Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S
DENGAN DIAGNOSA P2A0 POST OP SECTIO CAESARIA HARI KE III
ATAS INDIKASI PRE EKLAMSIA DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RSUD DR SOEROTO NGAWI

OLEH :

RONY TRI HANTORO, S.Kep.


NIM.1812B0331

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
STIKes SURYA MITRA HUSADA KEDIRI
PRODI PENDIDIKAN NERS
PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S


DENGAN DIAGNOSA P2A0 POST OP SECTIO CAESARIA HARI KE III
ATAS INDIKASI PRE EKLAMSIA DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RSUD DR SOEROTO NGAWI

Ngawi, 13 Agustus 2018


Disusun Oleh :
RONY TRI HANTORO, S.Kep.
NIM.1812B0331

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

WAHYU SRI HARSAKTI,S.S.T SUCI ANGGRAENI,S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIP.19811223 200701 2 005 NIK.13.07.10.097

Mengetahui
Kepala Ruang Wijaya Kusuma

MARTAULI,A.Md.Keb
NIP.19730909 199302 2 003

1
LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO SESAREA
A. DEFINISI
Sectio Sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka perut dan dinding rahim. Tujuan dasar pelahiran adalah memelihara
kehidupan atau kesehatan ibu dan anak. Atau SC adalah suatu persalinan buatan,
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

B. ETIOLOGI
Sectio Sesarea efektif dilakukan kalau sebelumnya sudah diperkirakan
bahwa kelahiran pervaginam tidak cocok atau tidak aman. Pelahiran dengan
Sectio Sesarea dilakukan untuk :
1. Plasenta Previa
2. Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa dikoreksi
3. Riwayat obstetric yang jelek
4. Disproporsi sefalopelvik
Mencangkup panggul yang sempit, fetus yang tumbuhnya terlampau terlalu
besar/ adanya ketidakseimbangan relative antara ukuran bayi dan ukuran
fetus
5. Herpesvirus tipe II (genetalia)
6. Riwayat Sectio Sesarea klasik
7. Diabetes (kadang-kadang)
8. Presentasi bokong (kadang-kadang) (mal presentasi) dan malnutrisi
Abnormalitas ini dapat menyebabkan perlunya SC. Pada bayi yang dalam
posisi normal dapat dilahirkan pervaginam.
9. Penyakit atau kelainan yang berat pada janin, seperti Eritroblastosis atau
retardasi pertumbuhan yang nyata.

Sectio Sesarea emergensi dilakukan untuk :


1. Induksi persalinan yang gagal
2. Kegagalan dalam kemajuan persalinan
Dalam kelompok ini termasuk dalam keadaan disproporsi, neoplasma,
kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang jelek, bayi yang besar dan
refleksi kepala bayi.
3. Penyakit fetal atau maternal
4. Diabetes atau pre-eklamsia berat
2
5. Persalinan macet
6. Prolapsus tuniklili
7. Perdarahan hebat dalam persalinan
8. Tipe tertentu malpresentasi janin dalam persalinan

C. TIPE-TIPE SECTIO CAESAREA


1. Sectio Sesarea Transperitonealis Profunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. Tipe ini yang paling banyak dilakukan. Segmen bawah uterus tidak
begitu banyak mengandung pembuluh darah dibanding segmen atas sehingga
resiko perdarahan lebih kecil. Karena segmen bawah terletak diluar kavum
peritonei, kemungkinan infeksi pasca bedah juga tidak begitu besar. Di
samping itu resiko rupture uteri pada kehamilan dan persalinan berikutnya
akan lebih kecil jika jaringan parut hanya terbatas pada segmen bawah uterus.
Kesembuhan luka biasanya baik karena segmen bawah merupakan bagian
uterus yang tidak begitu aktif.
Indikasi SC yang berasal dari ibu:
a. Sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk
b. Terdapat kesempitan panggul
c. Solusio Plasenta tingkat I-II
d. Komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia, eklamsia
e. Setelah operasi plastic vaginam:
1) Bekas luka / sikatriks yang luas
2) Fistula vesika-vaginal, rekto-vaginal
Gangguan perjalanan persalinan, karena :
a. Kista ovarium
b. Mioma uteri
c. Karsinoma serviks
d. Kekakuan serviks
e. Rupture uteri iminem
Kehamilan yang disertai penyakit seperti :
a. Penyakit jantung
b. DM
Indikasi yang berasal dari janin :
a. Fetal distress/ gawat janin
b. Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin
c. Prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil
d. Kegagalan persalinan vakumatau forseps ekstraksi

3
Pertolongan persalinan SC tidak akan dipertimbangkan pada :
a. Janin yang telah meninggal
b. Kelainan congenital
c. Terdapat kesempitan panggul absolute (CD ≤ 5 cm)
Keuntungan insisi segmen bawah rahim menurut kehier :
a. Segmen bawah rahim lebih tenang
b. Kesembuhan lebih baik
c. Tidak banyak menimbulkan perlekatan
Kerugiannya :
a. Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin
b. Terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan
2. Sectio sesarea klasik (korporal) menurut Sanger
Insisi dibuat pada korpus uteri. Dilakukan kala segmen bawah tidak
terjangkau karena melekat eratnya dinding uterus pada perut karena section
sesarea yang sudah-sudah, insisi disegmen bawah uterus mengandung bahaya
perdarahan banyak berhubung dengan letaknya plasenta pada plasenta previa,
atau apabila dikandung maksud untuk melakukan histerektomi setelah janin
dilahirkan.
Indikasi :
a. SC yang dengan sterilisasi
b. Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi robekan
segmen bawah rahim dan perdarahan
c. Janin kepala besar dalam letak lintang
d. Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul
Keuntungan : Mudah dilakukan karena lapangan operasi relative luas
Kerugian :
a. Kesembuhan luka operasi relative sulit
b. Kemungkinan terjadinya rupture uteri pada kehamilan berikutnya lebih
besar
c. Kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar
3. sectio sesarea ekstraperitoneal
Dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal, sekarang tidak
banyak dilakukan karena sulit dalam tehniknya dan seringkali terjadi sobekan
peritoneam.
4. Sectio sesarea histerektomi menurut Porro
Operasi SC Histerektomi dilakukan secara Histerektomi supra vaginal untuk
menyelamatkan jiwa ibu dan janin dengan indikasi :
a. SC disertai infeksi berat
4
b. SC dengan Antonio uteri dan perdarahan
c. SC disertai uterus coovelaire (solusio plasenta)

D. TEHNIK PELAKSANAAN
1. Bedah Caesar klasik /corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah
korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting
sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin
dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur
horizontal ( lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III : Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum
dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah
dan air ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

2. Bedah Caesar transperitoneal profunda


a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara
melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang
lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar
dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting
lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Stetlah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
5
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara
silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur
horizontal (lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III : Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah
dan air ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan
menggunakan klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada
tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem
tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan
pada tunggul serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang
sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic
catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

6
E. KOMPLIKASI
1. Pada Ibu
a. Infeksi Puerperal
Bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi
postoperative terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala infeksi
intrapartum atau ada factor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan
itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya).
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka pada kandung kencing, embolisme
paru-paru, rupture uteri dan sebagainya sangat jarang terjadi
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
rupture uteri. Kemungkinan ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio
Sesarea klasik.
2. Pada Anak
Nasib anak yang dilahirkan dengan sectio sesarea banyak tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan section sesarea . Menurut
statistic di negara-negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang
baik, kematian perinatal pasca SC berkisar antara 4 dan 7 %.

F. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan selama kelahiran sesarea (pre Op)
a. Persiapan fisik praoperatif dilakukan dengan mencukur rambut pubis,
memasang kateter untuk mengosongkan kandung kemih, dan memberi obat
preoperative sesuai resep. Antasida seringkali diberikan untuk mencegah
aspirasi akibat secresi asam lambung kedalam paru-paru pasien.
b. Cairan intravena mulai diberikan untuk mempertahankan hidrasi dan
menyediakan suatu saluran terbuka (openline) untuk pemberian darah /
obat yang diperlukan.
c. Sample darah dan urin diambil dan dikirim ke laboratorium untuk
dianalisis.
d. Selama preoperative orang terdekat didorong untuk terus bersama wanita
tersebut selama mungkin untuk memberikan dukungan emosional secara
berkelanjutan.
7
e. Perawat memberikan informasi esensial tentang prosedur, mengkaji
persepsi wanita dan pasangan atau suaminya tentang kelahiran sesarea.
Ketika wanita mengungkapkan , perawat dapat mengidentifikasi gangguan
potensial konsep diri selama periode pasca partum.
f. Jika ada waktu sebelum melahirkan, perawat dapat mengajari wanita
tersebut tentang harapan pasca operasi, cara merdakan nyeri, mengubah
posisi, batuk dan napas dalam.
g. Perawat dikamar bedah bisa membantu mengatur posisi wanita tersebut
diatas meja operasi,. Adalah penting untuk mengatur posisi wanita tersebut
sehingga uterus berada pada posisi lateral untuk menghindari penekanan
pada vena cava inferior yang dapat menurunkan perfusi plasenta.
h. Perawatan bayi didelegasi kepada dokter anak dan perawat yang
melakukan resusitasi neonatus karena bayi ini dianggap beresiko sampai
ada bukti kondisi fisiologis bayi stabil setelah lahir.
2. Perawatan pasca partum (post Op)
a. Pengkajian keperawatan segera setelah melahirkan meliputi pemulihan dari
efek anastesi, status pasca operasi dan pasca melahirkan dan derajat nyeri.
b. Kepatenan jalan napas dipertahankan dan posisi wanita tersebut diatur
untuk mencegah kemungkinan aspirasi.
c. Tanda-tanda vital diukur setiap 15 menit selama 1-2 jam sampai wanita itu
stabil. Kondisi balutan insisi, fundus dan jumlah lokea, dikaji demikian
pula masukan dan haluaran.
d. Perawat membantu wanita tersebut untuk mengubah posisi dan melakukan
napas dalam serta melatih gerakan kaki. Obat-obatan untuk mengatasi nyeri
dapat diberikan
e. Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama dapat didominasi oleh
nyeri akibat insisi dan nyeri dari gas di usus halus dan kebutuhan untuk
menghilangkan nyeri.
f. Tindakan lain untuk mengupayakan kenyamanan, seperti mengubah posisi,
mengganjal insisi dengan bantal, memberi kompres panas pada abdomen
dan tehnik relaksasi.
g. Ambulasi dan upaya menghindari makanan yang menghasilkan gas dan
minuman berkarbonat bisa mengurangi nyeri yang disebabkan gas.
h. Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum, perawatan payudara
dan perawatan higienis rutin termasuk mandi siram setelah balutan luka
diangkat.

8
i. Setiap kali berdinas perawat mengkaji tanda-tanda vital, insisi, fundus
uterus, dan lokia. Bunyi napas, bising usus, tanda homans, eliminasi urine
serta defekasi juga dikaji.
j. Pasangan atau suami dapat dilibatkan dalam sesi pengajaran dan penjelasan
tentang pemulihan pasangannnya. Beberapa orangtua akan marah,frustasi
atau kecewa karena wanita tidak dapat melahirkan pervaginam. Beberapa
wanita mengungkapkan perasaan seperti harga diri rendah atau citra diri
yang negative. Akan sangat berguna bila ada perawat yang hadir selama
wanmita melahirkan, mengunjungi dan membantu mengisi “kesenjangan”
tentang pengalaman tersebut.
k. Rencana pulang terdiri dari informasi tentang diet, latihan fisik,
pembatasan aktifitas, perawatan payudara, aktifitas seksual dan
kontrasepsi, medikasi, dan tanda-tanda komplikasi serta perawatan bayi.

G. TANDA-TANDA KOMPLIKASI PASCA OPERASI SETELAH


PEMULANGAN
Laporkan tanda-tanda berikut kepada petugas perawatan kesehatan :
1. Demam lebih dari 38 ºC
2. Nyeri saat buang air kecil
3. Lokia lebih banyak daripada periode menstruasi normal
4. Luka terbuka
5. Kemerahan dan berdarah pada tempat insisi
6. Nyeri abdomen yang parah

H. PENATALAKSANAAN PASCA TINDAKAN (MEDIS)


1. Kaji ulang prinsip perawatan pasca bedah
2. Jika masih terdapat perdarahan :
a. Lakukan massage uterus
b. Beri oksitosin 10 unit
c. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ML cairan IV (garam fisiologik/ringer
laktat) 60 tetes permenit, ergometsin 0,2 mg IM dan prostaglandin
3. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotic kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2g IV setiap 6 jam
b. Ditambah gentamicin 5mg/kgBB IV setiap 24 jam
c. Ditambah metronidazol 500mg IV setiap 8 jam
4. Beri analgesic jika perlu.

9
I. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA SC
1. SC elektif : pembedahan direncanakan terlebih dahulu , karena segala
persiapan dapat dilakukan dengan baik.
2. Anestesia : anestesia umum akan mempengaruhi defensif pada pusat
pernafasan janin, anestesi spinal aman buat janin tetapi ada kemungkinan
tekanan darah ibu menurun yang bisa berakibat bagi ibu dan janin sehingga
cara yang paling aman adalah anestesi local, tetapi sering tidak dilakukan
karena mengingat sikap mental penderita.
3. Transfusi darah : pada umumnya SC perdarahannya lebih banyak disbanding
persalinan pervaginam, sehingga perlu dipersiapkan.
4. Pemberioan antibiotik : pemberian antibiotik sangat dianjurkan mengingat
adanya resiko infeksi pada ibu.

J. DIAGNOSA KEPERWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b.d agen injury fisik (insisi pembedahan)
2. Resiko infeksi b.d prosedur infasif, insisi post pembedahan
3. Gangguan konsep diri (harga diri) b.d ketidak mampuan melahirkan
pervaginam
4. Ketakutan b.d deficit pengetahuan tentang program praoperasi dan pasca
operasi yang asing
5. Deficit perawatan diri (mandi) b.d nyeri
6. Gangguan pola tidur b.d stimulant berlebih (nyeri), suhu atau kelembaban
yang berubah-ubah

10
11
12
13
14
15
16
PRE EKLAMSIA
A. DEFINISI
Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. ( Taufan, 2011).
Pre eklamsi adalah suatu sindroma klinis dalam kehamilan viable ( usia
kehamilan > 20 minggu dan / berat janin 500 gram ) yang ditandai dengan
hipertensi, proteinuria dan edema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan 20
minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. ( Taufan, 2011)
Pre eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria
dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
tri wulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnyan mola
hidatidosa. (Prawirohardjo, 2005).
Pre eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai protinuria dan
atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. (Sujiyatini dkk, 2009)
Pre eklamsi berat adalah pre eklamsi yang ditandai tekanan sistolik 160
atau lebih dalam 24 jam, 3 atau 4 pada pemeriksaan invalitatif, oliguria air
kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam, keluhan serebral, gangguan
penglihatan atau nyeri di daerah epigastrum, edema paru-paru atau sianosis.
(Maryunani, 2009)

B. KLASIFIKASI
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2
kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat 1 kg atau
lebih per minggu.
c. Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada
urin kateter.
2. Preeklampsia Berat
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
c. bila timbul komplikasi berat sebagai berikut :
17
1) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
2) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium.
3) Terdapat edema paru dan sianosis.
4) Nyeri epigastrum, kuadran kanan atas abdomen
5) Gangguan fungsi hepar (Icesmi dkk, 2013)

C. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui. Banyak teori – teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh
karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang
memuaskan. Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih
merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi.
Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat
pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada
teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :
1. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
2. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
3. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan
tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain :
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
2. Peran faktor imunologis.
3. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
pre-eklampsi/eklampsia.
4. Peran faktor genetik
5. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
6. Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada
ipar mereka.

18
D. PATOFISIOLOGI
Pada pre eklamsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan troboplastik
yaitu akibat dari hiperoksidase lemak dan pelepasan rennin uterus. Bahan
troboplastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan
tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan
tomboksan dan aktivasi agegrasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan
akan menyebabkan terjadinya vasopasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit
deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan
perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati.
Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan
darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Rennin uterus yang
dikeluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensi II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasopasme.
Vasopasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang
menyempit menyebabkan lumen hanya bisa dilewati oleh satu sel darah merah.
Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga
menyebabkan terjadinya hipertensi.
Selain menyebabkan vasopasme, angiotensin II akan merangsang
glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasopasme bersama dengan
koagulasi intravascular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan
multiorgan. Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh diantaranya
otak, darah,paru-paru, hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnose keperawatan risiko cedera.
Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
perdarahan, sedangkan sela darah merah yang pecah akan menyebabkan
terjadinya anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat
menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga
akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan
terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokonstriksi pembuluh darah

19
menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah
jantung dan memunculkan diagnosa penurunan curah jantung.
Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorbsi
natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya
edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume
cairan. Selain itu, vasopasme arteriol pada ginjal akan menyebabkan penurunan
GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorbsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
dieresis menurun sehingga menyebabkan oliguri dan anuri. Oliguri dan anuri
akan memunculkan diagnose keperawatan gangguan eliminasi urin.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak
protein lolos dari filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria.
Hipertensi akan merangsang medulla oblongata dan system saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus
gastrointestinal dan ekstremitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan
terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H sehingga HCl meningkat
sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi
akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah
sehingga muncul diagnose keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Pada ekstremitas dapat terjadi metabolism anaerob menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah, sehingga muncul diagnose
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
sesorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan
kurang pengetahuan. (Bothamley dkk,2013)

20
E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS
Pre eklamsi dinyatakan berat bila ada satu diantara gejala-gejala berikut :
1. Hipertensi dengan tekanan darah 160/90 mmHg atau lebih
2. Proteinuria 5 gram/24 jam atau lebih, +++ atau ++++ pada pemeriksaan
kualitatif
3. Oliguria, urine 400 ml/24 jam atau kurang
4. Edema paru-paru, sianosis
5. Tanda dan gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah penglihatan,
pandangan kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi, nyeri epigastrum,
mual atau muntah serta emosi mudah marah
6. Adanya HELLP syndrome ( Hemolysis Liver Enzim Low Platelet Count).
(Lauren ; 2012)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Selain anamnesa dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan pre eklamsi
sebaiknya diperiksa juga :
21
1. Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : urium kreatinin, SGOT, LDH,
bilirubin
2. Pemeriksaa urinr : protein, reduksi, bilirubin, sedimen
3. Kardiotografi untuk menilai kesejahteraan janin. ( Sujiyatini dkk, 2009)

H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dengan pre eklamsi : abrupsio placenta, keterbatasan
pertumbuhan intrauteri, sindrom HELP (Haemolysis, Elevated Liver enzymes,
Low Platelet count), koagulasi intravaskuler diseminata, gagal ginjal, kelahiran
premature, kegagalan multiorgan, eklamsia, dan kematian. (Elizabeth, 2011)

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pre eklamsi berat :
1. Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinil (untuk kehamilan <35 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik)
2. Penanganan aktif :
Apabila ibu memiliki 1 atau lebih criteria berikut :
a. Ada tanda-tanda impending eklamsi
b. Ada HELLP syndrome
c. Ada kegagalan penanganan konservatif
d. Ada tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat
e. Usia kehamilan >35 minggu
f. Pemberian pengobatan medisimal : anti kejang
g. Terminasi kehamilan : bila pasien belum inpartu dilakukan induksi
persalinan
h. Persalinan SC dilakukan apabila syarat induksi persalinan tidak terpenuhi
atau ada kontraindikasi persalinan pervagina. (Elizabeth, 2009)

K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian umum ibu
b. Data riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
a). Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil
b). Kemungkinan ibu mempunyai riwayat pre eklamsi pada kehamilan
terdahulu
c). Biasanya mudah terjadi pada ibu obesitas
22
d). Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis

2) Riwayat kesehatan sekarang


a). Ibu terasa sakit kepala
b). Terasa sakit di epigastrum
c). Gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia
d). Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan
e). Gangguan serebral lainya : terhuyung-huyung dan tidak tenang
f). Edema pada ekstremitas
g). Tengkuk terasa berat
h). Kenaikan berat badan mencapai 1kg seminggu
3) Riwayat kesehatan keluarga.
Kemungkinan mempunyai riwayat pre eklamsia dan eklamsia dalam
keluarga
4) Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun
atau diatas 35 tahun
c. Pemeriksaan fisik biologis
1) Keadaan umum : lemah
2) Kepala : sakit kepala, wajah edema
3) Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina
4) Pencernaan abdomen : nyeri epigastrum, anoreksia, mual dan muntah
5) Ekstremitas : edema pada kaki dan tangan juga jari-jari
6) System persyarafan : hiper refleksia, klonus pada kaki
7) Genitourinaria : oliguria, proteinuria
8) Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin
melemah. (Mitayani,2009)

2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d penimbunan cairan pada paru
b. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi glumerulus sekunder
terhadap penurunan Cardiac Output
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d terjadinya vasopasme
arterional, edema serebral, perdarahan
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
f. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
g. Nyeri akut
23
h. Konstipasi
i. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan
3. Intervensi keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
pertukaran gas klien tidak terganggu
Kriteria hasil :
1) klien dapat mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat
2) memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress
pernafasan
3) mendemostrasikan batuk efektif
4) tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Lakukan fisioterapi dada
4) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan.
5) Monitor respirasi dan status o2
6) Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi
7) Monitor suara nafas
8) Monitor pola nafas
9) Monitor kelelahan otot diafragma
10) Auskultasi suara nafas, catat ada tidaknya ventilasi dan suara tambahan
b. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi glumerulus sekunder
terhadap penurunan Cardiac Output
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
kelebihan volume cairan pada klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Terbebas dari edema dan efusi
2) bunyi nafas bersih, tidak ada dypsneu atau ortopneu
3) terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
Intervensi keperawatan :
1) timbang pembalut jika diperlukan
2) pertahankan intake output cairan
3) monitor hasil Hb
4) monitor vital sign
5) monitor retensi/kelebihan cairan
24
6) kaji lokasi dan luas edema
7) monitor status nutrisi
8) batasi masukan cairan
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
terjadinya vasopasme arterional, edema serebral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
perfusi jaringan klien kembali efektif
Kriteria hasil :
1) tekanan darah dalam rentang normal
2) tidak ada peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15mmHg)
3) berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
4) menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
Intervensi keperawatan :
1) monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
2) instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika terjadi isi atau
laserasi
3) gunakan sarung tangan untuk proteksi
4) batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
5) monitor kemampuan BAB
6) kolaborasi pemberian analgetik
7) monitor adanya tromboplebitis
8) diskusikan mengenai perubahan sensasi
d. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan nutrisi pasien
kembali tercukupi
Kriteria hasil :
1) adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4) tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5) tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
25
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5) Berikan substansi gula
6) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
7) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
8) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Definisi : Beresiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang
dapat mengganggu kesehatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
resiko ketidakefektifan pada pasien tidak terjadi.
Kriteria hasil :
1) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
2) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
3) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
4) Tingkat kesadaran membaik
Intervensi :
1) Monitor daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
2) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi
3) Gunakan sarung tangan untuk proteksi
4) Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
5) Monitor kemampuan BAB
6) Kolaborasi pemberian analgetik
f. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
Definisi : Merasa kurang senang, lega, dan sempurna dalam dimensi fisik,
psiko, spiritual, lingkungan, dan sosial.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
pasien tidak terdapat gangguan rasa nyaman, atau kenyamanannya
bertambah
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol kecemasan
2) Status lingkungan yang nyaman
3) Mengontrol nyeri
4) Kualitas tidur dan istirahat adekuat
5) Agresi pengendalian diri
6) Respon terhadap pengobatan
7) Control gejala
26
8) Status kenyamanan meningkat
9) Dapat mengontrol ketakutan
Intervensi :
1) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
3) Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
4) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
5) Dorong keluarga untuk menemani anak
6) Dengarkan dengan penuh perhatian
7) Identifikasi tingkat kecemasan
8) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
g. Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international
association for the study of pain ): awitan yang tiba tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri pasien dapat berkurang.
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tekhnik nonfarmakologi, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komperehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
7) Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
27
8) Kurangi factor presipitasi nyeri

h. Konstipasi
Definisi : penurunan pada frekwensi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap fases atau pengeluaran fases yang
kering, keras, dan banyak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
pasien dapat defekasi dengan frekwensi yang normal dan mudah.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan bentuk fases lunak setiap 1-3 hari
2) Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
3) Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
4) Feses lunak dan berbentuk
Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
2) Monitor bising usus
3) Monitor feses: frekswensi, konsistensi, dan volume
4) Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan bising
usus
5) Mitor tanda dan gejala rupture usus/ peritonitis
6) Dukung intake cairan
7) Pantau tanda-tanda dan gejala konstipasi
8) Memantau bising usus
i. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan
Definisi : ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan
dengan topic tertentu
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan
tidak ada kekurangan informasi/pengetahuan pada pasien
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi,
prognosis, dan program pengobatan
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
28
2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
4) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
6) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
7) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
8) Hindari jaminan yang kosong
9) Instruksikan pasien mengenal tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

29
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin,, 2001 , Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Abdul Bari Saifuddin,, 2002 , Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Bobak Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4, ECG :
Jakarta.

Farrer Hellen, 1999, Perawatan Maternal, Alih Bahasa Andry Hartono, ECG :
Jakarta.

Hacher/Moore, 2001, Esensial Obstetric Dan Ginekologi, Hypokrates , Jakarta

Iowa Outcome Project, 2000, Nursing Outcome Classification (NOC), Mosby-Year


Book

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculaplus.
Jakarta

Marlyn Doenges,Dkk, 2001,Rencana Perawatan Maternal/Bayi, EGC , Jakarta

Manuaba,Ida Bagus Gede, 1998, Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan Dan


Keluarga Berencana, EGC, Jakarta

NANDA, Nursing Diagnosis: Definition And Klasification 2005-2006. NANDA


Internasional Philadelphia, 2005.

Sarwono, 1989, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Sarwono, Jakarta.

Winkjosastro Hanifa, 2002, Ilmu Kebidanan Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo, Jakarta

30
b. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA PERENCANAAN
N KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
O

1. Nyeri akut b.d agen NOC: Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
cedera fisik keperawatan selama 3x24 jam pasien 1. Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi,
(prosedur bedah) mampu untuk karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
Mengontrol nyeri dengan indikator: intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
1. Mengenal factor-faktor penyebab nyeri 2. observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
2. Mengenal onset nyeri khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
3. Melakukan tindakan pertolongan non- efektif
analgetik 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
4. Menggunakan analgetik 4. Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat
5. Melaporkan gejala-gejala kepada tim mengekspresikan nyeri
kesehatan 5. Kaji latar belakang budaya pasien
6. Mengontrol nyeri 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup:
pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship,
Keterangan: pekerjaan, tanggungjawab peran
1 = tidak pernah dilakukan 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri
2 = jarang dilakukan kronis
3 =kadang-kadang dilakukan 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
4 =sering dilakukan yang telah digunakan
5 = selalu dilakukan pasien 9. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan pencegahan
Menunjukan tingkat nyeri 11. kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
Indikator: respon pasien terhadap ketidaknyamanan (seperti: temperatur
a. Melaporkan nyeri ruangan, penyinaran, dll)
b. Melaporkan frekuensi nyeri 12. Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri
c. Melaporkan lamanya episode nyeri 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi,
31
d. Mengekspresi nyeri: wajah guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
e. Menunjukan posisi melindungi tubuh massase)
f. kegelisahan 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
g. perubahan respirasi rate 15. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien
h. perubahan Heart Rate 16. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
i. Perubahan tekanan Darah 17. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
j. Perubahan ukuran Pupil secara tepat
k. Perspirasi 18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
l. Kehilangan nafsu makan 19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga
saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan
Keterangan: preventif
1 : Berat 20. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
2 : Agak berat
3 : Sedang Pemberian Analgetik
4 : Sedikit 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
5 : Tidak ada sebelum pengobatan
2. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
3. Cek riwayat alergi obat
4. Libatkan pasien dalam pemilhan analgetik yang akan digunakan
5. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik
jika telah diresepkan
6. Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
7. Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah pemberian
analgetik
8. Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
9. Dokumentasikan respon setelah pemberian analgetik dan efek
sampingnya
10. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)

32
2. Risiko infeksi b.d Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Kontrol Infeksi
tindakan invasif, selama 2x24 jam pasien dapat memperoleh 1. Bersikan lingkungan setelah digunakan oleh pasien
paparan lingkungan Pengetahuan:Kontrol infeksi 2. Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
patogen Indikator: 3. Batasi jumlah pengunjung
1. Menerangkan cara-cara penyebaran 4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
infeksi 5. Anjurkan pasien untuk cuci tangan dengan tepat
2. Menerangkan factor-faktor yang 6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
berkontribusi dengan penyebaran 7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
3. Menjelaskan tanda-tanda dan gejala setelah meninggalkan ruangan pasien
4. Menjelaskan aktivitas yang dapat 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
meningkatkan resistensi terhadap 9. Lakukan universal precautions
infeksi 10. Gunakan sarung tangan steril
Keterangan: 11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
1 : tidak pernah 12. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
2 : terbatas 13. Ajarkan pasien untuk pengambilan urin porsi tengah
3 : sedang 14. Tingkatkan asupan nutrisi
4 : sering 15. Anjurkan asupan cairan yang cukup
5 : selalu 16. Anjurkan istirahat
Status Nutrisi 17. Berikan terapi antibiotik
1. Asupan nutrisi 18. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari
2. Asupan makanan dan cairan infeksi
3. Energi 19. Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana mencegah
4. Masa tubuh infeksi
5. Berat badan
Keterangan:
1 : sangat bermasalah
2 : bermasalah
3 : sedang
4 : sedikit bermasalah
5 : tidak bemasalah

33
3. Kurang Pengetahuan : proses penyakit Pembelajaran : proses penyakit
pengetahuan 1. Mengenal nama penyakit 1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
tentang perawatan 2. Deskripsi proses penyakit 2. Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana kaitannya dengan
ibu nifas dan 3. Deskripsi faktor penyebab atau faktor anatomi dan fisiologi tubuh
perawatan post pencetus 3. Deskripsikan tanda dan gejala umum penyakit
operasi b/d 4. Deskripsi tanda dan gejala 4. Identifikasi kemingkinan penyebab
kurangnya sumber 5. Deskripsi cara meminimalkan 5. Berikan informasi tentang kondisi klien
informasi perkembangan penyakit 6. Berikan informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik
6. Deskripsi komplikasi penyakit 7. Diskusikan tentang pilihan terapi
7. Deskripsi tanda dan gejala komplikasi 8. Instruksikan klien untuk melaporkan tanda dan gejala kepada
penyakit petugas
8. Deskripsi cara mencegah komplikasi
Skala : Pembelajaran : prosedur/perawatan
1 : tidak ada 1. Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
2 : sedikit 2. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
3 : sedang 3. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang
4 : luas prosedur yang akan dilakukan
5 : lengkap 4. Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
Pengetahuan : prosedur perawatan 5. Instruksikan klien untuk berpartisipasi selama
1. Deskripsi prosedur perawatan prosedur/perawatan
2. Penjelasan tujuan perawatan 6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah
3. Deskripsi langkah-langkah prosedur prosedur/perawatan
4. Deskripsi adanya pembatasan
sehubungan dengan prosedur
5. Deskripsi alat-alat perawatan
Skala :
1 : tidak ada
2 : sedikit
3 : sedang
4 : luas

34
5 : lengkap
4. Deficit perawatan Setelah dilakukan tindakan keperwatan Membantu perawatan diri pasien:
diri b.d nyeri, selama 3x24 jam, pasien mampu 1. Tempatkan alat-alat mandi pasien
kelemahan melakukan mandi sendiri dan berpakaian 2. Libatkan keluarga dan pasien
sendiri dengan criteria hasil : 3. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tetapi beri bantuan
1. Tubuh bebas dari bau dan menjaga ketika klien tidak mampu untuk melakukannya
keutuhan kulit 4. ADL berpakaian :
2. Menjelaskan cara mandi dan 5. Informasikan pada dalam memilih pakaian selama perawatan
berpakaian 6. Sediakan pakaian ditempat yang mudah dijangkau
7. Anjurkan berpakaian yang sesuai dan Jaga privasi pasien
8. Berikan pakaian pribadi yang digemari dan sesuai

5. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Aktivitas dapat ditolerir


b.d nyeri, keletihan selama 3x24 jam, pasien menunjukan 1. Dukung klien dalam menegakkan regimen latihan teratur dengan
perbaikan dalam toleransi akifitas dengan menggunakan treadmill dan exercicle berjalan atau latihan lain
criteria hasil : yang sesuai seperti berjalan perlahan
1. Klien melkaukan aktifitas napas pendek 2. Pertahankan intake –output tercatat secara adekuat
lebih sedikit 3. Monitor TTV
2. Berjalan dan secara bertahap 4. Berikan cairan secara bertahap
meningkatkan waktu dan jarak berjalan 5. Monitor nilai laboratorium yang sesuai
untuk memperbaiki kondisi fisik 6. Libatkan keluarga dalam membantu peningkatan masukan cairan

6. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan tidur


tidur b.d stimulant selama 2x24 jam pasien dapat terpenuhi 1. Kaji aktivitas pola tidur pasien
berlebih (nyeri), kebutuhan tidurnya dengan criteria hasil : 2. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama sakit
suhu atau 1. Jumlah jam tidur yang cukup 3. Monitor pola tidur dan catat keadaan fisik psikososial yang
kelembaban yang 2. Pola tidur yang normal menggangu tidur
berubah-ubah, 3. Kulaitas tidur cukup 4. Tambah jam tidur bila perlu
kondisi lingkungan 4. Merasa segar setelah bangun tidur 5. Anjurkan pasien untuk merelaksasikan ototnya atau melakukan
yang ramai 5. TTV dalam batas normal aktivitas nonfarmakologi yang dapat menyebabkan tidur (missal
minum susu hangat, masase punggung, mandi, makan makanan

35
kecil sore hari)

36
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin,, 2001 , Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Abdul Bari Saifuddin,, 2002 , Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Bobak Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4, ECG :
Jakarta.
Farrer Hellen, 1999, Perawatan Maternal, Alih Bahasa Andry Hartono, ECG :
Jakarta.
Hacher/Moore, 2001, Esensial Obstetric Dan Ginekologi, Hypokrates , Jakarta
Iowa Outcome Project, 2000, Nursing Outcome Classification (NOC), Mosby-Year
Book
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculaplus.
Jakarta
Marlyn Doenges,Dkk, 2001,Rencana Perawatan Maternal/Bayi, EGC , Jakarta
Manuaba,Ida Bagus Gede, 1998, Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan Dan
Keluarga Berencana, EGC, Jakarta
NANDA, Nursing Diagnosis: Definition And Klasification 2005-2006. NANDA
Internasional Philadelphia, 2005.
Sarwono, 1989, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Sarwono, Jakarta.
Winkjosastro Hanifa, 2002, Ilmu Kebidanan Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo, Jakarta

37
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
PERIODE POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA

1. Data Demografi
Nama Klien : Ny S
Umur Klien : 26 th
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Sampang
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Diagnosa Medik : Post SC
Tgl Masuk RS : 19 Oktober 2005
No RM : 00271371
Tgl Pengkajian : 19 Oktober 2005

2. Keluhan Utama Saat Ini


Nyeri pada luka SC

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit Jantung, Hipertensi dan Diabetes
Mellitus, klien juga mengatakan belum pernah dirawat di Rumah Sakit.

4. Riwayat Persalinan Dan Kelahiran Saat Ini


Klien dilakukan operasi Sectio Caesaria dengan indikasi persalinan kala II tak maju.

5. Data Bayi Saat Ini


Bayi laki-laki dilahirkan per abdominal tgl 12 Oktober 2005 dengan keadaan hidup,
tidak ada cacat bawaan. Jenis kelamin perempuan, BBL : 2700 gr, PB : 46 cm. Bayi mau
menyusu dan reflek hisap bagus.

6. Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan pada keluarga tidak ada riwayat penyakit ginjal, jantung, asma
maupun DM.

7. Riwayat Obstetri
Operasi ini adalah pengalaman pertama persalinan klien dan juga kehamilan yang
pertama.
8. Riwayat Kesehatan
Penampilan umum baik, kesadaran Composmentis
BB sekarang : 53 kg
TB : 151 cm

38
TTV : TD 130/90 mmHg, N 88 x/m, RR 24 x/m, S: afebris.
 Kulit, rambut, kuku
Warna kulit kemerahan, sianosis (-), pucat (-), pruritus (-), gatal (-), turgor kulit
elastis, bersih, rambut distribusi merata, rontok (-), kuku pendek bersih, pucat (-),
kapilary refil <2 detik.
 Kepala dan leher
Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-), peningkatan JVP (-),
 Telinga
Simetris, bersih, discharge (-)
 Mulut, hidung dan tenggorokan
Mukosa mulut merah muda, stomatitis (-), sianosis (-), faringitis (-), mulut dan gigi
bersih, hidung bersih, tidak ada sekret
 Thorak dan paru-paru
Simetris, pengembangan dada maksimal, ketinggalam gerak (-), retraksi (-), taktil
fremitus (+), perkusi sonor, auskultasi vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
 Payudara
Membesar, kebersihan baik, putting menonjol, ASI keluar.
 Jantung
S1-2 murni, bising (-), murmur (-), nyeri tekan (-), perkusi pekak, kesan besar normal
 Abdomen
Luka post SC memanjang di bawah umbilikus sepanjang 12 cm, pus (-), peristaltik
(+), balutan belum diganti sejak pulang rawat inap.
 Genetalia
Lochea sanguinolenta, perdarahan (+) 150 cc, edema (-), laserasi (-)
 Anus dan Rektum
Ruptur perineum (-), episiotomi (-), jahiran perineal (-), kesan bersih
 Muskuloskeletal
Pergerakan (+), kekuatan (+), edema ekstremitas (-)

9. Profil Keluarga
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
ANC teratur ke puskesmas, sebelum ke rumah sakit klien berencana melahirkan di
bidan tetapi karena kata bidan harus melahirkan di rumah sakit maka klien ikut saran
bidan demi keselamatannya dan bayinya, bila sakit klien juga biasa membawa ke
Puskesmas, klien juga tertarik dengan informasi kesehatan yang diberikan perawat.
b. Pola nutrisi-metabolisme
Klien biasa makan 3x sehari, nasi, lauk daging, tahu, tempe, dll, sayur, kadang buah.
Setelah operasi ini klien mengatakan tidak makan telur daging maupun ikan karena

39
takut lukanya lama sembuh tetapi hanya makan nasi dan sayur-sayuran. Minum air
putih, teh dengan jumlah 7-8 gelas sehari
c. Pola eliminasi
Klien mengatakan tidak mempunyai masalah dengan BAB dan BAKnya, biasa BAB
1 kali sehari dan BAK 4-5 kali sehari.
d. Pola aktivitas-latihan
Klien sudah mampu berjalan dengan pelan-pelan karena klien masih mengeluh sakit
pada perut bekas luka operasi, nyeri di rasakan bertambah jika bagian perut ikut
bergerak seperti berjalan atau mengejan. Klien tampak mengekspresikan rasa nyeri
ketika berjalan. Nyeri pada skala 4-5.
e. Pola istirahat-tidur
Klien tidak mempunyai gangguan pola tidur, biasa tidur siang 1 jam dan malam
kurang lebih 5-6 jam.
f. Pola persepsi-kognitif
Penglihatan jelas, pendengaran jelas, sensasi rasa masih berfungsi baik, mampu
membedakan panas, dingin, rasa pahit, asin, manis, tajam dan tumpul.
g. Pola persepsi terhadap diri
Ibu merasa dirinya saat ini cukup berbahagia dengan kelahiran anak pertamanya
dengan selamat walaupun dengan cara operasi.
h. Pola hubungan peran
Hubungan dengan suami, keluarga dan orang lain : baik/harmonis
i. Pola stress-koping
Ibu merasa bahagia anaknya telah lahir, tapi ibu masih ingin punya anak perempuan
tetapi takut SC lagi dan ingin KB dulu.
j. Pola kepercayaan-nilai
Klien seorang muslim, taat menjalankan sholat 5 waktu

10. Profil Keluarga


Pendukung keluarga : suami, adik-adik kandung, ibu, bapak, dan keluarga lainnya
Jumlah anak :1
Pekerjaan : IRT
Tk pendidikan : SD
Tk ekonomi sosial : menengah

11. Riwayat dan Rencana KB


Sebelumnya belum menggunakan KB, setelah kelahiran ini ingin menggunakan KB
suntik.

40
ANALISA DATA dan DIAGNOSA KEPERAWATAN

No DATA MASALAH ETIOLOGI


1. DS : Nyeri akut Agen injury fisik
- klien mengatakan, “nyeri (luka insisi operasi)
pada luka operasi terutama
jika bergerak seperti berjalan”
- Skala nyeri 4– 5 (nyeri
sedang)

DO :
- Klien tampak berhati-hati
untuk bergerak/berjalan.
- Klien mengekspresikan rasa
nyeri ketika berjalan
- Klien mengungkapkan rasa
ketidaknyamanannya/nyeri.

2. DS : Resiko infeksi Tindakan invasif dan


- Klien mengatakan, “ dijalan Paparan lingkungan
lahir saya ada luka jahitan. patogen
DO :
- Terlihat balutan luka diperut
bawah.

3. DS : Kurang pengetahuan Kurangnya informasi


- Klien mengatakan, “saya tentang perawatan post
tidak makan telur, daging operasi dan perawatan
maupun ikan, takut lukanya bayi
lama sembuh”
- Klien mengatakan belum
mendapatkan penyuluhan
tentang perawatan post
operasi
DO :
- Klien mengungkapkan secara
verbal tentang informasi yang
tepat untuk perawatan nifas
dan perawatan bayi.
- Klien tertarik dengan
informasi yang diberikan
perawat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Nyeri akut b.d Agen injury fisik (luka insisi operasi)
2. Resiko infeksi b.d Tindakan invasif dan Paparan lingkungan
patogen
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi dan
perawatan bayi b.d Kurangnya informasi

41
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
19 Okt 05 Dx 1 10.00
- Melakukan pengkajian S:
lokasi, karakteristik, durasi, Klien mengatakan nyeri luka
frekuensi, kualitas, post operasi dengan skala 4,
intensitas atau berat dan nyeri bertambah ketika klien
faktor presipitasi nyeri berjalan
- Menciptakan suasana O:
yang nyaman dengan - Klien masih tampak
meminimalkan stimulasi menahan nyeri ketika
lingkungan berjalan
- Mengajarkan tekhnik - TD : 110/70 mmHg N :
relaksasi dan distraksi untuk 80 x/menit
mengurangi nyeri - Klien dapat
- Memberikan penjelasan mendemonstrasikan tekhnik
tentang penyebab timbulnya relaksasi untuk mengurangi
nyeri nyeri
- Mengkaji pengalaman A: Masalah teratasi sebagian
individu terhadap nyeri, P : Lanjutkan intervensi
keluarga dengan nyeri Kaji keefektifan tindakan
kronis perawatan nyeri
- Memberi dukungan
terhadap kemampuan klien

19 Okt 05 Dx 2 10.10 S:
- Menerapkan tindakan Klien mampu menjelaskan tanda-
pencegahan universal ketika tanda infeksi
melakukan kegiatan O:
- Memantau suhu tubuh dan - Suhu afebris
denyut nadi - Produksi lochea
- Menjaga kebersihan tempat sanguinolenta
tidur dan lingkungan - Tanda vital dalam batas
perawatan normal TD : 110/70 mmHg
- Mengangkat jahitan luka N : 80 x/menit
post operasi separuh A: Masalah teratasi sebagian
- Merawat luka post operasi P : Lanjutkan intervensi
dengan cara steril. Pantau tanda-tanda infeksi
- Memantau produksi lochea,
pantau kondisi vagina
- Memberikan penjelasan
tentang mengapa klien
menghadapi risiko infeksi,
tanda dan gejala infeksi

19 Okt 05 Dx 3 10.20 S:
 Mengkaji tingkat Klien mengatakan sudah
pengetahuan klien. mengerti cara perawatan ibu
 Menjelaskan kepada klien nifas
pentingnya nutrisi untuk Klien menyatakan kemauannya
penyembuhan luka untuk makan protein hewani
O:
 Menjelaskan kepada klien
Klien dapat menjelaskan cara
untuk meningkatkan input
merawat ibu nifas
protein.
A: Masalah teratasi sebagian
 Menjelaskan tentang cara P: Lanjutkan intervensi
perawatan ibu nifas dan post Jelaskan cara perawatan bayi
operasi baru lahir
 Melakukan diskusikan
tentang perubahan gaya

42
hidup pada pasien yang
mungkin dibutuhkan.

43

Anda mungkin juga menyukai