Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


DIAGNOSA SECTIO CAESARIA
DIRUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD KOTA TANJUNGPINANG
TANGGAL 11 DESEMBER 2023

STASE KEPERAWATAN DEWASA

DISUSUN OLEH :
SYARMILA NASELDI S. Kep
NIM. 202314903001

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Rizki Sari Utami Muchtar, Ns.M.Kep Ns. Muhammad Ishak, S.Kep


NIDN.1007088703 NIP.197904102006041018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS AWAL BROS

TA GANJIL 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

A. PENGERTIAN
Persalinan sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan dengan
dilakukan insisi pada dinding perut dan rahim, dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo, 2015).
Sectio caesarea merupakan suatu tindakan pengeluaran janin dan plasenta melalui tindakan
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh (Ratnawati, 2016).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea merupakan
salah satu cara persalinan, yang mana janin dikeluarkan dengan dilakukan insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus, dengan syarat berat janin diatas 500 gram dan rahim utuh.
1. Tipe-Tipe Sectio Caesarea
Tipe-Tipe sectio caesarea menurut (Prawirohardjo 2015), antara lain:
a. Sectio caesarea klasik, yaitu pembedahan secara sanger
b. Sectio caesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen caesarean
section)
c. Sectio caesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio
histerektomi)
d. Sectio caesarea ekstraperitoneal
e. Sectio caesarea vaginal
Tipe-tipe sectio caesarea menurut Hartanti (2014), yaitu diantaranya:
a. Segmen bawah: insisi melintang
Sectio caesarea tipe ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus disingkapkan.
Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang terletak dengan sambungan segmen atas dan
bawah uterus ditentukan dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah
dan bersama-sama kandung kemih didorong kebawah serta ditarik agar tidak menutupi
lapang pandang.
Keuntungan:
1) Insisinya ada pada segmen bawah uterus.
2) Otot tidak dipotong tetapi dipisah kesamping, cara ini mengurangi perdarahan.
3) Insisi jarang terjadi sampai plasenta.
4) Kepala janin biasanya dibawah insisi dan mudah diekstraksi .
5) Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah dirapatkan kembali
dibanding segmen atas yang tebal.
Kerugian:
1) Jika insisi terlampau jauh ke lateral, seperti pada kasus bayi besar.
2) Prosedur ini tidak dianjurkan jika terdapat abnormalitas pada segmen bawah.
3) Apabila segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan melintang sukar
dilakukan.
4) Terkadang vesika urinaria melekat pada jaringan cicatrix yang terjadi sebelumnya
sehingga vesika urinaria dapat terluka.
b. Segmen bawah: insisi membujur
Insisi membujur dibuat dengan skalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu dapat memperlebar insisi keatas
apabila bayi besar, pembentukan segmen bawah tidak baik, terdapat malposisi janin
seperti letak lintang atau adanya anomali janin seperti kehamilan kembar yang menyatu.
Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya
otot.
c. Sectio Caesarea Klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel kedalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting berujung tumpul.
Indikasi:
1) Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah yaitu adanya pembuluh-pembuluh
darah besar pada dinding anterior, vesika urinaria yang letaknya tinggi dan melekat,
serta mioma segmen bawah.
2) Bayi yang tercekam pada letak lintang.
3) Beberapa kasus plasenta previa anterior.
4) Malformasi uterus tertentu.
Kerugian:
1) Miometrium harus dipotong, sinus-sinus yang lebar dibuka, dan perdarahannya
banyak.
2) Bayi sering diekstraksi dari bokong terlebih dahulu, sehingga kemungkinan aspirasi
cairan ketuban lebih besar.
3) Apabila plasenta melekat pada dinding depan uterus, insisi akan memotongnya dan
akan kehilangan darah dari sirkulasi janin yang berbahaya
4) Insidensi pelekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih tinggi
5) Insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi
d. Sectio Caesarea Ekstraperitonial
Pembedahan ini dilakukan guna untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-
kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering
berakibat fatal. Teknik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam
kavum peritonei dan insidensi cedera vesika urinaria meningkat.
e. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan pengeluaran
uterus.
Indikasi:
1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal.
2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus plasenta previa dan
abruptioplasenta tertentu.
3) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium.
4) Ruptur uteri yang tidak dapat diperbaiki.
5) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus.
Komplikasi:
1) Angka morbiditas sebesar 20%.
2) Lebih banyak kehilangan darah.
3) Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk pembentukan fistula.
4) Trauma psikologis akibat hilangnya uterus.

B. ANATOMI SISTEM REPRODUKSI


Menurut Purwaningsih (2010) anatomi fisiologi dari vulva diuraikan sebagai berikut
Sistem Reproduksi Wanita

Sistem reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian, yaitu genetalia internal dan genetalia
eksternal
Genetalia Internal

Genitalia internal terdiri atas :


1. Vagina tempat spermatozooa di tumpahkan, dan sebagai jalan keluar janin
2. Uterus, tempat embrio dan janin tumbuh
3. Dua tuba fallopi, yang menjadi jalan ovum menuju uterus
4. Dua ovarium, memproduksi hormon dan ovum

Genetalia Eksternal

Genitalia eksternal terdiri atas :


1. Dua labia mayora, yang memberi perlindungan untuk genitalia internal
2. Dua labia minora, yang memiliki fungsi proteksi yang sama
3. Klitoris, berperan dalam menciptakan kenikmatan koitus
4. Orifisium vagina, yang memungkinkan akses ke genitalia internal

Anatomi organ reproduksi Internal


1. Vagina (liang kemaluan)

Adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dan rahim, terletak diantara
kandung kencing dan rectum. Dinding depan vagina panjangnya 7-9 cm dan dinding
belakang 9-11 cm. dinding vagina berlipat-lipat yang berjalan sirkuler dan disebut rugae,
sedangkan ditengahnya ada bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum.
Dinding vagina terdiri atas empat lapisan :
a. Lapisan dalam epitel skuamosa, membentuk lipatan atau rugae yang
memungkinkan vagina menggembang luas sehingga janin dapat lewat
b. Lapisan jaringan ikat yang berisi pembuluh darah
c. Lapisan otot yang terdiri atas lapisan otot longitudinal di luar dan lapisan otot sirkuler
di sebelah dalam
d. Lapisan luar jaringan ikat, berhubungna dengan organ-organ lain dalam
panggul, termasuk pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut saraf
Dinding vagina tidak memiliki kelenjar, namun kelembapannya di jaga oleh sekret
kelenjar servikal dan adanya rembesan cairan dari kapiler darah. pH cairan ini asam yaitu
3,8-4,5, dan berfungsi untuk menjagakuman komensal vagina yaitu basil Doderlein. Kuman
komensal ini memakan glikogen, yang terdapat di dinding vagina, dan mengubahnya
menjadi asam laktat sehingga melindungi vagina dan genitalia in ternal lainnya dari infeksi.
Kadar glikogen juga turut berubah mengikuti kadar hormon ovarium. Keseimbangna asam
ini dapat terganggu saat kehamilan, sebelum pubertas, selama dan setelah menepous,
sehingga menyebabkan mikroorganisme patogen berkembang dengan mudah dan
meningkatkan kemungkinan infeksi vagina.
Di depan vagina, terdapat kandung kemih dan uretra. Di belakang vagina setinggi
serviks, terdapat ruang peritonium, di sebut kavum Douglas. Di belakang dinding posterior
vagina juga terdapat rektum. Korpus perineal, yang menyangga organ panggul, terletak di
bawah introitus vagina.
Suplai darah vagina berasal dari arterihemoroidales media, arteri uterina, dan arteri
vaginalis, yang semuanya ini merupakan cabang arteri iliaka internal. Aliran vena berjalan
menuju vena iliaka internal. Persarafan vagina berasal dari pleksus sekral dan saraf
pudendal. Aliran limfe berjalan menuju nodus limfe ilaka dan nodus limfe inguinal.

Fungsi penting vagina adalah :

a. Saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain dari rahim
b. Alat untuk bersenggama
c. Jalan lahir pada waktu bersalin

2. Uterus

Uterus berbentuk seperti buah alpukat , sebesar telur ayam yang berongga, dindingnya
terdiri dari otot polos. Uterus berukuran panjang 7 – 7,5 cm, lebar 5,25 cm, tebal 2,5 cm
dan tebal dinding 1,25 cm. secara fisiologis uterus dalam keadaan anteversiofleksi
(serviks kedepan dan memebentuk sudut dengan v4g1n4, demikian juga korpus uteri
kedepan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).

Uterus terdiri dari:

a. Endometrium, terdiri dari epitel kubik, kelenjar – kelenjar dan jaringan dengan
banyak pembuluh darah. Endomeptrium melapisi seluruh cavum uteri dan mempunyai
arti penting dalam siklus haid wanita.
b. Miometrium yang terdiri dari otot polos
c. Perimetrium.
Lapisan otot polos sebelah dalam berbentuk sirkuler, bagian tengah berbentuk obliq dan
bagian luar berbentuk longitudinal, seluruh lapisan ini sangat penting dalam persalinan
karena setelah plasenta lahir bagian ini berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah.

Servik adalah bagian yang menghubungkan antara vagina dan uterus, serviks memiliki
beberapa bagian yaitu :
a. Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan portio.
b. Pars supra vaginalis servisis uteri adalah bagian serviks yang terdapat
diatas vagina
Saluran yang terdapat di serviks dikenal kanalis servikalis berbentuk saluran dengan
panjang 2.5 cm. pintu saluran serviks sebelah dalam disebut dengan ostium uteri internum
dan bagian luar disebut dengan ostium uteri eksternum.

3. Tuba Falopii
Pangkal tuba falopii terletak di fundus uteri, terdiri dari:
a. Pars interstisialis yang terletak di pangkal tuba.
b. Pars ismika merupakan baguan yang agak melebar, sebagai tempat konsepsi.
c. Infudibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen dan mempunyai fimbria
yang berfungsi menangkap telur yang sudah matang untuk dibawa ke dalam tuba.

Otot dinding tuba bagian luar berbentuk longitudinal dan bagian dalam berbentuk
sirkuler. Dalam saluran tuba terdapat selaput yang berlipat – lipat dengan sel yang
bersekresi dan bersilia yang berfungsi untuk menyalurkan telur hasil konsepsi kedalam
kavum uteri.

4. Ovarium
Setiap wanita memiliki dua ovarium dengan ukuran sebesar ibu jari tangan dengan
panjang kira – kira 4 cm, tebal 1,5 cm. Pinggir atasnya berhubungan dengan mesovarium
tempat banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Ovarium terdiri dari bagian luar
(korteks) dan bagian dalam (medulla).
Pada korteks terdapat folikel-folikel primordial kira-kira 100.000 setiap bulan satu folikel
akan matang dan keluar, kadang keluar 2 sekaligus secara bersamaan, folikel primer ini
akan menjadi folikel de graaf. Pada medulla terdapat pembuluh darah, urat saraf, dan
pembuluh lympha.

Fungsi ovarium adalah:


1. Mengeluarkan hormon estrogen dan progesterone.
2. Mengeluarkan telur setiap bulan.

Anatomi organ reproduksi eksternal wanita

Genitalia eksternal, secara gabungan disebut dengan vulva, memanjang dari mons pubis di
anterior ke perineum di posterior. Secara lateral, genitalia eksternal memanjang sampai keluar
labia mayora.
Mons pubis merupakan lapisan jaringan lemak yang terletak di atas simfisis pubis pada
panggul, yang di tutupi oleh kulit dan setelah pubertas di tutupi oleh rambut. Mons pubis
bukan merupakan struktur sistem reproduksi tetapi fungsinya sebagai bantalan tulang panggul
bawah. Perineum adalah area dengan otot kuat yang menyongkong organ internal rongga
panggul.
1. Labia mayora
Merupakan dua lipatan jaringan lemak yang tertutup kulit, yang terbentang dari mons pubis
di anterior bergabung dengan otot perineum. Permukaan luar labia mayora di tutupi oleh
rambut setelah pubertas dan permukaan dalam lebih lembut dan mengandung kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat
2. Labia Minora
Merupakan dua lipatan tipis kulit menutupi labia mayora. Labia minora lembut, tidak di
tutupi rambut, dan mengandung beberapa kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Di
bagian anterior, labia minora masing-masing di bagi menjadi dua lipatan kulit dan bersatu
membentuk prepusium di depan klitoris, dan frenulum di belakang klitoris. Di posterior
labia minora bertemu fourchette, lipatan kulit tebal dibelakang orifisisum vagina.
3. Klitoris
Klitoris adalah penonjolan kecil jaringan erektil, dengan panjang kira-kira 2,5 cm, kaya
akan suplai pembuluh darah dan serabut saraf sebagai respon terhadap rangsangan, klitoris
menjadi ereksi dan terisi dengan darah dengan cara yang sama yang terjadi pada penis laki-
laki.
4. Orifisium Vagina
Orifisium vagina, atau introitus, terletak anatara dua pasang labia yang biasanya disebut
dengan vestibulum. Orifisium vagina terletak di belakang orifisium uretra bagian dari
sistem perkemihan. Orifisium vagina di tutupi oleh membran kulit
yang di sebut himen, yang memberikan perlindungan untuk vagina dan organ
internal lainnya pada sistem reproduksi. Himen ruptur saat kejadian koitus pertama
kali, walaupun mungkin juga ruptur sebelumnya karena aktifitas fisik (seperti
menunggang kuda), atau menggunakan tampon. Sisa himen biasanya dapat dilihat
sebagai jaringan kecil, yang di sebut carunculae myrtiformes.

Saat memasuki orifisium vagina, terdapat sepasang kelenjar duktus


bartholini. Kelenjar ini bermuara ke vagina dan menyekresi mucus untuk
melembabkan genetalia eksternal. Di vestibulum, disamping orisium uretra, juga
terdapat kelenjar lain, kelenjar Skene, yang juga menyekresi mucus untuk
melembabkan genetalia eksternal

C. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Manuaba (2015) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah kondisi ketika ari-ari atau plasenta berada di
bagian bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir.
Selain menutupi jalan lahir, Plasenta Previa dapat menyebabkan perdarahan
hebat, baik sebelum maupun saat persalinan. Plasenta Previa lebih banyak
terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun.
6. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
7. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
Indikasi dilakukannya sectio caesarea menurut Prawirohardjo (2015),
yaitu sebagai berikut:
a. Indikasi Ibu
1. Panggul sempit absolut
2. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Stenosis serviks/vagina
4. Plasenta previa
5. Disproporsi sefalopelvik
6. Ruptura uteri membakar
b. Indikasi Janin
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada:
a. Janin mati
b. Syok, anemia berat, sebelum diatasi
c. Kelainan kongenital berat (monster)

D. MANIFESTASI KLINIK
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post
partum.Manifestasi klinis sectio caesarea antara lain :
1) Nyeri akibat ada luka pembedahan
2) Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4) Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
6) Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7) Biasanya terpasang kateter urinarius
8) Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9) Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10) Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11) Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya minus
paham prosedur
12) Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

E. PATOFISIOLOGI
Kelainan/hambatan pada proses persalinan yang dapat menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi sefalopelvik, ruptur uteri mengancam,
partus lama, partus tidak maju, pre-eklamasi, distosia serviks, dan malpresentasi
janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan
yaitu Sectio Caesarea (Prawirohardjo, 2015).
Proses operasi sebelumnya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah hambatan mobilitas fisik. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan
diri (Prawirohardjo, 2015).
Proses pembedahan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar
daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan masalah nyeri dan terdapat luka post operasi, yang
mana bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi
(Prawirohardjo, 2015).

F. PATHWAYS SECTIO CAESAREA


G. PENATALAKSANAAN

1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.


a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah
korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan
gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting
lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan
dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara
melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan
samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim
kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian
diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat)
dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum
kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika
urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal
demikian juga cara melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan
menggunakan klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2)
pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas
kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama.
Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang
sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic
catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul
serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan
visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap :mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah

I. PENGKAJIAN FOKUS

Asuhan keperawatan merupakan serangkaian kegiatan pada praktik


keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien/klien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Proses keperawatan adalah metode
pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada
individu, kelompok, dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan
pemecahan masalah dari respons pasien terhadap penyakitnya (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dinamis yang terorganisasi yang meliputi tiga
aktvitas dasar, yaitu mengumpulkan data secara sistematis, memilah dan
mengatur data yang dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam format
yang dapat dibuka kembali (Tarwoto & Wartonah, 2010)
Pengkajian pada klien post operasi sectio caesarea menurut Chairani
(2017) yaitu sebagai berikut:
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
b. Keluhan utama: nyeri pada area post operasi
c. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
pasien operasi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang
sama (plasenta previa)
e. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien
ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
f. Keadaan klien meliputi:
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita.Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi
(diet ditentukan)
4) Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat
anestesi spinal epidural.
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
6) Pernapasan: bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan: balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering dan
utuh.
8) Seksualitas: fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran
lokhea sedang.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah-masalah atau diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien post operasi sectio caesarea diantaranya sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur bedah)
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis
(anestesi) dibuktikan dengan fisik lemah
d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi
berhubungan dengan kelemahan

K. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan atau tindakan mandiri yaitu yang harus dilakukan oleh
perawat dan tindakan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan
lainnya. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien mencapai hasil yang
diharapkan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
dengan agen cedera keperawatan 1x24 jam  Identifikasi lokasi,
fisik dibuktikan dengan diharapkan Tingkat nyeri karakteristik, frekuensi,
tampak meringis menurun. intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil :  Identifikasi factor penyebab
 Keluhan nyeri menurun nyeri
 Tampak meringis  Monitor efek samping
menurun penggunaan analgetik
 Sikap protektif menurun
Terapeutik :
 Berikan teknik
nonfarmakologis (tarik
nafas dalam, kompre
hangat atau dingin)
 Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(suhu, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda
nyeri
 Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan teknik
nonfarkamkologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu)

2. Resiko infeksi Setelah melakukan tindakan Observasi :


berhubungan dengan keperawatan 1x 8 jam  Monitor tanda dan gejala
kerusakan integritas kulit. diharapkan Tingkat infeksi infeksi local dan sistemik
menurun.
Kriteria Hasil : Terapeutik :

 Kebersihan tangan  Batasi jumlah pengunjung


meningkat  Berikan perawatan kulit
 Kebersihan badan pada area edema
meningkat  Cuci tangan sebelum dan
 Nyeri menurun sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
 Pertahankan teknikn aseptic
pada pasein beresiko tinggi

Edukasi :
 Jelaska tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cuci tangan dengan
benar
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dikakukan tindakan Observasi :
berhubungan dengan efek keperawatan 1x24 jam  Identifikasi adanya
agen farmakologis diharapkan Mobilitas fisik nyeri atau keluhan
(anestesi) dibuktikan meningkat. fisik lainnya
dengan fisik lemah. Kriterian Hasil :  Identifikasi toleransi
 Nyeri menurun fisik melakukan pergerakan
 Kelemahan fisik menurun Terapeutik :
 Kekuatan otot meningkat  Fasilitas aktivitas
 Gerakan terbatas menurun mobilisasi dengan alat
bantu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
dilakukan (mis.
duduk di
4. Defisit perawatan diri Setelah dikakukan tindakan Observasi :
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam  Monitor tingkat kemandirian
kelemahan fisik diharapkan Perawatan diri  Identifikasi kebutuhan alat
dibuktikan dengan tidak meningkat. bantu dlam melakukan
mampu mandi/berpakaian Kriteria Hasil : kebersihan diri, berpakaian,
secara mandiri.  Kemampuan mandi berhias, dan makan.
meningkat  Monitor integritas kulit
 Kemampuan pasien.
mengenakan pakaian Terapeutik :
secara mandiri  Dampingi dalam
meningkat melakukan
 Mempertahankan perawatan diri
kebersihan diri meningkat  Fasilitasi kemandirian klien
 Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :
 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
 Anjurkan ke toilet secara
mandiri

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah Pelaksanaan tindakan keperawatan yang
mana sudah direncanakan atau di intervensikan sebelumnya sehingga
pemberian asuhan keperawatan dapat secara komprenhensif. Tindakan
keperawatan harus sesuai dengan perencanaan sebelumnya yang sudah di
indikasikan dengan keadaan klien dan keluarganya sehingga dapat terlaksana
semua rencana tindakan keperawatan tersebut. Perlu di perhatikan dalam
tindakan keperawatan, bila klien dalam keadaan atau kondisi yang berubah
sehingga tidak dapat di laksanakan tindakan keperawatan, maka perawat perlu
mengkaji ulang keadaan klien sehingga dapat merubah perencanaan
sebelumnya.

E. Evaluasi
Evalusi keperawatan menunjukkan pencapaian tindakan keperawatan
berhasil atau tidak dengan di dapat dengan evaluasi hasil yang sebelumnya
diharapkan dalam perencanaan tindakan keperawatan. Maka evaluasi keperawatan
merupakan akhir dari proses keperawatan, yang mana seorang perawat
mengevaluasi keadaan klien dari hasil evaluasi somatic dan evalusi formatik.
Untuk evalusi somatic, seorang perawat mengevaluasi dari respon klien pada saat
melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan evaluasi formatik yang mana
seorang perawat dapat mendokumentasikan dalam format yang telah disediakan
yang berisi tentang evaluasi; subjektif, objektif, asertif dan pleaning yang akan
datang apakan teratasi atau tidak

DAFTAR PUSTAKA
Chairani, Nopi. 2015. Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Prioritas Masalah
Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman:Nyeri pada Post Operasi Sectio
Caesarea di R.S Fajar Kelurahan Sari Rejo Medan Polonia. Diakses tanggal 1
Juni 2018.
<http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/2624/142500028.pdf?
sequence=1&isAllowed=y>
Hartanti, Septi. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Post Sectio
Caesarea Hari Ke-1 Atas Indikasi Disproporsi Cefalopelvic Di Ruang Bougenvil
Di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Diploma thesis,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Diakses tanggal 29 Mei 2018.
<http://repository.ump.ac.id/2643/>
Khasanah, Rafikatul. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Post SC Atas
Indikasi Janin Letak Sungsang Di Ruang Dewi Kunthi RSUD Kota Semarang.
Diakses tanggal 10 Mei 2018. <http://repository.unissula.ac.id/1517/3/Rafikatul
%20Khasanah%20%2089.331.61374.pdf>
Mayasari, Wulan. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Nyeri Pada Ny. W:
Post SC Indikasi Postmatur Dengan Oligohidramnion Di Bangsal Bougenvil
RSUD Sukoharjo. Diakses tanggal 23 Mei 2018.
<http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/4/01-gdl-wulanmayas-167-
1-wulanma-i.pdf>
Prawirohardjo, Sarwono. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Ratnawati, Agustina Dwi. 2016. Analisis Asuhan Keperawatan Pemberian Teknik
Relaksasi Benson Pada Ibu Post Sectio Caesarea Dengan Masalah Nyeri Akut
Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Prof. Margono Soekarjo Purwokerto. Karya
Ilmiah Akhir Ners. Diakses tanggal 11 April 2018. <http://
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/36/1/AGUSTINA%20DWI
%20RATNAWATI%20NIM.%20A31500816.compressed.pdf>

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA
SECTIO CAESARIA DIRUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD KOTA TANJUNGPINANG
TANGGAL 11 DESEMBER 2023

STASE KEPERAWATAN DEWASA

DISUSUN OLEH :

SYARMILA NASELDI S. Kep

NIM. 202314903001

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Rizki Sari Utami Muchtar, Ns.M.Kep Ns. Muhammad Ishak, S.Kep


NIDN.1007088703 NIP.197904102006041018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS AWAL BROS

TA GANJIL 2023/2024

FORMAT PENGKAJIAN PERIOPERATIF KAMAR BEDAH


I. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Ny.I
b. Tanggal Lahir/ Umur : 01/07/1998 / 25 Tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMA
e. Alamat : Jl.Abdul Rahman
f. No. CM : 02505006
g. Diagnosa Medis : sectio Caesaria (G2P1A0 )
2. IDENTITAS ORANGTUA/PENANGGUNGJAWAB
a. Nama : Tn.Pandi
b. Umur : 31 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SD
e. Hubungan dengan Pasien : Suami
f. Asal Pasien : Rawat Inap
A. Pre Operasi
1. Keluhan Utama : mules mules tadi malam dan ada lendir darah dari
jalan lahir sejak subuh
2. Riwayat Penyakit : HbsAg (+)
3. Riwayat operasi : riwayat SC 1x
4. Riwayat alergi : tidak ada
5. Jenis operasi : Sectio
6. TTV :suhu : 360C, Nadi : 80 x/menit, Respirasi : 22 x/menit,
TD : 120/70 mmHg,
7. BB/TB : 65kg/150 cm
8. Golongan darah :B+
RIWAYAT PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL
9. Status Emosional : kooperatif
10. Tingkat Kecemasan : Cemas
11. Skala Cemas : 1 = mengungkapakan kerisauan

12. Skala nyeri menurut VAS (Vusial Analog Scale)


Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri sedang Nyeri Berat. Sangat Nyeri
Nyeri Tak Tertahan
0-1 2-3 4-5 6-7 8-9 10

13. Survei Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas


Normal Jika Tidak Normal Jelaskan
YA TIDAK
Kepala  - Rambut berwarna hitam (bersih tidak
berketombe dan tidak romntok). Kepala
bentuk mesosepal, tidak ada pembesaran.
Mata Simetris, Penglihatan tidak kabur,
Tidak ada kotoran dimata,Konjungtiva
ananemis, sklera anikterik.

Telinga Simetris, Tidak ada kotoran


ditelinga, Tidak ada kotoran di hidung,
Tidak ada kotoran dimulut
Leher  - Tidak ada edema, tidak ada pembesaran
kelenjer tyroid, JVP normal, kaku kuduk tidak
ada
Dada  - Dada simetris, tidak ada bekas
luka.Pengembangan didnding dada kiri dan
kanan sama,bunyi nafas vesikuler.
Abdomen  - Dada simetris, tidak ada bekas
luka.Pengembangan didnding dada kiri
dan kanan sama,bunyi nafas vesikuler.
Genitalia  - Daerah pubis bersih,tidak terdapat luka,
tidak ada kelainan dan tidak ada haemoroid
Integumen  - Kulit sawo matang, Turgor kulit baik,
tidak ada luka lesi
Ekstremitas  - Tidak ada varises, tidak ada tanda
hooman, tidak ada edema dan tidak ada
kelemahan pada ekstremitas.

Terpasang cairan infus RL 20tts/menit di


tangan kiri

14. Hasil Data Penunjang


15. Laboratorium : Tanggal 11 Agustus 2023
Golongan darah : B+
Nama Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Kimia Klinik
Faal hati
Albumin 3.7 g/dl 3,5-5,0
Elektrolit
Natrium (Na) 139,3 mmmol/ L 136-145
Kalium (K) 4,01 mmmol/ L 3,5-5,1
Clorida (Cl) 102,0 mmmol/ L 98-107
HEMATOLOGI DAN HEMOSTASIS
Leukosit 9,2 103/ul 4,5-11,5
Hemoglobin 11,2 g/dl (L) : 14,0-18,0/(P) :
12,0-15,0
MCH 21,7 Pg 26-32
MCHC 35,1 g/dl 33-36
Eritrosit 4,96 106/ul (L) : 4,6-6/(P) : 4-5,4
MCV 61,8 Fl 80,0-94,0
Hematokrit 30,7 % (L) : 40,0-54,0/(P) :
35,0-49,0
Trombosit 371 150-450
Hitung Jenis 3 diff Limfosit : 25-40
Leukosit L : 20,9
Mid : 6,4 1-20
Granulosit % Segmen Neutrofil : 50-
(Sg) : 70
72,7
Masa Perdarahan 01”00” Menit 1-3
(BT)
Masa Pembekuan 06`00” Menit 5-15
(CT)
Kimia Klinik
Faal Hati
SGOT/AST 15,5 U/L (L) : <40/ (P) : <32
SGPT/ALT 7,5 U/L (L) : <41/ (P) : <33
Faal Ginjal
Ureum 9 mg/dl 10-50
Kreatinin 0,48 mg/dl (L) : 0,7-1,2/ (P) : 0,5-
0,9
SEROLOGI-IMMUNOLOGI
Hepatitis
HbsAg Reaktif Non Reaktif
Infeksi Lain
Anti HIV Non Non Reaktif
Reaktif
Nama Hasil Nilai Rujukan Metode
Pemeriksaan
Rapid Test Negatif Negatif Immunokromatografi
Antigen : Antigen
SARS-CoV-2

B. INTRA OPERASI
1. Anestesi dimulai jam : 10.00
2. Pembedahan dimulai jam : 10.15
3. Jenis anestesi : Spinal
4. Posisi opeasi : terlentang
5. Catatan anstesi :-
6. Pemasangan alat-alat : Oksigen Nasal kanul sebanyak 2liter
7. TTV : Suhu : 36 0C, Nadi : 80x/menit, RR :
20x/menit, TD : 140/80 mmHg. Sat O2 : 97%
8. Kesadaran : CM
9. Survei Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas
Normal Jika Tidak Normal Jelaskan
YA TIDAK
Kepala  - Rambut berwarna hitam (bersih tidak
berketombe dan tidak romntok). Kepala
bentuk mesosepal, tidak ada pembesaran.
Mata Simetris, Penglihatan tidak kabur,
Tidak ada kotoran dimata,Konjungtiva
ananemis, sklera anikterik.

Telinga Simetris, Tidak ada kotoran


ditelinga, Tidak ada kotoran di hidung,
Tidak ada kotoran dimulut
Leher  - Tidak ada edema, tidak ada pembesaran
kelenjer tyroid, JVP normal, kaku kuduk tidak
ada
Dada  - Dada simetris, tidak ada bekas
luka.Pengembangan didnding dada kiri dan
kanan sama,bunyi nafas vesikuler.
Abdomen  - Dada simetris, tidak ada bekas
luka.Pengembangan didnding dada kiri
dan kanan sama,bunyi nafas vesikuler.
Genitalia  - Daerah pubis bersih,tidak terdapat luka,
tidak ada kelainan dan tidak ada haemoroid
Integumen  - Kulit sawo matang, Turgor kulit baik,
tidak ada luka lesi
Ekstremitas  - Tidak ada varises, tidak ada tanda
hooman, tidak ada edema dan tidak ada
kelemahan pada ekstremitas.

Terpasang cairan infus RL 20tts/menit di


tangan kiri

Skala nyeri menurut VAS (Vusial Analog Scale)

0-1 2-3 4-5 6-7 8-9 10

II. ANALISA DATA


Symtomp Problem Etiologi
Pre Operasi Ansietas Pasien SC
DS:
- Sebelum operasi Proses Invasif
(Pembedahan)
klien mengatakan
khawatir akan
Kurang terpapar
menjalani operasi
informasi mengenai
yang kedua. prosedur pembedahan
DO:.
- Wajah klien tegang Krisis situasional
(tindakan pembedahan)
saat menunggu
masuk ke ruang
Tampak wajah pasien
operasi.
tegang dan cemas

Ansietas

Intra Operasi Nyeri akut Sectio caesar


DS: pasien mengatakan
lemas dan haus Insisi dinding Abdomen
DO :
- Klien tampak meringis Terputusnya inkonuitas
- Klien tampak lemah
jaringan, pembuluh darah
- Skala Nyeri 6-7
dan saraf-saraf disekitar
-Adanya luka insisi vertical
daerah insisi
di abdomen ± 12 cm,
perdarahan ± 500 cc, TD
120/65 mmHg, N 100x/m,
pelepasan mediator

RR 20x/m, pasien terlihat nyeri


pucat, CRT 3 detik
Nociceptor menerima
rangsangan

Rangsangan diteruskan
ke korteks serebri

Spasme otot

Nyeri Akut
Post Operasi Gangguan mobilitas fisik Post Operasi adanya luka
DS:- insisi
DO:
Pasien tampak pucat, Terputusnya Jaringan
adanya luka insisi
vertikal ± 12 cm, masih Kerusakan jaringan
ada efek anestesi,
pasien belum mampu Kerusakan sel
duduk
TTV: Merangsang reseptor nyeri

-RR 21x/m
-TD 110/78 mmHg, -- Nyeri saat bergerak
N: 84x/m,
-Suhu : 36 0C
-SPO2:97%, Gangguan mobilitas fisik
-Terpasang: O2 dengan
nasal Kanul 2LPM

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Pre Operasi
Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (tindakan pembedahan)
Intra Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri akibat trauma jaringan
dalam pembedahan
Post Operasi
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri abdomen post op secsio
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN (PRE,INTRA,POST OPERASI )
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Pre Operasi: Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas
Observasi
Ansietas b.d krisis keperawatan 3x24 jam
1. Ideintifikasi saat tingkat
situasional diharapkan tingkat ansiet ansietas berubah
2. Monitor tanda-tanda ansietas
as menurun, dengan kriteria
Terapeutik
hasil : 1. Ciptakan suasana ter
apeutik untuk menumbuhkan
1. Pola tidur meningkat
kepercayaan
2. Perilaku gelisah menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan jika memungkinkan
3. Verbalisasi khawatir akibat
3. Pahami situasi yang membuat
kondisi yang dihadapi
ansietas
menurun
4. Motivasi mengideintifikasi
situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang dialami
2. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
3. Latih teknik relaksasi
2. Intra Operasi : Seteli i ah
dilakukan Manajemen nyer i i i

i Obser vasi
Nyeri Akut b.d intervensi selama 3x24 jam
i

1. Iden tifikasi lokasi, karakter


i i i i

i i

Agen i Peni ced maka tingkat nyeri menurun,


i istik, durasi, frek uen si, i i i i

kualitas, bintensitas, dan skala


er a Fisik den gan kriteria hasil :
i

nyeri
i i i

1. Keluhan nyer i menurun 2. Iden tifikasi res pons nyeri


i i i i i i

non ver bal


2. Meringis men urun
i

3. Inden tifikasi faktor pemberat


i i

i i i

3. Sikap protektif menurun dan memperingan nyeri


i i i i i

4. Iden tifikasi pengetahuan


4. Gelisah men urun
i i i

dan keyakinan tentang nyeri


i i

i i i

5. Kes ulitan tidur menurun 5. Iden i tifikasi pengaruh nyeri i i i i

pada kualitas hidup


6. Mual menurun
6. Monitor efek samping
i

i i

7. Muntah menurun penggunaan analget ik i i i

8. Pola makan membaik


Terapeutik
i

i i

1.Berikan teknik nonfarmakologis


i i

(Tarik nafas dalam) untuk


mengurangi rasa nyeri
i i

2.Kontrol lingkungan yang


memperberat nyeri
3.Fasilitasi istirahat dan tidur
4.Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.Ajarkan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian analgetic, Jika
perlu
3. Post Operasi : Setel
i i ah
dilakukan DukunganMobilis
asi
Gangguan Mobilitas intervensi selama 3x24 jam
i i i

Fisik berhubungan maka tingkat mobilitas Observasi


dengan Nyeri meningkat den gan
i kriteria 1. Identifikasi adanya nyeri atau
i

keluhan lainnya
abdoment post sectio hasil :
2. Identifikasi toleransi
1. Pergerakan ekstremitas
meningkat 3. monitor frekuensi denyut jantung
dan tekanan darah sebelum memulai
2.Kekuatan otot meningkat
mobilisasi
3.Nyeri menurun
4.Monitor kondisi umum selama
4.Gerakan terbatas menurun melakukan mobilisasi
5.Kelemahan fisik menurun
6.Kaku sendi menurun Terapeutik
1.Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu
2.Fasilitasi melakukan pergerakan jika
perlu
3.Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi
1.Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2.Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3.Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (misal duduk diatas
tempat tidur)
V.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal/jam No Implementasi Tanda tangan
Dx
11 des 2023
09.30 1 Mengkaji keluhan klien
Respon: klien mengatakan cemas akan dilakukan
Operasi, klien mengatakan jantungnya berdebar-debar

09.40 1 Mengganti pakaian klien dengan pakaian operasi yang


Longgar
Respon: klien tampak nyaman

09.50 1 Memonitor TTV


 TD: 110/88 mmhg
 N: 86 x/menit
 S: 36,5 0C
 RR : 20 x/menit

10.00 1 Memberikan edukasi pada klien mengenai teknik

relaksasi napas dalam


Respon: klien dapat melakukannya

10.15 Mengatur posisi pasien terlentang sesuai tindakan


operasi yang akan dilakukan
Respon : klien tampak tenang

10.30 2 Monitor TTV


TD: 130/90 mmhg
N: 90 x/menit
S: 36,5 0C
RR : 20 x/menit

Mengobservasi dan memonitor tanda-tanda infeksi dan


11.30 2 karakteristik luka operasi
Hasil : luka operasi bersih,tidak ada kemerahan

11.40 2 Memindahkan pasien keruang pemulihan (RR)


Hasil : kesadaran baik

11.45 1,2,3 Monitor TTV


 TD : 130/90 mmHg
 N : 80x/menit
 RR : 20x/menit

 S : 36oC
 Saturasi O2 : 99%

11.50 3 Mengkaji kesadaran pasien


Respon : Kesadaran Compos Mentis, klien mengatakan nyeri di
luka operasi, klien tampak meringis
P : Pasien mengatakan nyeri saat telentang
Q : Nyeri seperti tersayat-sayat
R : Nyeri didaerah perut
S : Skala Nyeri 8
T : Nyeri hilang Timbul
11.55 3
Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Respon : klien mengatakan nyeri sedikit berkurang tetapi masih
terasa nyeri

12.00 3 Kolaborasi : memberikan injeksi Analgesik ketorolac amp IV


Respon : obat masuk via IV

12.05 3 Mengkaji Nyeri


Respon : klien mengatakan nyeri berkurang
P : pasien mengatakan nyeri saat terlentang
Q : nyeri berdenyut-denyut
R : nyeri di bagian perut bawah
S : Skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul
VI. Evaluasi Keperawatan (Pre,Intra dan Post Operasi)

No Tanggal/jam No Evaluasi
Dx

11 Des 2023 1 S : Klien mengatakan cemas berkurang


O: Perilaku tegang menurun
TD : 110/88 mmHg
N : 86 x/menit
RR : 20 x/menit

S : 36,5 oC
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi klien
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih

2 S:-
O:
 Kasa yang menutup luka operasi bersih, tidak terdapat
rembesan cairan ataupun darah di luka bekas operasi
TD : 130/90 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5oC

3
S : Klien mengatakan nyeri didaerah luka operasi
O:
 klien tampak meringis, klien tampak lemah
 TD : 110/76 mmHg
 N : 80x/menit
 RR : 20x/menit

 S : 36oC
 Saturasi O2 : 98%
 Skala nyeri 3
A : Nyeri teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
Observasi
 Identifikasi lokasi, durasi,karakteristik, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan


nyeri
Terapeutik
 Berikan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
Pemberian
analgetik, jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai