Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

D
DENGAN DIAGNOSA P1A0 POST PARTUM SPONTAN HARI KE II
DISERTAI ANEMIA DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RSUD DR SOEROTO NGAWI

OLEH :

RONY TRI HANTORO, S.Kep.


NIM.1812B0331

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
0
STIKes SURYA MITRA HUSADA KEDIRI
PRODI PENDIDIKAN NERS
PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D


DENGAN DIAGNOSA P1A0 POST PARTUM SPONTAN HARI KE II
DISERTAI ANEMIA DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RSUD DR SOEROTO NGAWI

Ngawi, 20 Agustus 2018


Disusun Oleh :
RONY TRI HANTORO, S.Kep.
NIM.1812B0331

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

WAHYU SRI HARSAKTI,S.S.T SUCI ANGGRAENI,S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIP.19811223 200701 2 005 NIK.13.07.10.097

Mengetahui
Kepala Ruang Wijaya Kusuma

MARTAULI,A.Md.Keb
NIP.19730909 199302 2 003

1
LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN NORMAL
A. DEFINISI
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi( janin dan uri ) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan ( kekuatan sendiri ).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun pada janin.

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti partus masih merupakan teori yang kompleks antara lain
oleh factor hormonal ,pengaruh prostaglandin,struktur uterus ,sirkulasi
uterus,pengaruh saraf dan nutrisi,perubahan biokimia antara lain penurunan
kadar hormone estrogen dan progesteron

C. ISTILAH YANG BERKAITAN DENGAN UMUR KEHAMILAN DAN


BERAT JANIN YANG DILAHIRKAN
1. Abortus
a. Terhentinya dan dikeluatkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup
diluar kandungan
b. Umur hamil sebelum 28 minggu
c. Berat janin kurang dari 1000 gram
2. Persalinan prematuritas
a. Persalinan sebelum umur hamil 28 sampai 36 minggu
b. Berat janin kurang dari 2.449 gram
3. Persalinan Aterm
a. Persalinan antara umur hamil 37 sampai 42 minggu
b. Berat janin diatas 2500 gram
4. Persalinan Serotinus
a. Persalinan melampaui umur 42 minggu
b. Pada janin terdapat tanda postmaturitas
5. Persalinan Presipitatus
a. Persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam

2
D. BENTUK PERSALINAN
1. Persalinan Spontan
Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, dan melalui jalan
lahir.
2. Persalinan Bantuan
Persalinan dengan rangsangan yang dibantu dengan tenaga dari luar, ekstraksi
dengan forcep atau dengan dilakukan sectio sesario.
3. Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya, baru berlangsung setelah
pemecahan ketuban.

E. PENYEBAB MULAINYA PERSALINAN


1. Perubahan Kadar Hormon
a. Kadar progesterone menurun (relaksasi otot menghilang)
b. Kadar estrogen dan prostaglandin meninggi
c. Oksitosin pituitari dilepaskan (pada kebanyakan kehamilanproduksi
hormon ini akan disupresi)
2. Distensi Uterus, dapat menyebabkan hal berikut :
a. Serabut otot yang tegang sampai batas kemampuannya akan bereaksi
dengan mengadakan kontraksi
b. Produksi dan pelepasan prostaglandin
c. Sirkulasi plasenta mungkin mengganggu sehingga menimbulkan perubahan
hormonal
3. Tekanan Janin
a. Kalau janin sudah mencapai batas pertumbuhannya didalam batas uterus ia
akan menyebabkan :
1) Peningkatan tekanan dan ketegangan pada dinding uterus
2) Stimulasi dinding uterus yang tegang tersebut sehingga timbul
kontraksi.

F. TANDA-TANDA PERSALINAN
Sebelum persalinan mulai, saat mendekati akhir kehamilanklien mungkin
lihat perubahan tertentu atau ada tanda-tanda bahwa persalinan terjadi tidak lama
lagi sekitar 2-4 minggu sebelum persalinan. Kepal janin mulai menetap lebih
jauh kedalam pelviks. Tekanan pada diafragma berkurang seperti memperingan
berat badan bayi dan memungkinkan ibu untuk bernapas lebih mudah, akan lebih

3
sering berkemih, dan akan lebih bertekan pada pelviks karena bayi lebih rendah
dalam pelviknya.
1. Persalinan Palsu
a. Terjadi lightening
Menjelang minggu ke – 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus
uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan :
1) Kontraksi Braxton hicks
2) Ketegangan dinding perut
3) Ketegangan ligamentum rotandum
4) Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah
b. Masuknya kepala bayi kepintu atas panggul dirasakan ibu hamil :
1) Terasa ringan dibagian atas, rasa sesaknya berkurang
2) Dibagian bawah terasa sesak
3) Terjadi kesulitan saat berjalan
4) Sering miksi ( beser kencing )
c. Terjadinya His permulaan
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton hicks dikemukan
sebagi keluhan karena dirasakan sakit dan mengganggu terjadi karena
perubahan keseimbangan estrogen,progesterone, dan memberikan
kesempatan rangsangan oksitosin.
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesterone makin
berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih
sering sebagai his palsu.
d. Sifat his permulaan ( palsu )
1) Rasa nyeri ringan di bagian bawah
2) Datangnya tidak teratur
3) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda
4) Durasinya pendek
5) Tidak bertambah bila beraktifitas
2. Persalinan Sejati
a. Terjadinya His persalinan , His persalinan mempunyai sifat :
1) Pinggang terasa sakit yang menjalar ke bagian depan
2) Sifatnya teratur,interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar
3) Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
4) Makin beraktifitas ( jalan ) kekuatan makin bertambah

4
b. Pengeluaran Lendir dan darah ( pembawa tanda ), Dengan his persalinan
terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan :
1) Pendataran dan pembukaan
2) Pembukaan menyebabkan lender yang terdapat pada kanalis servikalis
lepas
3) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
c. Pengeluaran Cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan
pengeluaran cairan . Sebagian ketuban baru pecah menjelang pembukaan
lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung
dalam waktu 24 jam.

G. TAHAP-TAHAP PERSALINAN
1. Kala I
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm).
Proses ini terbagi dalam 2 fase yaitu: fase laten (8 jam) serviks membuka
sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm.
Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.
2. Kala II
Dimulai darti pembukaan lengkap (10 cm), sampai bayi lahir. Proses ini
biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
3. Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
4. Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN


1. Power / Tenaga
Power utama pada persalinan adalah tenaga/kekuatan yang dihasilkan oleh
kontraksi dan retraksi otot-otot rahim. Gerakan memendek dan menebalotot-
otot rahim yang terjadi sementara waktu disebut kontraksi. Kontraksi ini
terjadi diluar sadar sedangkan retraksi mengejan adalah tenaga kedua (otot-
otot perut dan diafragma) digunakan dalam kala II persalinan. Tenaga dipakai
untuk mendorong bayi keluar dan merupakan kekuatan ekspulsi yang
dihasilkan oleh otot-otot volunter ibu.

5
2. Passages/Lintasan
Janin harus berjalan lewat rongga panggul atau serviks dan vagina sebelum
dilahirkan untuk dapat dilahirkan, janin harus mengatasi pula tahanan atau
resisten yang ditimbulkan oleh struktur dasar panggul dan sekitarnya.
3. Passanger
Passenger utama lewat jalan lahir adalah janin dan bagian janin yang paling
penting (karena ukurannya paling besar) adalah kepala janin selain itu disertai
dengan plasenta selaput dan cairan ketuban atau amnion.
4. Psikologis
Dalam persalinan terdapat kebutuhan emosional jika kebutuhan tidak tepenuhi
paling tidak sama seperti kebutuhan jasmaninya. Prognosis keseluruhan
wanita tersebut yang berkenan dengan kehadiran anaknya terkena akibat yang
merugikan.

I. LANGKAH- LANGKAH PERTOLONGAN PERSALINAN NORMAL


1. Saat kepala didasar panggul dan membuka pintu dengan crowning sebesar 5
sampai 6 cm peritoneum tipis pada primi atau multi dengan perineum yang
kaku dapat dilakukan episiotomi median,mediolateral atau lateral
2. Episotomi dilakukan pada saat his dan ,mengejan untuk mengurangi
sakit,tujuan episiotomi adalah untuk menjamin agar luka teratur sehingga
mudah mengait dan melakukan adaptasi
3. Persiapan kelahiran kepala,tangan kanan menahan perineum sehingga tidak
terjadi robekan baru sedangkan tangan kiri menahan kepala untuk
mengendalikan ekspulsi
4. Stelah kepala lahir dengan suboksiput sebagai hipomoklion muka dan hidung
dibersihkan dari lender kepala dibiarkan untuk melakukan putar paksi dalam
guna menyesuaikan os aksiput kearah punggung
5. Kepala dipegang sedemikian rupa dengan kedua tangan menarik curam
kebawah untuk melahirtkan bahu depan,ditarik keatas untuk melahirkan bahu
belakang setelah kedua bahu lahir ketiak dikaitr untuk melahirkan sisa badan
bayi
6. Setelah bayi lahir seluruhnya jalan nafas dibersihkan dengan menghisap
lender sehingga bayi dapat bernafas dan menangis dengan nyaring pertanda
jalan nafas bebas dari hambatan

6
7. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan :
a. Setelah bayi menagis dengan nyaring artinya paru-paru bayi telah
berkembang dengan sempurna
b. Setelah tali pusat tidak berdenyut lagi keduanya dilakukan pada bayi yang
aterm sehingga peningkatan jumlah darah sekitar 50 cc
c. Pada bayi premature pemotongan tali pusat dilakukan segera sehingga
darah yang masuk ke sirkulasi darah bayi tidak terlalu besar untuk
mengurangi terjadi ikterus hemolitik dan kern ikterus
8. Bayi diserahkan kepada petugas untuk dirawat sebagaimana mestinya
9. Sementara menunggu pelepasan plasenta dapat dilakukan
a. Kateterisasi kandung kemih
b. Menjahit luka spontan atau luka episiotomi

J. KOMPLIKASI DALAM PERSALINAN


1. Persalinan lama
2. Perdarahan pasca persalinan
3. Malpresentasi dan malposisi
4. Distosia bahu
5. Distensi uterus
6. Persalinan dengan parut uterus
7. Gawat janin
8. Prolapsus tali pusat
9. Demam dalam persalinan
10. Demam pasca persalinan

K. PENATALAKSANAAN
1. Kala I
a. Diagnosis
Ibu sudah dalam persalinan kala I jika pembukaan serviks kurang dari 4 cm
dan kontraksi terjadi tertur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40 detik.
b. Penanganan
1) Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah ,ketakutan dan
kesakitan
2) Jika ibu tsb tampak kesakitan dukungan/asuhan yang dapat diberikan;
lakukan perubahan posisi,sarankan ia untuk berjalan , dll.
3) Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan

7
4) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perugahan yang terjadi serta
prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan
5) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya
setelah buang air besar/.kecil.
6) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat atasi dengan
cara : gunakan kipas angina/AC,Kipas biasa dan menganjurkan ibu
mandi sebelumnya.
7) Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi berikan
cukup minum
8) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin
c. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada
persalinan dan setelah selaput ketuban pecah. Gambarkan temuan-temuan
yang ada pada partogram.
Pada setiap pemeriksaan dalam catatlah hal-hal sebagai berikut :
1) Warna cairan amnion
2) Dilatasi serviks
3) Penurunan kepala ( yang dapat dicocokkan dengan pemeriksaan luar )
Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama mungkin
diagnosis in partu belum dapat ditegakkan . Jika terdapat kontraksi yang
menetap periksa ulang wanita tsb setelah 4 jam untuk melihat perubahan
pada serviks. Pada tahap ini jika serviks terasa tipis dan terbuka maka
wanita tersebut dalam keadaan in partu jika tidak terdapat perubahan maka
diagnosanya adalah persalinan palsu. Pada kala II lakukan pemeriksaan
dalam setiap jam
d. Kemajuan Persalinan dalam Kala I
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan
Kala I :
1) Kontraksi teratur yang progresif dengan peningkatan frekwensi dan
durasi
2) Kecepatan pembukaan serviks paling sedikit 1 cm perjam selama
persalinan
3) Serviks tampak dipenuhi oleh bagian bawah janin
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang kurang baik pada persalinan
kala I :
1) Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten

8
2) Kecepatan pembukaan serviks lebih lambat dari 1 cm perjam selama
persalinan fase aktif
3) Serviks tidak dipenuhi oleh bagian bawah janin
e. Kamajuan pada kondisi janin
1) Jika didapati denyut jantung janin tidak normal ( kurang dari 100 atau
lebih dari 180 denyut permenit ) curigai adanya gawat janin
2) Posisi atau presentasi selain aksiput anterior dengan verteks fleksi
sempurna digolongkan kedalam malposisi atau malpresentasi
f. Jika didapat kemajuan yang kurang baik atau adanya persalinan lama
tangani penyebab tersebut.
Kemajuan pada kondisi Ibu
Lakukan penilaian tanda-tanda kegawatan pada Ibu :
1) Jika denyut ibu meningkat mungkin ia sedang dalam keadaan dehidrasi
atau kesakitan. Pastikan hidrasi yang cukup melalui oral atau I.V. dan
berikan anlgesia secukupnya.
2) Jika tekanan darah ibu menurun curigai adanya perdarahan
3) Jika terdapat aseton didalam urin ibu curigai masukan nutrisi yang
kurang segera berikan dektrose I.V.
2. Kala II
a. Diagnosis
b. Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di
vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
b. Penanganan
1) Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu dengan :
mendampingi ibu agar merasa nyaman,menawarkan minum, mengipasi
dan meijat ibu
2) Menjaga kebersihan diri
3) Mengipasi dan masase untuk menambah kenyamanan bagi ibu
4) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau
ketakutan ibu
5) Mengatur posisi ibu
6) Menjaga kandung kemih tetap kosong
7) Memberikan cukup minum
8) Posisi saat meneran
9) Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman

9
10) Ibu dibimbing untuk
mengedan selama his, anjurkan kepada ibu untuk mengambik nafas
11) Periksa DJJ pada saat
kontraksi dan setelah setiap kontraksi untuk memastikan janin tidak
mengalami bradikardi ( < 120 )
c. Kemajuan persalinan dalam Kala II
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan
kala II:
1) Penurunan yang teratur dari janin di jalan lahir
2) Dimulainya fase pengeluaran
Temuan berikut menunjukkan yang kurang baik pada saat persalinan tahap
kedua
1) Tidak turunnya janin dijalan lahir
2) Gagalnya pengeluaran pada fase akhir
d. Kelahiran kepala Bayi
1) Mintalah ibu mengedan atau memberikan sedikit dorongan saat kepala
bayi lahir
2) Letakkan satu tangan kekepala bayi agar defleksi tidak terlalu cepat
3) Menahan perineum dengan satu tangan lainnya jika diperlukan
4) Mengusap muka bayi untuk membersihkannya dari kotoran lendir/darah
5) Periksa tali pusat:
a) Jika tali pusat mengelilingi leher bayi dan terlihat longgar selipkan
tali pusat melalui kepala bayi
b) Jika lilitan pusat terlalu ketat tali pusat diklem pada dua tempat
kemudian digunting diantara kedua klem tersebut sambil melindungi
leher bayi.
e. Kelahiran Bahu dan anggota seluruhnya
1) Biarkan kepala bayi berputar dengan sendirinya
2) Tempatkan kedua tangan pada sisi kepala dan leher bayi
3) Lakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan bahu depan
4) Lakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan bahu belakang
5) Selipkan satu tangan anda ke bahu dan lengan bagian belakang bayi
sambil menyangga kepala dan selipkan satu tangan lainnya ke punggung
bayi untuk mengeluarkan tubuh bayi seluruhnya
6) Letakkan bayi tsb diatas perut ibunya

10
7) Secara menyeluruh, keringkan bayi, bersihkan matanya dan nilai
pernafasan bayi
8) Jika bayi menangis atau bernafas ( dada bayi terlihat naik turun paling
sedikit 30x/m ) tinggalkan bayi tsb bersama ibunya
9) Jika bayi tidak bernafas dalam waktu 30 detik mintalah bantuan dan
segera mulai resusitasi bayi
10) Klem dan potong tali
pusat
11) Pastikan bahwa bayi tetap
hangat dan memiliki kontak kulit dengan kulit dada siibu.
12) Bungkus dengan kain
yang halus dan kering, tutup dengan selimut dan pastikan kepala bayi
terlindung dengan baik untuk menghindari hilangnya panas tubuh.
3. Kala III
a. Manajemen Aktif Kala III
1) Pemberian oksitosin dengan segera
2) Pengendalian tarikan tali pusat
3) Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
b. Penanganan
1) Memberikan oksitosin untuk merangsang uetrus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta :
2) Oksitosin dapat diberikan dalam dua menit setelah kelahiran bayi
3) Jika oksitosin tidak tersedia rangsang puting payudara ibu atau susukan
bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah atau memberikan ergometrin
0,2 mg. IM.
Lakukan penegangan tali pusat terkendali dengan cara :
1) Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat diatas simpisis pubis.
Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorso
kranial – kearah belakang dan kearah kepala ibu.
2) Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5-6 cm didepan
vulva.
3) Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat
( 2-3 menit )
4) Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus-
menerus dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
5) PTT hanya dilakukan selama uterus berkontraksi

11
6) Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan
atau klem pada tali pusat mendekati plasenta lepas, keluarkan dengan
gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan
dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum
jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
7) Segera setelah plasenta dan selaput ketubannya dikeluarkan masase
fundus agar menimbulkan kontraksi.
8) Jika menggunkan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam
waktu 15 menit berikan oksitosin 10 unit Im. Dosis kedua dalam jarak
waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
9) Periksa wanita tsb secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks
atau vagina atau perbaiki episotomi.
4. Kala IV
a. Diagnosis
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu
dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa –
sio ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri
dari dalam perut ibu ke dunia luar.
b. Penanganan
1) Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit
selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat masase uterus sampai
menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi otot uterus akan menjepit
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan .
2) Periksa tekanan darah,nadi,kantung kemih, dan perdarahan setiap 15
menit pada jam I dan setiap 30 menit selama jam II
3) Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu
makanan dan minuman yang disukainya.
4) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan
kering
5) Biarkan ibu beristirahat
6) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan
bayi
7) Bayi sangat siap segera setelah kelahiran
8) Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun,pastikan ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan.
9) Ajari ibu atau keluarga tentang :

12
10) Bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan
kontraksi
11) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Kala I :
1. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian
presentasi,dilatasi/regangan, tegangan emosional
2. Risiko infeksi terhadap maternal berhubungan dengan prosedur invasif,
pemeriksaan vagina berulang
Kala II :
1. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada presentasi,
dialatasi/peregangan jaringan, kompresi syaraf, pola kontraksi semakin
intensif
2. Risiko kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan pencetusan
persalinan, pola kontraksi hipertonik,janin besar,pemakaian forcep.
3. Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan
malpresentasi/posisi,pencetusan kelahiran disproporsi, sefalopelvik ( CPD ).
Kala III :
1. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uteri, laserasi jalan
lahir,tertahannya fragmen plasenta
2. Nyeri ( akut ) berhubungan trauma jaringan , respons fisiologis setelah
melahirkan
3. Risiko perubahan proses keluarga berhubungan dengan terjadinya transisi,
krisis situasI
Kala IV :
1. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan efek2 obat-obatan , trauma mekanis/
jaringan, edema jaringan, kelemahan fisik dan psikologis, ansietas.
2. perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi/peningkatan
perkembangan anggota keluarga.

13
ANEMIA
A. DEFINISI
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut okesigen ke jaringan (Smeltzer
& Bare, 2012).
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi
gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat  dan
nilai Hb  di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya melalui
transfusi. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah
merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per
100 ml darah (Price, 2012).

B. ETIOLOGI
Penyebab anemia pada dewasa terbagi menjadi dua, yakni :
1. Kehilangan sel darah merah
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diakibatkan berbagai penyebab diantaranya adalah trauma,
ulkus, keganasan, hemoroid, perdarahan pervaginam, dan lain-lain
b. Hemolisis yang berlebihan
Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis,
terjadi jika gangguan pada sel darah merah itu sendiri memperpendek siklus
hidupnya (kelainan intrinsik) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan
penghancuran sel darah merah (kelainan ekstrinsik). Sel darah merah
mengalami kelainan pada keadaan :
1) Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan,
contohnya adalah pada penderita penyakit sel sabit (sickle cell anemia)
2) Gangguan sintesis globin, contohnya pada penderita thalasemia
3) Kelainan membrane sel darah merah, contohnya pada sferositosis
herediter dan eliptositosis
14
4) Difisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase
(G6PD) dan defisiensi piruvat kinase (Price, 2006).
2. Kekurangan zat gizi seperti Fe, asam folat, dan vitamin B12

C. TANDA DAN GEJALA


Selain beratnya anemia, berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya
gejala: (1) kecepatan kejadian anemia, (2) durasinya, (3) kebutuhan metabolism
pasien bersangkutan, (4) adanya kelainan lain atau kecacatan, dan (5) komplikasi
tertentu atau keadaan yang mengakibatkan anemia.
Semakin cepat perkembangan anemia, semakin berat gejalanya. Pada orang
yang normal penurunan hemoglobin, hitung darah merah, atau hematokrit tanpa
gejala yang tampak atau ketidakmampuan yang jelas secara bertahap biasanya
dapat ditoleransi sampai 50%, sedangkan kehilangan cepat sebanyak 30% dapat
menyebabkan kolaps  vaskuler pada individu yang sama. Individu yang telah
mengalami anemia selama waktu yang cukup lama, dengan kadar hemoglobin
antara 9 dan 11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala atau tidak ada gejala sama
sekali selain takikardi ringan di saat latihan. Dispneau latihan biasanya terjadi
hanya di bawah 7,5 g/dl; kelemahan hanya terjadi di bawah 6 g/dl; dispneau
istirahat di bawah 3 g/dl; dan gagal jantung pada kadar yang sangat rendah 2 - 2,5
g/dl.
Secara umum gejala klinis anemia yang muncul merefleksikan gangguan
fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik,
gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku,
anorexia. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel,
dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal  anemia  dengan 5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5  gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada
bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Namun pada  anemia  berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung (Sjaifoellah, 1998).

D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya  anemia  mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau

15
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam  fagosit akan masuk
dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1
mg/dl atau kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti
yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya (mis., apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dL), hemoglobin
akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi
ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan
informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien
dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat hemolitik
tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi, biasanya dapat diperoleh dengan dasar (1) hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah, (2) derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dengan biopsy; dan (3) ada atau
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemian.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ
penting. Salah satunya otak, otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika
kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah,
1998).

16
E. WEB OF CAUTION (WOC)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Guillermo dan  Arguelles  (Riswan, 2013) pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penegakkan diagnosa anemia antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan  alat sederhana seperti Hb  sachli.

17
b. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung
dengan  flowcytometri atau menggunakan rumus:
1) Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
2) Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan  membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik >
31 pg.
3) Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk
inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry
hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel  darah merah adalah parameter sel darah merah yang
masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk
membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel
merah untuk mendeteksi tingkat  anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan
nilai RDW merupakan manifestasi  hematologi paling awal dari kekurangan
zat besi, serta lebih peka dari besi  serum,  jenuh transferin, ataupun serum
feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda
meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)

18
EP diukur dengan memakai  haematofluorometer  yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP
naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan
setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah
stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin
rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam
survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi
serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi.
Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter  lain, dan bukan ukuran
mutlak status besi yang spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi  dan diukur bersama -sama dengan
besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan
dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit
ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan
suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh
transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin
umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status
besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat
diukur dengan perhitungan  rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh
plasma.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai
dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l

19
sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua
cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk
kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal
kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi
karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin
terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia
dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada
wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita.
Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik
secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai
usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia
60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan
melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis
dibawah 20 ug/ l selama trimester II dan III  bahkan pada wanita yang
mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan  fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi
kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur
dengan mudah memakai  Essay immunoradiometris  (IRMA),
Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang
dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda
karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian
pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan  teknik yang
dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

G. PENCEGAHAN
1. Memperbanyak makanan yang mengandung zat bezi.
2. Hindari minum kopi, teh, atau susu sehabis makan karena mengganggu
penyerapan zat bezi dalam tubuh.
3. Tranfusi darah.
4. Konsumsi suplemen.
5. Pola makan teratur.

20
6. Makan-makanan yang sehat.
7. Minum air mineral.
8. Istrahat yang cukup.
9. Olah raga teratur.
H. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung
2. Kejang
3. Perkembangan otak buruk
4. Daya konsentrasi menurun
5. Kemampuan mengolah informasi yang di dengar menurun
Anemia juga dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya
penderita anemi akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk pilek, mudah
lelah,karena harus memompa darah lebih kuat.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mencari penyebab
dan mengganti darah yang hilang.
1. Anemia aplastik :
a. Transplantasi sumsum tulang.
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoitin rekombinan.
3. Anemia pada penyakit kronis kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan
Tidak memerlukan penanganan untuk aneminya.
4. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral
5. Anemia megabolastik
a. Defisiensi vitamn B12 di tangani dengan pemberian vitamin B12, bila
Defisiensi disebabkan oleh defakabsorbs atau tidak tersedianya faktor
Intrinsik dapat diberian vitamin B12 dengan injeks IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemi terapi vitamin B12 hanya diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisioa atau malabsorsi yang
tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diit dan penambahan
asam folat 1 mg/ hari,secara
21
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada penderita anemia meliputi (Doenges, 2000) :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala  :
1) Keletihan, kelemahan, malaise umum
2) Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat bekerja
3) Toleransi terhadap latihan rendah
4) kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda  :
1) Takikardi/takipnea; dispneu pada bekerja atau istirahat
2) Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
3) Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
4) Ataksia, tubuh tidak tegak
5) Bahu turun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda lainnya
yang menunjukkan keletihan
b. Sirkulasi
Gejala  :
1) Riwayat kehilangan darah kronis, mis., perdarahan GI kronis,
menstruasi berat; angina, CHF (akibat kerja jantung berlebih)
2) Riwayat endo karditis infeksi kronik
3) Palpitasi
Tanda   :
1) TD : Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural
2) Disritmia : Abnormalitas EKG, mis., depresi segmen ST dan pendataran
arau depresi gelombang T; takikardia
3) Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit daan membran mukosa
(konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku; kulit seperti berlilin,
pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA)
4) Sklera (Biru atau utih)
5) Pengisian kapiler melambat
6) kuku mudah patah

22
7) Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.

c. Eliminasi
Gejala  :
1) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
2) Flatulen, sindrom malabsorpsi
3) Hematemesis, melena
4) Diare atau konstipasi
5) Penurunanhaluaran urin
Tanda  : Distensi Abdomen
d. Makanan/cairan
Gejala : 
Penurunan masukan diet, mual/muntah, dyspepsia, adanya penurunn berat
badan.
Tanda  :
1) Lidah tampak merah (AP ; defisiensi as. folat dan vit. B12)
2) Membran mukosa kering, pucat
3) Turgor kulit : buruk, kering, tampakkisut/hilang elastisitas
4) Stomatitis dan glositis
e. Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi,
insomnia, keseimbangan buruk, sensasi menjadi dingin.
Tanda  : gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, epitaksis (aplastik)
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen samar ; sakit kepala
Tanda  : Perilaku distraksi, gelisah
g. Pernapasan
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda  : Takipnea, ortopnea, dispnea
h. Seksualitas
Gejala :  Perubahan aliran menstruasi, mis., menoragia atau amenore, hilang
libido (pria dan wanita), impoten
Tanda  : Serviks dan dinding vagina pucat

23
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik menurut
Nurarif & Kusuma (2013), meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan behubungan dengan berkurangnya komparten
seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/ zat nutrisi sel.
b.Tidak toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
c. Peubahan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan selera makan berkurang.

3. Analisa Data
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS: Klien mengeluh badan Berkurangnya supley Perubahan perfusi
lemes oksigen / zat nutrisi ke jaringan.
Muka pucat sel.
DO: TTV : TD: 140/90
mmHg
RR: 22X/ mnt
Pembesaran vena
jugularis
HB 5,3 gr/dl
DS: Klien mengeluh badan Tidak seimbangnya Intoleransi Aktifitas
lemas suplai oksigen
DO: K/U Lemah
Muka pucat
TTV:TD: 140/ 90 mmhg
RR: 22 X/mnt
DS: Klien mengatakan makan Penurun nafsu makan Perubahan nutrisi
tidak kurang dari
Selera kebtuhan tubuh
DO: Makan yang disajikan RS
Hanya habis ½ porsi saja.

4. Fokus Intervensi
a. Peningkatan perfusi jaringan

24
b. Memberikan kebutuhan nutrisi/cairan
c. Mencegah komplikasi
5. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Ketidakefek Setelah dilakukan tindakan a. Kaji warna kulit, suhu dan
tif-an keperawatan diharapkan perfusi kelembaban, apakah seluruh
perfusi jaringan perifer pasien efektif tubuh atau terlokalisir
jaringan dengan kriteria hasil : b. Ukur CRT
perifer Indikator c. Palpasi nadi perifer
Tissue perfusion: cellular d. Kaji fungus motorik dan
Tekanan darah
sensorik
sistol
Tekanan darah e. Kolaborasi dengan dokter untuk
diastol pemberian tablet penambah
Saturasi oksigen darah atau agen yang sesuai
Capillary refill
Mual dengan kondisi anemia klien
Penurunan f. Berikan cairan, elektrolit dan
kesadaran okesigen sesuai indikasi
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Ketidaksei Setelah dilakukan tindakan Nutrition Therapy
mbangan keperawatan diharapkan status a. Lengkapi pengkajian nutrisi
nutrisi: nutrisi: intake nutrient dan sesuai kebutuhan
kurang dari biochemical measures b. Monitor makanan/cairan yang
kebutuhan menunjukkan perbaikan dengan dicerna dan hitung intake kalori
tubuh kriteria hasil : sehari-hari
Indikator c. Tentukan dengan kolaborasi
Nutritional status: nutrient dengan ahli diet, jumlah kaloro
intake dan tipe kalori yang dibutuhkan
Intake besi
Intake protein untuk mendapatkan kebutuhan
Intake kalori nutrisi yang tepat
Intake vitamin
Intake mineral d. Berikan edukasi pada pasien dan
Nutritional status : keluarga untuk konsumsi
biochemical measures makanan yang tinggi protein,
Hemoglobin
25
Hematokrit kalori, zat besi dan vitamin
Serum albumin e. Tentukan apakah klien
Total iron binding
membutuhkan enteral feeding
capacity
Keterangan : f. Berikan nutrisi melalui enteral
1. Keluhan ekstrim apabila dibutuhkan
2. Keluhan berat g. Berikan penjelasan kepada
3. Keluhan sedang keluarga mengenai kebutuhan
4. Keluhan ringan nutrisi yang dibutuhkan oleh
5. Tidak ada keluhan klien
Nutritional Monitoring
a. Monitor albumin, total protein,
hemoglobin dan hematokrit
b. Monitor mual/ muntah
c. Monitor kalori dan intake
makanan
Keletihan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat keletihan klien dan
keperawatan diharapkantingkat tanyakan perasaan klien dengan
keletihan pasien berkurang adanya keletihan yang dialami
dengan kriteria hasil : klien
b. Review kemampuan dan
Indikator kebutuhan bantuan dalam
Fatigue level melakukan aktivitas sehari -hari
Kelelahan
Kelesuan c. Berikan terapi oksigen sesuai
Sakit kepala kebutuhan
Aktivitas sehari-
b. Sarankan untuk beristi-rahat &
hari
tidak terlalu lelah dalam
Keterangan : melakukan aktivitas
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

DAFTAR PUSTAKA

Abdul bari saifuddin,, 2002 , Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo,
Jakarta
26
Anugrah P, dkk. 2012. Anemia Gravis Et Causa Perdarahan Pervaginam.  Fakultas
Kedokteran dan Ilmu-Ilmu kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman:
Purwokerto.

Bulechek G, Butcher H, Dochterman J. 2013. Nursing Interventions Classification


(NIC), fifth edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (2000). Rencana Asuhan


Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC.

Hacher/moore, 2001, Esensial obstetric dan ginekologi, hypokrates , jakarta

Manuaba,Ida Bagus Gede, 1998, Ilmu kebidanan,penyakit kandungan dan keluarga


berencana, EGC, Jakarta

Marlyn Doenges,dkk, 2001,Rencana perawatan Maternal/Bayi, EGC , Jakarta

Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson E. 2013. Nursing Outcomes


Classification (NOC), fifth edition. Missouri: Mosby Elsevier.

NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015


- 2017. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.)
Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med
Action Publishing.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses


penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta:
EGC.

Sarwono, 1989, Ilmu Bedah kebidanan, Yayasan sarwono, Jakarta.

Suryadi, & Yuliani, R. (2011). Praktek klinik asuhan keperawatan pada anak.
Jakarta: Sagung Seto.

27

Anda mungkin juga menyukai