1 Definisi
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh
berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian
bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.
Asma adalah penyakit paru yang didalamnya terdapat obstruksi jalan nafas, inflamasi jalan
nafas, dan jalan nafas yang hiperresponsif atau spame otot polos bronkial. Serangan asma dapat
dipicu oleh alergen spesifik (misal, serbuk sari bunga, jamur, bulu binatang, debu atau makanan)
atau oleh faktor lain seperti perubahan cuaca, infeksi pernapasan, latihan, atau faktor emosional.
Asma terjadi karena interaksi komplek diantara sel-sel dan mediator inflamasi di jalan napas dan
pengaturan saraf otonom dari jalan napas, sehingga terjadi hal-hal berikut ini:
1. Kontraksi otot polos bronkial
2. Brokospaame
3. Edema mukosa karena inflamasi sel-sel di jalan napas dengan cidera pada epitel
4. Peningkatan produksi mukus (lendir)
5. Sumbatan lendir
6. Udara yang terperangkap di belakang jalan napas yang tersumbat atau menyampit
7. Oksigenasi dan ventilasi yang tidak mencukupi
8. Respon lapar udara yang menimbulkan perilaku gelisah.
Serangan asma dapat berupa sesak napas ekpiratoir yang paroksimal berulang-ulang dengan
mengi (whezing) dan batuk yang disebaboleh konstriksi atau spasme otot bronkus dan produksi
lendir kentalyang berlebihan.
Asma merupakan penyakit familiar, diturunkan secara poligenik dan multifaktorial.
Telahditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibilitas (HLA) dan tanda genetik
pada molekul imunoglobulin G (IgG).
1.2 Insiden
Asma menyerang 5% sampai 10% semua anak, kira-kira 2-20% populasi anak dilaporkan
pernah menderita asma. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma meningkat,
misalnya di Jepang, Melbourne, dan Taiwan. Di Poliklinik Subbagian Anak FKUI-RSCM
Jakarta, lebih 50% kunjungan merupakan penderita asma. Jumlah kunjungan di Poliklinik
Subbagian Anak berkisar antara 12000-13000 atau rata-rata 12.324 kunungan per tahun. Pada
tahun 1985 yang perlu mendapat perawatan karena serangan asma yang berat ada 5 anak, 2 anak
diantaranya adalah pasien poliklinik paru. Sedang yang lainnya dikirim oleh dokter luar. Tahun
1986 hanya terdapat 1 anak dan tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat karena serangan asma
yang berat.
1.3 Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama adalah reaksi
berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus). Hiperreaktivitas bronkus belum
diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan sebagian sistem
adrenergik, kurangnya enzim adenil-siklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik.
Keadaan demikian menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik kalau ada
rangsangan sehingga terjadi spasme bronkus. Banyak faktor yang turut menentukan derajat
reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimiawi, saraf otonom, imunologis,
infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses terjadinya
manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit multifaktorial.
Asma (hiperreaktivitas bronkus) agaknya diturunkan secara poligenik. Alergik (atopi)
salah satu faktor pencetus asma juga diturunkan secara genetik tapi belum pasti bagaimana
caranya.
1.4 Patologi
Asma ditandai 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot bronkus,
inflamasi mukosa dan bertambahnya sekret yang berada jalan nafas. Pada stadium permulaan
terlihat mukosa jalan nafas pucat, terdapat edema dan sekresi lendir bertambah. Terlihat kongesti
pembuluh darah, infiltrasi, sel eosinofil bahkan juga dalam sekret di dalam lumen saluran nafas.
Bila serangan terjadi sering dan lama atau dalam stadium lanjut, akan terlihat deskuamasi epitel,
penebalan membran hialin basal, hiperplastin elastin, hiperplasi dan hipertrofi otot bronkus dan
jumlah sel goblet bertambah. Kadang-kadang pada asma menahun atau pada serangan yang berat
terdapat penyumbatan bronkus oleh mukus yang kental ynag mengandung eosinofil.
1.5 Patogenesis
Seperti telah dikemukakan bahwa banyak faktor yang memepengaruhi terjadinya asma
sehingga belum ada patogenesis yang dapat menerangkan semua penemuan pada penyelidikan
asma.
Salah satu sel yang memegang peranan penting pada patogenis asma ialah sel mast. Sel
mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergan, infeksi, exercice dan lain-lain.
Sel ini akan mengalami degranulasi dan mengeluarkan bermacam-macam mediator misalnya
histamin, slow reakting substance or anaphylaxis (SRS-A), yang dikenal sebagai lekotrin,
eoxinophyl chemotactic of anaphylaxis (ECF-A), platelet actifating factor (PAF), bradikinin,
enzim-enzim dan peroksidase. Selain sel mast, sel basofil dan beberapa sel yang lain dapat juga
mengeluarkan mediator.
Bila alergen sebagai pencetus maka alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel
plasma atau sel pembentuk antibodi lainnya untuk menghasilkan antibobi reagenik, yang disebut
juga imunologlobulin E(IgE). Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang
sesuai pada dinding sel mast. Sel mast yang demikian disebut sel mast yang tersensitisasi.
Apabila alergen yang serupa masuk ke dalam tubuh, alergen tersebut akan menempel pada sel
mast yang ersensitisasi dan kemudian akan terjadi degradasi dining dan degranulasi sel mast.
Mediator dapat bereaksi langsung dengan reseptor di mukosa bronkus sehingga menurunkan
siklik AMP kemudian terjadi bronkokonstriksi. Mediator dapat juga menyebabkan
bronkokonstriksi dengan mengiritasi reseptor iritan
MBP (Major Basic Protein) enzim proteolitik dan dengan peroksidase akan merusak
penghubung antara sel epitel mukosa dan dengan demikian alergen dapat lebih masuk sampai sel
mast submukosa. Sel mast submukosa mengeluarkan mediator sehingga menambah jumlah yang
berada di lingkungan itu.
Permeabilitas epitel dapat juga meningkat karena infeksi. Asap rokok dengan
peningkatan aktifitas reseptor iritan. Mediator dapat pula meninggikan permeabilitas dinding
kapiler sehingga IgE dan leukosit masuk ke dalam jaringan ikat bronkus. Dapat juga terjadi
reaksi tipe III pada leukosit (reaksi komplek antigen antibodi) kemudian terjadi kerusakan
leukosit, lisosom keluar, kerusakan jaringa setempat dan pengeluaran prostaglandin serta
mediator lainnya. Prostaglandi F2 (PGIF2) menurunkan silli-ARMP dan terjadi
bronkokonstriksi. Lawan dari PGIF2 adalah PGE1 yang meninggikan siklik-AMP dan
menyebabkan bronko dilatasi, lekotrin, prostaglandin, PAF (platelet activating factor),
tromboksan adalah hasil dari proses asam arachydonide. Ujung saraf vagus merupakan reseptor
batuk dan atau resptor tektil (iritan) yang dapat terangsang oleh mediator, peradangan setempat,
batuk dan pencetus bukan alergan lainnnya sehingga terjadi reflek parasimpatik, kemudian
bronkokonstriksi. Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi maka diperlukan jumlah pencetus
sedikit, sebaliknya bila tingkat hiperaktivitas jumlah pencetus banyak untuk menimulkan
serangan asma.
Jadi, pada anak banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan asma, atau
dengan perkataan lain asma pada anak merupakan penyakit yang multifaktorial.
Pathway
1.6 Manifestasi Klinis
· Whezing
· Dypsnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot-otot asesori pernapasan, cuping hidung,
retraksi dada, dan stridor.
· Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kantal dan lumen jalan napas sempit
· Takypnea, tacicardia, ortpnea
· Gelisah
· Berbicara sulit atau pendek karena sesak napas
· Diaphorosis
· Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
· Fatigue
· Tidak toleran terhadap aktivitas, makan, bermain, berjalan, bahkan berbicara
· Kecemasan, labil, dan perubahan tingkat kesehatan
· Meningkatnya ukuran diameter antero posterior (barrel chest).
· Serangan yang tiba-tiba atau berangsur-angsur.
· Auskultasi; terdengar ronchi dan cracles.
1.8 Komplikasi
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asm basa dan gagal napas
2. Chronik persistent bronkitis
3. Bronchiolitis
4. Pnemunia
5. Empisema
1.1 Pengkajian
· Riwayat asma atau alergi dan serangan asma yang lalu, alergi dan masalah pernafasn.
· Kaji pengetahuan anak dan orng tua tentang penyakit dan pengobatan.
· Fase akut; tanda-tanda vital, usaha nafas dan pernafasan, retraksi dada, penggunaan otot
otot aksesoris pernafasan, cuping hidung, pulse oximetry. Suara nafas; whezing,
menurunnya suara nafas.
Kaji status neurologi; perbahan kesadaran,meningkatnya fatigue, perubahan tingkah laku.
Dan kaji status hidrasi
· Riwayat psikososial; faktor pencetus; stres, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatn
sebelumnya.
1.4 Implementasi
1.5 Evaluasi