ASMA BRONCHIALE
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang
menonjol pada semua asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronchus, bronchus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi, karena sifat inilah maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai
rangsangan baik fisis, metabolic, kimia, allergen, infeksi dan sebagainya.
Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan
sedapat mungkin dihindarkan. Faktor – faktor tersebut adalah:
- Allergen utama: debu rumah, spora jamur dan tepung sari, reruputan
- Iritan seperti asap, bau – bauan, polutan
- Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
- Perubahan cuaca yang ekstrim
- Kegiatan jamani yang berlebihan
- Lingkungan kerja
- Obat – obatan
- Emosi
- Lain – lain; seperti refluks gastro esophagus
C. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon igE yang dikendalikan limfosit
T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul igE yang
berikatan sel mast. Sebagian besar allergen yang mencetuskan asma bersifat
airbone dan dan supaya dapat menginduksi keadaan sensivitas, allergen tersebut
harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi
sekali sensivitas telah terjadi pasien akan memperlihatkan respon yang sangat baik
sehingga sejumlah kecil allergen yang menganggu sudah dapat menghasilkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tertazin, antagonis beta adrenergic dan
bahan sulfat. Syndrome pernafasan sensivitas aspirin khusus terutama mengenai
orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak – kanak.
Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor prerennial yang diikuti oleh
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal, kemudian muncul asma progresif.
Pasien yang sensivitas terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian
obat seperti hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan
terbentuk terhadap agen anti inflamasi non steroid lain. Mekanisme dengan aspirin
dan obat lain dapat menyebabkan bronkospasme tidak diketahui tetapi mungkin
berkaitan dengan pembentukkan leukotrien yang diiinduksi secara khusus oleh
aspiran.
Antagonis beta adrenergic biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas pada
pasien asma demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas
jalan nafas dan harus dihindarkan pada pasien ini. Obat sulfat, seperti kalium
metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida yang
secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi
dan pengawet juga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada pasien
yang sensivitas. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan
yang mengandung senyawa ini, misal: salad, buah segar, kentang, dan anggur.
Pencetus – pencetus serangan diatas ditambah cetusan lainnya dari interna
pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody yang akan
mengakibatkan dikeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan
mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan yang dapat berupa dikelurkan
histamine, bradikinin dan analfilaksis. Hasil dari hal tersebut timbul 3 gejala yaitu
berkontraksinya otot polos. Peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan
sekresi mucus.
D. Pathway
Etiologi
ASTHMA
Ketidakefektifan pola
nafas
Cemas/ ansietas
E. Manifestasi klinik
- Dyspnea
- Bunyi nafas wheezing
- Ekspansi yang memanjang
- Batuk – batuk disertai sputum kental
- Tachicardial
- Gelisah
- Berkeringat
- Cyanosis bibir pucat dan kuku
- Penggunaan otot bantu pernafasan
F. Pemeriksaan penunjang
1. Chest X-Ray
Dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan
ruang udara retrosternal, penurunan tanda vascular/ bulla (emfisema),
peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditenukan saat
periode remisi (asma)
2. Pemeriksaan Fungsi Paru
Dilakukan untuk menentukkan penyebab dari dispnea menentukkan
abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevalusi efek dari terapi,
misal: bronchodilator
3. TLC
Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asma
4. ABGs
Menunjukkan proses penyakit kronis , seringkali PaO2 menurun dan PaCO2
normal atau meningkat tetapi seringkali menurun pada asma, Ph normal atau
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau berat
5. Darah Komplit
Peningkatan hemoglobin, peningkatan eosinofil
6. Sputum Kultur
Untuk menentukkan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen, pemeriksan
sitologi untuk menentukkan penyakit keganasan atau alergi
7. ECG
Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma tinggi), atrial distritmia
(bronchitis), gelombang P pada leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis,
emfisema), axis QRS vertical (emfisema)
8. Exercise ECG, stress Test
Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan
obat bronchodilator, merencanakan/ evaluasi pathogen
G. Penatalaksanaan
1. Prinsip – prinsip penatalaksanaan asma:
a. Diagnosis status asmatikus
1) Saatnya serangan
2) Obat – obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
b. Pemberian obat bronchodilator
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
e. Setelah serangan mereda:
1) Cari faktor penyebab
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya
2. Obat – obatan
a. Bronchodilator
Tidak digunakan bronchodilator oral, tetapi dipakai secar inhalasi atau
perenteral. Jika sebelumnya telah digunakkan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin secara parenteral
sebab mekanisme yang berlainan. Demikian sebaliknya, bila sebelumnya
telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan
obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat – obatan bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk
selektif terhadap adrenoreseptor (orsiprendlin, Salbutamol, Terbutamin,
Ispenturin, Fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih
lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif
(Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
Obat – obat bronchodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat
pada anak – anak dan dewasa. Mula – mula diberikan 2 sedotan dari
Metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan
perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10
– 15 menit berikan Aminophilin intervena
Obat – obat bronchodilator simpatomimetik memberi efek samping
tachycardia. Penggunaan parenteral pada orang tua harus hati – hati,
berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1
: 1000 secar asubcutan. Anak – anak 0,01 mg/Kg BB subcutan (1
mg/ml) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 – 3 kali sesuai kebutuhan
Pemberian Aminophilin secara intravena dosis awal 5 -6 mg/Kg BB
dewasa/ anak – anak, sunttikkan perlahan dalam 5 – 10 menit. Untuk
dosis penunjang 0,9 mg/Kg BB/jam secara infuse. Efek sampingnya
tekanan darah menurun bila dilakukan tidak secara perlahan
b. Kortikosteroid
Pemberian obat – obat bronchidilator tidak menunjukkan perbaikan,
dilanjutkan dengan pengobatan kortisteroid 200 mg hidrokortison secara
oral atau dengan dosis 3 – 4 mg/Kg BB intravenasebagai dosis permulaan
dan dapat diulang 2 – 4 jam secara parenteral sampai serangan akut
terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 – 60 mg atau dengan dosis 1 – 2
mg/Kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi
secara bertahap
c. Pemberian oksigen
Melaui kanul hidung dengan kecepatan aliran oksigen 2 – 4 ml/menit dan
dialirkan melalui air untuk memeberikan kelembaban. Obat ekspektoran
seperti Gliseroguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki
dehidrasi , maka intake cairan peroral dan infuse harus cukup, sesuai
dengan prinsip rehidrasi, antibiotic diberikan bila ada infeksi
d. Beta agonists
Beta agonists (ß –adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang
digunakan dalam pengobatan asma dikarenakan obat ini bekerja dengan
jalan mendilatasikan otot polos. Adrenergic agent juga meningkatkan
pergerakan cillary, menurunkan mediator kimia anaphylasis dan dapat
meningkatkan efek broncholasi dari kortikosteroid. Agent adregenic yang
sering digunakan antara lain epinephrine, albuterol, metaproterenol,
isoproterenol, isoetharine dan terbutaline. Biasanya diberikan secara
parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan jalan pilihan
dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek
samping yang lebih kecil.
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme
dansekresi kental berlebihan
Tujuan: pasien dapat mempertahankan jalan nafas paten
Criteria hasil:
- Bunyi nafas bersih/ normal
- Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal
- Tidak ada dispnea
Intervensi
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahn misal; mengi,
krekels, dan ronchi
R/ spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal; krekels bash,
ronchi, mengi
- Kaji frekuensi dispnea: gelisah, ansietas distress pernafasan, penggunaan
otot bantu
R/ disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
infeksi akut
- Beri klien posisi pada ketinggian yang nyaman dan mengoptimalkan
pernafasan: tinggikan kepala tempat tidur 60 -90 derajat, sokong punggung
dengan bantal
R/ peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi
- Tingkatkan masukkan cairan sampai 3000 ml/ hari dan berikan air hangat
R/ membantu menurunkan kekentalan secret mempermudah pengeluaran
- Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi (epinefrin, aminophilin,
antihistamin, ekspektorat, kortikosteroid atau adrenal dan pemberian
nebulisasi isoproterenal atau kromolin
R/ merilekskasn otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan
spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa, menurunkan edema
mukosa dan menurunkan inflamasi jalan nafas local serta menghambat
efek histamine dan mediator lainnya
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
selama serangan akut
Tujuan: pasien mempertahankan pola nafas efektif
Criteria hasil:
- Sesak berkurang atau hilang (RR: 18 – 24x/menit)
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan normal
- Tidak ada retraksi otot pernafasan
Intervensi
- Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernafsan: dispnea, penggunaan otot
–otot pernafasan
R/ evaluasi dalam derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses
penyakit
- Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/ atau bunyi
tambahan
R/ bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi, adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ tertahanya
sputum dan krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada interstitial/
dekompensasi jantung
- Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan
ekspansi dada
R/ pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja
nafas
- Kolaborasi; Berikan oksigen sesui indikasi
R/ memperbaiki/ mencegah memburuknya hipoksia
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
Tujuan: mempertahankan/ terjadi peningkatan nafsu makan sehingga berat
badan stabil
Criteria hasil:
- Klien menunjukkan nafsu makan
- Klien tidak mual/ muntah lagi
- Klien nampak semangat
Intervensi
- Identifikasi faktor yang menyebabkan mual/ muntah
R/ pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
- Berikan wadah tertutup untuk membuang sputum dan buang sesering
mungkin
R/ menghilangkan tanda bahaya rasa bau dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual
- Berikan pengobatan pernafasan sedikitnya sedikitnya 1 jam sebelum
makan
R/ menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
- Auskultasi bunyi usus
R/ bunyi usus menurun/ tidak ada bila proses infeksi berat/ memanjang.
Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara atau menunjukkan
pengaruh toksin atau bakteri pada saluran GI
- Berikan porsi makan kecil dansering termasuk makanan kecil/ ringan
R/ meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk
kembali
4. Cemas berhubungn dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan
Tujuan: rasa cemas klien menjadi berkurang sampai hilang
Criteria hasil:
- Klien tampak rileks
- Klien mampu mengungkapkan perasaan cemas berkurang
- TTV normal
Intervensi
- Evalusi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnose
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
- Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang penyakitnya, perawatan
dan pengobatanya
R/ membuka/menerima kenyatan penyakit dan pengobatanya
- Berikan kesempatan untuk bertanya jawab dengan jujur
R/ membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah
interpersepsi terhadap informasi
- Libatkan pasien/ orang terdekat pasien untuk menyiapkan waktu sebagai
persiapan pengobatan
R/ membantu memperbaiki perasaan control/ kemandirian pasien yang
merasa tak berdaya dalam menerima diagnose dan pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Hudack & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis. Edisi VI. Vol. 1. Jakarta: EGC
Halim Danukusantoso. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit
Hipokrates
Smeltzer, C. Suzana, Dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah. Edisi 8.
Vol. 1. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN ASMA DI UGD RSU SINAR KASIH
TENTENA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
MARGARETHA F. TURUKA