Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA


DI RUANG NIFAS RS KARTIKA HUSADA TK II

REGITA DINI
NIM. 211133037

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
2021
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang Keperawatan
Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan
Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan
Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam Keperawatan
Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis IPTEK dan Teknologi Tepat
Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan
Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri, Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA
DI RUANG NIFAS RSUD DR. SOEDARSO

Pontianak, 8 Mei 2022


Mahasiswa

REGITA DINI
NIM. 211133037

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
BAB I
KONSEP DASAR
A. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih.
Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah
pada komplikasi-komplikasi kendati cara inisemakin umum sebagai pengganti
kelahiran normal.
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang
tujuannya untuk mengeluarkan janin didalam rahim melalui insisi pada dinding.
B. Klasifikasi
a. Sectio Cesaria Transperitonealis Profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus,
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang,
keunggulan pembedahan ini adalah :
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
b. Sectio Cacaria Klasik Atau Section Cecaria Corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section cacaria transperitonealis profunda, insisi memanjang pada
segmen atas uterus.

c. Sectio Cacaria Ekstra Peritoneal


Section cecaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien in#eksi uterin berat.
d. Section Cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

C. Etiologi
Terdapat dua jenis indikasi melakukan tindakan sectio caesaria yaitu :
a. Indikasi Dari Ibu
Pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik Disproportion
(disproporsi janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, komplikasi kehamilan yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat, atas
permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Indikasi Dari Janin
Fetal distress/gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan janin seperti
bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti sungsang dan
lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti prolapsus tali pusat,
terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta previa, solutio plasenta,
plasenta accreta, dan vasa previa. kegagalan persalinan vakum atau forseps
ekstraksi, dan bayi kembar (multiple pregnancy).

D. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu" Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oksitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post dentris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap na#as yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun
maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap
aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun
juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

E. Komplikasi
a. Infeksi puerperial
Kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi :
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi, kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Yang sering terjadi pada ibu bayi
adalah kematian perinatal.

F. Pathways

G. Penatalaksanaan Medis
a. Bedah Caesar Klasik/Corporal
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua
jari operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan 1
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no 1 dan 2.
b) Lapisan 2
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasar horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
c) Lapisan 3
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no 1 dan 2.
d) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah
dan air ketuban
e) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang
lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar
dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting
lindungi janin dengan dua jari operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut. Plasenta dilahirkan secara manual
kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan
intravena.
6) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan 1
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no 1 dan 2.
b) Lapisan 2
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
c) Lapisan 3
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no 1 dan 2 Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan
rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
d) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak
jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
BAB II
PROSES KEPERAWATAN
A. Konsep dan Teori Asuhan Keperawatan Maternitas Fase Postnatal “Sectio
Caesaria”
1. Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
klien. Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan
subjektif dari klien (Baradah & Jauhar, 2013).
a. Identitas Klien (Istri dan Suami)
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama, kepercayaan, suku, alamat, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no register.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakukannya
operasi Sectio Caesarea misalnya letak bayi seperti sungsang dan lintang,
kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan
plasenta previa, bayi kembar (multiple pregnancy), preeklampsia eklampsia berat,
ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu membuat rencana tindakan
terhadap pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah diderita pasien khusunya, penyakit
konis, menular, dan menahun seperti penyakit hipertensi, jantung, DM, TBC,
hepatitis dan penyakit kelamin. Ada tidaknya riwayat operasi umum/ lainnya
maupun operasi kandungan (sectio caesarea, miomektomi, dan sebagainya).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari genogram keluarga apakah keluarga pasien memiliki riwayat penyakit kronis,
seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, serta penyakit menular seperti TBC,
hepatitis, dan penyakit kelamin yang mungkin penyakit tersebut diturunkan pada
pasien.
e. Riwayat Kontrasepsi
Hal yang dikaji dalam riwayat kontrasepsi untuk mengetahui apakah ibu pernah
ikut program kontrasepsi, jenis yang dipakai sebelumnya, apakah ada masalah
dalam pemakaian kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas apakah akan
menggunakan kontrasepsi kembali.
f. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas
Pada pasien post Sectio Caesarea aktifitas masih terbatas, ambulasi dilakukan
secara bertahap, setelah 6 jam pertama dapat dilakukan miring kanan dan kiri.
Kemudian ibu dapat diposisikan setengah duduk atau semi fowler. Selanjutnya
ibu dianjurkan untuk belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke tiga sampai hari ke lima pasca operasi.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola Eliminasi
Pada pasien post Sectio Caesarea sering terjadi adanya konstipasi sehingga
pasien takut untuk melakukan BAB.
4) Istirahat dan Tidur
Pada pasein post Sectio Caesarea terjadi perubahan pada pola istirahat dan
tidur karena adanya kehadiran bayi dan nyeri yang dirasakan akibat luka
pembedahan.
5) Pola Sensori
Pasien merasakan nyeri pada abdomen akibat luka pembedahan yang
dilakukan.
6) Pola Status Mental
Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi pasien,
proses berpikir, kemauan atau motivasi, serta persepsi psaien.
7) Pola Reproduksi dan Sosial
Pada pasien post Sectio Caesarea terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan
dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena
adanya proses persalinan dan masa nifas.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan,
tekanan darah, suhu tubuh, nadi. Tentang keluhan-keluhan, nafsu makan,
tidur, miksi, defekasi,perkawinan dan sebagainya. Tanyakan haid, kapan
mendapat haid terakhir (HT). bila hari pertama haid terakhir diketahui, maka
dapat dijabarkan taksiran tunggal persalinan.
2) Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi,
bagaimana keadaan rambut dan kuku klien.
3) Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau
trauma pada kepala.
4) Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya,
begitu pula bagaimana otot mukanya. Muka bengkak/oedem tanda eklampsia,
terdapat cloasma gravidarum sebagai tanda kehamilan. Muka pucat tanda
anemia, perhatikan ekspresi ibu, kesakitan atau meringis.
5) Mata
Bagaimana keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada
konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus
atau tidak. Konjungtiva pucat menandakan anemia pada ibu yang akan
mempengaruhi kehamilan dan persalinan yaitu perdarahan, Sclera icterus
perlu dicurugai ibu mengidap hepatitis.
6) Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana
bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.
7) Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau
polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau
ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil. Bibir pucat
tanda ibu anemia, bibir kering tanda dehidrasi, sariawan tanda ibu kekurangan
vitamin C. Caries gigi menandakan ibu kekurangan kalsium.
9) Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.
Adanya pembesaran kelenjar tyroid menandakan ibu kekurangan iodium,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kretinisme pada bayi dan bendungan
vena jugularis/tidak.
10) Thoraks
Bagaimana kebersihannya, Terlihat hiperpigmentasi pada areola mammae
tanda kehamilan, puting susu datar atau tenggelam membutuhkan perawatan
payudara untuk persiapan menyusui. Adakah striae gravidarum
11) Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan
bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi ,
wheezing atau egofoni.
12) Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau
getarannya.
13) Abdomen
DJJ (+) normal 120-160 x/menit, teratur dan reguler.
Leopold I: Untuk menentukan usia kehamilan berdasarkan TFU dan bagian
yang teraba di fundus uteri.
Leopold II: Menentukan letak punngung anak padaletak memanjang dan
menentukan letak kepala pada ketak lintang.
Leopold III: Menentukan bagian terbawah janin, dan apakah bagian terbawah
sudah masuk PAP atau belum.
Leopold IV: Seberapa jauh bagian rerbawah masuk PAP.
14) Genitalia dan anus
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan
pH nya. Cairan vagina yang keluar ini kecuali air ketuban mungkin urine atau
sekret vagina.
15) Ekstremitas
Adanya oedem pada ekstremitas atas atau bawah dapat dicurigai adanya
hipertensi hingga Preeklampsia dan Diabetes melitus, varises.tidak, kaki sama
panjang/tidak memepengaruhi jalannya persalinan.
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektroensefalogram (EEG)
2) Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
3) Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
4) Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang
tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
5) Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
6) Uji laboratorium
a) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematocrit
c) Panel elektrolit
d) Skrining toksik dari serum dan urin
e) AGD
f) Kadar kalsium darah
g) Kadar natrium darah
h) Kadar magnesium darah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (Operasi SC) d.d mengeluh nyeri akibat luka
insisi
b. Gangguan Mobilitas fisik b.d nyeri Post-Op SC
c. Risiko infeksi d.d Luka insisi bedah Post-Op SC
3. Intervensi dan Rasional Tindakan
a. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (Operasi SC) d.d Mengeluh Nyeri
Akibat Luka Insisi
Diagnosa Tujuan dan Intervensi
No Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Setelah diberikan 1. Kaji nyeri secara 1. Menetukan
Agen tindakan komperehensif diagnose dan
Pencedera keperawatan meliputi P, Q, R, S, intervensi yang tepat
Fisik (Operasi diharapkan T. unutk ibu
SC) d.d 1. Tingkat Nyeri 2. Monitor faktor 2. Menghindari dan
Mengeluh Ekpektasi : menurun yang memperberat mengatasi faktor
Nyeri Akibat a. Keluhan nyeri dan memperingan yang memperberat
Luka Insisi menurun nyeri nyeri
b.Gelisah Menurun 3. Kontrol 3. Memberika posisi
c. Ketegangan otot lingkungan yang nyaman bagi ibu
menurun dapat mempengaruhi 4. Teknik napas
d. Perineum merasa nyeri seperti suhu dalam dapat
tertekan menurun ruangan, membantu ibu
e. Ttv dalam batas pencahayaan, dan mengontrol nyeri
normal kebisingan. 5. Pemberian
4. Ajarkan Tekni analgesic dapat
napas dalam memblok rangsang
5. Kolaborasi dengan nyeri.
dokter pemberian
analgetik.

b. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Nyeri Post-Op SC


Diagnosa Tujuan dan Intervensi
No Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
2. Gangguan Setelah diberikan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui batas
Mobilitas fisik tindakan sebelum dan sesudah pengetahuan ibu
b.d Nyeri Post- keperawatan aktifitas tentang kondisinya
Op SC diharapkan 2. Kaji tingkat saat ini
1. Mobilitas Fisik kemampuan pasien 2. Mengetahui
Ekpektasi : untuk beraktivitas. aktivitas yang bisa
meningkat 3. Kaji pengaruh dilakukan pasien
a. Pergerakan aktivitas terhadap secara mandiri
esktremitas kondisi luka dan 3. Kondisi luka
meningkat kondisi tubuh umum. menjadi salah satu
b. Kekuatan oto 4. Ajarkan pasien faktor immoblisasi
meningkat tentang teknik 4. Melatih pasien
c. Nyeri menurun ambulasi dini melakukan aktivitas
d. Kecemasan Ajarkan pasien secara mandiri
menurun bagaimana merubah 5. Memepermudah
e. Kelemahan fisi posisi dan berikan kegiatan ibu hamil
menurun bantuan
f. Kaku sendi 5. Bantu pasien
menurun untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas
sehari-hari.

c. Risiko infeksi d.d Luka Insisi Bedah Post-Op SC


Diagnosa Tujuan dan Intervensi
No Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
3. Risiko infeksi Setelah diberikan 1. Monitor tanda dan 1. Mengetahui
d.d Luka Insisi tindakan gejala infeksi local secara komprehensif
Bedah Post-Op keperawatan dan sistemik tanda-tanda infeksi
SC diharapkan 2. Cuci tangan 2. Mencegah infeksi
1. Tingkat Infeksi sebelum dan sesudah silang antara ibu
Ekpektasi : menurun kontak dengan ibu hamil dengan prang
a. Demam menurun hamil sekitar
b. Kemerahan 3. Kaji tanda-tanda 3. Mengetahui
menurun vital ibu hamil tanda-tanda votal
c. Nyeri menurun 4. Anjurkan ibu dalam batas normal
d. Bengkak menurun menggunakan teknik 4. Mengurai nyeri
2. Kontrol Risiko manajemen nyeri pada ibu hamil
Ekspektasi : tiap kala akibat kontraksi tiap
meningkat kala
a. Kemampuan 5. Kolaborasi dengan 5. Meningkat sistem
melakukan strategi dokter pemberian tubuh dalam
kontrol resiko antiobiotik, bila mencegah infeksi
b. Kemampuan perlu
menghindari faktor
risiko
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani S, Malisa N, Nurhayati A Nung, 2015 , “Relaksasi Autogenik Terhadap


Penurunan Skala Nyeri Pada Ibu Post Operasi Sectio Saecarea Autogenic Relaxation
To Decrease Sectio Caesarea Post Operation Pain Scale”, Jurnal Skolastik
Keperawatan, Vol. 1, No.2 Juli - Desember 2015 ISSN: 2443 ² 0935 E-ISSN: 2443 –
169, Prodi D3 keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia, diakses pada tanggal 07
Februari 2021. (https://www.neliti.com/id/publications/130503/relaksasi-autogenik-
terhadap-penurunan-skala-nyeri-pada-ibu-post-operasi-sectio)

Huda. A.N, Kusuma. H, 2016, “Asuhan Keperawatan Praktis (Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, NIC, NOC, Dalam Berbagai Kasus”), MediAction Publisher,
Yogyakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia”, Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia”, Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019, “Standar Luaran Keperawatan Indonesia”, Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai