Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. R DENGAN POST SECTIO CAESAREA


DI RUANG ANISSA RS GRAHA MEDIKA

DISUSUN OLEH:
SAFIRA ADININGSIH
NIM: 202104201

PRODI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA


DI RUANG ANNISA RS GRAHA MEDIKA BANYUWANGI

Disusun Oleh :
Nama : Safira Adiningsih
NIM : 202104201
Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Keperawatan Ners
Departemen Keperawatan Maternitas, yang dilaksanakan pada tanggal 18 April 2022 – 23
April 2022.
Telah Mendapatkan Persetujuan Oleh Pembimbing Klinik, Pembimbing Institusi dan
Kepala Ruang Annisa Pada :
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Klinik, Pembimbing Institusi,

Ida Agustina, AMd. Keb Ns. Nur Hidayatin, S.Kep

Kepala Ruang Alnnisa,

Ida Agustina, AMd. Keb


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA


DI RUANG ANNISA RS GRAHA MEDIKA BANYUWANGI

Disusun Oleh :
Nama : Safira Adiningsih
NIM : 202104201
Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Keperawatan Ners
Departemen Keperawatan Maternitas, yang dilaksanakan pada tanggal 18 April 2022 – 23
April 2022.
Telah Mendapatkan Persetujuan Oleh Pembimbing Klinik, Pembimbing Institusi dan
Kepala Ruang Annisa Pada :
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Klinik, Pembimbing Institusi,

Ida Agustina, AMd. Keb Ns. Nur Hidayatin, S.Kep

Kepala Ruang Alnnisa,

Ida Agustina, AMd. Keb


A. Konsep Dasar
1. Definisi
Persalinan sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
dengan dilakukan insisi pada dinding perut dan rahim, dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo, 2010).
Sectio caesarea merupakan suatu tindakan pengeluaran janin dan plasenta melalui
tindakan insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh (Ratnawati,
2016).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding perut (Hartanti, 2014). Sectio caesarea adalah suatu
pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada pada dinding abdomen dan
uterus (Hartanti, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea
merupakan salah satu cara persalinan, yang mana janin dikeluarkan dengan dilakukan
insisi pada dinding abdomen dan dinding uterus, dengan syarat berat janin diatas 500
gram dan rahim utuh.

2. Tipe-Tipe Sectio Caesarea


Tipe-Tipe sectio caesarea menurut (Prawirohardjo 2010), antara lain:
a. Sectio caesarea klasik, yaitu pembedahan secara sanger
b. Sectio caesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen
caesarean section)
c. Sectio caesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio
histerektomi)
d. Sectio caesarea ekstraperitoneal
e. Sectio caesarea vaginal

Tipe-tipe sectio caesarea menurut Hartanti (2014), yaitu diantaranya:


a. Segmen bawah: insisi melintang
Sectio caesarea tipe ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus
disingkapkan. Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang terletak dengan
sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang,
lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih
didorong kebawah serta ditarik agar tidak menutupi lapang pandang.
Keuntungan:
1) Insisinya ada pada segmen bawah uterus.
2) Otot tidak dipotong tetapi dipisah kesamping, cara ini mengurangi perdarahan.
3) Insisi jarang terjadi sampai plasenta.
4) Kepala janin biasanya dibawah insisi dan mudah diekstraksi .
5) Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah dirapatkan
kembali dibanding segmen atas yang tebal.
Kerugian:
1) Jika insisi terlampau jauh ke lateral, seperti pada kasus bayi besar.
2) Prosedur ini tidak dianjurkan jika terdapat abnormalitas pada segmen bawah.
3) Apabila segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan melintang
sukar dilakukan.
4) Terkadang vesika urinaria melekat pada jaringan cicatrix yang terjadi
sebelumnya sehingga vesika urinaria dapat terluka.
b. Segmen bawah: insisi membujur
Insisi membujur dibuat dengan skalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul
untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu dapat
memperlebar insisi keatas apabila bayi besar, pembentukan segmen bawah tidak
baik, terdapat malposisi janin seperti letak lintang atau adanya anomali janin
seperti kehamilan kembar yang menyatu. Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi
sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot.
c. Sectio Caesarea Klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel kedalam dinding
anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting berujung
tumpul.
Indikasi:
1) Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah yaitu adanya pembuluh-
pembuluh darah besar pada dinding anterior, vesika urinaria yang letaknya
tinggi dan melekat, serta mioma segmen bawah.
2) Bayi yang tercekam pada letak lintang.
3) Beberapa kasus plasenta previa anterior.
4) Malformasi uterus tertentu.
Kerugian:
1) Miometrium harus dipotong, sinus-sinus yang lebar dibuka, dan
perdarahannya banyak.
2) Bayi sering diekstraksi dari bokong terlebih dahulu, sehingga kemungkinan
aspirasi cairan ketuban lebih besar.
3) Apabila plasenta melekat pada dinding depan uterus, insisi akan memotongnya
dan akan kehilangan darah dari sirkulasi janin yang berbahaya
4) Insidensi pelekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih tinggi
5) Insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi
d. Sectio Caesarea Ekstraperitonial
Pembedahan ini dilakukan guna untuk menghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis
generalisata yang sering berakibat fatal. Teknik pada prosedur ini relatif sulit,
sering tanpa sengaja masuk kedalam kavum peritonei dan insidensi cedera vesika
urinaria meningkat.
e. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus.
Indikasi:
1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal.
2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus plasenta previa
dan abruptioplasenta tertentu.
3) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium.
4) Ruptur uteri yang tidak dapat diperbaiki.
5) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus.
Komplikasi:
1) Angka morbiditas sebesar 20%.
2) Lebih banyak kehilangan darah.
3) Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk pembentukan fistula.
4) Trauma psikologis akibat hilangnya uterus.

3. Indikasi
Indikasi dilakukannya sectio caesarea menurut Prawirohardjo (2010), yaitu
sebagai berikut:
a. Indikasi Ibu
1. Panggul sempit absolut
2. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Stenosis serviks/vagina
4. Plasenta previa
5. Disproporsi sefalopelvik
6. Ruptura uteri membakar
b. Indikasi Janin
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada:
a. Janin mati
b. Syok, anemia berat, sebelum diatasi
c. Kelainan kongenital berat (monster)

4. Patofisiologi Sectio Caesarea


Kelainan/hambatan pada proses persalinan yang dapat menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi sefalopelvik, ruptur uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamasi, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(Prawirohardjo, 2010).
Proses operasi sebelumnya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah hambatan
mobilitas fisik. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri (Prawirohardjo, 2010).
Proses pembedahan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan masalah nyeri dan terdapat luka post operasi, yang mana bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi (Prawirohardjo, 2010).
5. Pathways Sectio Caesarea
Indikasi Ibu: (1) Panggul sempit Indikasi Janin: (1) Kelainan
absolut; (2) Tumor jalan lahir; letak; (2) gawat janin.
(3) Stenosis serviks/vagina; (4)
Plasenra previa; (5) Disproporsi
sefalopelvik; (6) Ruptura uteri.

Sectio caesarea

Dilakukan anestesi Dilakukan insisi

Terjadi immobilasi Defisit Terputusnya jaringan,


Perawatan
pembuluh darah, dan
Diri
Hambatan syaraf
Mobilitas Fisik
Terdapat luka post operasi Keluarnya histamin
Post dee entry dan prostaglandin

Resiko Nyeri Akut


Infeksi

Gambar 2.1: Pathways Sectio Caesarea (Prawirohardjo, 2010)

6. Komplikasi Sectio Caesarea


Komplikasi yang timbul akibat dilakukannya tindakan sectio caesarea menurut
(Khasanah, 2014) antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Infeksi luka insisi
2) Perdarahan
3) Luka kandung kemih
b. Komplikasi pada Janin
1) Kematian perinatal
2) Hipoksia janin
7. Perawatan Post Sectio Caesarea
Pasien pasca operasi perlu mendapatkan perawatan sebagai berikut menurut
Hartanti (2014):
a. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat di ruang pemulihan, meliputi jumlah
perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk memastikan
bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan intravena
juga dibutuhkan. Kebutuhan akan cairan intravena termasuk darah sangat
bervariasi. Wanita dengan berat badan rata-rata dengan hematokrit kurang dari
atau sama dengan 30 dan volume darah serta cairan ekstraseluler yang normal
umumnya dapat mentoleransi kehilangan darah sampai 2000ml.
b. Ruang Perawatan
Beberapa prosedur yang dilakukan di ruang perawatan adalah:
1) Monitor tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi, jumlah
urin, jumlah perdarahan, status fundus uteri, dan suhu tubuh.
2) Analgesik
Pasien dengan berat badan rata-rata, dapat diberikan paling banyak setiap 3
jam untuk menghilangkan nyeri, sedangkan pasien yang menggunakan opioid,
harus diberikan pemeriksaan rutin tiap jam untuk memantau respirasi, sedasi,
dan skor nyeri selama pemberian dan sekurangnya 2 jam setelah penghentian
pengobatan.
3) Terapi cairan dan makanan
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter cairan
memadai untuk 24 jam pertama setelah tindakan, namun apabila pengeluaran
urin turun, dibawah 30ml/jam, wanita tersebut harus segera dinilai kembali.
4) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah
operasi atau keesokan pagi setelah pembedahan dan pemberian makanan
padat bisa diberikan setelah 8 jam, bila tidak ada komplikasi.
5) Ambulasi
Mobilisasi pada klien post operasi menurut (Manuaba et al. 2009)
dilakukan secara bertahap meliputi :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar.
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler).
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
6) Perawatan luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit (atau klip) pada hari
keempat setelah pembedahan. Pada hari ketiga pasca persalinan, mandi
dengan pancuran tidak membahayakan luka insisi.
Fase – fase penyembuhan luka post operasi menurut (Kozier et al. 2010)
ada 3 (tiga) tahap, diantaranya:

a) Fase I (Fase Peradangan)


Fase peradangan berlangsung selama 3 sampai 4 hari, setelah
pembedahan. Pada fase ini terjadi penumpukan, benang – benang fibrin
dan membentuk gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah yang
terputus. Leukosit mulai mencerna bakteri dan jaringan yang rusak.
b) Fase II (Fase Proliferasi)
Fase Proliferasi (tahapan pertumbuhan sel dengan cepat) berlangsung
3-21 hari setelah pembedahan. Leukosit mulai berkurang dan luka berisi
kolagen. Kolagen terus menumpuk dan menekan pembuluh darah,
sehingga suplai darah ke daerah luka mulai berkurang. Luka akan tertutup
dengan dibantu pembentukan jaringan – jaringan fibrinous.
c) Fase III (Fase Maturasi)
Biasanya dimulai pada hari ke – 21 dan mucul setengah tahun setelah
perlukaan. Kolagen ditimbun dan luka semakin kecil atau mengecil,
tegang, jaringan elastis berkurang, timbul garis putih.
7) Pemeriksaan laboratorium
Hematokrit diukur setiap pagi hari setelah pembedahan. Pemeriksaan ini
dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama
operasi atau terjadi oliguria atau tanda-tanda lain yang mengisyaratkan
hipovolemia.
8) Menyusui
Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi sectio caesarea.
9) Pencegahan infeksi pasca operasi
Morbiditas demam cukup sering dijumpai setelah sectio caesarea. Infeksi
panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam dan tetap
terjadi pada sekitar 20% wanita walaupun telah diberi antibiotik profilaksis.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan merupakan serangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada pasien/klien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan
asuhan keperawatan pada individu, kelompok, dan masyarakat yang berfokus pada
identifikasi dan pemecahan masalah dari respons pasien terhadap penyakitnya (Tarwoto
& Wartonah, 2010).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dinamis yang terorganisasi yang meliputi tiga aktvitas
dasar, yaitu mengumpulkan data secara sistematis, memilah dan mengatur data yang
dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali
(Tarwoto & Wartonah, 2010)
Pengkajian pada klien post operasi sectio caesarea menurut Chairani (2017) yaitu
sebagai berikut:
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama: nyeri pada area post operasi
c. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (plasenta
previa)
e. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
f. Keadaan klien meliputi:
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3) Makanan dan cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet
ditentukan)
4) Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi
spinal epidural.
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
6) Pernapasan: bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan: balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh.
8) Seksualitas: fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan
atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasikan menentukan
intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah
kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto & Wartonah, 2010)
Masalah-masalah atau diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
post operasi sectio caesarea menurut NANDA (2015), diantaranya sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur bedah) (00132)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (00085)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (00004)
d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi berhubungan
dengan kelemahan (00108)

3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan
dari pasien dan atau tindakan mandiri yaitu yang harus dilakukan oleh perawat dan
tindakan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya. Intervensi
dilakukan untuk membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan (Mayasari, 2012).
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (d.0054)

TGL NO TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI TT


06/04/20 1 Setelah pemberian Mobilitas Fisik (D.0054) Dukungan Mobilisasi
22 Tindakan keperawatan kriteria hasil : Observasi
selama 2x24 jam, maka a. Pergerakan ekstremitas cukup 1.1 Mengidentifikasi jika timbul nyeri atau keluhan fisik
diharapkan klien meningkat lainnya
menunjukkan b. Kekuatan otot cukup meningkat 1.2 Memantau tekanan darah dan frekuensi jantung ibu
peningkatan mobilitas c. Nyeri sedang hamil sebelum melakukan mobilisasi
fisik d. Gerakan terbatas cukup menurun 1.3 Memonitor kondisi umum selama melakukan
e. Kelemahan fisik cukup menurun mobilisasi
Terapeutik
2.4 Keluarga dilibatkan dalam menolong ibu hamil
meningkatkan pergerakan
Edukasi
2.5 Jelaskan tujuan mobilisasi serta prosedurnya
2.6 Anjurkan untuk tetap lakukan mobilisasi dini
2.7 Ajarkan mobilisasi yang sederhana dilakukan
(mis.duduk di tempat tidur dan berpindah dari rempat
tidur ke kursi) (SIKI, 2018)

Anda mungkin juga menyukai