Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI KPD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan


Departemen Keperawatan Maternitas

Oleh:
Nama : Sarmillawati
NIM : P17112215117

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AKADEMIK 2021/20


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada Pasien dengan kasus Sectio Caesarea
dengan Indikasi KPD. Periode tanggal 18 s/d 23 Bulan Oktober Tahun Akademik 2021/2022

Telah disetujui dan disahkan pada tangga … Bulan Oktober Tahun 2021

Preceptor Lahan RS Malang,


Preceptor Akademik

_________________________ _________________________
NIP/NIK. NIP.

Mengetahui,
Kepala Ruang ,,,,,,,

_________________________
NIP/NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Sectio Caesareaa dalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di lahirkan
melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan
utuh dan sehat (Anjarsari, 2019).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018). Sectio
Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019)
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early premature of the membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu atau sebelum terdapat tanda
persalinan yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara
kurang dari 5 cm. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban secara
spontan sebelum pembukaan 5 cm.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai
tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu
sebagaimana mestinya. Sebagaimana besar pecahnya ketuban secara dini terjadi
sekitar usia kehamilan 37 minggu (Manuaba, 2010). Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan setelah ditunggu satu
jam belum memulainya tanda persalinan (Manuaba, 2010).
B. Klasifikasi
Menurut Ramandanty (2019), klasifikasi bentuk pembedahan Sectio Caesarea
adalah sebagai berikut :
1. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya
melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan
pembedahan ini.
2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini
dilakukan jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup
tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian
sayatan vertical dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
3. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah
janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan
rahim.
4. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya
dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan
denganinsisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong
ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus
dapat dibuka secara ekstraperitoneum
Sedangkan menurut Sagita (2019), klasifikasi Sectio Caesarea adalah sebagai berikut
1. Sectio caeasarea transperitonealis profunda
Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di
segmen bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik
melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini :
 Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
 Bahaya peritonitis tidak besar
 Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen
bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
2. Sectio Caesarea korporal / klasik
Pada Sectio Caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus
uteri,pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di
selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan Sectio
Caesarea transperitonealis profunda.Insisi memanjang pada
segmen uterus.
3. Sectio Caesarea ekstra peritoneal Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu
dilakukan untuk mengurangi bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan
kemajuan pengobatan tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uteri berat.
4. Sectio Caesarea hysteroctomi
Setelah Sectio Caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
 Atonia uteri
 Plasenta accrete
 Myoma uteri
 Infeksi intra uteri berat
C. Etiologi
Penyebab pasti dari ketuban pecah dini ini belum jelas, akan tetapi ada
beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya KPD ini, diantaranya
adalah:
a) Pada kehamilan aterm, kelemahan dari membran janin merupakan salah
satu penyebab terjadinya pecahnya selaput ketuban
b) Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
c) Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
d) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma. Trauma yang didapat misalnya
hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
e) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
f) Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
D. Patofisiologi
KPD biasanya terjadi karena berkurangnya kekuatan membran atau
penambahan tekanan intrauteri ataupun oleh sebab kedua-duanya. Kemungkinan
tekanan intrauteri yang kuat adalah penyebab independen dari Ketuban Pecah Dini
dan selaput ketuban yang tidak kuat akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Ketuban pecah
dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan
berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh
selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi
ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan 19 gerakan janin. Pada trimester akhir terjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban sehingga terjadi pecah ketuban (Norma
N, Dwi M, 2013)
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketuban pecah pecah dini,ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu,
keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan
letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar,
kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta
keluar dini, ketuban pecah pecah dini dan bayi belum keluar bayi belum keluar
dalam 24 jam, kontraksi lama dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectio Caesarea (Ramadanty, 2018).
Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di
atas 500 gram dengan sayatan sayatan pada dinding dinding uterus yang masih
utuh.Dalam proses Dalam proses operasi, dilakukan tindakan anastesi kan
tindakan anastesi yang akan yang akan menyebabkan pasien pasien mengalami
mengalami imobilisasi. imobilisasi. Efek anastesi anastesi juga dapat
menimbulkan menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan
konstipasi.Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, pembedahan,
penyembuhan penyembuhan dan perawatan perawatan post operasi operasi akan
menimbulkan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehi dinding abdomen sehinggga menyebabkan nggga
menyebabkan terputusnya inkontiunitas jaringan, pembuluh darah, dan darah, dan
saraf-sa saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rangsangan pada area
sensorik sehingga menyebabkan adanya rasa nyeri sehingga timbullah masalah
keperawatan nyeri (Nanda Nic Noc, 2015).
E. Pohon Masalah

F. MANIFESTASI KLINIS
 Menurut Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan
post Sectio Caesarea antara lain :
1) Kehilangan darah sel arah selama pro ama prosedur p sedur pembedahan
600-800 ml.
2) Terpasang kateter, urin jernih dan putih dan pucat.
3) Abdomen lunak dan tidakada distensi.
4) Bising usus tidak ada.
5) Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi situasi baru
6) Balutan abdomen tampak sedikit noda.
7) Aliran lokhia sedan a sedangdan bebas b bebas bekuan, berle , berlebihan
dan ban dan banyak
 Sedangkan Manisfetasi Ketuban Pecah Dini adalah :
1) keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
2) Aroma ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan cirri pucat dan
bergaris warna merah.
3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus di produksi
sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin
yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat
kebocoran untuk sementara
4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Sunarti,2017)
G. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
 Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
 Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
 Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
 Urinalisis / kultur urine
 Pemeriksaan elektrolit
H. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
a) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
b) Pemberian obat-obatan
 Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-
bedasetiap institusi
 Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
 Obat-obatan lain
5. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
6. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
7. Perawatan Payudara
8. Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
I. KOMPLIKASI
Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin yaitu:
a) Prognosis Ibu Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu
infeksi intrapartal/ dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry
labour/ partus lama, perdarahan post partum, meningkatnya tindakan
operatif obstetric (khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.
b) Prognosis Janin Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu
yaitu prematuritas (sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah
pemberian makanan neonatal), retinopati premturit, perdarahan
intraventrikular, enterecolitis necroticing, ganggguan otak dan risiko
cerebral palsy, hiperbilirubinemia, anemia, sepsis, prolaps funiculli/
penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri,
persalinan lama, skor APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy,
perdarahan intrakranial, gagal ginjal, distres pernapasan), dan
oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia paru, deformitas
ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan mortalitas
perinatal (Sunarti,2017)
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) Sectio Caesarea komplikasi pada pasien
Sectio Caesarea adalah :
1) Komplikasi pada ibu Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan
suhu selama beberapa hari beberapa hari dalam masa dalam masa nifas, atau
bers atau bersifat berta seperti seperti peritonitissepsis dan sebagainya. Infeksi
inya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan,
bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut
terbuka atau cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena aton karena atonia
uteri. ia uteri. Komplikasikomplikasi lain seperti Komplikasikomplikasi lain
seperti luka kandung kenc luka kandung kencing dan embolisme ing dan
embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian paru. suatu
komplikasi yang baru kemudian tampak i tampak ialah kuatnya perut pada
alah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio
Caesarea.
2) Komplikasi-komplikasi lain Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung
kemih, dan embolisme paru.
3) Komplikasi baru Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah
Sectio Caesarea Klasik
J. Asuhan Keperawatan Fokus
1) Pengkajian
a) Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b) Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
Biasanya pada pasien dengan post operasi sectio caesarea
hari 1-3 adalah adanya rasa nyeri.
 Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha
apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
c) Riwayat kesehatan dahulu
 Riwayat kesehatan klien
• Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak,
siklus haid berapa hari, lama haid, warna darah haid,
HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak.
 Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu Hamil
dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat
atau tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak.
 Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien
apakah menggunakan KB hormonal atau yang lainya.
 Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan
kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

2) Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional


a) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang
harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah.
Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus
di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
b) Sistem pernafasan
Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh
kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar
merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan
bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai
anaestesi general.
c) Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi,
klien yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam
setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat
kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
d) Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatori perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam
usus.
e) Integritas ego
- Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan,
sampai ketakutan, marah atau menarik diri.
- Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima
peran dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f) Eliminasi
- Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih
pucat.
- Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
g) Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
h) Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Misal:
trauma bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/
abdomen, efek-efek anestesia, mulut mungkin kering.
i) Keamanan
- Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
- Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema,
bengkok, nyeri tekan.
j) Seksualitas
- Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
- Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.

3) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a) D.0077 Nyeri Akut
b) D.0054 Gangguan Mobilitas Fisik
c) D.0080 Ansietas
d) D.0129 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
e) D.0136 Resiko Cedera
f) D.0142 Risiko Infeksi
K. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


Keperawatan Indonesia (SLKI) (SIKI
1 (D.0077) Nyeri SLIKI : SIKI :
Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manjemen nyeri Observasi
1x8 jam diharapkan nyeri berkurang dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil : intensitas nyeri
Tingkat Nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
1. Nyeri berkurang dengan skala 2 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
2. Pasien tidak mengeluh nyeri 4. Identifikasi factor yang memperingan dan memperberat nyeri
3. Pasien tampak tenang 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
4. Pasien tidur dengan tenang 6. Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
5. Frekuensi nadi dalam batas normal (60- 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien
100 x/menit) 8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
6. Tekanan darah dalam batas normal 9. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
(90/60 mmHg-10/80 mmHg) Terapeutik
7. RR dalam batas normal (16-20 - Fasilitasi istirahat tidur
x/menit) - Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( missal: suhu
Kontrol Nyeri ruangan, pencahayaan dan kebisingan).
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Beri teknik non farmakologis untuk meredakan nyeri
dengan menggunakan manajemen nyeri (aromaterapi, terapi pijat, hypnosis, biofeedback, teknik
2. Mampu mengenali nyeri (skala, imajinasi terbimbimbing, teknik tarik napas dalam dan kompres
intensitas, frekuensi, tanda nyeri) hangat/ dingin)
Status Kenyamanan Edukasi
1. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
berkurang - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 (D.0080) Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas
3x24 jam diharapkan tingkat ansietas Observasi:
menurun dengan Kriteria Hasil :  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
1. Konsentrasi meningkat  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
2. Pola tidur membaik  Monitor tanda-tanda ansietas
3. Perilaku gelisah menurun Terapeutik:
4. Verbalisasi kebingungan menurun  Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
5. Verbalisasi khawatir akibat kondisi kepercayaan
yang dihadapi menurun  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika
Perilaku tegang menurun memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi

3 (D0142) Risiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539)


Infeksi diharapkan risiko infeksi menurun dengan Observasi :
kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
(L.14137) Tingkat Infeksi Terapeutik :
1. nyeri menurun 1. berikan perawatan kulit pada daerah edema
2. kemerahan menurun 2. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
3. bengkak menurun demam menurun lingkungan pasien
3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
4. Batasi jumlah pengunjung Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan cara memeriksa luka atau luka operasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5. Anjurkan mencuci tangan dengan benar
6. Ajarkan etika batuk
Kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
4 (D.0129 ) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
Gangguan keperawatan 2X24 jam diharapkan integritas Observasi:
Integritas kulit dan jaringan meningkat  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Kulit/Jaringan Dengan kriteria hasil :
Terapeutik:
Kriteria Hasil:  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Menurun Cukup Menurun  Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
Elastisitas kering
1 2  Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit Edukasi
Hidrasi  Anjurkan menggunakan pelembab
1 2  Anjurkan minum air yang cukup
Meningkat Cukup Meningkat  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kerusakan lapisan kulit  Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan mandi dan menggunkan sabun secukupnya
1 2
Perdarahan
Perawatan Luka
1 2 Observasi:
Nyeri  Monitor karakteristik luka
1 2
 Monitor tanda-tanda infeksi
Hematoma Terapeutik:
1 2  Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik

 Bersihkan jaringan nekrotik

 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu

 Pasang balutan sesuai jenis luka

 Pertahankan teknik steril saat melakukan


perawatan luka

Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi

 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan


protein

Kolaborasi
Kolaborasi prosedur debridement
2. (D.0054) Gangguan Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 2 x Dukungan mobilisasi
Mobilitas Fisik b.d 24 jam diharapkan mobilitas fisik pasien Observasi:
Nyeri meningkat dengan kriteria hasil :  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
a) Pergerakan ekstremitas meningkat  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
b) Kekuatan otot meningkat  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
c) Nyeri menurun mobilisasi
d) Kaku sendi menurun  Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
e) Gerakan terbatas menurun Terapeutik:
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
f) Kelemahan fisik menurun
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur)
3 (D.0135) Resiko Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Keselamatan Lingkungan
Cedera keperawatan 2 x 24 jamdiharapkan Observasi:
keparahan dan cedera yang diamati atau  Identifikasi kebutuhan keselamatan
dilaporkan menurun dengan Kriteria Hasil :  Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
1. Kejadian cedera menurun Terapeutik:
2. Luka atau lecet menurun  Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
3. Pendarahan menurun  Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
4. Fraktur menurun  Sediakan alat bantu kemanan linkungan (mis. Pegangan
tangan)
 Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu
terkunci, pagar)

Edukasi
 Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan
Pencegahan Cidera
Observasi:
 Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
 Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
ekstremitas bawah
Terapeutik:
 Sediakan pencahayaan yang memadai
 Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat
inap
 Sediakan alas kaki antislip
 Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di dekat tempat
tidur, Jika perlu
 Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan
Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk beberapa
menit sebelum berdiri
6 (D.0055) Gangguan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur
Pola Tidur keperawatan 3x24 jam diharapkan pola Observasi:
tidur membaik, dengan kriteria hasil :  Identifikasi pola aktivitas dan tidur
1. Keluhan sulit tidur menurun  Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
2. Keluhan sering terjaga menurun  Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
3. Keluhan tidak puas tidur menurun (mis. kopi, teh, alkohol, makanan mendekati waktu tidur,
4. Keluhan pola tidur berubah menuru minum banyak air sebelum tidur)
5. Keluhan istirahat tidak cukup  Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
menurun Terapeutik:
 Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)
 Batasi waktu tidur siang, jika perlu
 Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
 Tetapkan jadwal tidur rutin
 Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.
pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)
 Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
 Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu
tidur
 Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
 Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur (mis. psikologis:gaya hidup, sering berubah shift
bekerja)
Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi
lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas. 49.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 2002.

Norma N, Dwi M., 2013. Asuhan Kebidanan: Patologi Teori dan Tinjauan
Kasus. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sunarti. 2017. Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal pada Ny.R Gestasi 37-
38 Minggu dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten
Gowa. Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Kebidanan Makassar
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Criteria


HasilKeperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesiadefinisi dan indikator diagnostik. Jakarta:PPNI

Anda mungkin juga menyukai