Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Persalinan sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan dengan dilakukan insisi pada dinding perut dan rahim, dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Prawirohardjo, 2010).
Sectio caesarea merupakan suatu tindakan pengeluaran janin dan plasenta
melalui tindakan insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan
utuh (Ratnawati, 2016).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut (Hartanti, 2014). Sectio
caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada
pada dinding abdomen dan uterus (Hartanti, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sectio
caesarea merupakan salah satu cara persalinan, yang mana janin dikeluarkan
dengan dilakukan insisi pada dinding abdomen dan dinding uterus, dengan
syarat berat janin diatas 500 gram dan rahim utuh.

2. Tipe-Tipe Sectio Caesarea


Tipe-Tipe sectio caesarea menurut (Prawirohardjo 2010), antara lain:
a. Sectio caesarea klasik, yaitu pembedahan secara sanger
b. Sectio caesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower
segmen caesarean section)
c. Sectio caesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy =
seksio histerektomi)
d. Sectio caesarea ekstraperitoneal
e. Sectio caesarea vaginal

Tipe-tipe sectio caesarea menurut Hartanti (2014), yaitu diantaranya:


a. Segmen bawah: insisi melintang
Sectio caesarea tipe ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus
disingkapkan. Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang terletak dengan
sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat
melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama
kandung kemih didorong kebawah serta ditarik agar tidak menutupi
lapang pandang.
Keuntungan:
1) Insisinya ada pada segmen bawah uterus.
2) Otot tidak dipotong tetapi dipisah kesamping, cara ini mengurangi
perdarahan.
3) Insisi jarang terjadi sampai plasenta.
4) Kepala janin biasanya dibawah insisi dan mudah diekstraksi .
5) Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah
dirapatkan kembali dibanding segmen atas yang tebal.
Kerugian:
1) Jika insisi terlampau jauh ke lateral, seperti pada kasus bayi besar.
2) Prosedur ini tidak dianjurkan jika terdapat abnormalitas pada segmen
bawah.
3) Apabila segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan
melintang sukar dilakukan.
4) Terkadang vesika urinaria melekat pada jaringan cicatrix yang terjadi
sebelumnya sehingga vesika urinaria dapat terluka.
b. Segmen bawah: insisi membujur
Insisi membujur dibuat dengan skalpel dan dilebarkan dengan gunting
tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu
dapat memperlebar insisi keatas apabila bayi besar, pembentukan segmen
bawah tidak baik, terdapat malposisi janin seperti letak lintang atau
adanya anomali janin seperti kehamilan kembar yang menyatu.
Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak
karena terpotongnya otot.
c. Sectio Caesarea Klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel kedalam
dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan
gunting berujung tumpul.
Indikasi:
1) Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah yaitu adanya
pembuluh-pembuluh darah besar pada dinding anterior, vesika
urinaria yang letaknya tinggi dan melekat, serta mioma segmen
bawah.
2) Bayi yang tercekam pada letak lintang.
3) Beberapa kasus plasenta previa anterior.
4) Malformasi uterus tertentu.
Kerugian:
1) Miometrium harus dipotong, sinus-sinus yang lebar dibuka, dan
perdarahannya banyak.
2) Bayi sering diekstraksi dari bokong terlebih dahulu, sehingga
kemungkinan aspirasi cairan ketuban lebih besar.
3) Apabila plasenta melekat pada dinding depan uterus, insisi akan
memotongnya dan akan kehilangan darah dari sirkulasi janin yang
berbahaya
4) Insidensi pelekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih tinggi
5) Insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi
d. Sectio Caesarea Ekstraperitonial
Pembedahan ini dilakukan guna untuk menghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan
mencegah peritonitis generalisata yang sering berakibat fatal. Teknik pada
prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam kavum
peritonei dan insidensi cedera vesika urinaria meningkat.
e. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus.

Indikasi:
1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal.
2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus plasenta
previa dan abruptioplasenta tertentu.
3) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium.
4) Ruptur uteri yang tidak dapat diperbaiki.
5) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus.
Komplikasi:
1) Angka morbiditas sebesar 20%.
2) Lebih banyak kehilangan darah.
3) Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk pembentukan
fistula.
4) Trauma psikologis akibat hilangnya uterus.
3. Indikasi
Indikasi dilakukannya sectio caesarea menurut Prawirohardjo (2010),
yaitu sebagai berikut:
a. Indikasi Ibu
1. Panggul sempit absolut
2. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Stenosis serviks/vagina
4. Plasenta previa
5. Disproporsi sefalopelvik
6. Ruptura uteri membakar
b. Indikasi Janin
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada:
a. Janin mati
b. Syok, anemia berat, sebelum diatasi
c. Kelainan kongenital berat (monster)

4. Patofisiologi Sectio Caesarea


Kelainan/hambatan pada proses persalinan yang dapat menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis
dan lateralis, panggul sempit, disproporsi sefalopelvik, ruptur uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamasi, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Prawirohardjo, 2010).
Proses operasi sebelumnya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah hambatan mobilitas fisik. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri (Prawirohardjo, 2010).
Proses pembedahan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf
di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan masalah nyeri dan terdapat luka post
operasi, yang mana bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi (Prawirohardjo, 2010).
5. Pathways Sectio Caesarea
Indikasi Ibu: (1) Panggul sempit Indikasi Janin: (1) Kelainan
absolut; (2) Tumor jalan lahir; letak; (2) gawat janin.
(3) Stenosis serviks/vagina; (4)
Plasenra previa; (5) Disproporsi
sefalopelvik; (6) Ruptura uteri.

Sectio caesarea

Dilakukan anestesi Dilakukan insisi

Terjadi immobilasi Defisit Terputusnya jaringan,


Perawatan pembuluh darah, dan
Diri
Hambatan syaraf
Mobilitas Fisik
Terdapat luka post operasi Keluarnya histamin
Post dee entry dan prostaglandin

Resiko Nyeri Akut


Infeksi

Gambar 2.1: Pathways Sectio Caesarea (Prawirohardjo, 2010)

6. Komplikasi Sectio Caesarea


Komplikasi yang timbul akibat dilakukannya tindakan sectio caesarea
menurut (Khasanah, 2014) antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Infeksi luka insisi
2) Perdarahan
3) Luka kandung kemih
b. Komplikasi pada Janin
1) Kematian perinatal
2) Hipoksia janin

7. Perawatan Post Sectio Caesarea


Pasien pasca operasi perlu mendapatkan perawatan sebagai berikut
menurut Hartanti (2014):
a. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat di ruang pemulihan, meliputi jumlah
perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian
cairan intravena juga dibutuhkan. Kebutuhan akan cairan intravena
termasuk darah sangat bervariasi. Wanita dengan berat badan rata-rata
dengan hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah
serta cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi
kehilangan darah sampai 2000ml.
b. Ruang Perawatan
Beberapa prosedur yang dilakukan di ruang perawatan adalah:
1) Monitor tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah,
nadi, jumlah urin, jumlah perdarahan, status fundus uteri, dan suhu
tubuh.
2) Analgesik
Pasien dengan berat badan rata-rata, dapat diberikan paling banyak
setiap 3 jam untuk menghilangkan nyeri, sedangkan pasien yang
menggunakan opioid, harus diberikan pemeriksaan rutin tiap jam
untuk memantau respirasi, sedasi, dan skor nyeri selama pemberian
dan sekurangnya 2 jam setelah penghentian pengobatan.
3) Terapi cairan dan makanan
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter
cairan memadai untuk 24 jam pertama setelah tindakan, namun
apabila pengeluaran urin turun, dibawah 30ml/jam, wanita tersebut
harus segera dinilai kembali.
4) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria umumnya dapat dilepas dalam waktu 12
jam setelah operasi atau keesokan pagi setelah pembedahan dan
pemberian makanan padat bisa diberikan setelah 8 jam, bila tidak ada
komplikasi.
5) Ambulasi
Mobilisasi pada klien post operasi menurut (Manuaba et al. 2009)
dilakukan secara bertahap meliputi :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi.
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar.
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler).
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.
6) Perawatan luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit (atau klip) pada
hari keempat setelah pembedahan. Pada hari ketiga pasca persalinan,
mandi dengan pancuran tidak membahayakan luka insisi.
Fase – fase penyembuhan luka post operasi menurut (Kozier et al.
2010) ada 3 (tiga) tahap, diantaranya:

a) Fase I (Fase Peradangan)


Fase peradangan berlangsung selama 3 sampai 4 hari, setelah
pembedahan. Pada fase ini terjadi penumpukan, benang – benang
fibrin dan membentuk gumpalan yang mengisi luka dan
pembuluh darah yang terputus. Leukosit mulai mencerna bakteri
dan jaringan yang rusak.
b) Fase II (Fase Proliferasi)
Fase Proliferasi (tahapan pertumbuhan sel dengan cepat)
berlangsung 3-21 hari setelah pembedahan. Leukosit mulai
berkurang dan luka berisi kolagen. Kolagen terus menumpuk dan
menekan pembuluh darah, sehingga suplai darah ke daerah luka
mulai berkurang. Luka akan tertutup dengan dibantu
pembentukan jaringan – jaringan fibrinous.
c) Fase III (Fase Maturasi)
Biasanya dimulai pada hari ke – 21 dan mucul setengah tahun
setelah perlukaan. Kolagen ditimbun dan luka semakin kecil atau
mengecil, tegang, jaringan elastis berkurang, timbul garis putih.
7) Pemeriksaan laboratorium
Hematokrit diukur setiap pagi hari setelah pembedahan.
Pemeriksaan ini dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan
darah yang banyak selama operasi atau terjadi oliguria atau tanda-
tanda lain yang mengisyaratkan hipovolemia.
8) Menyusui
Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi sectio caesarea.
9) Pencegahan infeksi pasca operasi
Morbiditas demam cukup sering dijumpai setelah sectio caesarea.
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari
demam dan tetap terjadi pada sekitar 20% wanita walaupun telah
diberi antibiotik profilaksis.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan serangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien/klien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Proses keperawatan adalah metode
pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada
individu, kelompok, dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan
pemecahan masalah dari respons pasien terhadap penyakitnya (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dinamis yang terorganisasi yang meliputi tiga
aktvitas dasar, yaitu mengumpulkan data secara sistematis, memilah dan
mengatur data yang dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam format
yang dapat dibuka kembali (Tarwoto & Wartonah, 2010)
Pengkajian pada klien post operasi sectio caesarea menurut Chairani
(2017) yaitu sebagai berikut:
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
b. Keluhan utama: nyeri pada area post operasi
c. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
pasien operasi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang
sama (plasenta previa)
e. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien
ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
f. Keadaan klien meliputi:
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita.Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi
(diet ditentukan)
4) Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat
anestesi spinal epidural.
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
6) Pernapasan: bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan: balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering dan
utuh.
8) Seksualitas: fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran
lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status
kesehatan atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasikan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau
mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
(Tarwoto & Wartonah, 2010)
Masalah-masalah atau diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien post operasi sectio caesarea menurut NANDA (2015), diantaranya
sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur bedah)
(00132)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (00085)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (00004)
d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi
berhubungan dengan kelemahan (00108)

3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan atau tindakan mandiri yaitu yang harus dilakukan
oleh perawat dan tindakan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi
perawatan lainnya. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien mencapai
hasil yang diharapkan (Mayasari, 2012).
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur bedah)
(00132)
Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
NOC: 1. Observasi tingkat 1. Mengetahui sampai
1. Kontrol Nyeri nyeri mana tingkat nyeri
2. Tingkat Nyeri yang dialami oleh
klien
Kriteria Hasil:
1. Menggunakan 2. Observasi tanda-tanda 2. Melihat
tindakan vital klien perkembangan
pengurangan keadaan umum klien
[nyeri] tanpa dimana rangsang
analgesik. nyeri dapat
2. Melaporkan meningkatkan
perubahan terhadap tanda-tanda vital
gejala nyeri pada
profesional 3. Atur posisi berbaring 3. Mengalihkan
kesehatan. misalnya dengan perhatian ke hal
3. Nyeri yang posisi supine yang lain sehingga
dilaporkan: ringan. tidak terlalu fokus
4. Ekspresi nyeri pada nyeri
wajah: tidak ada.
5. Mengernyit: tidak 4. Lakukan teknik 4. Dengan posisi ini
ada distraksi dapat mengurangi
6. Fokus menyempit: tekanan pada area
tidak ada. operasi sehingga
7. Ketegangan otot: rasa nyeri berkurang
tidak ada.
5. Ajarkan teknik 5. Relaksasi dengan
relaksasi dengan cara menarik nafas
menarik nafas dalam dalam membuat otot
saat nyeri timbul – otot rileks
sehingga nyeri
berkurang
6. Kolaborasi dalam 6. Membantu dalam
pemberian analgetik : mengurangi rasa
injeksi ketorolac nyeri, dengan
memblokade pusat
hantaran nyeri

Tabel 2.1: Perencanaan Keperawatan Nyeri Akut berhubungan dengan


agens cedera fisik (NIC, 2013; NOC, 2013)

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (00085)

Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional


NOC: 1. Pantau kemampuan 1. Mengetahui sampai
1. Ambulasi klien dalam sejauh mana
2. Pergerakan beraktivitas kemampuan klien
dalam beraktivitas
Kriteria Hasil:
1. Berjalan dengan 2. Bantu klien dalam 2. Untuk
langkah yang memenuhi memandirikan ibu
efektif kebutuhannya dan meminimalkan
2. Berjalan dalam terjadinya
jarak yang dekat (< kelemahan fisik
1 blok/20 meter). yang lebih lanjut
3. Berjalan
mengelilingi kamar: 3. Bantu klien untuk 3. Mobilisasi
tidak terganggu. mobilisasi secara meningkatkan
4. Bergerak dengan bertahap sirkulasi darah
mudah: tidak sehingga
terganggu. mempercepat
penyembuhan luka,
nyeri berkurang,
klien dapat bergerak
atau beraktivitas
tanpa adanya
keluhan nyeri

4. Berikan pendidikan 4. Meningkatkan


kesehatan perihal pengetahuan ibu
tentang pentingnya tentang pentingnya
mobilisasi post SC mobilisasi sehingga
memotivasi ibu
untuk melakukannya

Tabel 2.2: Perencanaan Keperawatan Hambatan mobilitas fisik


berhubungan dengan nyeri (NIC, 2013; NOC, 2013)

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (00004)

Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional


NOC: 1. Monitor tanda-tanda 1. Deteksi dini
1. Status maternal: vital serta tanda – terhadap adanya
post partum. tanda infeksi (jumlah, tanda – tanda
2. Penyembuhan luka: warna, dan bau dari infeksi. Adanya
primer. luka operasi) warna yang lebih
gelap disertai bau
Kriteria Hasil: tidak enak mungkin
1. Penyembuhan merupakan tanda
insisi: tidak ada infeksi
deviasi dari kisaran
normal. 2. Rawat luka dengan 2. Mencegah
2. Jumlah darah putih: teknik septik dan masuknya
tidak ada deviasi antiseptik mikroorganisme
dari kisaran normal. melalui luka operasi
3. Infeksi: tidak ada.
4. Eritema di sekitar 3. Anjurkan klien untuk 3. Protein berperan
luka: tidak ada mengkonsumsi mengganti sel – sel
5. Peningkatan suhu makanan tinggi yang rusak dan
kulit: tidak ada protein dan intake meningkatkan daya
6. Bau luka busuk: cairan yang adekuat tahan tubuh
tidak ada.
4. Anjurkan klien untuk 4. Mobilisasi
mobilisasi secara meningkatkan
bertahap sirkulasi darah
sehingga
mempercepat
penyembuhan luka

5. Anjurkan klien untuk 5. Mencegah faktor


menjaga kebersihan resiko penularan
vulva / tubuh / area
operasi,
meminimalkan
infeksi nasokomial
dengan menjaga
kebersihan
lingkungan dan batasi
pengunjung

6. Kolaborasi dalam 6. Memblok invasi


penatalaksanaan berkembangbiaknya
pemberian antibiotik : mikroorganisme
injeksi cefotaxime dengan merubah PH
jaringan sesuai
dengan spektrum
antibiotik yang
digunakan

Tabel 2.3: Perencanaan Keperawatan Resiko infeksi berhubungan


dengan prosedur invasif (NIC, 2013; NOC, 2013)

d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi


berhubungan dengan kelemahan (00108)
Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
NOC: 1. Monitor kemampuan 1. Mengetahui sejauh
1. Perawatan Diri: perawatan diri secara mana kemampuan
Kebersihan mandiri klien dalam merawat
diri secara mandiri
Kriteria Hasil: dan sebagai data
1. Mempertahankan dasar untuk
kebersihan tubuh dilakukan intervensi
2. Kekuatan tubuh selanjutnya
klien dapat
meningkat 2. Berikan bantuan 2. Membantu
sampai klien mampu memenuhi kebutuhan
melakukan perawatan perawatan diri klien
diri secara mandiri

3. Dorong kemandirian
klien, tapi bantu 3. Melatih kemandirian
ketika klien tak klien dalam
mampu memenuhi kebutuhan
melakukannya perawatan dirinya

4. Motivasi klien untuk


melakukan aktivitas 4. Melakukan aktivitas
secara bertahap secara bertahap dapat
melatih kemandirian
klien dalam
perawatan diri
5. Ajarkan orang
tua/keluarga untuk 5. Orang tua/keluarga
mendukung dapat kooperatif
kemandirian dengan dengan perawat,
membantu hanya sehingga dapat
ketika klien tak melatih kemandirian
mampu melakukan klien dan dapat
perawatan diri membantu klien
memenuhi perawatan
diri ketika perawat
tidak ada.
Tabel 2.4: Perencanaan Keperawatan Defisit perawatan diri: mandi,
berpakaian, makan, dan eliminasi berhubungan dengan
kelemahan (NIC, 2013; NOC, 2013)

DAFTAR PUSTAKA

Chairani, Nopi. 2015. Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Prioritas Masalah
Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman:Nyeri pada Post Operasi Sectio
Caesarea di R.S Fajar Kelurahan Sari Rejo Medan Polonia. Diakses tanggal 1
Juni 2018.
<http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/2624/142500028.pdf?
sequence=1&isAllowed=y>

Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi


Keenam. Missouri: Mosby Elsevier.

Hartanti, Septi. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Post Sectio
Caesarea Hari Ke-1 Atas Indikasi Disproporsi Cefalopelvic Di Ruang Bougenvil
Di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Diploma thesis,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Diakses tanggal 29 Mei 2018.
<http://repository.ump.ac.id/2643/>

Khasanah, Rafikatul. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Post SC Atas
Indikasi Janin Letak Sungsang Di Ruang Dewi Kunthi RSUD Kota Semarang.
Diakses tanggal 10 Mei 2018. <http://repository.unissula.ac.id/1517/3/Rafikatul
%20Khasanah%20%2089.331.61374.pdf>

Mayasari, Wulan. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Nyeri Pada Ny. W:


Post SC Indikasi Postmatur Dengan Oligohidramnion Di Bangsal Bougenvil
RSUD Sukoharjo. Diakses tanggal 23 Mei 2018.
<http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/4/01-gdl-wulanmayas-167-
1-wulanma-i.pdf>

Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.


Missouri: Mosby Elsevier.

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi


10. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Ratnawati, Agustina Dwi. 2016. Analisis Asuhan Keperawatan Pemberian Teknik


Relaksasi Benson Pada Ibu Post Sectio Caesarea Dengan Masalah Nyeri Akut
Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Prof. Margono Soekarjo Purwokerto. Karya
Ilmiah Akhir Ners. Diakses tanggal 11 April 2018. <http://
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/36/1/AGUSTINA%20DWI
%20RATNAWATI%20NIM.%20A31500816.compressed.pdf>

Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai