c. Indikasi Sosial

1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman

sebelumnya

2) Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya

mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan atau

mengurangi risiko kerusakan dasar panggul

3) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau

sexuality image setelah melahirkan.


4. Kontraindikasi

Menurut Rasjidi (2009) kontraindikasi dari seksio cesarea adalah:

a. Janin mati

b. Syok

c. Anemia berat

d. Kelainan kongenital berat

e. Infeksi piogenik pada dinding abdomen

f. Minimnya fasilitas operasi seksio cesarea.

5. Patofisiologi Seksio Caesarea

Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui

pembedahan pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Selain berasal dari

faktor ibu seperti panggul sempit absolut, kegagalan melahirkan secara

normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan lahir

yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa,

disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi

dilakukannya sectio caesarea dapat berasal dari janin seperti kelainan

letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi yang

terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.

Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak

dipakai dikarenakan lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang

diberikan dapat mempengaruhi tonus otot pada kandung kemih


sehingga mengalami penurunan yang menyebabkan gangguan

eliminasi urin.

Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma

jaringan dan terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan

saraf disekitar daerah insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya

histamin dan prostaglandin. histamin dan prostaglandin ini akan

menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan nyeri yang

dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan

hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang

dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan masalah keperawatan defisit

perawatan diri.

Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya

risiko tinggi terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan

menyebabkan infeksi apabila tidak dilakukan perawatan luka yang

baik.
6. Pathway

Indikasi ibu Indikasi bayi

Sectio Caesarea

Luka Sectio Caesarea Pengaruh Adaptasi post


anestesi spinal partum

Trauma jaringan Tonus otot


kandung kemih
menurun

Distensi kandung
Jaringan Jaringan terbuka
kemih
terputus

Histamin dan Proteksi kurang Perubahan


prostaglandin eliminasi urin
keluar

Merangsang Invasi bakteri MK : Gangguan


area sensorik Eliminasi Urin

MK : Nyeri Akut MK : Resiko infeksi

MK : Hambatan
Mobilitas Fisik

MK : Defisit Dikembangkan dari : Rasjidi (2009), Vierge (2008),


Perawatan Diri NANDA (2015)
7. Komplikasi

Komplikasi utama persalinan seksio cesarea adalah kerusakan

organ-organ seperti vesika urinasia dan uterus saat dilangsungkannya

operasi, komplikasi anestesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli.

Kematian ibu lebih besar pada persalinan seksio cesarea dibandingkan

persalinan pervagina (Rasjidi, 2009).

Menurut Rasjidi (2009) takipneu sesaat pada bayi baru lahir

lebih sering terjadi pada persalinan seksio cesarea, dan kejadian trauma

persalinan pun tidak dapat disingkirkan. Risiko jangka panjang yang

dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa, solusio plasenta,

plasenta akreta dan ruptur uteri.

Sementara itu menurut Leveno (2009) menyatakan bahwa

komplikasi pascaoperasi seksio sesaria meningkatkan morbiditas ibu

secara drastis dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Penyebab

utamanya adalah endomiometritis, perdarahan, infeksi saluran kemih,

dan tromboembolisme. Infeksi panggul dan infeksi luka operasi

meningkat dan, meskipun jarang, dapat menyebabkan fasiitis

nekrotikans.

8. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea

Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :

a. Ruang Pemulihan

Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu

memantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan


palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi

dengan baik.

b. Pemberian Cairan Intravena

Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan

perdarahan yang tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering

menyebabkan perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah

daripada sebenarnya. Cairan intravena yang perlu disiapkan untuk

memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat atau larutan

Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan

transfusi darah sesuai kebutuhan.

c. Tanda-Tanda Vital

Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap

setengah jam setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama

minimal 4 jam setelah didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital

yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin,

Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.

d. Analgesik

Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam

untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat

berupa Meperidin 75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10-

15mg intramuskuler.
e. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus

Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam

setelah operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat

diberikan kurang lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak

mengalami komplikasi.

f. Pemeriksaan laboratorium

Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan.

Pemeriksaan dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah

yang banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain

yang mengarah ke hipovoemik.

g. Menyusui

Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila

klien memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat

untuk menopang payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada

payudara.

h. Pencegahan infeksi pasca operasi

Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari

demam dan tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan

antibiotik profilaksis. Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan

bahwa antibiotik dosis tunggal dapat diberikan saat Sectio

Caesarea untuk menrunkan angka infeksi.


i. Mobilisasi

Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan

kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post

operasi penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta

untuk bernafas dalam. Kemudian posisi tidur telentang dapat

diubahmenjadi posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan

berturrut-turut selama hari demi hari pasien dianjurkan belajar uduk

selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada

hari ketiga sampai hari kelima pasca operasi sectio caesarea

j. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak

enak pada penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.

B. Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang disebakan oleh kerusakan jaringan yang aktual

atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari

bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer, C, & Bare, 2013).

Nyeri diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan

baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan

adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu


merasa tersiksa dan menderita yang akhirnya akan mengganggu

aktivitas sehari-hari, psikis dan lain lain (Asmadi, 2008).

Nyeri akut adalah keadaan ketika individu mengalami dan

mengeluh ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak

menyenangkan selama satu detik hingga kurang dari enam bulan

(Carpenito, Lynda Jual 2013)

Nyeri postoperasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil

pembedahan. Kejadian, intensitas dan durasi nyeri postoperasi berbeda-

beda dari pasien ke pasien, dari operasi ke operasi, dan dari rumah sakit

ke rumah sakit yang lain. Lokasi pembedahaan mempunyai efek yang

sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien yang

mengalami nyeri postoperasi. Aspek dari postoperasi adalah untuk

menyelidiki adanya pengalaman nyeri yang mencakup persepsi dan

perilaku tentang nyeri. Nyeri postoperasi adalah suatu reaksi yang

kompleks pada jaringan yang terluka pada proses pembedahaan yang

dapat dirasakan setelah adanya prosedur operasi (Smeltzer, C & Bare,

2013)

2. Klasifikasi Nyeri

a. Nyeri Berdasarkan Tempatnya

1) Pheriperal pain yaitu nyeri yang dirasakan pada permukaan

tubuh misalnya pada kulit dan mukosa.

2) Deep pain yaitu nyeri yang dirasakan pada permukaan tubuh yang

lebih dalam atau pada organ tubuh visceral.


3) Refered pain yaitu nyeri yang disebabkan karena penyakit pada

salah satu organ atau struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke

daerah bagian tubuh yang berbeda atau bukan daerah asal nyeri.

4) Central pain yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan sistem

syaraf pusat, batang otak, talamus, dan lain lain (Asmadi, 2008).

b. Nyeri Berdasarkan Sifatnya

1) Incidental pain yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

menghilang.

2) Steady pain yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan

dalam waktu yang lama.

3) Paroxymal pain yaitu nyeri yang berintensitas tinggi dan kuat

sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit , lalu

menghilang, kemudian timbul lagi (Asmadi, 2008).

c. Nyeri Berdasarkan Lamanya Waktu Serangan

1) Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang awitanya tiba-tiba dan berkaitan

dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa

kerusakan atau cedera telah terjadi (Smeltzer, C, & Bare, 2013).

Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat

dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri

diketahui dengan jelas. Rasa nyeri adalah sebagai akibat dari luka,

seperti luka operasi atau pada suatu penyakit tertentu (Asmadi,

2008).
2) Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang

menetap dalam periode waktu tertentu. Nyeri ini berlangsung

diluar waktu penyembuhan yang diperlukan dan tidak dapat

dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronik

tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sulit untuk diobati

karena nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan

yang diberikan. Nyeri kronik sering didefinisikan sebagai nyeri

yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Smeltzer, C, &

Bare, 2013). Nyeri kronik adalah nyeri yang dirasakan lebih dari

enam bulan. Nyeri ini memiliki pola yang beragam dan

berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pola

yang beragam tersebut diantaranya merupakan nyeri yang timbul

dalam periode waktu tertentu lalu timbul kembali (nyeri berulang)

dan nyeri yang konstan, yaitu nyeri yang dirasakan terus-menerus

dan semakin lama terasa semakin meningkat intensitasnya

walaupun telah diberikan pengobatan (Asmadi, 2008).

3. Etiologi Nyeri

Asmadi (2008) mengklasifikasikan penyebab nyeri ke dalam dua

golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan penyebab

yang berhubungan dengan psikis. Secara fisik, misalnya trauma

(trauma mekanik, kimiawi, termis, maupun elektrik), neoplasma, dan


peradangan. Secara psikis nyeri dapat terjadi karena adanya trauma

psikologis.

Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf

bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka.

Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor

mendapat rangsangan akibat panas dan dingin. Trauma kimiawi terjadi

karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat. Sedangkan trauma

elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang

kuat mengenai reseptor rasa nyeri.

Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau

kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan karena

tarikan, jepitan atau metastase. Nyeri karena peradangan terjadi karena

kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau

terjepit karena adanya pembengkakan. Dengan demikian disimpulkan

bahwa nyeri yang disebabkan karena faktor fisik disebabkan karena

terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan

tersebar pada lapisan kulit dan jaringan-jaringan tertentu.

Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikologis dirasakan bukan

karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan

pengaruhnya terhadap fisik. Kasus ini dapat dijumpai pada kasus yang

termasuk kategori psikomotik. Nyeri karena faktor ini juga disebut

pula dengan psikogenic pain.


4. Fisiologi Nyeri

Nyeri mempunyai empat proses fisiologis dari nyeri nosiseptif

(saraf-saraf yang menghantarkan stimulus nyeri ke otak) yaitu

transduksi transmisi, persepsi dan modulasi.

Stimulus suhu, kimia atau mekanik, biasanya dapat

menyebabkan nyeri. Energi dari stimulus-stimulus ini dapat diubah

menjadi energi listrik. Perubahan energi ini dinamakan transduksi.

Transduksi dimulai dari perifer, ketika stimulus terjadinya nyeri

mengirim impuls yang melewati serabut perifer yang terdapat di panca

indera, maka akan menimbulkan potensial aksi. Setelah transduksi

selesai, transmisi impuls nyeri dimulai.

Kerusakan sel dapat disebabkan oleh stimulus suhu, mekanik

atau kimiawi yang mengakibatkan pelepasan neurotransmitter eksitator

seperti prostaglandin, bradikinin, kalium, histamin, dan substansi P.

Substansi yang peka terhadap nyeri yang terdapat disekitar serabut

nyeri di cairan ekstraseluler, menyebarkan inflamasi. Serabut nyeri

memasuki medula spinalis melalui tulang belakang dan melalui

beberapa rute hingga berakhir di grey matter medulla spinalis.

Substansi P dilepaskan di tulang belakang yang menyebabkan

terjadinya transmisi sinapsis dari saraf perifer eferen ke sistem saraf

spinotalamik, impuls – impuls nyeri berjalan melintasi medula

spinalis. Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, thalamus

menstransmisikan informasi ke pusat yang lebih tinggi ke otak,


termasuk pembentukan jaringan, sistem limbik, korteks somatosensori

dan gabungan korteks. Ketika stimulus nyeri sampai ke korteks

serebral maka otak akan mengintepretasikan kualitas nyeri dan

memproses informasi dari pengalaman yang telah lalu, pengetahuan

serta faktor budaya yang berhubungan dengan persepsi nyeri.

Persepsi merupakan salah satu poin dimana seseorang sadar

akan timbulnya nyeri. Korteks somatosensori mengidentifikasikan

lokasi dan intensitas nyeri dan gabungan korteks terutama sistem

limbik yang menentukan bagaimana seseorang merasakan nyeri.

Dengan kata lain, pusat nyeri tidak pernah berjumlah satu.

Bersamaan dengan seseorang menyadari adanya nyeri maka

reaksi kompleks mulai terjadi. Faktor – faktor psikologis dan kognitif

berinteraksi dengan neurofisiologi dalam mempersepsikan nyeri.

Persepsi memberikan seseorang perasaan sadar dan makna terhadap

nyeri sehingga membuat orang tersebut kemudian bereaksi. Sesaat

setelah otak menerima adanya stimulus nyeri, terjadi pelepasan

neurotransmitter inhibitor yang bekerja untuk menghambat transmisi

impuls nyeri merupakan fase keempat dari proses nosiseptif yang

dikenal sebagai modulasi (Potter dan Perry, 2010).

5. Faktor – Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Nyeri

Rasa nyeri merupakan suatu hal yang bersifat kompleks,

mencakup pengaruh psikologis, fisiologis, spiritual dan budaya. Oleh

karena itu pengalaman nyeri masing-masing orang berbeda (Potter dan


Perry, 2010). Berikut faktor yang dapat mempengaruhi nyeri menurut

Perry dan Potter (2010) dan Smeltzer (2013):

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan

memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang

menyebabkan nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan secara

verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.

Sedangkan persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai

akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit

seperti diabetes, tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri

mungkin tidak berubah

b. Jenis kelamin

Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin

misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani

dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh

menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan

wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap

nyeri.

c. Kebudayaan

Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah

suatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih

perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya mementukan


perilaku psikologis. Karena dari manusia berasal dari kebudayaan

yang berbeda satu sama lain, karena orang dari budaya yang berbeda

yang mengalami nyeri dengan intensitas yang sama dapat tidak

melaporkannya atau berespon terhadap nyeri tersebut dengan cara

yang sama.

d. Makna Nyeri

Individu akan mempersepsikan nyeri yang berbeda-beda apabila

nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman

dan tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan

cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya

pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun

f. Ansietas

Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri

juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa

cemas tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah

penatalaksanaan nyeri yang serius


g. Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan sensai nyeri semakin intensif dan

menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi

nyeri

h. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun

tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri

dengan lebih mudah di masa yang akan datang.

Pengalaman masa lalu dengan nyeri adalah menarik untuk

berharap dimana individu yang mempunyai pengalaman multipel

dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan

lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang yang mengalami sedikit

nyeri. Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari

banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa

orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan,

seperti pada nyeri berkepanjangan dan persisten. Individu yang

mengalami nyeri selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat

menjadi mudah marah, menarik diri dan depresi

i. Gaya koping

Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan

diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan

mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya,

individu yang memiliki lokus kendali eksternal mempersepsikan


faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai

individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu

peristiwa

j. Dukungan keluarga dan sosial

Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap

mereka terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan

nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun

nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan

meminimalkan kesepian dan ketakutan

k. Efek plasebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap

pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa

pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan

karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja.

Menerima pengobatan atau tindakan efektif saja sudah memberikan

efek positif

6. Skala Nyeri

Skala intensitas nyeri menurut Potter dan Perry (2010) adalah sebagai

berikut:

a. Skala intensitas nyeri Numerik ( Numerik Pain Rating Scales )

Skala penilaian NPRS ( Numerik Pain Rating Scales ) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendiskripsi kata. Dalam hal ini,

klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini


paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

sesudah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk

menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm

b. Skala nyeri Wong & Baker

Merupakan skala bergambar ekspresi wajah dari ekspresi senyum

atau gembira sampai ekspresi menangis yang menunjukkan nyeri

yang sangat hebat. Pasien dapat menentukan sendiri gambaran

ekspresi dari skala untuk menggambarkan intensitas nyeri yang

dialami.

7. Respon Terhadap Nyeri

Potter dan Perry (2010) membagi respon klien terhadap nyeri,

diantaranya sebagai berikut :

a. Respon fisiologis

1) Stimulasi simpatik : (nyeri ringan, moderat, dan superficial)

a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

b) Peningkatan nadi

c) Vasokontriksi perifer, peningkatan Blood Pressure


d) Peningkatan nilai gula darah

e) Diaphoresis

f) Peningkatan kekuatan otot

g) Dilatasi pupil

h) Penurunan motilitas Gastrointestinal

2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

a) Muka pucat

b) Otot mengeras

c) Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure

d) Nafas cepat dan ireguler

e) Nausea dan vomitus

f) Kelelahan dan keletihan

b. Respon perilaku

Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh

yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat

ditunjukkan oleh pasien sebagai respon perilaku terhadap nyeri.

Respon tersebut seperti mengkerutkan dahi, gelisah, memalingkan

wajah ketika diajak bicara.

Respon perilaku terhadap nyeri mencakup :

1) Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas,

mendengkur).

2) Ekspresi wajah ( meringis, menggeletukkan gigi, menggigit

bibir).
3) Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari dan tangan).

4) Kontak dengan orang lain / interaksi sosial ( menghindari

percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang

perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri)

8. Dampak Nyeri pada Klien

a. Tanda dan Gejala Fisik

Adanya respons fisiologis terhadap nyeri dapat menunjukkan

keberadaan dan sifat nyeri. Saat nyeri berlangsung, denyut jantung,

tekanan darah, dan frekuensi pernapasan akan meningkat. Hal

tersebut terjadi karena nyeri akan menginisiasi atau memacu

peningkatan aktivitas saraf simpatis (Kozier & Erb, 2009). Hal

tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan dampak

lain yang lebih serius. Peningkatan tekanan darah dan nadi akan

menyebabkan curah jantung meningkat dan peningkatan tekanan

vaskuler serebral yang bisa mengakibatkan pecahnya pembuluh

darah otak yang berakibat stroke dan kelumpuhan (Smeltzer, C, &

Bare, 2013), sedangkan peningkatan pernafasan akan

mengakibatkan nafas menjadi pendek sehingga klien akan

mengalami sesak napas dan menyebabkan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi klien menjadi terganggu (Edward R, 2012).

Nyeri juga dapat mempengaruhi respon emosi seperti cemas,

takut, depresi, dan tidak mempunyai harapan. Hal tersebut terjadi


karena klien yang mengalami nyeri yang berat cenderung

mengalami keputusasaan dan ketidakberdayaan karena berbagai

pengobatan tidak membantu pengurangan nyerinya sehingga akan

berdampak pada gangguan psikososial seperti menarik diri dan

menganggap dirinya tidak berarti (Smeltzer, C, & Bare, 2013).

b. Efek Perilaku

Apabila seseorang mengalami nyeri, perawat akan mengkaji

kata-kata yang diucapkan klien seperti respon verbal, ekspresi

wajah, dan gerakan tubuh serta interaksi sosial. Merintih kesakitan

dan menangis merupakan contoh respon verbal yang digunakan

klien untuk mengekspresikan nyeri. Sedangkan ekspresi wajah atau

gerakan tubuh yang tidak terlalu ditunjukan oleh klien seringkali

lebih menunjukan karakteristik nyeri daripada pertanyaan yang

akurat. Misalnya klien yang meringis dan menggulingkan tubuhnya

ke kiri dan ke kanan, ekspresi wajah yang gelisah dan gerakan untuk

melindungi bagian tubuh yang nyeri (Potter & Perry, 2010).

c. Pengaruh pada Aktivitas Sehari-hari

Klien yang mengalami nyeri kurang mampu untuk

berpastisipasi dalam aktivitas rutin. Klien mungkin menemukan

kesulitan untuk tidur, dan nyeri yang muncul dapat membangunkan

klien saat malam hari dan membuat klien sulit untuk tidur kembali.

Selanjutnya klien juga akan kesulitan dalam melakukan hiegene

normal, tergantung pada lokasi nyeri (Potter & Perry, 2010)


C. Pengelolaan Nyeri Akut Post Secsio Caesarea

1. Terapi Nyeri Farmakologis

Beberapa agens farmakologis digunakan untuk menangani nyeri.

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi

nyeri. Ada 3 jenis analgesik diantaranya : non narkotik dan obat anti

inflamasi nonsteroid (NSAID), analgesik narkotik atau opait, dan obat

tambahan (adjuvan) atau koanalgesik. NSAID umumnya

menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang. Biasanya terapi pada

nyeri pascaoperasi ringan sampai sedang dimulai dengan menggunakan

terapi NSAID. Nonsteroid bekerja pada reseptor saraf perifer untuk

mengurangi transmisi dan resepsi stimulus nyeri. Tidak seperti opiat,

NSAID tidak menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan dan tidak

mengganggu fungsi berkemih atau defekasi. Analgesik opiat atau

narkotik umumnya digunakan untuk nyeri yang sedang sampai berat

seperti nyeri pascaoperasi dan maligna. Sedangkan adjuvan atau

koanalgesik seperti sedatif, anti cemas, dan relaksan otot akan

meningkatkan kontrol nyeri dan menghilangkan gejala lain yang terkait

dengan nyeri (Potter & Perry, 2010).


2. Terapi Nyeri Non Farmakologis

a. Teknik Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian klien pada sesuatu hal yang

lain, sehingga menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri. Distraksi

dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem

kontrol desenden yang mengakibatkan stimuli nyeri yang

ditransmisikan ke otak berkurang (Smeltzer, C, & Bare 2013).

Prosedur teknik distraksi berdasarkan jenisnya antara lain :

1) Distraksi Visual

Distraksi visual dilakukan dengan menonton televisi,membaca

buku atau koran,melihat pemandangan, dan melihat gambar

(Prasetyo,2010).

2) Distraksi Pendengaran

Distraksi pendengaran dilakukan dengan mendengarkan musik

yang disukai,suara burung dan gemercik air. Klien dianjurkan

untuk memilih musik yang disukai dan musik yang tenang seperti

musik klasik. Klien diminta untuk memfokuskan perhatian pada

lirik dan irama lagu dan klien diperbolehkan untuk menggerakkan

tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang dan mengetukkan

kaki maupun jari (Tamsuri, 2007).

3) Distraksi Pernafasan

Klien dianjurkan untuk memejamkan mata atau memandang

fokus pada satu objek, lalu melakukan inhalasi perlahan melalui


hidung dengan hitungan satu sampai empat (dalam hati).

Anjurkan klien untuk berkonsentrasi pada sensasi pernafasan dan

terhadap gambar atau pemandangan yang memberi ketenangan,

lanjutkan teknik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik

(Widyastuti, 2010).

4) Distraksi Intelektual

Distraksi intelektual dapat dilakukan dengan mengisi teka-teki

silang, bermain kartu, dan melakukan kegemaran (di tempat tidur)

seperti mengumpulkan perangko dan menulis cerita (Widyastuti,

2010).

b. Teknik Relaksasi

Relaksasi adalah cara yang paling efektif dalam menurunkan

nyeri pascaoperasi. Tehnik relaksasi merupakan tehnik penanganan

nyeri non farmakologi yang dapat membantu memperlancar sirkulasi

darah sehingga suplai oksigen meningkat dan dapat membantu

mengurangi tingkat nyeri serta mempercepat proses penyembuhan

luka pada pasien post operasi (Urden et al, 2010).

Ada bermacam-macam teknik relaksasi diantaranya adalah

relaksasi otot skeletal. Relaksasi otot skeletal dapat menurunkan

nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang adanya

nyeri. Selanjutnya adalah relaksasi nafas abdomen dengan frekuensi

lambat dan berirama. Klien dapat memejamkan matanya dan

bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat


dilakukan dengan mengitung di dalam hati dan lambat bersama

setiap inhalasi dan ekshalasi (Smeltzer, C, & Bare 2013).

Langkah-langkah teknik relaksasi otot skeletal menurut Kozier

dan Erb (2009) sebagai berikut :

1) Bantu klien pada posisi yang nyaman dan rileks (pastikan seluruh

bagian tubuh disangga dan sendi agak fleksi tanpa ada tegangan

atau tarikan pada otot (misalnya : tangan atau kaki tidak boleh

bersilang).

2) Mendorong klien untuk mengistirahatkan pikiran dengan

meminta klien untuk memandang sekeliling ruangan secara

perlahan (latihan ini akan memfokuskan pikiran diluar tubuh dan

akan membuat klien berkonsentrasi).

3) Minta klien untuk menegangkan dan kemudian merelaksasi setiap

kelompok otot (dimulai dari tangan, dahi, wajah, leher, dada,

bahu, punggung atas, abdomen, paha, otot betis dan kaki).

4) Dorong klien untuk bernafas perlahan dan dalam lalu berfokus

pada setiap kelompok otot yang sedang mengalami peregangan

dan relaksasi.

5) Bicara dengan suara yang tenang dan pimpin klien untuk berfokus

pada setiap otot (misalnya : “buat kepalan tangan yang kuat”,

“genggam kepalanya dengan sangat kuat”, “tahan tegangan

selama 5-7 detik”, “lepaskan seluruh tegangan”, dan “nikmati

perasaan saat ototmu menjadi rileks dan mengendur”.


6) Minta klien untuk menyebutkan apabila masih ada otot yang

tegang dan anjurkan klien untuk mengulangi prosedur untuk

kelompok otot yang tegang tersebut.

7) Akhiri latihan relaksasi secara perlahan dengan menghitung

mundur dari 4 hingga 1.

8) Minta klien menggerakan badan secara perlahan (pertama tangan

dan kaki, kemudian lengan dan tungkai, dan terakhir kepala dan

leher).

c. Tirah Baring

Tirah baring merupakan tindakan untuk membatasi klien agar

tetap berada di tempat tidur dalam rangka untuk tujuan terapeutik.

Tujuan tirah baring yaitu untuk mengurangi aktivitas fisik klien,

mengurangi nyeri yang meliputi nyeri pasca operasi, memungkinkan

klien yang lemah untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatanya,

dan memberi kesempatan kepada klien untuk beristirahat tanpa

adanya ganggua (Potter & Perry, 2010). Namun apabila tirah baring

dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan mempunyai risiko

gangguan integritas kulit pada klien. Gangguan tersebut diakibatkan

karena terlalu lama berbaring di tempat tidur akan menyebabkan

tekanan yang dapat mengiritasi kulit bagian tubuh belakang

sehingga akan menimbulkan adanya luka dekubitus. Maka dari itu

klien dianjurkan untuk miring kanan dan miring kiri setiap beberapa
menit untuk mencegah adanya gangguan integritas kulit (Retno,

2013).
D. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Pola Pengkajian Pola Fungsional Dongoes (2001) dan Kozier & Erb

(2009)

1) Aktivitas dan istirahat

Gejala : kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi,

perubahan pola istirahat, dan jam tidur pada malam hari, adanya

faktor mempengaruhi tidur misalnya nyeri dan ansietas.

2) Sirkulasi darah

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kurang lebih 600-

800 ml. Volume darah menurun seperti sebelum hamil.

3) Integritas ego

Gejala : faktor stress ( keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran

) masalah dalam penampilan, misalnya lesi dalam pembedahan,

masalah tentang keluarga, penolakan terhadap keadaan saat ini,

perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak bermakna, rasa bersalah

dan depresi.

Tanda : ansietas, terjadi penolakan, menyangkal, menarik diri,

marah, harga diri rendah.

4) Eliminasi

Kateter urinarius mungkin terpasang dengan urine berwarna

jernih pucat. Pasien yang tidak terpasang kateter tetap diajnurkan

untuk melakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca bedah,


kecuali jika pasien dapat buang air kecil sebanyak 100 cc atau

lebih dalam suatu jangka. Pasien kemungkinan mengalami

konstipasi dengan tanda adanya perubahan bising usus dan

distensi abdomen.

5) Makanan atau cairan

Gejala : membran mukosa yang kering ( pembatasan masukan

atau periode puasa pre operatif dan post operatif ) anoreksia,

mual, muntah, haus.

Tanda : antopometri

A : BB: TB:

B : Hemoglobin : Hematokrit(HCT) :

C : mukosa bibir kering

D:-

6) Neurosensori

Kerusakan gerakkan dan sensasi dibawah tingkatan anastesi

spinal epidural. Setalah 24 jam pasien boleh duduk, miring ke

kanan, miring ke kiri serta melipat kaki agar perdarahan lancar.

7) Nyeri atau ketidaknyamanan

Terdapat beberapa cara untuk mengkaji klien dengan nyeri.

Diantaranya adalah (pengkajian PQRST) :

a) Lokasi Nyeri
Untuk memastikan lokasi nyeri yang dialami klien, perawat

harus meminta klien menunjukan daerah yang dirasakan

tidak nyaman bagi klien.

b) Skala Intensitas atau Tingkat Nyeri

Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang

mudah dalam menentukan intensitas nyeri klien. Sebagian

besar skala menggunakan rentang 0-10 dengan 0

mengindikasikan “tidak nyeri” dan nomor tertinggi

mengindikasikan “kemungkinan nyeri terhebat” bagi klien

tersebut. Dimasukanya kata-kata penjelas pada skala dapat

membantu beberapa klien yang mengalami kesulitan dalam

menentukan nilai nyerinya. Klien diminta untuk

menunjukkan skala nilai yang paling baik mewakili intesitas

nyerinya.

Tidak semua klien dapat mengerti atau menghubungkan

nyeri yang dirasakan pada skala intensitas nyeri berdasarkan

angka. Anak-anak yang tidak dapat mengkomunikasikan

ketidaknyamanan secara verbal dan klien lansia yang

mengalami kerusakan kognitif atau sulit berkomunikasi tidak

dapat menghubungkan nyeri yang dirasakan pada skala

intensitas nyeri berdasarkan angka. Maka dari itu skala

tingkat nyeri wajah adalah cara yang efektif untuk klien

tersebut. Skala wajah memiliki skala nomor pada tiap


ekspresi sehingga intensitas nyeri dapat didokumentasikan.

Jelaskan pada klien bahwa setiap wajah adalah wajah

seseorang, yang terlihat bahagia karena ia tidak merasa nyeri

(sakit) dan yang terlihat sedih karena ia merasakan nyeri

(sakit).

c) Kualitas Nyeri

Penjelasan dengan kata sifat membantu orang untuk

mengkomunikasikan kualitas nyeri. Beberapa istilah yang

sering digunakan klien untuk menggambarkan nyeri

misalnya terasa seperti terbakar, seperti tertusuk, panas, tidak

dapat ditahan dll. Perawat perlu mencatat kata-kata

sebenarnya yang digunakan klien dalam menggambarkan

nyeri karena kata-kata klien lebih akurat dan deskriptif.

d) Pola Nyeri

Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kapan nyeri

berulang. Perawat perlu menanyakan kepada klien saat kapan

nyeri terjadi, berapa lama nyeri berlangsung, dan apakah

terjadi nyeri berulang.

e) Faktor Presipitasi

Aktivitas tertentu terkadang dapat mengakibatkan nyeri.

Seperti aktivitas-aktivitas yang berat pada seseorang yang

berisiko mengalami nyeri akan menyebabkan nyeri terjadi.

Faktor lingkungan seperti kondisi dingin atau panas yang


ekstrem dan kelembaban yang ekstrem dapat mempengaruhi

terjadinya nyeri. Selain itu stressor fisik dan emosional juga

dapat menyebabkan nyeri terjadi.

f) Faktor yang Meringankan Nyeri

Perawat meminta kien untuk menjelaskan apa saja yang

sudah klien lakukan untuk membantu meringankan nyeri

misalnya dengan obat tradisional atau dengan

memperbanyak istirahat. Perawat perlu mengkaji efek dari

setiap tindakan yang dilakukan terhadap nyeri, apakah

tindakan tersebut dapat meringankan nyeri atau justru

memperburuk nyeri.

g) Gejala Terkait

Gejala terkait seperti mual, muntah, pusing dan diare juga

termasuk dalam penilaian klinis nyeri. Gejala tersebut dapat

berhubungan dengan awitan nyeri dan akan menyebabkan

terjadinya nyeri.

h) Respons Perilaku dan Fisiologis

Terdapat bermacam-macam respon yang dilakukan klien

terhadap nyeri. Ekspresi wajah seringkali merupakan respons

perilaku seseorang terhadap nyeri. Respon fisiologis

bervariasi sesuai dengan asal dan durasi nyeri. Pada saat

nyeri berlangsung sistem saraf simpatis terstimulasi yang

akan mengakibatkan respons fisiologis seperti peningkatan


tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, pucat,

diaforesis dan dilatasi pupil.

i) Respons Afekif

Respons afektif terjadi berdasarkan situasi, derajat, durasi

nyeri, dan interpretasi nyeri. Perawat perlu mengeksplorasi

dan memahami perasaan klien misalnya rasa cemas, takut,

kelelahan, dan depresi. Karena banyak klien dengan nyeri

yang kronik menjadi depresi karena nyeri yang dialaminya

tidak kunjung reda.

j) Efek Nyeri pada Aktifitas Sehari-hari

Perawat meminta klien untuk menjelaskan bagaimana nyeri

telah mempengaruhi aktivitas sehari-harinya seperti tidur,

konsentrasi, bekerja, hubungan interpersonal, hubungan

perkawinan atau seks, aktivitas rumah tangga, aktivitas di

waktu luang, dan status emosional. Dengan mengetahui

bagaimana efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari klien

dapat membantu perawat memahami prespektif klien

terhadap keparahan nyerinya.

k) Sumber Koping

Setiap individu akan menunjukkan koping mereka terhadap

nyeri. Perawat dapat mendorong cara yang digunakan klien

untuk dapat meringankan nyeri. Strategi tersebut dapat


berupa penggunaan distraksi, berdoa, kegiatan keagamaan,

maupun dukungan dari orang terdekat.

8) Pernafasan

Bunyi paru jelas dan vesikuler

9) Keamanan

Balutan abdomen tampak sedikit atau kering dan utuh. Jalur

parenteral bila digunakan, paten dan sisi bebas aritmia, bengkak

dan nyeri tekan.

10) Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Terjadi

pengeluaran lokhea yaitu lokhea rubra pada hari pertama sampai

ke tiga masa post partum, lokhea serosa pada hari kelima sampai

hari ke sembilan post partum, serta lokhea alba pada hari

kesepuluh sampai enam minggu post partum.

11) Pembelajaran

Respon klien terhadap ketidaktahuan

12) Higiene

Dilakukan personal higiene yang mungkin dibantu pihak keluarga

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : baik, sedang, atau buruk.

2) Tingkat kesadaran : composmentis, sopor atau somnolen.

3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan Darah : Mengetahui faktor risiko hipertensi atau

hipotensi. Batas normal tekanan darah adalah 110/60-140/90

mmHg.

b) Nadi : Mengetahui denyut nadi pasien sehabis operasi,

denyut nadi akan lebih cepat. Batas normal denyu nadi 50-90

x/menit.

c) Suhu : Mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau

tidak, jika terjadi kenaikan suhu diatas 37°C, kemungkinan

terjadi infeksi. Batas normal 35,6-37,7°C.

d) Respirasi : Mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang

dihitung dalam 1 menit. Batas normal 18-24x/menit.

4) Kepala : perlu dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan

kebersihan rambut

5) Mata : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut, kebersihan

mulut.

6) Hidung : perlu dikaji untuk mengetahui adanya polip atau tidak.

7) Telinga : perlu dikaji untuk mengetahui ada serumen atau tidak.

8) Mulut : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut dan

kebersihan mulut.

9) Leher : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran

kelenjar tiroid.

10) Dada : mengetahui kesimetrisan, massa, lesi, dan suara paru, dan

keadaan jantung.
11) Mammae : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran

atau tidak, puting susu menonjol atau tidak.

12) Abdomen : perlu dikaji untuk mengetahui luka post operasi dan

DRA (Diastasis Rektus Abdominis). Pemeriksaaan diastasis

rectie yaitu tujuannya untuk mengetahui apakah pelebaran otot

perut normal atau tidak.

13) Ekstremitas : perlu dikaji untuk mengetahui terdapat edema,

varises, dan reflek pattela, nyeri tekan, atau panas pada betis.

Adanya tanda Homan, caranya dengan meletakkan 1 tangan pada

lutut ibu dan dilakukan tekanan ringan agar lutut tetap lurus. Bila

ibu merasakan nyeri pada betis, disimpulkan terdapat tanda

homan.

14) Genetalia : perlu dikaji untuk mengetahui kebersihan pada

genetalia. Adanya perdarahan pada vagina.

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemindaian CT

Untuk mendeteksi perbedaan kecepatan jaringan

2) Magneti Resonance Imaging (MRI)

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan

magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan

daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan

pemindaian CT
3) Pemindaian positron emission tomography (PET)

Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu

menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik, atau aliran darah

dalam otak

4) Uji laboratorium

a) Fungsi lumbal

Menganalisis cairan serebrovaskular

b) Hitung darah lengkap

Mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c) Panel elektrolit

d) AGD

e) Kadar kalsium darah

f) Kadar natrium darah

g) Kadar magnesium darah

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut (00132)

Definisi

Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang

digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the

Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

diprediksi.
Batasan karakteristik

1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri

untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya

2) Diaphoresis

3) Dilatasi pupil

4) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya, tampak

kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu focus,

meringis)

5) Focus menyempit (mis., persepsi waktu , proses berpikir,

interaksi dengan orang dan lingkungan)

6) Focus pada diri sendiri

7) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri

8) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar

instrument nyeri

9) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas

10) Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis,

waspada)

11) Perilaku distraksi

12) Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan darah.

Frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan

endtidal karbon dioksida [CO2])

13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

14) Perubahan selera makan


15) Putus asa

16) Sikap melindungi area nyeri

17) Sikap tubuh melindungi

Factor yang berhubungan

1) Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma)

2) Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan)

3) Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin, metilen

klorida, agens mustard)

(NANDA, 2015)

b. Risiko infeksi (00004)

Definisi

Beresiko tinggi terhadap invasi organisme pathogen

Factor risiko

1) Ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit rusak, jaringan

trauma, penurunan kerja silia stasis cairan tubuh, perubahan

sekresi pH, perubahan peristaltis)

2) Ketidakadekuatan pertahanan sekunder (mis., penurunan

hemoglobin, leukopenia, supresi respons inflamasi)

3) Ketidakadekuatan imunitas didapat ; imunosupresi

4) Kerusakan jaringan ; peningkatan pajanan lingkungan terhadap

pathogen; prosedur invasive

5) Penyakit kronis, malnutrisi, trauma


6) Agens farmakologis (mis., imunosupresan [terapi antibiotik])

7) Ketuban pecah

8) Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari pajanan

terhadap pathogen (Doengoes, dkk, 2014)

c. Deficit perawatan diri : mandi, berpakaian (00108)

Definisi

Mandi : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas mandi secaa mandiri.

Berpakaian : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas berpakaian secara mandiri.

Batasan karakteristik

Mandi :

1) Ketidakmampuan membasuh tubuh

2) Ketidakmampuan mengakses kamar mandi

3) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi

4) Ketidakmampuan mengatur air mandi

5) Ketidakmampuan mengeringkan tubuh

6) Ketidakmampuan menjangkau sumber

air Berpakaian :

1) Hambatan memilih pakaian

2) Hambatan mempertahankan penampilan yang memuaskan

3) Hambatan mengambil pakaian

4) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas


5) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh bawah

6) Hambatan menggunakan alat bantu

7) Hambatan menggunakan resleting

8) Ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian (mis., blus, kaus

kaki, sepatu)

9) Ketidakmampuan memadupadankan pakaian

10) Ketidakmampuan mengancingkan pakaian

11) Ketidakmampuan mengenakan atribut pakaian (mis., blus, kaus

kaki, sepatu)

Factor yang berhubungan

Mandi :

1) Ansietas

2) Gangguan fungsi kognitif

3) Gangguan musculoskeletal

4) Gangguan neuromuscular

5) Gangguan presepsi

6) Kelemahan

7) Kendala lingkungan

8) Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh

9) Ketidakmampuan merasakan hubungan spasial

10) Nyeri

11) Penurunan motivasi

Berpakaian :
1) Ansietas

2) Gangguan fungsi kognitif

3) Gangguan musculoskeletal

4) Gangguan neuromuscular

5) Gangguan presepsi

6) Kelemahan

7) Keletihan

8) Kendala lingkungan

9) Ketidaknyamanan

10) Nyeri

11) Penurunan motivasi

(NANDA, 2015)

d. Hambatan mobilitas di tempat tidur (00091)

Definisi

Keterbatasan pergerakan mandiri dari satu posisi ke posisi lain di

tempat tidur.

Batasan karakteristik

1) Hambatan kemampuan bergerak antara posisi duduk lama

dantelentang

2) Hambatan kemampuan bergerak antara posisi telentang dan

duduk

3) Hambatan kemampuan bergerak antara posisi telungkup dan

telentang
4) Hambatan kemampuan bergerak untuk reposisi dirinya sendiri di

tempat tidur

5) Hambatan kemampuan untuk miring kanan dan kiri

Factor yang berhubungan

1) Agens farmaseutikal

2) Fisik tidak bugar

3) Gangguan fungsi kognitif

4) Gangguan musculoskeletal

5) Gangguan neuromuscular

6) Kekuatan otot tidak memadai

7) Keterbatasan lingkungan (mis., ukuran tempat tidur, tipe tempat

tidur, peralatan terapi, restrain)

8) Kurang pengetahuan tentang strategi mobilitas

9) Nyeri

10) Obesitas

(NANDA, 2015)

3. Intervensi

a. NOC (Nursing Outcome Clasification)

Menurut Moorhead dkk, (2016) Nursing Outcome Clasification

(NOC) yaitu :

1) Nyeri Akut

a) Kontrol Nyeri (1605)

02 Mengenali kapan nyeri terjadi 12345


01 Menggambarkan faktor penyebab 12345

04 Menggunakan tindakan pengurangan [nyeri] tanpa

analgesik 12345

05 Menggunakan analgesik yang direkomendasikan 12345

13 Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada

profesional kesehatan 12345

07 Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada profesioal

kesehatan 12345

08 Menggunakan sumber daya yang tersedia 12345

09 Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri 12345

10 Melaporkan nyeri yang terkontrol 12345

Keteranagan :

1= tidak pernah menunjukan, 2= jarang menunjukan, 3=

kadang-kadang menunjukan, 4= sering menunjukan, 5=

secara konsiten menunjukan

2) Defisisit perawatan diri : mandi, berpakaian

a) Perawatan diri : mandi (0301)

01 Masuk dan keluar kamar mandi 12345

02 Mengambil alat/ bahan mandi 12345

03 Mendapat air mandi 12345

06 Mengatur aliran air 12345

08 Mandi di bak mandi 12345

09 Mandi dengan bersiram 12345


13 Mencuci wajah 12345

14 Mencuci badan bagian atas 12345

15 Mencuci badan bagian bawah 12345

11 Mengeringkan badan 12345

Keterangan :

1= sangat terganggu, 2= banyak terganggu, 3= cukup

terganggu, 4= sedikit terganggu, 5= tidak terganggu

b) Perawatan diri : berpakaian

(0302) 01 Memilih pakaian

12345

03 Mengambil pakaian 12345

04 Memakai pakaian bagian atas 12345

05 Memakai pakaian bagianb bawah 12345

06 Mengancingkan baju 12345

11 Membuka baju bagian atas 12345

14 Membuka baju bagian bawah 12345

Keterangan :

1= sangat terganggu, 2= banyak terganggu, 3= cukup

terganggu, 4= sedikit terganggu, 5= tidak terganggu

3) Risiko infeksi

a) Keparahan infeksi (0703)

01 Kemerahan 12345

02 Vesikel yang tidak mengeras permukaannya 12345

03 Cairan [luka] purulent 12345


05 Drainase purulent 12345

07 Demam 12345

29 Hipotermia 12345

30 Ketidakstabilan suhu 12345

33 Nyeri 12345

34 Jaringan lunak 12345

11 Malaise 12345

12 Menggigil 12345

31 Lethargy 12345

32 Hilang nafsu makan 12345

26 Peningkatan jumlah sel darah putih 12345

27 Depresi jumlah sel darah putih 12345

Keterangan :

1= berat, 2= cukup berat, 3= sedang, 4= ringan, 5= tidak ada

b) Control risiko (1902)

20 Mengidentifikasi factor risiko 12345

01 Mengenali factor risiko individu 12345

02 Memonitor factor risiko lingkungan 12345

03 Memonitor factor risiko individu 12345

16 Mengenali perubahan status kesehatan 12345

17 Memonitor perubahan status kesehatan 12345

Keterangan :
1= tidak pernah menunjukkan, 2= jarang menunjukkan, 3=

kadang-kadang menunjukkan, 4= sering menunjukkan, 5=

secara konsisten menunjukkan

4) Hambatan mobilitas fisik

a) Posisi tubuh : berinisiatif sendiri (0203)

11 Berpindah dari satu sisi ke sisi yang lain sambil berbaring

12345

01 Bergerak dari depan ke belakang sambil berbaring

12345 13 Bergerak dari belakang ke depan sambil

berbaring 12345 Keterangan :

1= sangat terganggu, 2= banyak terganggu, 3= cukup

terganggu, 4= sedikit terganggu,5= tidak terganggu

b) Koordinasi pergerakan (0212)

01 Kontraksi kekuatan otot 12345

03 Kecepatan gerak 12345

04 Kehalusan gerak 12345

05 Control gerak 12345

06 Kemantapan gerakan 12345

09 Gerakan kea rah yang diinginkan 12345

Keterangan :

1= sangat terganggu, 2= banyak terganggu, 3= cukup

terganggu, 4= sedikit terganggu, 5= tidak terganggu


b. NIC (Nursing Outcome Clasification)

Menurut Bulechek dkk, (2016) Nursing Intervention Clasification

(NIC) yaitu:

1) Nyeri Akut

a) Manajemen Nyeri (1400)

(1) Lakukan pengkajian nyeri komperhensif yang meliputi

lokasi, karateristik, onset/durasi, kualitas, intensitas atau

beratnya nyeri dan faktor pencetus

(2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai

ketidaknyaman terutama pada mereka yang tidak bisa

berkomunikasi secara efektif

(3) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri

(4) Gali bersama klien faktor - faktor yang dapat menurunkan

atau memperberat nyeri

(5) Evaluasi pengalaman nyeri di masa lalu yang meliputi

riwayat nyeri kronik individu atau keluarga atau nyeri yang

menyebabkan disabilitas / ketidakmampuan / kecacatan,

dengan tepat

(6) Evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain, mengenai

efektivitas tindakan pengontrolan nyeri yang pernah

digunakan sebelumnya
(7) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,

berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari

ketidaknyaman akibat prosedur

(8) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

respon klien terhadap ketidaknyaman (misal, suhu ruangan,

pencahayaan, suara bising)

(9) Pertimbangkan keinginan klien untuk berpartisispasi

kemampuan berpartisipasi kecenderungan, dukungan dari

orang terdekat terhadap metode atau kontradiksi ketika

memilih strategi penurunan nyeri

(10) Ajarkan teknik non farmakologi (seperti biofeedback,

TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif , terapi

musik,terapi bermain, terapi aktivitas, akupressur, aplikasi

panas/dingin pijat, sebelum, sesudah, dan jika

memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang

menimbulkan nyeri)

b) Pemberian Analgesik (2210)

(1) Cek perintah pengobatan meliputi, obat, dosis, dan

frekuensi obat anagesik yang diresepkan.

(2) Cek adanya riwayat alergi.

(3) Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan

analgesik narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau

jika ditemukan tanda-tanda yag tidak biasanya.


(4) Evaluasi keefektifan analgesik dengan interval yang teratur

pada pemberian pertama kali, dan observasi tanda dan

gejala efek samping (misal depresi pernafasan, mual,

muntah,mulut kering, mual).

(5) Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan adanya

efek samping.

(6) Lakukan tindakan untuk menurunkan efek samping

analgesik ( misal, iritasi lambung, dan konstipasi).

(7) Kolaborasikan dengan dokter apakah obat,dosis,rute

pemberian, atau perubahan interval dibutuhkan, buat

rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgesic.

2) Risiko infeksi

a) Perawatan area sayatan (3440)

(1) Jelaskan prosedur pada pasien, gunakan persiapan sensorik

(2) Periksa daerah sayatan terhadap kemerahan, bengkak, atau

tanda-tanda dehiscence atau eviserasi

(3) Catat karakteristik drainase

(4) Monitor proses penyembuhan di daerah sayatan

(5) Bersihkan mulai dari area yang bersih ke area yang kurang

bersih

(6) Monitor sayatan untuk tanda dan gejala infeksi

(7) Arahkan pasien cara merawat luka insisi selama mandi


(8) Arahkan pasien dan/atau keluarga cara merawat luka insisi,

termasuk tanda-tanda dan gejala infeksi

b) Kontrol infeksi (6540)

(1) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk

setiap pasien

(2) Batasi jumlah pengunjung

(3) Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan

tepat

(4) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat

memasuki dan meninggalkan ruangan pasien

(5) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan

pasien

(6) Dorong intake cairan yang sesuai

(7) Dorong intake nutrisi yang tepat

c) Perawatan postpartum (6930)

(1) Pantau tanda-tanda vital

(2) Monitor lokia terkait dengan warna, jumlah, bau, dan

adanya gumpalan

(3) Minta pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara

rutin sebelum pemeriksaan postpartum dan sesudahnya

(4) Pantau perineum atau luka operasi dan jaringan sekitarnya

(yaitu, memantau adanya kemerahan, edema, ekinosis,

cairan/nanah, dan perkiraan tepi luka)


(5) Berikan analgesic sesuai kebutuhan

3) Defisit perawatan diri : mandi, berpakaian

a) Memandikan (1610)

(1) Bantu memandikan pasien

(2) Mandi dengan air yan mempunyai suhu yang nyaman

(3) Monitor kondisi kulit saat mandi

(4) Monitor fungsi kemampuan saat mandi

b) Bantuan perawatan diri : mandi/kebersihan (1801)

(1) Letakkan handuk, sabun, deodorant, alat brcukur, dan

asesoris lain yang diperlukan disisi tempat tidur atau kamar

mandi

(2) Sediakan barang pribadi yang diinginkan

(3) Sediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan

kehangatan, suasana rileks, privasi dan pengalaman pribadi

c) Berpakaian (1630)

(1) Identifikasikan area dimana pasien membutuhkan bantuan

dalam berpakaian

(2) Monitor kemampuan pasien untuk berpakaian sendiri

d) Bantuan perawatan diri (1800)

(1) Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri

(2) Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan

perawatan diri mandiri


(3) Bantu pasien menerima kebutuhan [pasien] terkait dengan

kondisi ketergantungan[nya]

4) Hambatan mobilitas fisik

a) Perawatan tirah baring (0740)

(1) Jelaskan alas an diperlukannya tirah baring

(2) Hindari menggunakan kain linen kasur yang teksturnya

kasar

(3) Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering, dan bebas

kerutan

(4) Monitor kondisi kulit [pasien]

(5) Ajarkan latihan di tempat tidur, dengan cara yang tepat

b) Pengaturan posisi (0840)

(1) Tempatkan pasien diatas matras/tempat tidur terapeutik

(2) Berikan matras yang lembut

(3) Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi

(4) Monitor sattus oksigenasi [pasien sebelum dan setelah

perubahan posisi]

(5) Tempatkan pasien dalam posisi terapeutik yang sudah

dirancang

(6) Jangan menempatkan pasien pada posisi yang bias

meningkatkan nyeri jangan memposisikan [pasien] dengan

penekanan pada luka


(7) Tempatkan barang secara berkala dalam jangkauan

[pasien]

(8) Tempatkan lampu pemanggil dalam jangkauan [pasien]

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk

melihat keberhasilannya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S
DENGAN P2A0 POST PARTUS SC HARI KE-0
DI RUANG BERSALIN RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG

DISUSUN OLEH :
ADI HERU IYUK WAHYUDI
P1337420421108
3B/54

PRODI KEPERAWATAN BLORA PROGRAM DIPLOMA TIGA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024

Anda mungkin juga menyukai