Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GERD DIRUANG NILAM 1 RSD Dr. H. M. ANSARI SALEH


BANJARMASIN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi

Keperawatan Medikal Bedah 1

Oleh:

NAMA : Sarmillawati

NIM : P17212215117

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2021
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Sarmillawati

JUDUL : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Gerd Diruang Nilam 1 Rsd Dr. H. M. Ansari Saleh Banjarmasin

Banjarmasin, Desember 2021

Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik

Mengetahui,

Kepala Ruang
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GERD

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI PENGERTIAN
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang
jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan
keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa
mendiagnosa. Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke
dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah
makan. GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya isi
lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi
pada posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.

2. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
 Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
 Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
 Ketahanan epitel esofagus menurun
 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL
 Kelainan pada lambung
 Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
 Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat
 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
3. PATOFISIOLOGI
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena
adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati,
tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya
terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah
esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan makanan
masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan
tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga
abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks.
Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak
dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi
(lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang
berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan
jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di
sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat
meningkat secara bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang
besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung
mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien
tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama
setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung
mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung.
Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak
sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung
4. KLASIFIKASI
Menurut The Genval Workshop Report: terdapat dua kelompok GERD. Yang
pertama adalah GERD erosif (esofagitis erosif ), didefinisikan sebagai GERD
dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa esofagus distal akibat refluks
gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah
endoskopi saluran cerna atas. Yang kedua adalah penyakit refluks nonerosif
(non-erosive reflux disease, NERD), yang juga disebut endoscopic-negative
GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejalagejala refluks tipikal tanpa
kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran cerna.

5. GEJALA KLINIS
 Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
 Muntah
 Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan
atau ketika berbaring
 Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
 Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
 Suara parau
 Ludah berlebihan (water brash)
 Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
 Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
 Endoskopi
 Esofagografi dengan barium
 Monitoring pH 24 jam.
 Tes Perfusi Berstein
 Manometri esofagus

7. TINDAKAN PENANGANAN
Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus,
menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas
hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.
 Modifikasi gaya hidup
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
- meninggikan posisi kepala pada saat tidur
- menghindari makan sebelum tidur
- berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol
- mengurangi konsumsi lemak
- mengurangi jumlah makanan yang dimakan
- menurunkan berat badan pada pasien kegemukan
- menghindari pakaian ketat
- menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi
dan minuman bersoda

 Terapi medikamentosa
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
medikamentosa GERD:
- Antasid.
- Antagonis reseptor H2.
- Obat-obatan prokinetik.
- Metoklopramid.
- Domperidon.
- Cisapride..
- Sukralfat
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat
berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.
 Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan, penyempitan,
tukak atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan
apapun. Namun tindakan pembedahan jarang dilakukan.

8. KOMPLIKASI
 Batuk dan asma
 Erosif esophagus
 Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
 Esofagitis ulseratif
 Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
 Striktur esophagus / Peradangan esophagus
 Aspirasi
 Tukak kerongkongan

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Data subjektif
Data yang mungkin muncul
- Klien mengatakan “mengalami mual muntah”
- Klien mengatakan “tidak nafsu makan”
- Klien mengatakan “susah menelan”
- Klien mengatakan “ada rasa pahit di lidah”
- Klien mengatakan “nyeri pada perut”

b. Data Objektif
Data yang mungkin muncul.
- Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak memegang bagian yang nyeri
- Tekanan darah klien meningkat
- Klien tampak gelisah

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut
2. Risiko aspirasi
3. Pola nafas tidak efektif
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi Keperawatan
Manajemen Nyeri (I. 08238)

1. Observasi
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian Analgetik (I.08243)


1. Observasi

 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas,


lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik

2. Terapeutik

 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia


optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan

3. Edukasi

 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

4. Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

Menejemen Jalan Napas (I. 01011)

1. Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.

Pencegahan Aspirasi (I.01018)

1. Observasi
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan
 Monitor status pernafasan
 Monitor bunyi nafas, terutama setelah makan/ minum
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang nasogastric sebelum memberi asupan oral
2. Terapeutik
 Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit sebelum memberi
asupan oral
 Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) pada pasien tidak
sadar
 Pertahanakan kepatenan jalan nafas (mis. Tehnik head tilt chin lift,
jaw trust, in line)
 Pertahankan pengembangan balon ETT
 Lakukan penghisapan jalan nafas, jika produksi secret meningkat
 Sediakan suction di ruangan
 Hindari memberi makan melalui selang gastrointestinal jika residu
banyak
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
3.  Edukasi
 Anjurkan makan secara perlahan
 Ajarkan strategi mencegah aspirasi
 Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu

Pemantauan Respirasi (I.01014)

1. Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
 Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Menejemen Jalan Napas (I. 01011)

1. Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.

Manajemen Nutrisi (I. 03119)

1. Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlU

Promosi Berat Badan

1. Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
 Monitor jumlah kalorimyang dikomsumsi sehari-hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
2. Terapeutik
 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
 Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus, makanan yang diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau Gastrostomi, total perenteral nutritition
sesui indikasi)
 Hidangkan makan secara menarik
 Berikan suplemen, jika perlu
 Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
3. Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

4. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,
2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus
adalah :
1) Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2) Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan
tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

3) Infeksi tidak terjadi


4) Tidak terjadi perubahan sensori perseptual
5) Rasa nyeri berkurang
6) Penurunan rasa nyeri
7) Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
8) Tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Chello Elvy. 2011. http://id.scribd.com/doc/55414259/Pengertian-Dehidrasi. (diakses


tgl 15 Desember 2012)
Dochterman, Joanne Mccloskey. 2000. Nursing Intervention Classification. America:
Mosby
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4 volume 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Prima, Ardian. 2011. http://id.scribd.com/doc/100213354/CAIRAN-ELEKTROLIT.
(diakses tgl 13 Desember 2012).
Ronny, dr., M.Kes, AIFO, Setiawan, Dr.med, dr., AIFM & Sari Fatimah, Ners, S.Kep.,
M.Kes. 2010. Fisiologi Kardiovaskular Berbasis masalah keperawatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcome Classification. America : Mosby
Sylvia A.Price & Lorraine M.Wilson. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tarwoto & Wartonah 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai