Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OPERASI SC (SECTIO CAESAREA) DI RUANG RAWAT INAP NIFAS RSUD


KOTA MATARAM

OLEH :

GUNAWAN FEBRIANTO
NIM:021STYJ22

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESETAHAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHAP PROFESI
MATARAM
2023
TINJAUN TEORI
KONSEP SECTIO CAESAREA

1. Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut. (amru sofian,2012).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatann pada dinding
uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Siti, dkk 2013)
2. Etiologi
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada,
disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada
primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai
penyakit ( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri,
dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps
ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
3. Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal tidak
memungkinkan dan akhirnya harus diilakukan tindakan Sectiocaesarea, bahkan sekarang
Sectiocaesarea menjadi salah satu pilihan persalinan (Sugeng, 2010).
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yyang menyebabkan bayi tidak dapat
dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis dan lateralis, pannggul
sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-eklamsi, distokksia service dan mall presentasi
janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectiocaesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan menyebabkan
pasien mengalami mobilisasii sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit
perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam
proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal
ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa
nyeri. Setelah semua proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasii, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi
4. Resiko kelahiran Sectio Caesarea
Melahirkan dengan cara Sectiocaesarea sudah populer. Namun demikian, demikian, secara
obyektif kita perlu menimbang untung dan ruginya adapun resiko Sectiocaesarea adalah :
a. Resiko jangka pendek
1. Terjadi infeksi
Infeksi luka akibat persalinan Sectiocaesarea beda dengan luka persalinan normal .
luka persalinan normal sedikit dan mudah terlihat, sedangkan luka Cesar lebih besar
dan berlapis-lapis. Ada sekitar 7 lapisan mulai dari kulit perut sampai dinding Rahim,
yang setelah operasi selesai, masing-masing lapisan dijahit tersendiri. Jadi bisa ada 3
sampai 5 lapis jahitan. Apabila penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih
mudah menginfeksi sehingga luka menjadi lebih parah. Bukan tidak mungkin
dilakukan penjahitan ulang.
Kesterilan yang tidak terjaga akan mengundang bakteri penyebab infeksi. Apabila
infeksi ini tak tertangani, besar kemungkinan akan menjalar ke organ tubuh lain,
bahkan organ- organ penting seperti otak, hati dan sebagainya bisa terkena
infeksi yang berakibat kematian. Disamping itu infeksi juga dapat terjadi pada Rahim.
Infeksi Rahim terjadijika ibu sudah kena infeksi sebelumnya, misalnya mengalami
pecah ketuban. Ketika dilakukan operasi, Rahim pun terinfeksi. Apa lagi juka
antibiotiik yang digunakan dalam operasi tidak cukup kuat. Infeksi bisa dihindari
dengan selalu memberikan informasi yang akurat kepada dookter sebelum keputusan
tindakan cesar diambil.
2. Kemungkinan terjadi keloid
Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu karena pertumbuhan
berlebihan. Sel-sel pembentuk organ tersebut. Ukuran sel meningkat dan terjadilah
tonjolan jaringan parut. Perempuan yang punya kecenderungan keloid tiap mengalami
luka niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas operasinya. Keloid hanya terjadi
pada wanita yang memiliki jenis penyakit tertentu. Cara mengatasinya adalah dengan
memberikan informasi tentang segala penyakit yang iibu derita sebelum kepastian
tindakan Sectiocaesarea dilakukan. Jika memang harus menjalani Sectiocaesarea
padahal ibu punya potensi penyakit demikian tentu dokter akan memiliki jalan keluar,
misalnya diberikan obat-obatan tertentu melalui infus atau langsung diminum
sebelum atau sesudah Sectiocaesarea.
3. Perdarahan berlebihan
Resiko lainnya adalah perdarahan. Memang perdarahan tak bisa dihindari dalam
proses persalinan. Misalnya plasenta lengket tak mau lepas. Bukan tak mungkin
setelah plasenta terlepas akan menyebabkan perdarahan. Darah yang hilang lewat
Sectiocaesarea sebih sedikit dibandingkan lewat persalinan normal. Namun dengan
tekhnik pembedahan dewasa ini perdarahan bisa ditekan sedemikian rupa sehingga
sangat minim sekali. Darah yang keluar saat Sectiocaesarea adalah darah yang
memang semestinya keluar dalam persalinan normal. Keracunan darah pada
Sectiocaesarea dapat terjadi karena sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi.. ibu
yang di awal kahamilan mengalami infeksi Rahim bagian bawah, berarti air
ketubannya sudah mengandung kuman. Apabila ketuban pecah dan didiamkan,
kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk karena bernanah. Selanjutnya,
kuman masuk ke pembuluh darah sehingga operasi berlangsung, dan menyebar ke
seluruh tubuh.
b. Resiko jangka panjang
1. Resiko jangka panjang dari Setiocaesarea adalah pembatasan kehamilan. Dulu,
perempuan yang pernah menjalani Setiocaesarea hanya boleh melahirkan 3 kali.
Kini, dengan tekhnik operasi yang lebih baik, ibu memang boleh melahirkan lebih
dari itu, bahkan smapai 4 kali. Akan tetapi tentu bagi keluarga zaman sekarang
pembatasan itu tidak terlalu bermasalah karena setiap keluarga memang dituntut
membatasi jumlah kelahiran sesuai progam KB nasional. (Indiarti dan Wahyudi,
2014).
5. Klasifikasi Setio Caesarea
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte, 2010).
a. Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian pada saat
persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmenn bawah
uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
b. Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang, insisi
membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi.
c. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior uterus
dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul. Diperlukan
luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta
plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini
hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik.
Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam
menyingkapkan segmenn bawah.
d. Sectio Caesarea Extraperitoneal
pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya histerektomi pada
kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh peritonitis generalisata
yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea Extraperitoneal, seperti
metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada prosedur ini relative lebih sulit,
sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera vesica
urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai
cadangan kasus-kasus tertentu.

e. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan denngan pengeluaran
uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan
tetapi, karena pembedahan subtoral lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih cepat,
maka pemmbedahan subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan
pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada
kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat
mungkin.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit
f. Golongan Darah
g. Urinalis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
j. Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker,Susan martin,1998. Dalam buku Aplikasi Nanda
2015).
7. Penatalaksanaan
Keperawatan
a. Perawatan awal
1. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar.
2. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
3. Transfusi darah jika perlu
4. Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinanan terjadi perdarahan pasca bedah.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu di
mulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah bleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
c. Mobilisasi
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar.
3. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler).
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
smapai hari ke-5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul
3. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4. Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.

e. Perawatan funsi kandung kemih


1. Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam.
2. Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urine jernih.
3. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urine jernih.
4. Jika sudah tidak memekai antibiotik berikan nirofurantoin 100 mg per oral per
hari smapai kateter dilepas.
5. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 – 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
1. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut.
2. Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkannya.
3. Ganti pembalut dengan cara steril
4. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka jahitan kulit dilakukan
pada hari ke-5 pada SC.

Medis
a. Cairan IV sesuai indikasi.
b. Anestesi regional atau general
c. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea.
d. Tes laboratorium sesuai indikasi
e. Pemberian oksitosin sesuai indikasi
f. Tanda vital per protokol ruang pemulihan
g. Persiapan kulit pembedahan abdomen
h. Persetujuan ditandatangani
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah komplikasi
pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan, obstruksi usus,
gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih,
pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada
kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasii
(Anggi, 2011).
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan pasca
Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi intrauteri, adanya
penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis
akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised
misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka
panjang, gisi buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak
terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap
antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama
pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga sampai fascia
yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan
berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka
yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari caiiran
luka tersebut. (Valleria, 2012).

9. Pathway

Plasenta previa, rupture sentralis Section caesarea


dan lateralis, panggul sempit, pre-
eklamsia, partus lama

Luka post operasi


Post anestesi

Penurunan medulla Penurunan kerja pons Jaringan terputus Jaringan terbuka


oblongata

Merangsang area Proteksi kurang


Penurunan refleksi Penurunan kerja otot sensorik
batuk eliminasi

Gangguan rasa Invasi bakteri


Akumulasi sekret Penurunan peristaltik nyaman
usus

Bersihan jalan nafas Konstipasi Nyeri Resiko infeksi


tidak efektif
Konsep asuhan keperawatan

1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang ditemukan meliputi distres janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pusat, abrupsio
plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan untuk menentukan prioritas
intervensi keperawatan, keluhan utama pada post operasi SC biasanya adalah nyeri
dibagian abdomen, pusing dan sakit pinggang.
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan yang keluar pervaginan
secara spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya, panggul sempit, serta letak
bayi sungsang. Meliputi penyakit yang lain dapat juga mempengaruhi penyakit
sekarang.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung, HT, TBC, DM, penyakit
kelamin, abortus yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
a. Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut, dan apakah ada
benjolan.
b. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sclera kuning.

c. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihannya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
d. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang- kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
e. Mulut dan gigi
Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab.
f. Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid, karna
adanya proses penerangan yang salah.
2. Thorak
a. Payudara
b. Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara, areola hitam
kecoklatan, putting susu menonjol, air susu lancer dan banyak keluar.
c. Paru-paru
I : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat
pembengkakan.
P : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba massa P :
Redup / sonor
A : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing
d. Jantung
I : Ictus cordis teraba / tidak P : Ictus
cordis teraba / tidak P : Redup /
tympani
A : Bunyi jantung lup dup
3. Abdomen

I : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie


gravidarum

P : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek / keras P :


Redup
A : Bising usus

4. Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
5. Eksremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarkan uterus,
karena pre eklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
6. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosis yang muncul


a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak meringis.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan merasa
lemah.
d. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak
mampu mandi/berpakaian secara mandiri.
e. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis (anestesi)
dibuktikan dengan fisik lemah.
f. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan
dibuktikan dengan perdarahan.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No DiagnosaKep Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


erawatan hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
dengan agen cedera fisik keperawatan 1x24 jam  Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, intensitas
dibuktikan dengan diharapkan Tingkat nyeri nyeri
tampak meringis menurun.  Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi factor penyebab nyeri
Kriteria Hasil :  Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Keluhan nyeri menurun
(5) Terapeutik :
 Tampak meringis  Berikan teknik nonfarmakologis (tarik nafas dalam, kompre
menurun (5) hangat atau dingin)
 Sikap protektif menurun  Kontrok lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu,
(5) pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan teknik nonfarkamkologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan Setelah melakukan tindakan Observasi :
integritas kulit. keperawatan 1x 8 jam diharapkan
Tingkat infeksi menurun.  Monitor tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
Kriteria Hasil :
Terapeutik :
 Kebersihan tangan meningkat
(5)  Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan badan meningkat  Berikan perawatan kulit pada area
(5) edema
 Nyeri menurun (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknikn aseptic pada
pasein beresiko tinggi
Edukasi :

 Jelaska tanda dan gejala infeksi


 Ajarkan cuci tangan dengan benar
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian antibiotok


ataupun imusisasi (jika perlu)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah melakukan tindakan Observasi :


imobilitas dibuktikan dengan klien merasa keperawaran 1x24 jam
lemah. diharapkan Toleransi aktivitas  Identifikasi keterbatasan fungsi dan
meningkat. gerak sendi
Kriteria Hasil :  Monitor lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau rasa sakit
 Kemudahan dalam melakukan selama bergerak atau beraktivitas
aktivitas sehari-hari meningkat
(5) Terapeutik :
 Kecepatan berjalan meningkat
(5)  Lakukan pengendalian nyeri
 Jarak berjalan meningkat (5) sebelum memulai latihan
 Perasaan lemah menurun (5)  Berikan posisi tubuh optimal untuk
gerakan sendimpasif atau aktif
 Fasilitasi menyusun jadwal latihan
rentang gerak aktif atau pasif
 Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi :

 Jelaskan kepada pasien atau


keluarga tujuan dan rencanakan
latihan bersama
 Anjurkan pasien duduk ditempat
tidur, disisi tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi
 Anjurkan melakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif secara
sistematis
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak keperawatan 1x24 jam diharapkan
mampu mandi/berpakaian secara mandiri. Perawatan diri meningkat.  Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu
Kriteria Hasil : dlam melakukan kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan.
 Kemampuan mandi meningkat  Monitor integritas kulit pasien.
(5)
 Kemampuan mengenakan Terapeutik :
pakaian secara mandiri
meningkat (5)  Dampingi dalam melakukan
 Mempertahankan kebersihan perawatan diri
diri meningkat (5)  Fasilitasi kemandirian klien
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :

 Anjurkan melakukan perawatan diri


secara konsisten sesuai kemampuan
 Anjurkan ke toilet secara mandiri

5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :


efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan fisik lemah. Mobilitas fisik meningkat.  Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
Kriterian Hasil :  Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Nyeri menurun (5)
 Kelemahan fisik menurun (5) Terapeutik :
 Kekuatan otot meningkat (5)
 Gerakan terbatas menurun (5)  Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi)

6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :


dengan prosedur pembedahan dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan perdarahan. Keseimbangan cairan meningkat.  Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
Kriteria Hasil :  Monitor tekana darah
 Monitor jumlah dan warna urin
 Asupan cairan meningkat (5)
 Monitor inteka dan output cairan
 Kelembaban membrane
mukosa meningkat (5) Terapeutik :
 Membrane mukosa membaik
(5)  Atur waktu pemantauan sesuai
 Turgor kulit membaik (5) dengan kondisi klien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
4. Implementasi

Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam menetapkan

tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara mandiri atau kerjasama

dengan tim kesehatan lainnya (Hidayat, 2004).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan tujuan.

Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai maka tugas perawat selanjutnya adalah

melakukan pengkajian kembali (Hidayat, 2004).

Anda mungkin juga menyukai