A
DENGAN SECTIO CAESAREA EX CHEPALO PELVIK DISPROPORTION
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat,
taufiq serta hidayahNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus kelompok
Keperawatan Medikal Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan Sectio
kasus ini dibuat sebagai tugas kelompok dan syarat untuk memenuhi nilai dari praktek
lapangan KMB II yang dilaksanakan sejak tanggal 9 januari 2012 sampai 18 februari 2012,
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu baik secara material maupun moril, selama penulis melaksanakan
1.2.Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sectio
caesarea (Pre, Intra dan Post Operatif) di kamar bedah.
2. Tujuan khusus
a) Memahami definisi Sectio Caesarea.
b) Mengetahui Etiologi, Patofisiologi Sectio Caesarea.
c).Mengetahui Manifestasi klinik Sectio Caesarea.
d).Mengetahui penatalaksanaan dalam Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sectio
Caesarea.
BAB II
KONSEP DASAR
2.1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin
dari dalam rahim. Dalam operasi caesar ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu
lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim,
dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu-persatu, sehingga
jahitannya berlapis-lapis.
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi
melalui abdomen dan uterus (Liu, 2007, hal. 227)
Jenis-jenis operasi sectio caesarea :
1. Abdomen (Sectio caesar abdominalis)
a. Sectio caesarea Transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) dilakukan dengan
membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan
bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal, karena tidak ada reperitonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
SC Ismika atau profundal (Low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical
transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum
- Pendarahan tidak begitu banyak
- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kekanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan uteri pecah dan
mengakibatkan banyak pendarahan
- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. Sectio Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritonium parietalis dengan demikian tidak
membuka cavum abdominal.
2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukam sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (Longitudinal)
b. Sayatan Melintang (Transversal)
c. Sayatan huru T (T insicion)
Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :
a. Sayatan Melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan melintang dimulai dari ujung atau
pinggir selangkangan (shymphisisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm.
Keuntungannya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri
(robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak
mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna (Kasdu, 2003, hal. 45)
b. Sayatan Memanjang (SC klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang yang lebih
besar untuk mengeluarkan bayi, namun jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan
terhadap komplikasi (Dewi Y. 2007. Hal 4)
2.2. Etiologi
1. Indikasi section caesarea
Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005: 595)
a. Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan karena
dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi
sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah ,
kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita
yang mengalami ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan , sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan
akibat buruk bagi ibu dan janin, american collage of obstetrician and ginecologistc (1999)
b. Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara bagian presentasi
janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari :
1) Ekspulsi (kelainan gaya dorong)
Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan kurangnya
upaya utot volunter selama persalinan kala dua.
2) Panggul sempit
3) Kelainan presentasi, posisi janin
4) Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin
c. Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin, jika penentuan waktu sectio
caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu
yang tepat untuk sectio caesarea.
d. Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat dan
terperangkapnya kepala apabila dilahirka pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi
kepala.
2.3. Patofisiologi
Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari
kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi
pada janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh
bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada
25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena indikasi
ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini
akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh). Keadaan cerviks yang baik
pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi
gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat
dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah.
2.4. Pathways Keperawatan
2.6. Komplikasi
Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan
komplikasi setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea (Hecker, 2001 ;
341)
a. Perdarahan
Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat
insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan.
b. Sepsis sesudah pembedahan
Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama
persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam
diberikan untuk mengurangi sepsis.
c. Cedera pada sekeliling stuktur
Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh didalam
ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria yang singkat
dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor didaerah dinding kandung
kemih.
* Komplikasi Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak
tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut
statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian
perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 dan 7 %. (Sarwono, 1999).
b. Data Obyektif
Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas),
kemampuan berbahasa Inggris.
Tingkat interaksi dengan orang lain.
Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).
Tinggi dan berat badan.
Gejala vital.
Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan
diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah vaskuler
atau tubuh.
Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat duduk,
koordinasi waktu berjalan.
Pengkajian pra bedah di kamar bedah :
a. Pengkajian Psikososial
- Perasaan takut/cemas
- Keadaan emosional pasien
b. Pengkajian Fisik
- TTV
- Sistem integumentum : pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan
- Sistem kardiovaskuler
Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?
Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
Kebiasaan merokok, minum alcohol
Oedema
Irama dan frekuensi jantung.
Pucat
- Sistem pernafasan
Apakah pasien bernafas teratur ?
Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
- Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?
- Sistem reproduksi : Apakah pasien mengalami menstruasi?
- Sistem saraf : kesadaran
- Validasi persiapan fisik pasien
Apakah pasien puasa ?
Lavement ?
Kapter ?
Perhiasan ?
Make up ?
Scheren / cukur bulu pubis ?
Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
Pengkajian intra bedah di kamar bedah :
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total
adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah
dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat
menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar
pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
- Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
- Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga
dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
- Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan
juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
- Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas
500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus (Liu, 2007, hal. 227).
Pathway : Lampiran
3. Pengkajian
a. Status Fisiologis : Baik Tingkat Kesadaran : Composmentis
b. Status Psikososial :
Subyektif :
Pasien / keluarga sering bertanya tentang operasi (lamanya operasi, dokternya siapa)
Pasien mengatakan takut menghadapi operasi
Obyektif :
Pasien kelihatan tegang
Kulit teraba dingin
Tremor atau gemetar
TD : 123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36’ C
Data lain :
Hasil USG dan pelvimetri = CPD (pinggul sempit)
Hb : 15.5 g/dl
Gol darah : O
Gula darah sewaktu : 92
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia :32 thn
Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN
No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Takut, Cemas b/d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat - Untuk mengetahui
kurangnya tindakan keperawatan kecemasan Ps. tingkat kecemasan
pengetahuan, selama 1 x 10 menit (berat, sedang, dan tepat cara
ancaman kegagalan diharapkan takut,cemas ringan) memberikan asuhan
operasi ps. Berkurang atau keperawatan
DS : hilang dengan KH : 2. Kaji TTV - Untuk mengetahui
- Ps. Mengatakan - Ps. Terlihat rileks seberapa tingkat
takut menghadapi - Ps. Mengungkapkan kecemasan ps.
operasi cemas berkurang/hilang - membantu
- Ps/keluarga - TTV dalam batas 3. Beri dukungan
emosional mengurangi
sering bertanya normal kecemasan
tentang operasi TD : < 140/90 mmHg - Membantu
DO : N : 60-90 x/mnt 4. Ajarkan teknik mengurangi
- Ps. Kelihatan S : 36’-37’ C relaksasi (tarik nafas kecemasan
tegang RR : 16-24 x/mnt dalam, imajinasi dll) - Agar ps.
- Kulit teraba 5. Beri pengetahuan Mengetahui tentang
dingin tentang jalannya jalannya operasi dan
- Tremor atau operasi sectio kecemasan pasien
gemetar berkurang
- TD : 123/89
mmHg
- N : 92 x/mnt
- RR : 22 x/mnt
- S : 36’ C
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
Tanggal/ jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1 31 jan 2012 - Mengkaji tingkat kecemasan S : - ps. Mengatakan cemas
09.20 ps., Memberi ps. Dukungan menghadapi operasi berkurang
emosional, Mengajarkan ps. - Ps. Kooperatif
Teknik relaksasi (tarik nafas - Ps. Bertanya tentang lama nya
dalam), Memberi pengetahuan operasi, dokternya siapa
ke ps. Tentang jalannya operasi O : - Ps. Terlihat aktif bertanya
sectio - Ps. Terlihat melakukan teknik
relaksasi nfas dalam
- Ps. Tidak terlihat tremor
- Kulit masih teraba dingin
- TD : 123/89 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S : 36’ C
- RR : 22 x/mnt
EVALUASI
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No Tanggal/jam Evaluasi (SOAP) TT
1 31 jan 2012 S : - ps. Mengatakan cemas menghadapi operasi berkurang
09.30 - Ps. Kooperatif
- Ps. Bertanya tentang lama nya operasi, dokternya siapa
O : - Ps. Terlihat aktif bertanya
- Ps. Terlihat melakukan teknik relaksasi nfas dalam
- Ps. Tidak terlihat tremor
- Kulit masih teraba dingin
- TD : 123/89 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S : 36’ C
- RR : 22 x/mnt
A :Masalah cemas, takut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi Beri dukungan emosional, kaji TTV
A. Pengkajian
1. Subyektif : -
2. Obyektif
Pasien sadar dengan spinal anestesi :
Tidak ada batuk
Posisi pasien : supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
TD : 115/57 mmHg
RR : 24 x/menit
Nadi : 81 x/menit, S: 36’ C
Lebar luka : 15 cm, Horizontal
Lama Pembedahan : 15 menit
Jumlah pendarahan : 500 cc
Data lain : pasien terlihat menangis, gemetar, menggigit bibir.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN
No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Resiko gangguan Setelah dilakukan - Kaji pola nafas ps. - Untuk mengetahui
pola nafas tindakan keperawatan (dalam, dangkal) suplai oksigen sesuai
b/d posisi klien selama 1 x 15 menit kebutuhan
DS :- diharapkan resiko - Monitor TTV - Untuk mengetahui
DO : gangguan pola nafas adanya tanda-tanda
- Tidak ada dapat dihindari kegawatan
batuk dengan KH : - Agar obat anestesi
- posisi ps. - Pola nafas pasien - Beri ps. Posisi kaki
lebih rendah dari kepala tidak mengalir ke otak,
Supinasi, kaki normal (16-24 x/mnt) jantung, paru-paru
lebih rendah dari - TTV dalam batas - Memenuhi
kepala normal - Beri terapi O2 kebutuhan ps. akan O2
- TD :115/57 TD : < 140/90 mmHg
mmHg S : 36’ – 37,5’ C
- N : 81 x/mnt N : 60-90 x/mnt
- S : 36’ C RR : 16-24 x/mnt
- RR : 24 x/mnt
2. Resiko defisit Setelah dilakukan - Observasi pendarahan - Untuk mengetahui
volume cairan tindakan keperawatan banyak cairan yang
tubuh b/d selama 1 x 15 menit keluar dan memberi
Pendarahan diharapkan intake dan cairan masuk
DS :- output cairan sesuai/seimbang
DO : seimbang dengan dengan cairan yang
- Lebar luka 15 KH : keluar
cm, horizontal - Output (500cc) = - Agar tidak terjadi
- Jumlah darah : Intake > 500cc - Monitor intake dan defisit volume cairan
500 cc - TTV dalam batas Output - Untuk mengetahui
normal TD : 90-140 - Monitor TTV tanda kegawatan
mmHg, S : 36-37’ C - Menyeimbangkan
N : 60-90 x/mnt - Kolaborasi pemberian cairan/darah yang
RR : 16-24 x/mnt cairan elektrolit (RL, keluar dengan cairan
NaCl) infuse RL dan NaCl
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan - Kaji lebar luka, letak - Mengetahui
b/d pertahanan tindakan keperawatan luka besar/kecilnya resiko
primer tidak selama 1 x 15 menit infeksi
adekuat (kulit diharapkan resiko - Lakukan tindakan - Mencegah infeksi di
tak utuh, trauma infeksi dapat dicegah steril (desinfektan, daerah sekitar sayatan
jaringan, insisi dengan KH : memakai alat, baju
bedah) - Tidak ada tanda- steril)
DS : - tanda infeksi (rubor,
DO : terdapat dolor, colour, kalor,
luka bedah lebar fungiolesa)
15 cm,
horizontal
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1, 2, 31 jan 2012 - Mengkaji Pola nafas klien S:-
3 09.30 - Memberi posisi supinasi (kaki O : - TD :115/57 mmHg, RR :24
lebih rendah dari kepala) x/mnt, S : 36’ C, N ; 81 x/mnt
- Memberi obat anestesi (antara - ps. terlihat terbaring dengan posisi
09.32 lumbal 3 dan 4) supinasi, kaki lebih rendah dari
- Memasang manset tensimeter kepala
di ekstremitas atas (sinistra) - terpasang O2 dengan nassal kanul 3
- Memasang alat pemantau HR lt/mnt
09.34 dan saturasi O2 di ekstremitas - jumlah pendarahan ; 500cc
atas (dekstra) - terpasang infus NaCl 500cc
- Memasang nassal kanul O2 - terpasang inf. RL (guyur 200cc)
3lt/mnt - Oxytocin 1 A (drip)
- Dokter, perawat mencuci - Bledstop 1 A (Bolus)
tangan - Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4
- Dokter, perawat mengenakan cc (IV)
pakaian operasi steril - Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
- Melakukan desinfektan di - Tramadol 3 x 100 mg ( IV)
daerah abdomen (yang akan - Lebar luka 15 cm,horizontal
dioperasi dengan iodyne) (dijahit)
- Menyiram daerah desinfektan
09.36 (yang telah diberi iodyne )
dengan NaCl
- Memasang duk streril
(mengelilingi) abdomen yang
09.40 akan di sayat
- Menyayat abdomen sampai 7
lapisan (lebar luka 15 cm,
horizontal)
- Mengeluarkan bayi
- Mensuction darah yang
sebelumnya diguyur NaCl 500
cc
- Memberi cairan elektrolit
NaCl (guyur)
- Mengobservasi pendarahan
- Memantau TTV
- Memberi cairan elektrolit RL
(guyur 200cc) dan obat sesuai
kolaborasi :
*Oxytocin 1 A (drip)
*Bledstop 1 A(bolus)
*Efedrin 1 A (10 mg) +
Aquabides 4 cc (IV)
09.47 *Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
*Tramadol 3 x 100 mg (IV)
- penutupan luka dengan dijahit
- Menutup jahitan luka dengan
kassa steril sebelumnya diberi
iodyne
09.52
EVALUASI
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 67.23.07
No Dx Tanggal/jam EVALUASI (SOAP) TT
1. 31 jan 2012 S:-
09.55 O :- - TD :115/57 mmHg, RR :24 x/mnt, S : 36’ C, N ; 81
x/mnt
- ps. terlihat terbaring dengan posisi supinasi, kaki lebih
rendah dari kepala
- terpasang O2 dengan nassal kanul 2 lt/mnt
A : Masalah resiko gangguan pola nafas teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi Beri terapi O2, Monitor TTV, dan
posisi supinasi kaki lebih rendah dari kepala
2. 09.55 S:-
O : - jumlah pendarahan ; 500cc
- terpasang infus NaCl 500cc
- terpasang inf. RL (guyur 200cc)
- Oxytocin 1 A (drip)
- Bledstop 1 A (Bolus)
- Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4 cc (IV)
- Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
- Tramadol 3 x 100 mg ( IV)
A : Masalah resiko defisit volume cairan teratasi
P : Lanjutkan intervensi Monitor intake dan output, dan
kolaborasi pemberian cairan elektrolit
3. 09.55 S:-
O : - Lebar luka 15 cm, horizontal (dijahit)
A : Masalah resiko infeksi teratasi
P : Lanjutkan intervensi lakukan tindakan steril (desinfektan
dalam mengganti balut)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN
No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Resiko injury Setelah dilakukan - Anjurkan ps. untuk - Memperlancar
b/d efek anestesi, tindakan keperawatan menggerak-gerakkan peredaran darah,
immobilisasi, selama 1 x 10 menit ekstremitas bawah mempercepat
Kelemahan fisik diharapkan resiko mobilisasi
DS : - injury dapat dihindari - memasang - mencegah resiko
DO :- ps. dengan dengan KH : penghalang samping cidera (jatuh dari
posisi supinasi, - Fisik kembali normal bed bed)
kaki lebih - Ekstremitas bawah
rendah dari dapat mobilisasi
kepala kembali ( dengan score
- ps. terlihat < 2)
terbaring dengan
spinal anestesi
(ps. sadar,
ekstremitas
bawah tidak bisa
bergerak)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
No
Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1, 2 31 jan 2012 Di Recovery Room dilakukan S:
10.00 tindakan sebagai berikut : O : -- TD :121/68 mmHg,
- Memonitoring TTV RR :22 x/mnt, S : 36’ C, N ; 76
x/mnt
- Memasang nassal kanul O2 2 - ps. terlihat terbaring dengan
lt/mnt posisi supinasi, kaki lebih
- Memberi ps. posisi kaki lebih rendah dari kepala
rendah dari kepala (supinasi) - terpasang O2 dengan nassal
- Memasang pengaman samping kanul 2 lt/mnt
bed - terlihat ps. terbaring di bed
- Menganjurkan ps. untuk dengan penghalang di samping
mengangkat kaki/menekkukan kanan kiri
lutut - ps. terlihat mencoba
- Mengkaji gerakan ekstremitas mengangkat kaki, dan bisa
dengan Bromage Score mengangkat kaki setelah ± 3
menit menggerak-gerakan
ekstremitas bawah, namun
belum dapat menekkukan lutut
(score 1)
EVALUASI
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
No Dx Tanggal/jam EVALUASI (SOAP) TT
3. 10.10 S : Ps. kooperatif
O : ps. terlihat mencoba mengangkat kaki, dan bisa mengangkat
kaki setelah ± 3 menit menggerak-gerakan ekstremitas bawah,
namun belum dapat menekkukan lutut (score 1)
A : Masalah resiko injury teratasi (ps. dipindahkan ke ruangan)
P : Lanjutkan intervensi (operkan kepada perawat ruangan) :
untuk menggerak-gerakkan kaki, memasang penghalang bed
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan ini penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan
Keperawatan pada ny. A dengan sectio caesarea (pre,intra,post) ex CPD (Chepalo Pelvik
Disproportion/panggul sempit) di IBS RSUD Tugurejo Semarang.
Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan
pendekatan konsep dasar yang mendukung. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan
yang muncul pada asuhan keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola. Penulis
akan membahas tentang diagnosa yang muncul, yang tidak muncul, serta dukungan dan
hambatan dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada ny. A selama 35 menit.
a. Diagnosa yang muncul
1. Cemas b/d situasi, ancaman pada konsep diri, kurangnya pengetahuan
Kecemasan penulis ambil sebagai diagnosa pertama kali sebelum menjalani operasi karena tindakan
operasi dapat menaikkan tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan hormon pemicu stress
(Ibrahim, 2006). Perawatan pre operasi yang efektif dapat mengurangi resiko post operasi, salah
satu prioritasnya adalah mengurangi kecemasan pasien. Cemas merupakan reaksi normal pasien
terhadap ancaman pembedahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan tipe kepribadian sedangkan faktor eksternalnya antara lain
ancaman terhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri (Stuart and Sundeen, 1998).
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pre operasi didapatkan data subyektif yaitu pasien
sering bertanya tentang jalannnya operasi, dokter yang mengoperasi dan lamanya operasi. Dan data
obyektif yaitu pasien terlihat tremor atau bergetar, kulit teraba dingin, pasien terlihat tegang, TD :
123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36’ C.
Untuk mengatasi atau mengurangi tingkat kecemasan pasien maka dilakukan intervensi dan
implementasi yang tepat dan sesuai. Implementasi yang kami lakukan adalah mengkaji tingkat
kecemasan pasien, apakah sedang, berat, ringan, lalu kami memberi pasien dukungan emosional,
mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam dan memberi pengetahuan tentang jalannya
operasi.
Dengan implementasi tersebut kami mengevaluasi keadaan pasien dan didapat hasil masalah cemas
teratasi sebagian ditandai dengan pasien tidak lagi terlihat tremor, pasien melakukan teknik relaksasi
dengan tarik nafas dalam, pasien juga mengungkapkan cemas berkurang. Tetapi kami tetap
melanjutkan intervensi untuk tetap memberi dukungan emosional serta mengkaji tanda tanda vital
pasien.
2. Resiko gangguan pola nafas b/d posisi klien.
Kami mengambil dan menjadikan diagnosa ini sebagai diagnosa pertama pada intra operatif di
kamar bedah karena, menurut abraham maslow, kebutuhan dasar utama yang harus di penuhi
adalah pola pernafasan. Gangguan pola nafas adalah keadaan vital yang bila tidak segera di tangani
akan sangat beresiko besar bagi pasien.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pasien di dapatkan data obyektif sebagai berikut yaitu
diketahui bahwa dilakukan spinal anestesi pada pasien, dimana yang teranestesi adalah daerah
sekitar abdomen ke ekstremitas bawah. Posisi pasien disini sangat diperlukan sebab, bila posisi
pasien tidak dipertahankan yang terjadi adalah obat anestesi bisa naik ke atas daerah sekitar
jantung, paru-paru dan otak yang akan mengganggu pola nafas pasien. Bila pola nafas pasien
terganggu maka pasien tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup sesuai kebutuhan, dan saraf-
saraf juga tidak mendapat oksigen, keadaan seperti ini bisa menyebabkan kelumpuhan sistem saraf
atau stroke.
Untuk menangani resiko gangguan pola nafas maka implementasi yang kami lakukan adalah
mengkaji pola napas klien, memberi klien posisi yang lebih tinggi dari kaki, memonitor TTV, dan
memberi terapi oksigen.
Dengan implementasi tersebut, hasilnya dapat diketahui masalah berhubungan dengan resiko
gangguan pola nafas pasien teratasi namun tetap melanjutkan intervensi untuk beri terapi oksigen,
jaga posisi pasien (kaki lebih rendah dari kepala), monitor TTV.
3. Resiko defisit volume cairan b/d pendarahan
Resiko defisit volume cairan penulis angkat sebagai diagnosa prioritas kedua karena selama proses
pembedahan pasien banyak mengeluarkan darah, keadaan itu akan mempengaruhi keseimbangan
asam basa dalam tubuh (stewart). Cairan elektrolit di dalam tubuh berfungsi sebagai proses
metabolik dan mempercepat proses penyembuhan.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan selama intra operasi yaitu pendarahan pasien sebanyak 500
cc, maka perlu dikolaborasikan untuk pemberian cairan elektrolit tambahan melalui IV (intra vena)
seperti cairan NaCl 0,9%, dan Ringer Laktat (RL).
Untuk mengurangi resiko defisit volume cairan intervensi dan implementasi yang kami lakukan
antara lain memonitor jumlah pendarahan, memonitor TTV, mengkolaborasi cairan elektrolit seperti
infuse NaCl 0,9 % (500cc), infuse ringer laktat (guyur 200cc), oxytocin 1 A (drip), Bledstop 1 A (Bolus)
untuk mengatasi pendarahan selama kelahiran, Efedrin 1 A (10 mg) + aquabides 4 cc (IV) sebagai
bronkodilator, Ketorolac 3 x 30 mg (IV) sebagai anti inflamasi.
Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko defisit volume cairan
dapat teratasi, dan perlu adanya intervensi lanjut yaitu monitor jumlah pendarahan, monitor TTV.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (insisi bedah, kulit tak
utuh, trauma jaringan)
Dalam melakukan operasi, teknik steril sangat diperlukan untuk menghindari kemungkinan infeksi
pada pasien karena terdapat jaringan terbuka akibat insisi bedah.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain lebar luka 15 cm, horizontal.
Untuk mengurangi resiko infeksi yang mungkin terjadi maka kami melakukan implementasi antara
lain mengkaji luka apakah terdapat tanda-tanda infeksi, menggunakan larutan desinfektan sebelum
melakukan insisi, menutup luka dengan jahitan agar kuman patogen dan non patogen tidak masuk
selama jaringan kulit terbuka, dan menutup jahitan dengan balut (kassa steril) yang sebelumnya di
beri larutan desinfektan (iodyne)
Dengan implementasi yang kami lakukan dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko infeksi
teratasi, tetap lanjutkan intervensi melakukan teknik steril (memberi desinfektan saat ganti balut).
5. Resiko cidera b/d efek anestesi, immobilisasi, dan kelemahan fisik
Sikap perawat dalam mendukung safety patient sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan
pasien yang dirawat. Asuhan keperawatan ini bertujuan mencegah terjadinya kondisi memburuk dan
komplikasi melalui observasi.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain posisi pasien supinasi (kaki lebih
rendah dari kepala), pasien terlihat terbaring dengan spinal anestesi (pasien sadar, ekstremitas
bawah tidak bisa bergerak).
Untuk mengurangi resiko cidera pada pasien maka kami melakukan intervensi dan implementasi
antara lain memberi penghalang samping bed (kanan, kiri) pasien, menganjurkan pasien untuk
menggerak-gerakkan ekstremitas bawah.
Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko cidera teratasi pasien
dapat dipindah ke ruangan ditandai dengan pasien dapat mengangkat kaki tetapi belum dapat
menekkukan lutut dan dikaji dengan bromage score yaitu scorenya 1. Delegasikan keperawat
ruangan untuk tetap melanjutkan intervensi memberi penghalang bed samping.
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. A dengan
Sectio Caesarea ex Chepalo Pelvik Disproportion di Ruang IBS RSUD Tugurejo Semarang” dapat
disimpulkan bahwa diagnosa yang muncul adalah cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan, situasi dan kegagalan operasi, resiko gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi
pasien, resiko defisit cairan berhubungan dengan perdarahan, resiko infeksi berhubungan dengan
lebar luka pembedahan, resiko cidera berhubungan dengan tempat (bed), dan resiko injury
berhubungan dengan efek anestesi dan immobilisasi. Pada tahap ini penulis menarik kesimpulan :
Hal-hal yang harus diperhatikan perawat dalam penatalaksanaan pasien pre, intra, post operasi
yaitu :
- Sebelum operasi dilakukan perawat harus melakukan pengkajian pre operatif awal, rencanakan
metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, perawat sebisa mungkin melakukan
wawancara terhadap keluarga pasien dan pastikan kelengkapan pemeriksaan pre operatif dan
tentukan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai. Sebelum operasi kasus yang banyak terjadi
adalah pasien mengalami kecemasan untuk itu sebagai perawat harus bisa memberi dukungan
emosional kepada pasien, dan mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim-tim bedah.
- Saat pelaksanaan operasi perawat harus memperhatikan status emosional pasien dan
memenuhi kebutuhan pasien akan suplai oksigen, volume cairan tubuh, dan kemungkinan infeksi.
Perawat harus bisa bertindak cepat, tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Setelah dilakukan operasi, efek anestesi dapat mempengaruhi sistem pernafasan dan sistem
motorik pasien. Maka dari itu pemantauan secara terus menerus diperlukan guna mengurangi resiko
akan cidera yang akan dialami pasien karena efek anestesi.
B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre, intra
dan post sectio caesarea di kamar bedah adalah :
1. Bagi Perawat
Peningkatan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan prosedure asuhan
keperawatan penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan
yang dibutuhkan klien maka dari itu perawat klinik di IBS perlu mengikuti sejumlah pelatihan-
pelatihan IBS.
2. Bagi Akademik
Pengetahuan dalam tindakan asuhan keperawatan di ruang bedah sangat diperlukan maka untuk
akademik bisa menambah jam-jam kuliah sperti kunjungan IBS sesering mungkin, agar mahasiswa
dapat menambah wawasan dan pengetahuannya. Jadi sewaktu mahasiswa terjun ke lapangan
mahasiswa sudah memiliki bekal dan siap mengaplikasikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
http//:www.SC/sectio-caesarea.html