S
POST NATAL CARE DENGAN KASUS POST SECTIO CAESARIA
INTRA UTERI FETAL DEATH
DI RUANG NIFAS RSUD KOTA MATARAM
TANGGAL 27 – 29 APRIL 2020
OLEH:
RISA ERDIAN
I. KONSEP MEDIS
A. Konsep Teori Sectio Caesaria
1. Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesarea ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006).
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).
2. Etiologi
a. Riwayat SC
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk
melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan
perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungknan
mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya.
Wanita yang mengalami ruptur uteri berisiko mengalami kekambuhan,
sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam
tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin.
b. Indikasi Ibu:
1) Panggul sempit 4) Plassenta praevia
2) Tumor jalan lahir yang 5) DisproporsI janin panggul
menimbulkan obstruksi 6) Rupture uteri membakat
3) Stenosis serviks uteri atau 7) Partus tak maju
vagina 8) Incordinate uterine action
c. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak:
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat Janin
3) Kontra Indikasi (relative)
a) Infeksi intrauterine
b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi
d) Kelainan kongenital berat
5. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan klien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
8. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan awal
1) Letakan klien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4) Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
b. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
c. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
d. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
e. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
f. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria: ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral: tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi: penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
g. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
h. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
i. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri. (Manuaba, 1999)
j. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
1) Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi
berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
2) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
3) Klien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
4) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
5) Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi.
6) Perhatikan jenis anastesi yang diberikan:
a) Anastesi umum: mempunyai pengaruh pada pusat pernafasan janin
b) Anastesi Spiral: baik buat janin tapi tekanan darah klien dapat menurun
c) Anastesi local: cara yang paling aman tidak mempengaruhi janin dan
klien
9. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
2. Etiologi
Menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu :
a. 50 % kematian janin bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
b. Kondisi medis ibu (hipertensi, pre-eklamsi, diabetes mellitus) berhubungan
dengan peningkatan insidensi kematian janin. Deteksi dini dan tata laksana
yang yang sesuai akan mengurangai risiko IUFD.
c. Komplikasi plasenta (plasenta previa, abruption plasenta) dapat menyebabkan
kematian janin. Peristiwa yang tidak diinginkan akibat tali pusat sulit
diramalkan, tetapi sebagian besar sering ditemukan pada kehamilan kembar
monokorionik/monoamniotik sebelum usia gestasi 32 minggu.
d. Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus kematian
janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom, khususnya dalam kasus
ditemukannya abnormalitas struktural janin. Keberhasilan analisis sitogenetik
menurun pada saat periode laten meningkat. Kadang-kadang, amniosentesis
dilakukan untuk mengambil amniosit hidup untuk keperluan analisis sitogenet
e. Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin menuju
ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi pada semua
kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1 mL). Pada kondisi
yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat masif. Uji Kleuhauer-
Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan estimasi volume darah janin
dalam sirkulasi ibu.
f. Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan klinis
yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1) kehilangan kehamilan
trimester kedua dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan, peristiwa
tromboembolik vena yang tidak dapat dijelaskan.
g. Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya jelas
terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology terhadap janin,
plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu
Menurut Mochtar (2004), lebih dari 50% kasus, etiologi kematian janin dalam
kandungan tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti.
Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan,
antara lain.
a. Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.
b. Preeklampsi dan eklampsia
c. Penyakit-penyakit kelainan darah.
d. Penyakit infeksi dan penyakit menular
e. Penyakit saluran kencing
f. Penyakit endokrin: diabetes mellitus
g. Malnutrisi
3. Predisposisi
Menurut Winkjosastro (2009), Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin
tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau
kelainan patologik plasenta.
a. Factor maternal antara lain adalah post term(>42 minggu), diabetes mellitus
tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi hipertensi, pre-eklamsia,
eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, rupture uteri,
antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu
b. Factor fetal antara lain: hamil kembar, hamil tumbuh terlambat, kelainan
congenital, kelainan genetic, infeksi.
c. Factor plasenta antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, KPD, vasa
previa.
d. Sedangkan factor resiko terjadinya kematian janin intra uterine meningkat
pada usia >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urelitikum),
kegemukan, ayah berusia lanjut.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Achadiat (2004), criteria diagnostic kematian janin dalam rahim
meliputi :
a. Rahim yang hamil tersebut tidak bertambah besar lagi, bahkan semakin
mengecil.
b. Tidak lagi dirasakan gerakan janin.
c. Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.
d. Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan normal.
e. Bila kematian itu telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi, yakni
akibat penimbunan gas dalam tubuh.
5. Menetapkan Kematian Janin dalam Rahim
Menurut Nugroho (2012), menetapkan janin dalam rahim meliputi :
a. Pemeriksaan terhadap detak jantung (dengan menggunakan stetoskop laeneck,
alat dopler )
b. Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin
berhimpit, tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan USG).
c. Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang melengkung,
dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan foto rontgen).
6. Diagnosis IUFD
Menurut Norwitz (2008), diagnosis kematian janin dalam rahim meliputi :
a. Gejala jika kematian janin terjadi terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak
akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang biasa
dialami (mual, sering berkemih, kepekaan pada payudara). Di usia kehamilan
selanjutnya, kematian janin harus dicurigai jika janin tidak bergerak dalam
jangka waktu yang cukup lama.
b. Tanda-tanda ketidakmampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada
kunjungan ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu atau tidak
adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis.
c. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan kadar gonadotropin korionik
manusia (Human Chorionic Gonadotropin atau HCH) mungkin dapat
membantu diagnosis dini selama kehamilan.
d. Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen abdominal
digunakan untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat
menunjukkan adanya kematian janin meliputi penumpukan tulang tengkorak
janin (tanda spalding), tulang punggung janin melengkung secara berlebihan
dan adanya gas didalam janin. Meskipun demikian, foto rontgen sudah tidak
digunakan lagi. USG saat ini merupakan baku emas untuk mengkonfirmasi
IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya aktifitas jantung janin setelah
usia gestasi 6 minggu. Temuan sonografi lain mencakup edema kulit kepala
dan maserasi janin
7. Patofisiologi
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada kehamilan yang telah
lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :
a. Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian lemas
kembali.
b. Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula
terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
c. Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban
menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
d. Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan
janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema di
bawah kulit
8. Pathway
9. Komplikasi
Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang mempertahankan janin
yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka akan mengalami koagulopati
intravaskuler diseminata (Disseminated Intravascular Coagulopathy atau DIC)
akibat adanya konsumsi faktor-faktor pembekuan darah secara berlebihan
10. Pengelolaan IUFD
Menurut Nugroho (2012), Janin yang mati dalam rahim sebaiknya segera
dikeluarkan secara:
a. Lahir spontan: 75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.
b. Persalinan anjuran :
1) Dilatasi serviks dengan batang laminaria
Setelah dipasang 12-24 jam kemudian dilepas dan dilanjutkan dengan
infus oksitosin sampai terjadi pengeluaran janin dan plasenta.
2) Dilatasi serviks dengan kateter folley.
a) Untuk umur kehamilan > 24 minggu.
b) Kateter folley no 18, dimasukan dalam kanalis sevikalis diluar
kantong amnion.
c) Diisi 50 ml aquades steril.
d) Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol, ujung tali
diberi beban sebesar 500 gram.
e) Dilanjutkan infus oksitosin 10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml, mulai
8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat.
c. Infus oksitosin
1) Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks, dinilai
dengan Bishop Score, bila nilai = 5 akan lebih berhasil.
2) Dipakai oksitosin 5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8 tetes /
menit dinaikan 4 tetes tiap 15 sampaihis adekuat.
d. Induksi prostaglandin
1) Dosis :
Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suppositoria 20 mg, diulang 4-5 jam.
Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suntikan im 400 mg.
Pg-E 2,5 mg/ml dalam larutan NaCL 0.9 %, dimulai 0,625 mg/ml
dalam infus.
2) Kontra Indikasi: asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler
11. Pencegahan
Menurut Winkjosastro (2009), Upaya mencegah kematian janin, khususnya
yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun,
tidak bergerak atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemeli dengan TT (twin
to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh
anastomosis
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan
klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana
pemecahannya dalam batas wewenang perawat.
a. Nyeri Akut berhubungan dengan uterus berkontraksi arena hasil konsepsi dan
uterus
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah dan depresi gastrointestinal
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pusing dan depresi SSP
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pemenuhan ADL
karena kelemahan.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan perlukaan endometrium
menyebabkan perdarahan
f. Resiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
3. Intervensi
· Nyeri Akut NOC : · NIC :
Batasan karakteristik : paint level Pain Management
Perubahan selera makan pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
Perubahan tekanan darah comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Perubahan frekuensi jantung kriteria hasil : - Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
Perubahan frekuensi pernafasan Mampu mengontrol - Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Diaforesis nyeri (tahu penyebab pengalaman nyeri pasien
nyeri, mampu - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Perilaku distraksi
menggunakan tehnik - Evalusi pengalaman nyeri
Mengekspresikan perilaku (mis. Gelisah)
nonfarmakologi untuk - Evaluasi bersama nyari dan tim kesehatan lain tentang
Melaporkan nyeri secara verbal
mengurangi nyeri, ketidakefektifan control nyeri masa lampau
mencari bantuan) - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
Melaporkan bahwa dukungan
nyeri berkurang - Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyaeri seperti
dengan menggunakan suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
manajemen nyeri - Kurangi faktor presipitasi nyeri
Mampu mengenali - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
nyeri farmakologi dan interpersonal)
Menyatakan rasa - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
nyaman setelah nyeri - Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
berkurang - Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan control nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
- Pilih rute pemberian obat secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic
pertama kali
- Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC NIC
kebutuhan tubuh Nutritional Status : Nutrition management
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk Nutritional Status: - Kaji adanya alergi makanan
memenuhi kebutuhan metabolic. food and - Kolaborasi ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Batasan karateristik : Fluid Intake dibuthkan pasien
Kram abdomen Nutritional Status : - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Nyeri abdomen nutrient - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Menghindari makanan Intake - Berikan substansi gula
Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan Weight control - Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serta untuk
ideal Kriteria Hasil mencegah konstipasi
Kerapuhan kapiler Adanya peningkatan - Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
berat badan sesuai gizi)
Diare
dengan tujuan - Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
Kehilangan rambut berlebih
Berat badan ideal - Monitor jumlah nutrisis dan kandungan kalori
Bising usus hiperaktf
sesuai dengan tinggi - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kurang makanan
badan - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Kurang informasi Mampu Nutrition monitoring
Kurang minta pada makanan mengidenitifikasi - BB pasien dalam batas normal
Penurunan berat badan dengan asupan makanan kebutuhan nutrisi - Monitor adanya penurunan berat badan
adekuat Tidak ada tanda-tabda - Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Kesalahan konsepesi malnutrisi - Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Kesalahan informasi Menunjukkan - Monitor lingkungan selama makan
Membrane mukosa pucat peningkatan fungsi - Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Ketidakmampuan memakan makanan pengecapan dari - Monitor kulit kering dan perubahan pigemntasi
Tonus otot menurun menelan - Monitor turgor kulit
Tidak terjadi peurunan - Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah
Mengeluh gangguan sensasi rasa
berat badan yang - Monitor mula dan muntah
Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA
berarti - Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht
(recommended daily allowance)
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Cepat kenyang setelah makan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjugtiva
Sariawan rongga mulut
- Monitor kalori dan intake nutrien
Steatorea
Kelemahan otot pengunyah
Kelemahan otot untuk menelan
Factor-faktor yang berhubungan :
Factor biologis
Factor ekonomi
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Ketidakmampuan menelan makanan
Factor psikologis
Gangguan rasa nyaman NOC NIC
Definisi : Merasa kurang senang, lega, dan Ansiety Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, Fear level Gunakan pendekatan yang menenangkan
lingkungan, dan social. Sleep Deprivation Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Comfort, Readines for Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Batasan Karakteristik : Enchanced Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
Ansietas Kriteria Hasil : Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Mampu mengontrol Dorong keluarga untuk menemani anak
Menangis kecemasan Lakukan back/neck rub
Ganguan pola tidur Status lingkungan yang Dengarkan dengan penuh perhatian
Takut nyaman Identifikasi tingkat kecemasan
Ketidakmampuan untuk rileks Mengontrol nyeri Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Iritabilitas Kualitas tidur dan istirahat Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Merintih adekuat Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Melaporkan merasa dingin Agresi pengendalian diri Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Melaporkan merasa panas Respon terhadap Environment Management Confort
Melaporkan perasaan tidak nyaman pengobatan Pain Management
Melaporkan gejala distress Control gejala
Melaporkan rasa lapar Status kenyamanan
Melaporkan rasa gatal meningkat
Dapat mengontrol
Melaporkan kurang puas dengan keadaan
ketakutan
Melaporkan kurang senang dengan situasi tersebut
Support social
Gelisah
Keinginan untuk
Berkeluh kesah
hidup
Faktor Yang Berhubungan :
Gejala terkait penyakit
Sumber yang tidak adekuat
Kurang pengendalian Iingkungan
Kurang privasi
Kurang kontrol situasional
Stimulasi lingkungan yang mengganggu
Efek samping terkait terapi (mis.medikasi, radiasi)
Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.YBPSP. Jakarta
Achadiat, C.M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Bobak. 2000. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC
Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21 Disorders of
Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, Jakarta : EGC
Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Mochtar, R. 2004. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi. Edisi III. Jakarta: EGC
Monintja, H.E. 2005. Penyakit-Penyakit Dalam Masa Neonatal, dalam Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal . Jakarta: YBP-SP
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan ketujuh. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat Cetakan Pertama. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Wiknjosastro. Hanifa. Prof. Dr. 1992. Ilmu Kebidanan, Edisi III..Jakarta :Yayasan Bina
Pustaka
A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 26 April 2020 Jam masuk : 08.15 WITA
Ruang / kelas : Nifas Kamar no. :-
Tgl. Pengkajian : 27 April 2020 Jam Pengkajian : 10.00 WITA
A. IDENTITAS
Nama pasien : Ny. S Nama suami : Tn. H
Umur : 23 Tahun Umur : 25 Tahun
Suku bangsa : Sasak / Indonesia Suku bangsa : Sasak / Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bertais Daye Alamat : Bertais Daye
Status kawin : Sudah Menikah Status kawin : Sudah menikah
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
Keluhan Utama (alasan masuk RS) :
Pasien mengatakan datang karena nyeri pada perut dan tidak ada pergerakan pada
bayinya sudah 1 minggu
Keluhan Saat dikaji :
Pasien mengatakan nyeri pada perut, susah bergerak dan mengatakan sangat
sedih dengan keadaan bayinya saat ini
1.RIWAYAT OBSTETRI
a. Riwayat Menstruasi
- Menarche,umur : 13 Tahun Siklus :Teratur ( V ) Tidak ( )
- Banyaknya : 3 x ganti dalam Lamanya : 8 – 9 hari
- HPHT sehari Keluhan : Nyeri saat pertama menstruasi
c. Genogram
c = Laki - Laki
= Permpuan
= Garis Perkawinan
= Garis Keturunan
= Pasien
= Tinggal Serumah
Lama Persalinan :
Kala I : 0 menit
Kala II : 15 menit
Kala III : 15 Menit
Kala IV : 2 Jam
2. Riwayat lingkungan
Kebersihan : Pasien mengatakan pasien selalu memberisihkan
rumahnya 2 kali sehari pagi dan sore hari
Bahaya : Pasien mengatakan tidak ada bahaya di sekitar
lingkungan pasien
Lainnya sebut :-
3. Aspek psikososial
a. Persepsi ibu setelah bersalin
Pasien mengatakan merasa sedih dengan apa yang terjadi pada janinnya
b. Apakah keadaan ini menimbulkan perubahan terhadap kehidupan sehari-
hari? Bila ya bagaimana
Ya, Karena pasien mengatakan bayi yang dinantikannya bersama suami
harus meninggal di dalam kandungannya dan membuat pasien berduka
cukup mendalam.
c. Ibu tinggal dengan siapa ?
Pasien mengatakan tinggal denga suami
d. Siapa orang yang terpenting bagi ibu ?
Pasien mengatakan bahwa orang yang terpenting adalah suami dan
keluarganya
e. Sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini ?
Pasien mengatan saat ini keluarganya sangat terpukul dengan keadaan
pasien saat ini dan akan selalu mendukung pasien dan akan memberikan
bantuan apabila dibutuhkan
f. Kesiapan mental menjadi ibu ?
Pasien mengatakan sangat siap menjadi ibu walaupun dengan pengalaman
yang sedikit namun pasien tetap akan berusaha menjadi ibu yang terbaik
untuk anaknya.
2. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit Saat Sakit
BAK : BAK :
Frekwensi : 3 – 4 kali sehari Frekwensi : Pasien
Warna : Kuning Jernih menggunakan katetr dengan volume
Keluhan :- 200 cc
BAB Warna : Kuning Jernih
Frekwensi: 1 – 2 kali sehari Keluhan :-
Warna : Kuning Kecoklatan BAB
Konsistensi : Lembek Frekwensi: Pasien mengatakan belum
Bau : Bau khas feses BAB
Keluhan :- Warna :-
Konsistensi :-
Bau :-
Keluhan :-
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg Nadi : 88 x / menit
Respirasi : 24 x / menit Suhu : 36,5 oC
Berat badan : 55 kg Tinggi badan : 155 cm
Mata
Kelopak mata : Normal
Gerakan mata : Normal
Konjungtiva : Tidak Anemis
Sclera : Tidak Ikterik
Akomodasi : Normal
Lainnya sebut :-
Pernafasan
Jalan Nafas : Paten
Suara Nafas: Normal
Mengguanakan Otot Bantu Nafas : Tidak
Lainnya Sebut : Terpasang O2 Nasal Kanul 3 lpm
Sirkulasi Jantung
Kecepatan Denyut Apical : Normal
Irama : Normal
Kelainan Bunyi Jantung : Tidak ada
Sakit Dada : Tidak ada
Lainnya Sebut :-
Abdomen
Bentuk Abdomen : Normal
Mengecil : Ya
Linea & Striae : Linea Alba Dan Striae Livida
Luka Bekas Operasi : Terdapat Luka Bekas Operasi di Simfisi pubis
dengan panjang 12 cm horizontal
TFU : 2 jari di bawah pusat
Genitourinary
Perineum : Normal
Episiotomy : Tidak Ada
Edema : Tidak Ada
Lochea : Terdapat Lochea Rubra
Vesica urinaria : Terpasang kateter dengan volume 200 cc
Perdarahan : Terpasag pembalut dengan perdarahan normal
Kebersihan : Bersih
Lain sebutkan : Tidak ada
Data Penunjang
1. Laboratorium :
Data Tambahan
Tidak ada data tambahan
Pemeriksa
(Risa Erdian)
untuk menggunakan dalam dapat
teknik relaksasi dan mengurangi
nafas dalam serta ketegangan otot
teknik distraksi dan menghambat
(untuk nyeri ringan rangsang nyeri
dan sedang). serta menambah
pemasukan
oksigen. Distraksi
mengganggu
stimulus nyeri
tetapi tidak
mengubah
intensitas nyeri,
paling baik untuk
periode pendek.
miring pengeluaran gas
yang nyaman mempengaruhi
Nyeri
menurunkan dan
mengalih perhatian
09.10
Mendorong pasien untuk
RISA ERDIAN
mengekspresikan rasa marah. Jangan
defensif jika permulaan ekspresi
kemarahan dipindahkan kepada perawat.
Bantu pasien mengeksplorasi perasaan
O:
Pasien tampak meringisnya berkurang
pasien tampak mampu mengontorl nyei
dengan tekik nafas dalam
pasien tampak mampu miring kanan mirirng
kiri
pasien mampu berjalan dan kekamar mandi
Skala nyeri : P : bekas operasi Q : Seperto
ditusuk – tusuk R : di bagian bawah abdomen
S : 3 T : setiap bergerak
HR : 70 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 36, 5 oC
P : Intervensi dilanjutkan
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi dan nafas dalam serta teknik
distraksi (untuk nyeri ringan dan sedang
Anjurkan posisi tidur miring
Ciptakan lingkungan yang nyaman
Tingkatkan istirahat
O:
Pasien masih tampak sedih
Pasien tampak selalu menyalahkan dirinya
Pasien tampak sering melamun
P : Intervensi dilanjutkan
Kembangkan hubungan saling percaya
dengan pasien. Perlihatkan empati dan
perhatian. Jujur dan tepati semua janji
Perlihatkan sikap menerima dan
membolehkan pasien untuk
mengekspresikan perasaannya secara
terbuka.
Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa
marah. Jangan defensif jika permulaan
ekspresi kemarahan dipindahkan kepada
perawat. Bantu pasien mengeksplorasi
perasaan marahnya.