SESAK NAFAS
Anak perempuan berusia 7 tahun dibawa ibunya ke Klinik YARSI dengan keluhan sulit
bernafas. Pasien 3 hari sbelum ke klinik demam, batuk dan pilek. Sudah minum obat namun
tidak ada perubahan. Menurut ibu, paisen pasien menderita alergi makanan terutam ikan laut.
Ayah pasien juga mempunyai riwayat alergi.
Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, Frekwensi nafas 48x/menit, disertai
batuk-batuk paroksismal, terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah
supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada perkusi terdengar juga ronkhi
kering dan ronkhi basah serta suara lender dan wheezing. Pasien di diagnosis sebagai Asma akut
episodic sering.
Penanganan yang dilakukan pemberian -agonis secara nebulisasi. Pasien diobservasi
selama 1-2 jam, respon baik pasien dipulangkan dengan dibekali obat bronkodilator. Pasien
kemudian dianjurkan kontrol ke Klinik Rawat Jalan untuk reevaluasi tatalaksananya.
KATA-KATA SULIT
1
1. Batuk paroksismal
: serangan batuk mendadak berulang-ulang dan bersifat instensif
2. Mengi
: suara saat udara melewati saluran nafas yang sempit
3. Epigastrium
: daerah perut bagian tengah dan atas yang terletak
diangulus sterni
4. Retraksi
: gerakan menarik tubuh kebelakang
5. Hipersonor
: suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong
6. Ronkhi kering
: suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama
waktu ekspirasi disertai adanya mucus atau secret pada bronkus
7. Ronkhi basah
: suara yang terputus akibat udara melewati cairan
8. Nebulisasi
: pemberian obat kesaluran pernapasan yang dihirup menggunakan
alat yang disebut nebulizer
9. Asma
: suatu penyakit kronik yang menyerang saluran pernapasan
pada paru dimana terdapat peradangan dinding rongga bronkial sehingga mengakibatkan
penyemptan saluran napas yang menyebabkan sesak napas
10. Bronkodilator
: obat yang dapat melebarkan saluran napas
PERTANYAAN
1. Apa hubungan riwayat alergi ayah pasien dengan penyakit pasien?
2
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
JAWABAN
1. Kerana penyakit pasien disebkan alergi, dan alergi terkait genetik dan diturunkan
2. Karena udara residu dalam paru meningkat sehingga diperlukan kerja otot tambahan
untuk menghirup udara
3. Karena ada alergan masuk sehingga mediator inflamasi seperti prostaglandin dan
bradikini dihasilkan sehingga menyebabkan demam dan batuk.
4. Karena bronchus menyempit
5. Karena bronkus menyempit sehingga ekspirasi sedikit, udara terjebak diparu paru
sehingga udara terjebak dan paru paru mengembang
6. Agar cepat terjadi reaksi dan bersifat local
7. Karena udara terjebak diparu paru
8. Karena di bronchus terjadi penyempitan dan ada yang menghasilkan mucus sehingga
terjadi ronki basah dan ronki kering
HIPOTESIS
Asma bronchial disebabkan alergan yang masuk pada tubuh yang sensitif dapat memicu reaksi
hipersensitifitas tipe 1 sehingga melepaskan mediator kimia yang menyebabkan penyempitab
3
SASARAN BELAJAR
LO 1.1. Definisi
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan
nafas pendek.
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respontrakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. (Medicafarma,2008)
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan wheezing, dimana
keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan
napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah
teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napasmembengkak karena penyempitan jalan napas
dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batukbatuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
LO 1.2. Etiologi
Penyebab Penyakit Asma
Istilah penyebab asma sebenarnya kurang tepat karena sampai saat ini penyebab asma
belum diketahui. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli di bidang asma untuk
menerangkan sebab terjadinya asma, namun belum satu pun teori atau hipotesis yanga dapat
diterima atau disepakati semua para ahli.
Meskipun demikian yang jelas saluran pernapasan penderita asma memiliki sifat yang
khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas
saluran napas). Asap rokok, tekanan jiwa, alergen pada orang normal tidak menimbulkan asma
tetapi pada penderita asma rangsangan tadi dapat menimbulkan serangan.
Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang
melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan
lendir ke dalam saluran udara.
Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan
penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab
terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan
seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal
sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau
bulu binatang.
Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama
terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin.Stres dan
kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.
Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan
bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.
Binatang, kecoa
Jamur
Kontak dengan beberapa alergen udara atau eksposur ke beberapa infeksi virus pada
masa bayi atau pada anak usia dini ketika sistem kekebalan tubuh berkembang
Jika terdapat asma dalam keluarga, paparan iritan (misalnya, asap tembakau/rokok) dapat
membuat saluran udara lebih reaktif terhadap zat di udara. Beberapa faktor penyebab asma
mungkin lebih rentan pada beberapa orang yang memiliki riwayat sebelumnya. Para peneliti
terus menggali apa penyebab penyakit asma
Penyakit Asma dapat disebabkan oleh :
A.Faktor Intrinsik
Infeksi : virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus jamur, misalnya aspergillus
cuaca:perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan
percepatan iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara
emosional : takut, cemas dan tegang aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.
Aspek genetik
Kemungkinan alergi
Saluran napas yang memang mudah terangsang
Jenis kelamin
Ras/etnik
B. Faktor lingkungan
1. Bahan-bahan di dalam ruangan :
-Tungau debu rumah
-Binatang, kecoa
9
LO 1.3. Epidiemologi
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas,
termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat
fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat.
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma,
jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain
menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus
meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik,
maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang
akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan hasil suatu penelitian di Amerika Serikat hanya 60% dokter ahli paru dan
alergi yang memahami panduan tentang asma dengan baik, sedangkan dokter lainnya 20%-40%.
Tidak mengherankan bila tatalaksana asma belum sesuai dengan yang diharapkan. Di lapangan
masih banyak dijumpai pemakaian obat anti asma yang kurang tepat dan masih tingginya
kunjungan pasien ke unit gawat darurat, perawatan inap, bahkan perawatan intensif.
Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat
asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropah. Hampir separuh
dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian
gawat darurat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih
jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).
Dengan melihat kondisi dan kecenderungan asma secara global, GINA pada kongres asma
sedunia di Barcelona tahun 1998 menetapkan tanggal 7 Mei 1998 sebagai Hari Asma Sedunia
untuk pertama kalinya.
Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada
anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (Internationla Study on
10
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun
2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%,
sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta
Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian secara serius.
Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit Penyakit Kronik dan
Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya upaya
pengendalian asma belum terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan
peralatan yang diperlukan untuk diagnosis dan tatalaksana pasien asma difasilitas kesehatan.
LO 1.4. Klasifikasi
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2)
Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa
Derajat asma
Gejala
Intermitten
Gejala malam
Faal paru
Bulanan
-
APE80%
Gej
2 kali sebulan -
ala<1x/minggu.
-
Tan
pa gejala diluar
serangan.
Sera
APE>80%
Gej
ala>1x/minggu
tetapi<1x/hari.
-
Varia
biliti APE<20%.
ngan singkat.
Mingguan
Persisten ringan
VEP1
80% nilai prediksi
APE80%
nilai terbaik.
Sera
ngan dapat
mengganggu aktifiti
VEP1
80% nilai prediksi
APE80% nilai terbaik.
Varia
biliti APE 20-30%.
11
dan tidur
Harian
Persisten sedang
-
APE 60-80%
Gej
Persisten berat
Sera
ngan mengganggu
aktifiti dan tidur.
Me
mbutuhkan
bronkodilator setiap
hari.
Kontinyu
Gej
APE 60%
Sering
Seri
ng kambuh
Variabi
liti APE>30%.
V
EP1 60-80% nilai
prediksi APE 6080% nilai terbaik.
VEP1
60% nilai prediksi
APE60% nilai terbaik
Akti
Varia
biliti APE>30%
Asma episodik
jarang
Asma episodik
sering
Asma persisten
1 Frekuensi
serangan
<1x/bulan
>1x/bulan
Sering
2 Lama serangan
<1minggu
>1minggu
Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
periode bebas
serangan
3 Intensitas
serangan
Biasanya ringan
Biasanya sedang
Biasanya berat
4 Diantara
serangan
Tanpa gejala
kebutuhan obat
dan faal paru asma
12
5 Tidur dan
aktifitas
Tidak tergganggu
Sering tergganggu
Sangat tergganggu
6 Pemeriksaan
fisik diluar
serangan
Normal ( tidak
ditemukan kelainan)
Mungkin tergganggu
7 Obat
pengendali(anti
inflamasi)
Tidak perlu
Perlu
Perlu
8 Uji faal
paru(diluar
serangan)
PEFatauFEV1>80%
PEFatauFEV1<6080%
PEVatauFEV<60%
9 Variabilitas faal
paru(bila ada
serangan)
Variabilitas>15%
Variabilitas>30%
Variabilitas 20-30%.
(ditemukan kelainan)
Variabilitas >50%
Ringan
Sedang
Berat
Ancaman henti
napas
13
Sesak (breathless)
Berjalan
Berbicara
Istirahat
Bayi :
Bayi :
Bayi :
Menangis
keras
-Tangis pendek
dan lemah
Tidakmau
makan/minum
-Kesulitan
menetek/makan
Posisi
Bisa berbaring
Lebih suka
duduk
Duduk
bertopang
lengan
Bicara
Kalimat
Kesadaran
Mungkin
iritabel
Biasanya
iritabel
Biasanya
iritabel
Kebingungan
Sianosis
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Nyata
Wheezing
Sangat
nyaring,
terdengar
tanpa
stetoskop
Sulit/tidak
terdengar
Ya
Gerakan
paradok
torakoabdominal
Retraksi
Dangkal,
retraksi
interkostal
Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal
Dalam,
ditambah
napas cuping
hidung
Dangkal /
hilang
Frekuensi napas
Takipnu
Takipnu
Takipnu
Bradipnu
< 2 bulan
<60
2-12 bulan
< 50
1-5 tahun
< 40
14
6-8 tahun
Frekuensi nadi
Normal
< 30
Takikardi
Takikardi
Dradikardi
2-12 bulan
< 160
1-2 tahun
< 120
6-8 tahun
< 110
Pulsus paradoksus
Tidak ada
Ada
Ada
(pemeriksaannya tidak
praktis)
(< 10 mmHg)
(10-20 mmHg)
(>20mmHg)
>60%
40-60%
<40%
>80%
60-80%
<60%,
respon<2 jam
SaO2 %
>95%
91-95%
90%
PaO2
Normal
(biasanya
tidak perlu
diperiksa)
>60 mmHg
<60 mmHg
PaCO2
<45 mmHg
<45 mmHg
>45 mmHg
Tidak ada,
tanda
kelelahan otot
respiratorik
LO 1.5. Patofisiologi
Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang
didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Faktor
risiko
Faktor risiko
15
Inflamasi
Hipereaktifitas
bronkus
Obstruksi BR
Faktor
Gejala
risiko
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini
dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk
menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara
digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban
kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, dan
iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early
asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi
asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi subakut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan se-kitarnya, berupa infiltrasi
sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen
bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks.
Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan
mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus
dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator
adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan
monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
memperbesar reaksi yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,
melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini
juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF dan protein
16
sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hipereaktivitas bronkus.
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1.
obstruksi
Faktor genetik
Sensitisas
i
inflamas
i
Gejala Asma
Faktor lingkungan
Pemicu
(inducer)
Pemacu
(enhancer)
Pencetus
(trigger)
17
Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus) Subjektif
Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia. Psikososial
Cemas, takut dan mudah tersinggung
Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.
Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari (Tanjung, 2003).Ada beberapa tingkatan
penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
2)Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanyatanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yangberat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada
asma yang berat dapat timbul gejala seperti: Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis,
gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
LO 1.7. Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan
semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menegakkan diagnosis.
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang .
1. Anamnesis
20
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a
b
c
d
e
f
g
h
Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan
sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas
atau olah raga?
Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator)?
Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca
atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis
alergi)?
Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,
saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan. Perlu
diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering
ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar
serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent
chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut, sesuai derajat serangan :
Inspeksi
pasien terlihat gelisah,
sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium,
retraksi suprasternal),
sianosis
Palpasi
biasanya tidak ditemukan kelainan
pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi
ekspirasi memanjang,
mengi,
21
suara lendir
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
Anak
LO 1.9. Tatalaksana
22
kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.
Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan
23
kortikosteroid
oral
Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa
dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak
belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat
diberikan oksigen dan pemberian cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan
oksigen, cairan IV, 2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan
dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke
ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan
nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
Untuk lebih jelasnya lihat pada algoritma (bagan 3, bagan 4).
2.
Inhalasi kortikosteroid
2 agonis kerja panjang
antileukotrien
teofilin lepas lambat
24
ALGORITMA
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH
Penilaian berat serangan
Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE , 80% nilai terbaik / prediksi
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral
25
Jenis obat
Golongan
Nama generik
Bentuk/kemasan obat
26
Pengontrol
Steroid inhalasi
Flutikason propionat
IDT
Budesonide
IDT, turbuhaler
Antileukokotrin
Zafirlukast
Oral(tablet)
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon
Oral(injeksi)
Prednison
Oral
Prokaterol
Oral
Formoterol
Turbuhaler
Salmeterol
IDT
Flutikason + Salmeterol.
IDT
Budesonide + formoterol
Turbuhaler
Salbutamol
(Antiinflamasi)
Agonis beta-2
kerjalama
Pelega
(Bronkodilator)
Terbutalin
IDT
Prokaterol
IDT, solution
Antikolinergik
Fenoterol
IDT, solution
Ipratropium bromide
27
Metilsantin
Oral
Teofilin
Oral, injeksi
Aminofilin
Oral
Oral, inhaler
Metilprednisolon
Oral
Prednison
IDT
: Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama
dengan spacer
Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan
melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang teratur, asma
terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan olahraga lain yang
menunjang kebugaran.
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan asma, yaitu
asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak
terkontrol (tabel 5).
28
Karakteristik
Terkontrol
Gejala harian
Pembatasan aktivitas
Gejala
nokturnal/gangguan
tidur (terbangun)
Kebutuhan
reliever atau
rescue
Tidak
Sebagian
Terkonrol
Tidak ada (dua kali Lebih dari dua Tiga atau lebih gejala
atau
kurang kali seminggu
dalam
kategori Asma
perminggu)
Terkontrol
Sebagian,
muncul sewaktu waktu
Tidak ada
Sewaktu-waktu
dalam seminggu
dalam seminggu
Tidak ada
Sewaktu waktu
dalam seminggu
Normal
Tidak ada
FEV1*)
Eksaserbasi
Terkonrol
Keterangan :
*)
**)
Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar
adekwat
***)
29
Serangan berat
Serangan yang mengancam jiwa
Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid inhalasi dosis
rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan dewasa 400
mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak terkontrol).
Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes dll
30
Penilaian Awal
Pengobatan Awal
Oksigenasi dengan kanul nasal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adre
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
- tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
- dalam kortikosterois oral
Respons baik
Respons Tidak Sempurna
Respons buruk dalam 1 jam
Respons baik dan stabil dalam 60 menitResiko tinggi distress
Resiko tinggi distress
Pem.fisi normal
Pem.fisis : gejala ringan sedangPem.fisis : berat, gelisah dan kesadar
APE >70% prediksi/nilai terbaik
APE > 50% terapi < 70%
APE < 30%
Saturasi O2 tidak perbaikan
PaCO2 < 45 mmHg
Pulang
Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2
Dirawat di RS
Dirawat di ICU
Membutuhkan kortikosteroid oral
Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik
Inhalasi agonis beta-2 + anti kolin
Edukasi pasien
Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid IV
Memakai obat yang benar
Aminofilin drip
Pertimbangkan agonis beta-2 inje
Ikuti rencana pengobatan selanjutnya
Terapi Oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker
Aminofilin
venturi
drip
Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin
Mungkin perlu intubasi dan ventil
Perbaikan
Pulang
Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi
Tidak Perbaikan
Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan dalam 6-12
31
Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)
Serangan berat
Serangan ringan
Serangan sedang
(nebulisasi 3x,
(nebulisasi 1-3x, respons baik, gejala hilang)
(nebulisasi 1-3x,
respons buruk)
observasi 2 jam
respons parsial)
sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi
berikan oksigen (3)
jika efek bertahan, boleh pulang
pasang jalur parenteral
nilai
kembali
derajat
serangan,
jika
sesuai
dgn
serangan
sedang,
observasi
di Ruang
Rawat
Sehari/observasi
nilai ulang
klinisnya,
jika sesuai
dengan
serangan
berat, rawat di Ruan
jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang
foto Rontgen toraks
pasang jalur parenteral
tatan:
menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik
a terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
uk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi
32
> 3x
< 3x
P
E
Asma persisten
(-)
(+)
(-)
N
G
H
I
N
D
A
R
A
N
(+)
33
(-)
(+)
*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis
LO 1.10. Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pneumotoraks
Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
Atelektasis
Aspergilosis bronkopulmoner alergik
Gagal napas
Bronkitis
Fraktur iga
LO 1.11. Prognosis
Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal tersebut dikarenakan asma
merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan
penanganan dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari
WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000 didunia meninggal karena
asma. Sebagian besar ( 80%) terjadi dinegara berkembang.
LO 1.12. Profilaksis
34
Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara :
Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan
bayi/anak
Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu
asupan janin
Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
Diet hipoalergenik ibu menyusui
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan
terutama tungau debu rumah.
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan
nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin
selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk
rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu
ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma
(controller).
STRATEGI PRIMARY HEALTH CARE
DALAM PENGENDALIAN ASMA
MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PASIEN
KONSELING
ASMA
KELOMPOK
PUSKESMAS
&
MASYARAKAT
BERISIKO
KLINIK
SWASTA
KUNJUNGAN
RUMAH
TINGGI
ASMA
35
PENGORGANISASIAN
MASYARAKAT/LS/LP/LSM (YAI, YAPNAS, dll)
STRATEGI PRIMARY HEALTH CARE
DALAM PENGENDALIAN ASMA
MELALUI PEMBERDAYAAN HARUS DIDUKUNG OLEH
BINA SUASANA & ADVOKASI
Org.Profesi
Dukungan/Bantuan
LSM
Media Massa
ADVOKASI
PKM
Pengambil
keputusan /
pemilik
dana
Dokter
Dinkes
Kab/Kota
Puskesm
KOORD as
Tenaga PKM
Perawat
Individu
Bidan
Keluarga
PKM
TOMA
LSM
Individu
Kelmp.Ma
Suasana Kondusif
PELANGI ASMA
36
Kuning
Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut / eksaserbasi
Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat,
baik saat aktivitas maupun istirahat) dan atau APE 60-80 % dengan prediksi / nilai
terbaik.
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi
Merah
Berbahaya
Gejala asma terus- menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari.
APE < 60% nilai dugaan / terbaik.
Pasien membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati
dokter-pasien secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau ke
rumah sakit terdekat.
LO 2.1. Definisi
Terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung
masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi merupakan cara
pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan
menuju paru-paru.
Tujuan
Menormalkan kembali pernapasan yang terganggu akibat adanya lender atau karena sesak
napas. Terapi inhalasi lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta
membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lain pun lebih
sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk disaluran napas dan paru-paru. Sedangkan 2-5%
mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Ilustrasinya, obat akan jaln-jalan dulu
kelambung, ginjal atau jantung yakni paru-paru sehingga ketika sampai paru-paru obat relative
tinggal sedikit.
Indikasi
Proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun yang kronik, misalnya asma.
Penyakit asma paling sering dijumpai pada anak-anak
Saat bayi/anak terserang batuk berlendir
Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurang efek samping yang sering terjadi
pada pemberian parenteral atau peroral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan
jenis lainnya
Keamanan penggunaan
Terapi inhalasi aman bagi segala usia termasuk bayi. Dengan terapi ini bayi cukup bersikap pasif
( bernapas saja ) kalaupun menangis tak perlu khawatir karena efeknya malah semakin bagus
karena obatnya akan terhirup.
1.
2.
3.
4.
38
Metered-Dose Inhaler ( MDI ), adalah brupa alat semprot yang berisi obat yang harus dihirup
dengan ukuran dosis tertentu. Diperlukan teknik yang benar untuk dapat menggunakan MDI
ini, antara lain perlu adanya koordinasi yang pas padac saat menekan alat semprot tersebut
dengan saat menghirup obatnya, sehingga untuk anak-anak kecil alat ini mungkin akan agak
sulit cara menggunakannya, kecuali jika sudah dilatih. Spacer ( alat penyambung ) akan
menambah jarak alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi
berkurang, hal ini mengurangi pengendapan di orofaring ( saluran napas atas ) sehingga
mengurangi jumlah obat yang tertelan dan mengurangi efek sistemik. Specer ini berupa
tabung ( dapat bervolume 80 ml ) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa
kerucut dengan volume 1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.
Dry Powder Inhaler ( DPI ), alat berisi serbuk untuk dihisap. Penggunaan obat hirupan dalam
bentuk bubuk kering ( DPI ) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler,
Twisthaler, memerlukan inspirasi ( upaya menarik/enghirup napas ) yang cukup kuat. Pada
anak yang kecil ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar penggunaan obat serbuk ini
dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi
( penyimpanan ) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan, sehingga
dianjurkan diberikan pada anak diatas 5 tahun ( anak usia sekolah ).
Nebulizer
Dari aspek teknis ada dua jenis nebulizer, jet dan ultrasonik.
1. Nebulizer jet: menghasilkan aerosol dengan aliran gas kuat yang dihasilkan oleh
kompresor listrik atau gas (udara atau oksigen) yang dimampatkan.
2. Nebulizer ultrasonik: menggunakan tenaga listrik untuk menggetarkan lempengan yang
kemudian menggetarkan cairan di atasnya, lalu mengubahnya menjadi aerosol.
Karena berbagai faktor, nebulizer jet merupakan nebulizer yang paling banyak digunakan, karena
jet nebulizer dapat diandalkan dan dapat menebulisasi semua jenis obat. Alat ini dapat digunakan
pada semua kasus respiratorik. Pemakaiannya hanya memerlukan sedikit upaya dan koordinasi.
Selanjutnya yang dimaksudkan nebulizer adalah nebulizaer jet, kecuali jika disebutkan lain.
39
Volume isi adalah jumlah total cairan obat yang diisikan ke dalam labu nebulizer pada tiap kali
nebulisasi. Volume residuadalah sisa cairan dalam labu nebulizer saat nebulisasi telah dihentikan.
Sebagai patokan, jika volume residul sekitar 1ml, maka diperlukan volume isi sekitar 5 ml.
Waktu nebulisasi adalah waktu sejak nebulizer dinyalakan dan aerosolnya dihirup sampai
nebulizer dihentikan. Untuk bronkodilator, waktu nebulisasi tidak lebih dari 10 menit.
Nebulizer akan berjalan dengan baik bila :
1. pasien duduk tegak di kursi
2. bernapas dengan wajar (biasa)
3. hindari berbicara selama nebulisasi
4. jaga labu nebulizer tetap dalam posisi tegak
5. jika cairan obat dalam labu tinggal sedikit, dianjurkan agar menepuk-nepuk labu untuk
meningkatkan volume output aerosol
LO 3. Cara Kerja
LO 4. Efek Samping
Meski relatif aman, penggunaan obat inhalasi juga harus sesuai dosis, karena
kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan :
40
Hipertensi.
Osteoporosis dini.
Selain itu ada pula efek akibat alat inhalasinya, antara lain;
Suara parau.
Iritasi faring.
Sakit kepala.
Efek pemakaian jangka panjang terutama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, sementara
10 persen lagi ke paru-paru. Oleh karena itu, pada penderita asma, penting diperhatikan
kesehatan lever. Namun, sepanjang penggunaan obat inhalasi dilakukan dengan tepat, maka efek
samping tidak akan terjadi.
41
DAFTAR PUSTAKA
http://htmlimg3.scribdassets.com/12wg9ti328xutlk/images/5-e763a21a10.jpg, diunduh
tanggal 28-2-2014.
http://www.scribd.com/doc/54038460/1/Definisi-Asma, diunduh tanggal 28-2-2014.
Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta :
FK UI.
Ganong, W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (22 ed.). Jakarta: EGC.
Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit
FKUI. Jakarta.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Jakarta : EGC.
Rab, T. (1996) Ilmu Penyakit Paru, Jakarta : Hipokrates.
Sundaru, H. (1995) Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya, Jakarta : FK UI
Rahajoe N, dkk 2004.Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI
Richard, Kliegman M. Robert., Arvin M. Ann 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol.1
Edisi 15. Jakarta :EGC
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/ SK/XI/2008
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia,
2004
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html, diunduh tanggal 28-2-2014.
42