Praktek ProfesiKeperawatan
Di Ruang Emerald lantai 2 RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Oleh:
Nama : Sarmillawati
NIM : P172122151117
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal 28 Bulan September Tahun 2021
_________________________ _________________________
NIP/NIK. NIP.
Mengetahui,
Kepala Ruang Emerald lantai 2
_________________________
NIP/NIK.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama
pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian dan lain
sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan usia yang rentan
penyakit. Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh
masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) .
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di puskesmas
adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,2009)
Masalah kesehatan tidak sepenuhnya tanggung jawab pemerintah.
Namun sistem yang terkandung di dalamnya turut membantu mencari
inovasi yang baru, termasuk masyarakat. Minimnya pengetahuan
masyarakat mengenai kesehatan juga menjadi pemicu penyebab masalah
kesehatan, khususnya ISPA. Penderita ISPA tiap tahun selalu mangalami
peningkatan. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor misalnya,
rendahnya tingkat pendidikan sehingga pengetahuan mengenai kesehatan
juga masih rendah atau faktor ekonomi yang menyebabkan tingkat
kesehatan kurang diperhitungkan.
Pemerintah bisa melakukan banyak strategi untuk mencegah
peningkatan masalah kesehatan khususnya ISPA. Upaya yang dapat
dilakukan misalnya saja promosi kesehatan mengenai nutrisi yang baik
dan seimbang, istirahat yang cukup dan kebersihan.
3
B. Tujuan
Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
C. Rumusan Masalah
Bagaimana proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)?
D. Manfaat
1. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
ISPA
4
BAB II
ISI
A. Pengertian
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai
pada anak-anak dengan gejala, batuk, pilek, panas atau ketiga gejala
tersebut muncul secara bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153).
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang
terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi
kebanyakan,penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara
simultan atau berurutan (Nelson,edisi 15)
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut,
istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infection (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran pernapasan
atas) sampai alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus rongga telinga tengah dan pleura (Depkes,
2001).
Infeksi akut adalah infeksi yang berlagsung sampai 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14
hari (Suryana, 2005:57)
Menurut pendapat kami, ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
biasanya berlangsung selama 14 hari dan disebabkan oleh infeksi bakteri,
virus maupun richetsia.
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomia terbagi menjadi 2 :
a. ISPaA (hidung sampai bagian faring) pilek, otitismedia, dan faringitis.
b. ISPbA (epiglotis atau laring sampai bagian alveoli) epiglotis, laringitis,
laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
5
B. Etiologi
Menurut Yuliani Suradi R (2001), etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis
bakteri, virus dan richetsia atau jamur.
1. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan
Corinebacterium.
2. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adenovirus, Cornavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain.
3. Jamur
6
3. Pada sistem Cerebral adalah gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4. Pada hal umum adalah letih dan berkeringat banyak.
(Naning R, 2002)
D. Patofisiologi
Patofisiologi ISPA Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan
berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke
saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan
saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan
suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Kending dan Chernick, 1983). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut
menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur
lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga
terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and
Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi
terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi
kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri
sehingga memudahkan bakteri- bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan
Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul
sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri
ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya
7
suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang
menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi
sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan
penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran
nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem
imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari
folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan
pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.
Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). Dari
uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
8
E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
i. EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuer, penyimpangan aksis,
iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya :
takikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular. EKG dapat mengungkapkan adanya
takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik (jika disebabkan oleh
AMI)
ii. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan
kontraktilitas ventrikuler.
9
iii. Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
iv. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri,
dan stenosi katup atau infufisiensi, juga mengkaji potensi arteri
coroner. Zat kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan
ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.
v. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yan rendah
sehingg hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
vi. Kultur/biakan kuman : Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis.
vii. Biopsi : Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah
kecil jaringan tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan
sel-sel dari faring, laring, dan rongga hidung.
(Nursalam M, 2002)
b. Pemeriksaan radioogi
i. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung,
edema atau efusi pleura yang menegaskan diagnose CHF.
ii. Sinar-X
iii. CT Scan
iv. MRI
(Nursalam M, 2002)
10
BAB III
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal
masuk RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama
orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala,
bada lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batik,
pilek dan sakit tenggorokan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
ini.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami
sakit seperti penyakit klien tersebut.
4. Riwayat Sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Bagaimana keadaan klien, apakah letih,
lemah atau sakit berat.
2. Tanda Vital :
a. Kepala :
11
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk
kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala.
b. Wajah :
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
c. Mata :
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva
anemis/tidak, sklera ikterik/tidak, keadaan pupil,
palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan.
d. Hidung :
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret
pada hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/tidak
dan apakah ada gangguan dalam penciuman.
e. Mulut :
Bentuk mulut, membran-membran mukosa
kering/lembab, lidah kotor/tidak, apakah ada
kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada gangguan
dalam menelan, apakah ada kesulitan berbicara.
f. Leher :
Apakahterjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah
ditemukan distensi vena jugularis.
g. Thorax :
Bagaimana bentuk dada simetris/tidak, kaji pola
pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan
dalam pernafasan. Pemeriksaan fisik difokuskan pada
pengkajian sistem pernafasan.
3. Inspeksi
a. Membran mukosa-faring tampak kemerahan.
b. Tonsil tampak kemerahan dan edema.
c. Tampak batuk tidak produktif.
d. Tidak ada jaringan parut dan leher.
12
e. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung.
4. Palpasi
a. Adanya demam
b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
5. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
6. Auskultasi
Suara nafas terdengar ronchi pada kedua sisi paru
7. Abdomen :
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulir kering/tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa
kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
8. Genetalia :
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin,
warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis,
apakh ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaam labia
minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
9. Integumen :
Kaji warna kulit, integrasi kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit
teraba panas.
10. Ekstermitas atas :
Apakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot
serta kelainan bentuk.
13
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
4. Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan
sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
III. INTERVENSI
14
Kolaborasi : 1. Proses hilangnya
Kolaborasi dengan dokter panas akan terhalangi
dalam pemberian obat. untuk pakaian yang
tebal dan tidak
menyerap keringat.
2. Kebutuhan cairan
meningkat karena
penguapan tubuh
meningkat.
3. Berbaring mengurangi
metabolisme.
4.. Untuk mengontrol
infeksi dan menurunkan
panas.
2 Ketidakseimba - Tujuan : Nutrisi Mandiri :
ngan nutrisi kembali seimbang.
1. Kaji kebiasaan diet, 1. Berguna untuk
kurang dari - KH : input-output dan menentukan
kebutuhan A : Antropometri: timbang BB setiap hari. kebutuhan kalori,
2. Berikan porsi makan menyusun tujuan BB
tubuh b.d berat badan, tinggi
kecil tapi sering dalam dan evaluasi
anoreksia badan, lingkar keadaan hangat keadekuatan rencana
lengan, berat badan 3. Tingkatkan tirah baring nutrisi
tidak turun (stabil) 4. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk memberikan 2. Nafsu makan dapat
B : Biokimia : diet sesuai kebutuhan dirangsang pada
- Hb normal (laki- klien. situasi rileks, bersih,
5. Berikan heath education dan menyenangkan.
laki 13,5-18 g/dl dan
pada ibu tentang Nutrisi 3. Untuk mengurangi
perempuan 12-16 : makanan yang bergizi kebutuhan metabolik.
g/dl) yaitu 4 sehat 5 4. Metode makan dan
sempurna, hindarkan kebutuhan kalori di
- Albumin normal
anak dari snack dan es, dasarkan pada situasi
(dewasa 3,5-5,0 g/dl) beri minum air putih atau kebutuhan
C : Clinis : yang banyak. individu untuk
6. Menjauh-kan dari bayi memberikan nutrisi
- Tidak tampak maksimal
lain
15
kurus 7. Menjauh-kan bayi dari 5. Ibu dapat memberikan
- Rambut tebal dan keluarga yang sakit. perawatan maksimal
kepada anaknya.
hitam Makanan bergizi dan
- Terdapat lipatan air putih yang banyak
lemak subkutan dapat membantu
mengencerkan lendir
D: Diet : dan dahak.
- Makan habis satu 6. Tidak terjadi
porsi penularan penyakit
7. Tidak terjadi
- Pola makan pemaparan ulang yang
3X/hari menyebabkan bayi
tidak segera sembuh.
16
4 Risiko tinggi Tujuan : Mandiri : 1. Menurunkan potensi
penularan Meminimalisir 1. Batasi pengun-jung terpajan pada penyakit
sesuai indikasi. infeksius
infeksi b.d tidak penularan infeksi 2. Jaga keseimba-ngan 2. Menurunkan konsumsi
kuatnya lewat udara antara istirahat dan atau kebutuhan
pertahanan KH : Anggota aktifitas keseimbangan oksigen
3. Tutup mulut dan hidung dan memperbaiki
sekunder keluarga tidak ada jika hendak bersin. pertahanan klien
(adanya infeksi yang tertular ISPA 4. Tingkatkan daya tahan terhadap infeksi,
penekanan tubuh, terutama anak meningkatkan
dibawah usis 2 tahun, penyembuhan
imun) lansia, dan penderita 3. Mencegah penyebaran
penyakit kronis. patogen melalui
Konsumsi vitamin C, A cairan.
dan mineral seng atau 4. Malnutrisi dapat
antioksidan jika kondisi mempengaruhi
tubuh menurun atau kesehatan umum dan
asupan makanan 5. menurunkan tahanan
berkurang terhada infeksi
6. Dapat diberikan untuk
Kolaborasi : organisme usus yang
Pemberian obat sesuai hasil teridentifikasi dengan
kultur. kultur dan sensitifitas
atau diberikan secara
profilaktik
17
IV. IMPLEMENTASI
anoreksia :
- Tingkatkan istirahat
- Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak, seperti
penyebab nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama
kali.
- Membatasi pengunjung
- Mempertahankan teknik isolasi
- Memperbanyak istirahat
18
V. EVALUASI
19
DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta :
EGC.
20