Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

ASMA BRONKHIAL

OLEH :

SEKAR DWI UTAMI

NIM : P1337421020028

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI D-III KEPERAWATAN TEGAL

TAHUN AJARAN 2020/2021


ASMA BRONKHIAL

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Asma bronkial adalah kelainan inflamasi kronis saluran nafas
dimana berbagai sel memainkan perannya, khususnya sel mast, eosinofil,
dan limfosit T. Pada individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan
episode berulang bising mengi, sesak nafas, dada terasa tegang serta
batuk khususnya di waktu malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan
dengan penyempitan saluran nafas yang sangat luas dan bervariasi, dan
sebagian sedikit reversible baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. Proses inflamasi dapat meningkat dengan dipacu beberapa
faktor pencetus antara lain udara dingin, infeksi, makanan, bau bahan
kimia, bulu binatang, gangguan piki dan lain-lin (GINA, 2016).
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap
reaksi yang meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam
rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran bernafas, karena
penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas, penyempitan ini
bersifat dinamis dan derajat penyempitan nya dapat berubah-ubah, baik
secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan
dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologi si penderita
(United States National Tuberculosis Association 1967 ).
2. Klasifikasi
Secara etiologis asma bronkhial dibagi dalam 3 tipe :
2.1 asma bronkhial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan
(exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah : serangan
timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang menderita asma,
penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan
pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk
menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca
atau lingkungan non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita.
2.2 Asma bronkhial tipe atopi (Ekstrinsik)
Pada golongan ini, keluhan atau hubungannya dengan paparan
terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya
dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.
Pada tubuh ini mempunyai sifat-sifat : timbul sejak anak-anak, pada
family ada yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi,
sering menderita rinitis.
Di Inggris jelas penyebabnya house the Smith USA tepung sari bunga
rumput.
2.3 Asma bronkhial campuran (Mixed)
Pada golongan ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik
maupun ekstrinsik.
3. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan
imunologi maupun non imunologi. Ada beberapa hal yang merupakan
faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
a) Faktor predisposisi
1. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b) Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit contoh: perhiasan,
logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

4. Tanda dan Gejala


a. Terdengar bunyi nafas (wheezing/mengi/bengek) terutama sat
mengeluarkan nafas (eskhaltion). (Tidak semua penderita asma
memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang
nafsnya terdengar wheezing adalah penderita asma).
b. Sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran saluran bronki
(bronhiale)
c. Batuk kronik atau (terutama di malam hari atau cuaca dingin).
Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit.
d. Serangan asma yang hebat penderita tidak dapat berbicara karena
kesulitannya dalam mengatur pernapasan.
e. Pada anak-anak gejala awal dapat berupa rasa gatal di rongga
dada atau leher selama serangan asma rasa cemas (sering
menangis) yang berlebihan sehingga penderita dapat memperburuk
keadaan.
f. Sebagai reaksi terhadap kecemasan penderita juga akan
mengeluarkan banyak keringat.
5. Patofisiologi dan Pathway

Asma ditandai dengan kontraksi spatic dari otot polos bronkiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seseorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibody ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma antibodi ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terletak pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient) factor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi


daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.

Hal yang menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan


volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru Hal ini biasanya
menyebabkan barrel chest.

Pathway

Alergen atau antigen yang telah terikat oleh igE yang menancap pada permukaan
sel mast atau basofil

Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

Konstraksi otot polos

Spasme oto polos, sekresi kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil pada tahap inspirasi dan


ekspirasi

Edema mukosa bronkus

Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus

Sesak nafas
Tekanan partial oksigen di alvoeli menurun

Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia CO2 mengalami retensi pada alveoli

Kadar CO2 dalam darah meningkat


yang memberi rangsangan pada
pusat pernafasan

Hiperventilasi

6. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan
yang mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan.
Pada kasus seperti ini, kerja pernafasan sangat meningkat. Apabila kerja
pernafasan meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat, karena
individu yang mengalami asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen
yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi melawan
spasme bronkiolus, peningkatan bronkiolus, dan mukus yang kental.
Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan
untuk melakukan ventilasi. Apabila individu Kelelahan, dapat terjadi
asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.
7. Pemeriksaan penunjang
1. Laboraterium :
 Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menujukan adanya
infeksi
 Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini
menurun dengan pemberian kortikosteroid.
2. Analisa gas darah
Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat
atau status asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia
hypercapnia dan asidosis respiratorik pada asma ringan sampai
dengan PaO2 normal sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan
terjadi alkalosis respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas
menurun, PaO2 normal atau meningkat dan terjadi asidosis
respiratorik.
3. Radiologi

Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru


biasanya tidak menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang
menunjukkan yang khas untuk asma adanya hiperinflasi, penebalan
dinding bronkus vaskulasrisasi paru.

4. Faal paru :
Menurunnya FEV1
5. Uji kulit :
Untuk menunjukan adanya alergi
6. Uji provokasi adanya bronkus :

Dengan inhalansi hstamin, aseltikolin, alergen, penurunan FEV 1


sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan pertanda adnya
hiperreaktivitas bronkus.

7. Penatalaksanaan kegawatan
1. Waktu serangan
 Bronkodilator
a. Golongan adrenergik :
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu
selama 15 menit apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika
belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian.
Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1-0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine :
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc bwrisi 240 mg.
Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5-10 menit.
Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam
dengan pemberian adrenalin tidak memberikan hasil.
c. Golongan antikolinergik :
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik
adalah menghambat anzym Guanylcylase.
 Anthistamin
Mengenai pemberian anthistamin masih ada perbedaan
pendapat. Ada yang setuju tetapi ada juga yang tidak setuju.
 Kortikosterioid
Efek kortikosterioid adalah memperkuat bekerjanya obat
Beta Adrenergik. Kortikosterioid sendiri tidak mempunyai
efek bronkodilator.
 Antibiotika
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali : sebagai
profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
 Ekspektoransia
Memudahkan dikeluarnya mukus dari saluran napas. Beberapa
ekspektoran adalah : air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril
guaiacolat(ekspektorans).
2. Diluar serangan
Disodium chyromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dindind
membran dari cell mast atau basofil sehingga : mencegah terjadinya
degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan histamin, mencegah
pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah
pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor ).

Pengobatan Non medikamentosa :

1. Waktu serangan :
- Pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala
klinik maupun hasil analisa gas darah.
- Pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang
berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani
ddehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan demikian
memudahkan ekspektorasi.
- Drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran
dahak agar supaya tidak timbul penyumbatan.
- Menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
- Pendidikan/penyuluhan
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya,apa
pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat
menghindari timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen. Imti dari
prevensi adalah menghindari paparan terhadap alergen.
- Pasien Imunoterapi/desensitisasi
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi. Setelah
diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
- Relaksasi/kontrol sosial
Untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu
dengan latihan napas.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan paper ini adalah bahwa asma
bronchial dapat terjadi pada siapa saja dan disebabkan tidak hanya karena satu
faktor. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sma bronchial bisa seperti alergi,
keadaan atau suhu yang dingin, kelelahan dll. untuk terapi awal yang bisa diberikan
bisa menggunakan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan klien. namun sebelum itu,
jalan pernafasan harus dibebaskan terlebih dahulu. Sedangkan untuk terapi non
farmakologinya bisa menggunakan nafas dalam untuk mengatur irama pernafasan.

Sumber Refrensi
https://id.scribd.com/document/177298217/LAPORAN-PENDAHULUAN-ASMA-BRONKIAL

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/19117/BAB%20II.pdf?
sequence=6&isAllowed=y#:~:text=Asma%20bronkial%20adalah%20kelainan%20inflamasi
%20kronis%20saluran%20nafas%20dimana%20berbagai,waktu%20malam%20atau
%20dini%20hari

Anda mungkin juga menyukai