Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA

Disusun oleh:

Mar’atu Shoolihah (17631631)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas pada rangsangan tertentu, yang
mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Wahid
& Suprapto, 2013). Asma merupakan penyakit jalan nafas obstruktif
intermitten, bersifat reversible dimana trakea dan bronchi berespon
secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta mengalami peradangan
atau inflamasi (Padila, 2013).
Menurut Murphy dan Kelly (2011), asma merupakan penyakit
obstruksi jalan nafas, yang reversible dan kronis, dengan karakteristik
adanya mengi. Asma disebabkan oleh spasme saluran bronkial atau
pembengkakan mukosa steah terpajam berbagai stimulus. Prevelensi,
morbiditas dan martalitas asma meningkat akibat dari peningkatan polusi
udara.
Jadi asma adalah penyakit obstruksi pada jalan napas yang bersifat
reversible kronis yang ditandai dengan bronchopasme dengan
karakteristik adanya mengi dimana trakea dan bronchi berespon secara
hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta mengalami peradangan atau
inflamasi.

2. ETIOLOGI
Suatu hal yang menonjol pada penderita asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau
factor pencetus yang sering menimbulkan asma adalah: (Smeltzer &
Bare, 2002)
a. Factor ekstrinsik (alergik)
Reaksi alergik yang disebabkan oleh allergen yang dikenal
seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang
b. Factor intrinsic (non-alergik)
Tidak berhubungan dengan allergen, seperti common cold,
infeksi traktusres piratorius, latihan, emosi dan polutan
lingkungan dapat mencetus serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum, asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik

Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma


secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

a. Factor predisposisi
Genetik
Factor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika
terpapar dengan factor pencetus. Selain ini hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan
b. Factor presipitasi
1) Allergen
Dimana allergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga,spora jamur, bakteri
dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan
(seperti buah-buahan) dan obat-obatan (seperti aspirin,
epinefrin, ACE-inhibitor, kromolin)
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera
setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebgai
Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi
beberapa saat setelah latihan. Misalnya jogging, aerobic,
berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan
oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan
wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 mnt sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran nafas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini
menyebabkan perubahan inflamasi pada sitem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi penignkatan hiperresponsif pada system bronkial
4) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hamper 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung.
Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membrane
mucus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan factor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti musim hujan, musim kemarau.
3. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Padila, 2013 adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui
pada pasien asma diantaranya adalah:
a. Stadium dini
Factor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga,
sifatnya hilang timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada penignkatan eosinophil darah dan IgE
6) BGA belum patologis

Factor spasme bronchioles dan edema yang lebih dominan:

1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum


2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan
kanan pada paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
4. PATOFISIOLOGI
Seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E
orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun
sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.
5. PATHWAY

Factor intrinsik Factor ekstrinsik

Infeksi oleh kuman Allergen


Menginfeksi saluran nafas

Pengaktifan sel mast sebagai respon imun (makrofag, eosinophil, limfosit)

Pengaktifan mediator kimiawi (serotonin, bradikinin, histamine)

Edema bronkus Sekresi mucus meningkat Bronkospasme Inflamasi

Hiperesponsive jalan nafas


Hipersekresi mucus dalam Mukosa saluran
rongga jalan nafas Penyempitan jalan nafas nafas menebal
Peningkatan produksi sputum Kompensasi tubuh untuk
Penyempitan lumen
mendapatkan suplai O2 yang cukup
Sesak nafas dan batuk sputum ke jaringan menurun Batuk sputum

BERSIHAN JALAN Kontraksi otot pernafasan Pemasukan O2 tidak


NAFAS TIDAK EFEKTIF adekuat
Metabolism tubuh meningkat
Jalan nafas tdk
Serangan paraoksimal Pengeluaran energy berlebihan efektif
Merangsang system Cadangan energy kurang
POLA NAFAS
saraf simpatis
Mengganggu metabolisme TDK EFEKTIF
Mengaktifkan RAS
Kelemahan dan kelelahan otot
dalam mengaktifkan Perubahan status
kerja organ tubuh kesehatan klien
INTOLERANSI AKTIVITAS
Rapid Eye Proses hospitalisasi
Movement (REM) ↓ Dyspnea, wheezing, batuk, sputum
Kurangnya informasi
Susah tidur Merangsang vomiting center
dan pengetahuan
Mual/muntah
PERUBAHAN POLA Stressor psikologis
ISTIRAHAT TIDUR Anoreksia
ANSIETAS
Asupan makanan berkurang

GANGGUAN NUTRISI
KURANG DARI KEBUTUHAN
6. PENATALAKSANAAN (Medis dan Keperawatan)
Pengobatan asma secara garis bear dibagi dalam pengobatan
farmakologik dan pengobatan non-farmakologik.
a. Pengobatan Non-Farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar
menghindari factor-faktor pencetus, serta menggunakan
obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
2) Menghindari factor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan
asma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara
menghindari dan mengurangi factor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah
pengeluaran mucus. Ini daoat dilakukan dengan drainage
postural, perkusi dan fibrasi dada.
b. Pengobatan Farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali
semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua
adalah 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol (Alupent, metrapel)
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalah aminophilin dan teopilin,
obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa
diberikan 125-200 mg 4x sehari
3) Kortikosteroid
Jika afonis beta dan mettil xentin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan disis 800
empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid
yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asma, khususnya
anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengn kromolin dengan dosis 2x1 mg
perhari. Keuntungannya dapat diberikan secara oral.
6) Iprutropioum Bromide (Atroven)
Atroven adlah antikolenergik, diberikan dalam bentuk
aerosol dan bersifat bronkodilator
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergic. Peningkatan FEV atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dar 20% . pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.
b. Tes provokasi brokial
Dilakukan jika pemeriksaan spinmetri internal. Penurunan FEV
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-
90% dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan
penurunan PEFR 10% atau lebih.
c. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari factor alergi dengan berbagai allergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Laboratorium
1) Analisa gas darah
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat
hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik
2) Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma
yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja menyebabkan
transudasi dari edema mukasa sehingga terlepaslah sekelompok
sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk
melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik
3) Sel eosinophil
Pada penderita status asmatikus sel eosinophil dapat mencapai
1000-1500/mm3 baik asma intrinsic maupun asma ekstrinsik,
sedangkan hitung sel eosinophil normal antara 100-200/mm 3.
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel
eosinophil menunjukkan pengobatan telah tepat.
4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT menignkat disebabkan karena
kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea
e. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya
proses patologik di paru atau komplikasi asma seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektosis dll
f. Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita status asmatikus, ini
karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban
jantung kanan. Sinus takikardi sering terjadi pada asma.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. IDENTITAS DIRI
Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa mungkin
terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa
dimungkinkan adanya factor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi
lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan factor
pencetus serangan asma. Status perkawinan, gangguan emosional yang
timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan factor pencetus
serangan asma, pekerjaam, serta bangsa perlu digaji untuk mengetahui
adanya pemaparan bahan elergen.
2. KELUHAN UTAMA
Klien datang dengan keluhan apa
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Klien dengan serangan asma dating mencari pertolongan dengan keluhan,
terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan
gejala-gejala lain yaitu: wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan,
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis serta perubahan tekanan darah.
Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi
saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung.
Riwayat serangan asma frekuensi, waktu, allergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk meringankan gejala asma
5. POLA NUTRISI DAN METABOLISME
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien
sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi hal ini karena dyspnea saat makan, laju metabolism serta ansietas
yang dialami klien.
6. POLA ELIMINASI
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk,
konsentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
7. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa
lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien
8. POLA AKTIFITAS DAN LATIHAN
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja
dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat tejadi factor pencetus terjadinya
asma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma
9. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang
salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam kehidupan
klien. Semakin banyak stressor yang ada pada kehidupan klien dengan
asma meningkatkan kemungkinan serangan asma yang berulang.
10. POLA PENANGGULANGAN STRESS
Stress dan ketegngan emosional merupakan factor intrinsic pencetus
serangan asma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi
dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan
terhadap stresor
11. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan,
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis
batuk dengan lender lengket dan posisi istirahat klien.
b. Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, adanya penonjola, riwayat trauma,
adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun
hilang kesadaran
c. Mata
Adanya konjungtiva putih, penurunan ketajaman penglihatan akan
menambah stress yang dirasakan olfaktori
d. Hidung
Adanya pernafasan cuping hidung, rhinitis alergi dan fungsi olfaktori
e. Mulut dan faring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan
mengunyah dan sakit pada tenggorokan serta sesak atau perubahan
suara
f. Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakan, pembesaran tiroid
serta penggunaan otot-otot pernafasan
g. Thorak
I: dada diinspeksi terutama postur bentuk dan kesimetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi ototo-otot interkostalis
sifat dan irama pernafasan serta frekuensi pernafasan
Pal: pada palpasi dikaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus
Per: pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah
A: terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan wheezing
h. Kardiovaskuler
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas
dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi
yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus
i. Abdomen
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi
karena dapat merangsan serangan asma frekuensi pernafasan serta
adnya konstipasi karena dapat nutrisi
j. Ekstrimitias
Dikaji adanya ekstrimitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada
ektremitas karena dapat merangsang serangan asma
k. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembaban, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut dikaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
12. ANALISA DATA
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien.
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan
data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang
terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan
standart nilai normal, menginterpretasikan data dan akhirnya membuat
kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan maslah keperawatan.
13. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan sesak nafas dan
batuk sputum
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan
nafas
c. Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan
batuk
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan
otot
f. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi dan pengetahuan
keluarga
14. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan sesak nafas
dan batuk sputum
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x6 jam maka
bersihan jalan nafas kembali efektif/meningkat
Kriteria hasil:
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi sputum menurun
3) Tidak ada suara nafas tambahan
4) Tidak ada dyspnea dan sianosis
5) TTV dalam rentang normal

Intervensi Keperawatan :

1) Berikan posisi semifowler/fowler


2) Lakukan penghisapan secret/sputum
3) Lakukan fisioterapi dada
4) Monitor TTV (terutama yang berhubungan dengan
pernafasan)
5) Kolaborasi pemberian terapi oksigen
6) Kolaborasi pemberian terapi fakrmakologi
7) Perawatan trakeostomi bila perlu
8) Pasang ventilasi mekanik bila perlu
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan
nafas
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x6 jam maka
inspirasi/ekspirasi menjadi adekuat
Kriteria hasil :
1) TTV dalam rentang normal
2) Tekanan inspirasi meningkat
3) Dyspnea tidak ada
4) Penggunaan otot bantu nafas berkurang
5) Pemanjangan fase ekspirasi menurun

Intervensi keperawatan :

1) Berikan posisi semifowler/fowler


2) Fisioterapi dada
3) Kolaboarasi pemberian terapi oksigen
4) Kolaborasi pemberian terapi farmakologi
5) Perawatan trakeostomi bila perlu
6) Berikan/pasang ventilasi mekanik bila perlu
7) Edukas keluarga/pasien untuk beristirahat yang cukup

c. Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas


dan batuk

 Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi


Rasional: mengkaji perlunya dan mengidentifikas intervensiyang
tepat
 Instruksikan tindakan relaksasi
Rasional: membantu menginduksi tidur

 Hindari mengganggu bila mungkin, misal: membangunkan untuk


obat atau terapi.
Rasional : tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan
pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun

 Penatalaksanaan pemberian sedatif sesuai indikasi


Rasional : Mungkin diberikan untuk membantu pasien
tidur/istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan
baru. Hindari penggunaan kebiasaan, karena obat ini menurunkan
waktu tidur REM.

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

 Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat


kesulitan makan, dan evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena
dispnea, produksi sputum dan obat. Selain itu, banyak pasien
dengan asma mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun
kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan kalori.
 Auskultasi bunyi usus
Rasional : penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan
penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang
berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan
makanan buruk, penurunan aktivitas.

 Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus


untuk sekali pakai dan tissue.
Rasional: rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah
utama terhadap nafsu makan dan membuat mual dan muntah
dengan peningkatan kesulitan nafas.

 Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah


makan. Berikan porsi kecil tapi sering
Rasional: membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan
dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori
total.

 Timbang berat badan sesuai indikasi jika memungkinkan


Rasional: berguna untuk menentukan kebutuhan kalori. Penurunan
berat badan dapat berlanjut meskipun masukan adekuat sesuai
teratasinya edema.

 Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi


Rasional: menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk
makan meningkatkan masukan.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan


kelelahan otot

 Atur posisi yang nyaman bagi klien


Rasional: meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan
energi yang digunakan untuk penyembuhan.

 Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat laporan dispnea,


peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital.
Rasional: menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi

 Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung selama waktu fase


akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan
pengalihan yang tepat.
Rasional: menurunkan stres dan rangsang berlebihan,
meningkatkan istirahat

 Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan


perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
Rasional: pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individu
pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan

 Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan


Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen

f. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi dan


pengetahuan keluarga

 Kaji perasaan klien dan keluarga, beri sikap empati dan dengarkan
keluhan klien
Rasional: mengurangi kecemasan klien dan keluarga sehingga
dapat bekerjasama dalam proses perawatan

 Berikan informasi/penjelasan pada klien dan keluarga mengenal


kondisi, rencana perawatan dan prognosis pasien secara akurat dan
memperingatkan kondisi dan situasi
Rasional: pemberian informasi yang jelas sehingga menghindari
kesalahan persepsi.

 Kaji tingkat kecemasan klien


Rasional: memungkinkan untuk menyampaikan bahwa yang
didasarkan adalah kebutuhan dari individu dan kelancaran proses
perawatan.
 Diskusikan tentang tindakan keperawatan dan medis serta
penggunaan obat-obat yang diberi.
Rasional: penting untuk perkembangan pemulihan atau
pencegahan terhadap komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Blackwell, W. 2014. Nursing Diagnoses NANDA 2015-2017. India:Pondhicerry.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition.New Jersey: Upper Saddle River

Mubarak, W dkk. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap


Dalam Praktik Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia). 2016. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia. Jakarta : Tim Pokja SDKI DPP PPNI

PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia). 2018 Standar Luaran


Keperawatan Indonesia. Jakarta : Tim Pokja SDKI DPP PPNI

PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia). 2018 Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia. Jakarta : Tim Pokja SDKI DPP PPNI

Purnomo. 2008. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Saheb, A. 2011.Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Anda mungkin juga menyukai