Anda di halaman 1dari 21

ASMA BRONKIAL

I. PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai pada praktek sehari-hari baik oleh dokter maupun dokter spesialis. Di masyarakat diperkirakan prevalensi asma sekitar 3,8% sampai 6,9% dan sebagian besar berobat pada dokter umum dengan derajat asma yang ringan, sedangkan asma berat dijumpai kira-kira sebanyak 10% saja. Perjalanan penyakitnya bersifak kronik dan sering diselingi dengan eksaserbasi akut mengalami remisi dan relaps. Sebagian pasien kehilangan harapan karena penyakitnya tak kunjung membaik/sembuh. Sementara pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak adekuat. Oleh karena itu pengobatan asma memerlukan perhatian yang khusus dengan mempertimbangkan semua aspek yang mempengaruhi perjalanan penyakitnya. (1) Asma adalah suatu sindrom klinik yang ditandai dengan meningkatnya respon dari saluran trakeo-bronkial terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa penyempitan jalan nafas yang luas, dan beratnya serangan dapat berubah-ubah yang bersifat reversibel, baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Penyempitan jalan nafas yang terjadi akibat infeksi (misalnya bronchitis akut atau kronis), emfisema, atau karena penyakit kardiovaskular tidak termasuk asma. (2) Berdasarkan ilmu kedokteran, penyakit asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa pengobatan. (3) Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas adalah gabungan dari keadaan berikut : (3)

Kejang/berkerutnya otot polos dari saluran pernapasan Sembab/pembengkakan selaput lendir Proses keradangan Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).

Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale pada sistem Pernafasan berupa : a. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi, pemanjangan ekspirasi b. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas). c. Pernafasan cuping hidung. d. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop. e. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif. f. Faal paru terdapat penurunan FEV1. Sistem Kardiovaskuler a. Takikardia b. Tensi meningkat c. Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu inspirasi). d. Sianosis e. Diaforesis f. Dehidrasi Psikologis a. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik, gelisah. b.Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian. c. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness. Hematologi a. Eosinofil meningkat > 250 / mm3 b. Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang lain. c. Penurunan Immunoglobulin A (IgA) II. ETIOLOGI Sampai saat ini etiologi dari asma bronkial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergik dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik). Berdasarkan penyebabnya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : (4) 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
2

suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Sedangkan reaksi alergi pada asma bronkial disebut pula dengan reaksi atopik atau ekstrinsik. Oleh karena dianggap sebagai suatu reaksi atopik, maka timbul asma, dapat merupakan immediate asthmatic reaction yang mempunyai alergi atopik anafilaksis, reaksi IgG memegang peranan penting. Pada alergi atopik, yang memegang peranan penting adalah IgE, sel mast yang terdapat pada mukosa, submukosa dan basofil yang terdapat dalam darah. Bila antigen terinhalasi, maka antigen ini akan melekat pada Ab dari IgE. Terjadi reaksi antara fraksi Ab dengan IgE yang menyebabkan IgE melekat pada sisi reseptor dari sel mast, dan akan menimbulkan proses degranulasi. Degranulasi dari IgE ini akan menghasilkan berbagai amin yang aktif, misalnya serotonin, bradikinin, dan eosinofil anafilaksis kemotaktik. Amin yang aktif ini menyebabkan terjadinya bronkopasme, edema dan hipersekresi dari edema. Pada alergi anafilaksis, maka yang memegang peranan penting adalah IgG serta IgE. Reaksi ini terutama masuk ke dalam reaksi tipe I. (5) III. PATOFISIOLOGI Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, dan virus. Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar
3

sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk. (2)

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hipereaktif), maka terjadilah keadaan dimana : (2)

Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut Produksi kelenjar lendir yang berlebihan Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas. Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas. (2)Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati. Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otototot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur
4

meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius. (2)

IV.

KLASIFIKASI

Klasifikasi Derajat Asma (6) Derajat Intermiten Gejala -Gejala kurang dari 1x/minggu Gejala malam Faal paru Kurang dari 2 kali dalam APE > 80% sebulan

Persisten Ringan

-Asimtomatik -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi Lebih dari 2 kali dalam APE >80% kurang dari 1x/hari sebulan -Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidur -Setiap hari, Lebih 1 seminggu -Serangan 2 kali/seminggu, bisa berahari-hari. -Menggunakan obat setiap hari -Aktivitas & tidur terganggu - Gejala Terus-menerus -Aktivitas fisik terbatas -Sering serangan

Persisten Sedang

kali

dalam APE 60-80%

Persisten Berat

Sering

APE <60%

BEBERAPA PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA ASMA BRONKHIAL

Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati : Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
5

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. (Medicafarma,2008) Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. (Medicafarma,2008)

Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. II.5. Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah : (1) Alergen Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.

(2) Infeksi saluran nafas Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991). (3) Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus,
7

1994). Tekanan jiwa merupakan pencetus perubahan pada paru yang memungkinkan terjadinya asma. Kecemasan yang berlangsung terus menerus tanpa adanya suatu tindakan akan mengakibatkan peningkatan kecemasan ke level yang lebih parah dan meningkatkan resiko cedera, fungsi fisiologi abnormal (Carol Taylor, 1997 : 783). Respon yang ditimbulkan oleh kecemasan dapat dimanifestasikan oleh syaraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Respon simpatis akan menyebabkan pelepasan epineprin, adanya peningkatan epineprin mengakibatkan denyut jantung cepat, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan pada arteri meningkat. Kecemasan juga berdampak negatif pada fisiologi tubuh manusia antara lain dampak pada kardiovaskuler, sistem respirasi, gastro intestinal, neuromuscular, traktus urinarius, kulit, dampak pada perilaku, kognitif dan afektif. (4) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga. (5) Obat-obatan Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya. (6) Polusi udara Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

(7) Lingkungan kerja Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).

Faktor yang mempengaruhi timbulnya Asma

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine M.wilson,1995).
8

Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997). Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%( Lorraine M. Wilson, 1995). Asma ditandai dengan timbulnya mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada, sebagai akibat adanya bronkokonstriksi. Angka kesakitan dan kematian terus meningkat, dan meskipun telah dilakukan penelitian intensif, dasar penyebabnya masih belum diketahui. Namun terdapat 3 kelainan pada asma : sumbatan jalan napas yang sebagian reversible, inflamasi jalan napasserta hiperrespins jalan napas etrhadap berbagai rangsang. Adanya kaitan dengan alergi telah lama diketahui, dan kadar IgE plasma seringkali meningkat. Protein yang dilepaskan dari eosinofil pada reaksi inflamasi dapat merusak epitel saluran napas dan ikut berperan pada hiperrespons. Eosinofil dan sel mast melepaskan leukotrien yang menyebebakan bronkokonstriksi. Takikinin yang dilepas dari saraf sensorik pada saluran napas mungkin ikut berperan, dan didapatkan bukti adanya defisiensi VIP, suatu bronkodilator. Serangan asma lebih berat saat larut malam dan dini hari, karena seperti telah diuraikan sebelumnya, saat itu merupakan periode konstriksi maksimal irama sirkadian tonun bronkus. Udara dingin dan latihan fisik, yang keduanya biasanya menyebabkan brokokonstriksi, juga memicu serangan asma, dan pengaruh keduanya dicegah oleh penghambat sintesis atau kerja leukotrien. Rseptpr adrenergik-b memperantarai bronkodilatasi, dan pengobatan dengan inhalasi agonis adrenergik-b merupaka terapi standar ams. Reseptor muskarinik memperantarai bronkokonstriksi, dan obat penghambat muskarinik kolinergik juga digunakan untuk pengobatan asma. Obat tambahan lain yang lazim digunakan adalah kromolin, yang menghamat pelepasan produk sel mast, dan glukokortikoid, yang menghambat respons inflamasi. Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat,
9

juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997). Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W, 1995).

\\

Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997). Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang
10

menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang,(Syaifuddin,1997). Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus, (Lorraine M. Wilson,1995).

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ). Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari 4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita 8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun 2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru,(Lorraine M. Wilson,1995). Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli,(John Gibson,1995).

11

Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masingmasing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson, 1995).

BERDASARKAN KEPARAHAN PENYAKIT Asma intermiten Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80% Asma ringan Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80% Asma sedang (moderate) Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80% Asma parah (severe) Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%

12

V. GAMBARAN KLINIS Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi. Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala. (4) Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tibatiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal. (4) VI. DIAGNOSIS Diagnosis asma berdasarkan : (2) 1. Anamnesa: - Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari. -Semua keluhan biasanya bersifat variasi diurnal. - Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain. 2. Pemeriksaan Fisik : - Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi duduk. - Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi. - Paru : Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah. Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang. - Pada serangan berat : tampak sianosis N > 120 X/menit Silent Chest : suara mengi melemah
13

3. Pemeriksaan laboratorium a. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE b. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot Leyden. c. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan, adanya penyakit lain. d. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi, reversibilitas, variabilitas. e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis (4) 4. Tes Fungsi Paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan adanya obstruksi jalan napas. (6) VII. KOMPLIKASI 1. Pneumotoraks 2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis 3. Atelektasis 4. Gagal nafas VIII. PENATALAKSANAAN A. Tujuan terapi asma adalah : (6) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah kekambuhan Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise Menghindari efek samping obat asma Mencegah obstruksi jalan napas yang ireversibel

Penatalaksanaan Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. GINA (2009) dan PDPI (2006) menganjurkan untuk melakukan penatalaksanaan berdasarakan kontrol. Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

14

Medikasi Pengobatan berdasarkan derajat

Medikasi Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi, oral dan parenteral. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Macammacam pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry powder inhaler (DPI), breathactuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma terdiri atas pengontrol (controllers) dan pelega (reliever). Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang, terutama untuk asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga agar asma tetap terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI (2006), pengontrol, yang sering disebut sebagai pencegah terdiri dari: 1. Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik 2. Leukotriene modifiers 3. Agonis -2 kerja lama (inhalasi dan oral) 4. Metilsantin (teofilin) 5. Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium) Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi bronkokonstriksi dan mengurangi gejala gejala asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hipersensitivitas jalan napas. Pelega terdiri dari: 1. Agonis -2 kerja singkat 2. Kortikosteroid sistemik 3. Antikolinergik (Ipratropium bromide) 4. Metilsantin

1. Bronkodilator a.Agonis 2 Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol,dan fenerol memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan agonis 2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam seperti salmeterol, formoterol, dan bambuterol. Bentuk aerosol

15

dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis orang dan pemberiannya lokal.\ b. Metilxantin Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilator berkaitan dengan konsentrasinya dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang. c. Antikolinergik Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran nafas. 2. Antiinflamasi Menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi dan propilaksis. a. Kortikostroid b. Natrium kromolin merupakan anti inflamasi nonsteroid.

PENGOBATAN BERDASARKAN DERAJAT Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi: 1. Asma Intermiten a. Umumnya tidak diperlukan pengontrol b. Bila diperlukan pelega, agonis -2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan. Alternatif dengan agonis -2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi c. Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan 2. Asma Persisten Ringan a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma, dengan pilihan:

16

Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau terbagi dua kali sehari) dan agonis -2 kerja lama inhalasi Budenoside : 200400 g/hari Fluticasone propionate : 100250 g/hari Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers

b. Pelega bronkodilator (Agonis -2 kerja singkat inhalasi) dapat diberikan bila perlu 3. Asma Persisten Sedang a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma, dengan pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi Budenoside: 400800 g/hari Fluticasone propionate : 250500 g/hari Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah teofilin lepas lambat Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah agonis -2 kerja lama oral Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 g/hari) Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah leukotriene modifiers

b. Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu Agonis -2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 34 kali sehari, atau Agonis -2 kerja singkat oral, atau Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol

c. Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis -2 kerja lama inhalasi

17

d. Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada inhalasi bentuk IDT atau kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah 4. Asma Persisten Berat Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma, dengan pilihan: Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi Beclomethasone dipropionate: >800 g/hari Selain itu teofilin lepas lambat, agonis -2 kerja lama oral, dan leukotriene modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis -2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas

Terapi serangan asma akut (4) Ukuran derajat Ringan Terapi Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang setia 1 jam Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mg Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2 inhalasi lokasi Di rumah

Sedang

- puskesmas - klinik rawat jalan

Alternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin subkutan. - IGD Aminofilin 5-6mg/kgbb -praktek umum dokter

18

Berat

Terbaik : -Oksigen 2-4 liter/menit

-rawat inap jika tidak ada respons dalam 4 jam. - IGD

- Rawat inap apabila dalam 3 jam belum -agonis beta 2 nebulasi diulang s/d 3 kali dalam 1 jam ada perbaikan pertama -pertimbangkan -aminofilin IV dan infuse masuk ICU jika keadaan memburuk -steroid IV diulang tiap 8 jam progresif. Mengancam Terbaik ICU jiwa -lanjutkan terapi sebelumnya -pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik

B. Terapi awal, yaitu : (4) a. Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5. b. Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian dapat diulang dalam 1 jam. c. Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis. d. Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi profilaksis e. Ekspektoran adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG) f. Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.

19

C. Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk : (4) a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri) b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri) c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma D. Pencegahan (4) a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi b. Menghindari kelelahan c. Menghindari stress psikis d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin e. Olahraga renang, senam asma IX.PROGNOSIS(2) - Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat pronosa adalah baik. - Asma karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil prognosanya lebih baik dari pada yang muncul sesudah dewasa. - Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai.

20

Daftar Pustaka

1. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1 Edisi Dua. Balai Penerbitan FK-UI, Jakarta, 2006. Halaman 922. 2. Penatalaksanaan Asma Bronkial (online). http:// medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.html. Diakses 18 Juli 2008. 3. Asma Bronkial (online). http://medicastore.com/neo_napacin/asma_bronkial.htm. Diakses 1 Februari 2008. 4. Asma Bronkial (online). http://dokterthesa.wordpress.com/category/asma-bronkial/. Diakses 21 Juni 2009 5. Tabrani Rab, Dr.H. Prinsip Gawat Paru Edisi II. Penerbit Buku Kedokteranm EGC, Jakarta, 2006. Halaman 163-168. 6. Mansjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga; Media Aesculapius; Jakarta; 2001. Halaman 476-480.

21

Anda mungkin juga menyukai