Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS


DENGAN SEPSIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan Departemen
Keperawatan Anak

Di Ruang Bayi RSUD H. Moch. Ansari Saleh

Oleh:

Nama : Sarmillawati

NIM : P17212215117

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PENDIDIKAN
PROFESI NERS
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada bayi dengan Sepsis Neonatus di Ruang
Bayi (Melati) RSUD Dr.H. Moch.Anshari Saleh Banjarmasin periode tanggal 01 November s/d
27 November Tahun Akademik 2021/2022.

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal … Bulan ……….. Tahun 2021

Banjarmasin, November 2021

Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik


LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

A. Pengertian Sepsis

Sepsis neonatorum adalah semua infeksi bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan.
Infeksi dapat menyebar secara menyeluruh atau terlokasi hanya pada satu organsaja (seperti
paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum
persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat
disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur
(candida) meskipun jarang ditemui. (John, 2009).
Sepsis dapat dibagi menjadi dua, antara lain:
1. Sepsis dini: terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada
saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas
tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung
dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami
komplikasi.

B. Etiologi Sepsis Neonatorum


Sepsis yang terjadi pada neonatus biasanya menimbulkan manifestasi klinis
seperti septikemia, pneumonia dan miningitis berhubungan dengan imaturitas dari sistem
imun dan ketidakmampuan neonatus untuk melokalisasi infeksi. Penyebab neonatus
sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit,
atau jamur.

Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.

- Bakteri escherichia koli


- Streptococus group B
- Stophylococus aureus
- Enterococus
- Listeria monocytogenes
- Klepsiella
- Entererobacter sp
- Pseudemonas aeruginosa
- Proteus sp
- Organisme anaerobik
Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Early Onset : gejala mulai tampak pada hari-hari pertama kehibupan (rata-rata 48
jam), biasanya infeksi berkaitan dengan faktor ibu (infeksi transplasenta, dari
cairan amnion terinfeksi, waktu bayi melewati jalan lahir, dll). Berkembangnya
gejala pada early onset pada umumnya sangat cepat dan meningkat menuju septik
shock.
2. Late Onset : Timbul setelah satu minggu pada awal kehidupan neonatus tanpa
kelainan perinatal, infeksi didapat dari lingkungan atau dari rumah sakit
(nosokomial) sering terjadi komplikasi pada susunan syaraf pusat.

C. Tanda dan Gejala


Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung. Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
1. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah
darI pusar
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus(posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-
ubun
3. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena
4. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat
5. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare .
D. Patofisiologi
Penyakit yang ada pada ibu karena adanya bakteri dan virus pada neonatus (bayi).
Kemudian menyebabkan terjadinya infeksi yang menimbulkan sepsis. Faktor infeksi
yang mempengaruhi sepsis, antara lain faktor maternal yaitu adanya status sosial-
ekonomi ibu, ras, dan latar belakang yang mempengaruhi kecenderungan terjadinya
infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-
ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun. Kurangnya perawatan prenatal, ketuban pecah dini
(KPD), dan prosedur selama persalinan. Faktor Neonatal, pada bayi dengan prematurius (
berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis
neonatal.
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup
bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
ketiga. Setelah bayi lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun sehingga
menyebabkan hipergamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan
pertahanan kulit. Kemudian adanya defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami
kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza.
IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Faktor Lingkungan, pada bayi mudah terjadi defisiensi imun yaitu cenderung
mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu
perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena atau arteri maupun kateter
nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka.
Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. Paparan terhadap obat-obat
tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. Kadang- kadang di ruang perawatan
terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.Pada bayi yang minum ASI,
spesies Lactbacillus danE.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum
susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
Antenatal Intranatal Pascanatal

Prwtn antenatal yg Persalinan Ketuban Prematur,BBLR Prwtn BBL Prosedur


tdk memadai yg tdk pecah dini ,cacat bawaan yg tdk baik invasif
higiene

Meningkatkan invasi Inhalasi cairan amnion Immaturitas Kemampuan pe↑ risiko


kuman yg t’infeksi sistem imun imunitas masih tjdnya
rendah,kulit dan infeksi
selaput lendir nosokomial
tipis dan mudah
Masuk ke Masuk ke
pe↑risiko rusak
tubuh bayi sal.cerna dan
sal. nafas infeksi

Rentan thd Masuk ke


infeksi tubuh bayi

Sepsis Neonatorum

Infeksi sistemik
mll peredaran
darah

Instabilitas
termoregulasi Perubahan ambilan Refleks menghisap lemah
dan penggunaan
oksigen

MK : MK: Hipotermi
Hipertermi Dispnea,takipnea,a MK: Pola menyusu
pnea tidak efektif

MK:pola nafas tdk


efektif
E. Klasifikasi
1. Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada
saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas
tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat
dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak
langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi,
sering mengalami komplikasi.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin (hb,leuko,trombosit,CT,BT,LED,SGOT,SGPT)
2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat
4. mendeteksi organisme.
5. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan
6. neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
7. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
8. inflamasi.

J. Penatalaksanaan medis

1. Pada pasien dengan sepsis diberikan kombinasi antibiotik golongan Ampisilin dosis
200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus
umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg
BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v (harus diencerkan dan waktu
pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto
polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa
gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada
hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP
tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan
sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus
meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif, diantaranya termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi
syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah,
plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.

K. Komplikasi
– Meningitis
– Hipoglikemia, asidosis metabolik
– Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
– ikterus/kernikterus
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian ABCDE
1. Airway
a. yakinkan kepatenan jalan napas
b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU
2. Breathing
a. kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
b. kaji saturasi oksigen
c. periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
d. berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e. auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f. foto thorak
3. Circulation
a. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
b. monitoring tekanan darah
c. periksa waktu pengisian kapiler
d. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e. berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
f. pasang kateter
g. lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. siapkan untuk pemeriksaan kultur
i. catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari
36oC
j. siapkan pemeriksaan urin dan sputum
k. berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
5. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan
dan tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan Sepsis yang berat didefinisikan sebagai
sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan
ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya
sebagai berikut:
1. Penurunan fungsi ginjal
2. Penurunan fungsi jantung
3. Hyposia
4. Asidosis
5. Gangguan pembekuan
6. Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal

B. Pengkajian Umum
1. Aktifitas: Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
a. Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil
b. curah jantung tetap meningkat).
c. Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik): lemah/lembut/mudah
d. hilang, takikardi ekstrem (syok).
e. Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan
f. disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak seimbangan elektrolit.
g. Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik
h. (vasokontriksi).
3. Eliminasi Gejala : Diare
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran, konsentrasi urine,
perkembangan ke arah oliguri,anuria.
5. Nyeri/Kenyamanan: Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau ketidak
nyamanan, urtikaria,pruritus.
6. Pernafasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan,penggunaan
kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin normal pada
lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal. Luka yang sulit atau lama
sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema. Ruam eritema macular
7. Seksualitas
Gejala : Pruritus perineal.
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.
8. Pendidikan kesehatan
Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya
hati,ginjal,sakitjantung, kanker,DM, kecanduan alcohol.
Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur invasive, luka
traumatic.Penggunaan antibiotic ( baru saja atau jangka panjang )

C. Diagnosa Keperawatan

1. (D.0005) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. (D.0009)Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan penurunan konsentrasi
hemoglobin
3. (D.0029) Pola menyusu tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan refleks
hisap bayi
4. Resiko hipotermi berhubungan dengan Berat bayi lahir rendah
Rencana Keperawatan

DIAGNOSA KODE SLKI KODE SIKI


KEPERAWATAN
SDKI
Pola nafas tidak efektif D.0005 inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan memberikan ventilasi adekuat membaik Observasi:
hambatan upaya nafas dengan kriteria hasil :  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
1. dipsnea menurun  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2. penggunaan otot bantu nafas  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
menurun  Terapeutik
3. frekuensi nafas membaik  Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
4. RR = 30-60 kali/ menit Terapi Oksigen
5. kedalaman nafas menurun Observasi:
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
D.0009 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
Perfusi Perifer Tidak Observasi:
Efektif berhubungan keperawatan 3x24 jam diharapkan perfusi
perifer meningkat dengan kriteria hasil :  Periksa sirkulasi perifer
dengan penurunan  Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
konsentrasi hemoglobin 1. warna kulit pucat menurun
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
2. kelemahan otot menurun ekstremitas
3. pengisian kapiler membaik  Terapeutik
4. suhu akral menurun  Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
5. turgor kulit membaik  Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area
yang cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan hidrasi
 Edukasi
 Anjurkan keluarga untuk melakukan perawatan kulit yang
tepat
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
Kolaborasi
 Cek ulang hasil hb setelah transfusi
Pola menyusu Tidak EfektifD.0029 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Edukasi Menyusui
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi:
ketidakadekuatan refleks kemampuan memberikan ASI secara  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
hisap bayi langsung dari payudara kepada bayi dan  Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
anak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi  Edukasi
membaik dengan kriteria hasil :  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
1. intake bayi meningkat  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
2. reflek hisapan bayi meningkat  Berikan kesempatan untuk bertanya
3. tidak ada muntah saat menyusu  Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam
menyusui
 Libatkan sistem perndukung: suami, keluarga, tenaga
kesehatan dan masyarakat
Terapeutik:
 Berikan konseling menyusui
 Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
 Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan perlekatan (latch
on) dengan benar
 Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan
mengkopres dengan kapas yang telah diberikan minyak
kelapa
 Ajarkan perawatan payudara postpartum (mis. Memerah
ASI, pijat payudara, pijat oksitosin
 latih reflex hisap dengan Non nutrivive selking
Risiko hipotermia Setelah diberikan tindakan keperawatan Manajemen hipotermia
dibuktikan dengan berat selama 3 kali 24 jam maka diharapkan  Monitor suhu
badan lahir rendah risiko hipotermia tidak terjadi,  Identifikasi penyebab hipotermia (misalnya: terpapar suhu
dengan kriteria hasil : lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,
1) Mengigil menurun penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan)
2) Kulit merah menurun  Monitor tanda dan gejala akibat
3) Akrosianosis menurun hipotermia (hipotermia ringan : takipnea, disartria,
4) Dasar kuku sianotik menurun menggigil, hipertensi, diuresis; hipotermia sedang : aritmia,
5) Suhu tubuh cukup membaik hipotensi, apatis, koagulopati, refleks menurun; hipotermia
6) Suhu kulit cukup membaik berat : oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam basa
abnormal )
 Sediakan lingkungan yang hangat (atur suhu ruangan,
inkubator)
 Ganti pakaian dan/ atau linen yang basah
 Lakukan penghangatan pasif (selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
 Lakukan penghangatan aktif eksternal (kompres hangat,
botol hangat, selimut hangat, perawatan metode kangguru)
 Lakukan penghangatan aktif internal (infus cairan hangat,
oksigen hangat)
Regulasi temperatur
 Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5o C37,50 C)
 Monitor warna dan suhu kulit
 Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah
kehilangan panas
 Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada
bayi baru lahir
 Pertahankan kelembaban inkubator 50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas karena posisi evaporasi
 Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di aliran
pendingin ruangan atau kipas angin
Daftar Pustaka :

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indicator Diagnostic. Jakarta : DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

Ngastiyah, 2012, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.


Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis dan
evaluasi, EGC, Jakarta.
Behrman (2019). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai