Oleh:
NAMA : Sarmillawati
NIM : P17212215117
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA : Sarmillawati
Mengetahui,
Kepala Ruang
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GERD
2. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
Ketahanan epitel esofagus menurun
Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL
Kelainan pada lambung
Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat
Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
3. PATOFISIOLOGI
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena
adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati,
tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya
terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah
esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan makanan
masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan
tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga
abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks.
Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak
dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi
(lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang
berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan
jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di
sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat
meningkat secara bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang
besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung
mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien
tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama
setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung
mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung.
Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak
sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung
4. KLASIFIKASI
Menurut The Genval Workshop Report: terdapat dua kelompok GERD. Yang
pertama adalah GERD erosif (esofagitis erosif ), didefinisikan sebagai GERD
dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa esofagus distal akibat refluks
gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah
endoskopi saluran cerna atas. Yang kedua adalah penyakit refluks nonerosif
(non-erosive reflux disease, NERD), yang juga disebut endoscopic-negative
GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejalagejala refluks tipikal tanpa
kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran cerna.
5. GEJALA KLINIS
Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
Muntah
Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan
atau ketika berbaring
Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
Suara parau
Ludah berlebihan (water brash)
Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Endoskopi
Esofagografi dengan barium
Monitoring pH 24 jam.
Tes Perfusi Berstein
Manometri esofagus
7. TINDAKAN PENANGANAN
Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus,
menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas
hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.
Modifikasi gaya hidup
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
- meninggikan posisi kepala pada saat tidur
- menghindari makan sebelum tidur
- berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol
- mengurangi konsumsi lemak
- mengurangi jumlah makanan yang dimakan
- menurunkan berat badan pada pasien kegemukan
- menghindari pakaian ketat
- menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi
dan minuman bersoda
Terapi medikamentosa
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
medikamentosa GERD:
- Antasid.
- Antagonis reseptor H2.
- Obat-obatan prokinetik.
- Metoklopramid.
- Domperidon.
- Cisapride..
- Sukralfat
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat
berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.
Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan, penyempitan,
tukak atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan
apapun. Namun tindakan pembedahan jarang dilakukan.
8. KOMPLIKASI
Batuk dan asma
Erosif esophagus
Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
Esofagitis ulseratif
Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
Striktur esophagus / Peradangan esophagus
Aspirasi
Tukak kerongkongan
b. Data Objektif
Data yang mungkin muncul.
- Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak memegang bagian yang nyeri
- Tekanan darah klien meningkat
- Klien tampak gelisah
1. Observasi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Terapeutik
3. Edukasi
4. Kolaborasi
1. Observasi
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
Posisikan semi-Fowler atau Fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
1. Observasi
Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan
Monitor status pernafasan
Monitor bunyi nafas, terutama setelah makan/ minum
Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
Periksa kepatenan selang nasogastric sebelum memberi asupan oral
2. Terapeutik
Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit sebelum memberi
asupan oral
Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) pada pasien tidak
sadar
Pertahanakan kepatenan jalan nafas (mis. Tehnik head tilt chin lift,
jaw trust, in line)
Pertahankan pengembangan balon ETT
Lakukan penghisapan jalan nafas, jika produksi secret meningkat
Sediakan suction di ruangan
Hindari memberi makan melalui selang gastrointestinal jika residu
banyak
Berikan obat oral dalam bentuk cair
3. Edukasi
Anjurkan makan secara perlahan
Ajarkan strategi mencegah aspirasi
Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu
1. Observasi
Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
1. Observasi
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
Posisikan semi-Fowler atau Fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
1. Observasi
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi makanan yang disukai
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlU
1. Observasi
Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
Monitor adanya mual dan muntah
Monitor jumlah kalorimyang dikomsumsi sehari-hari
Monitor berat badan
Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
2. Terapeutik
Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus, makanan yang diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau Gastrostomi, total perenteral nutritition
sesui indikasi)
Hidangkan makan secara menarik
Berikan suplemen, jika perlu
Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
3. Edukasi
Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
4. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,
2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus
adalah :
1) Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2) Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan
tidak ada tanda-tanda malnutrisi.