Anda di halaman 1dari 42

SKENARIO 3

SESAK NAFAS

Anak perempuan berusia 7 tahun dibawa ibunya ke Klinik YARSI dengan keluhan sulit
bernafas. Pasien 3 hari sbelum ke klinik demam, batuk dan pilek. Sudah minum obat namun
tidak ada perubahan. Menurut ibu, paisen pasien menderita alergi makanan terutam ikan laut.
Ayah pasien juga mempunyai riwayat alergi.
Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, Frekwensi nafas 48x/menit, disertai
batuk-batuk paroksismal, terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah
supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada perkusi terdengar juga ronkhi
kering dan ronkhi basah serta suara lender dan wheezing. Pasien di diagnosis sebagai Asma akut
episodic sering.
Penanganan yang dilakukan pemberian -agonis secara nebulisasi. Pasien diobservasi
selama 1-2 jam, respon baik pasien dipulangkan dengan dibekali obat bronkodilator. Pasien
kemudian dianjurkan kontrol ke Klinik Rawat Jalan untuk reevaluasi tatalaksananya.

KATA-KATA SULIT
1

1. Batuk paroksismal
: serangan batuk mendadak berulang-ulang dan bersifat instensif
2. Mengi
: suara saat udara melewati saluran nafas yang sempit
3. Epigastrium
: daerah perut bagian tengah dan atas yang terletak
diangulus sterni
4. Retraksi
: gerakan menarik tubuh kebelakang
5. Hipersonor
: suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong
6. Ronkhi kering
: suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama
waktu ekspirasi disertai adanya mucus atau secret pada bronkus
7. Ronkhi basah
: suara yang terputus akibat udara melewati cairan
8. Nebulisasi
: pemberian obat kesaluran pernapasan yang dihirup menggunakan
alat yang disebut nebulizer
9. Asma
: suatu penyakit kronik yang menyerang saluran pernapasan
pada paru dimana terdapat peradangan dinding rongga bronkial sehingga mengakibatkan
penyemptan saluran napas yang menyebabkan sesak napas
10. Bronkodilator
: obat yang dapat melebarkan saluran napas

PERTANYAAN
1. Apa hubungan riwayat alergi ayah pasien dengan penyakit pasien?
2

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kenapa terjadi retraksi?


Kenapa disertai demam, batuk, dan pilek?
Kenapa pasien sulit bernafas?
Kenapa terdengar hipersonor?
Kenapa diberi B-agonis secara nebulisasi?
Kenapa ekspirasi memanjang?
Kenapa terjadi ronki basah dan ronki kering?

JAWABAN
1. Kerana penyakit pasien disebkan alergi, dan alergi terkait genetik dan diturunkan
2. Karena udara residu dalam paru meningkat sehingga diperlukan kerja otot tambahan
untuk menghirup udara
3. Karena ada alergan masuk sehingga mediator inflamasi seperti prostaglandin dan
bradikini dihasilkan sehingga menyebabkan demam dan batuk.
4. Karena bronchus menyempit
5. Karena bronkus menyempit sehingga ekspirasi sedikit, udara terjebak diparu paru
sehingga udara terjebak dan paru paru mengembang
6. Agar cepat terjadi reaksi dan bersifat local
7. Karena udara terjebak diparu paru
8. Karena di bronchus terjadi penyempitan dan ada yang menghasilkan mucus sehingga
terjadi ronki basah dan ronki kering

HIPOTESIS
Asma bronchial disebabkan alergan yang masuk pada tubuh yang sensitif dapat memicu reaksi
hipersensitifitas tipe 1 sehingga melepaskan mediator kimia yang menyebabkan penyempitab
3

bronkus , bronkiolus, peningkatan produksi sekretdan inflamasi. Kondisi ini menyebabkan


berkurangnya volume ekspirasi sehingga menyebabkan mengi dan sulit bernafas.

SASARAN BELAJAR

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Asma Bronkhial


4

LO 1.1. Definisi Asma Bronkhial


LO 1.2. Etiologi Asma Bronkhial
LO 1.3. Epidiemologi Asma Bronkhial
LO 1.4. Klasifikasi Asma Bronkhial
LO 1.5. Patofisiologi Asma Bronkhial
LO 1.6. Manefestasi klinis Asma Bronkhial
LO 1.7. Diagnosis Asma Bronkhial
LO 1.8. Diagnosis Banding Asma Bronkhial
LO 1.9. Tatalaksana Asma Bronkhial
LO 1.10. Komplikasi Asma Bronkhial
LO 1.11. Prognosis Asma Bronkhial
LO 1.12. Profilaksis Asma Bronkhial

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi


LO 2.1. Definisi Terapi Inhalasi
LO 2.2. Jenis Jenis Terapi Inhalasi
LO 2.3. Cara Kerja Terapi Inhalasi
LO 2.4. Efek Samping Terapi Inhalasi

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Asma

LO 1.1. Definisi

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan
nafas pendek.
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respontrakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. (Medicafarma,2008)
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan wheezing, dimana
keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan
napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah
teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napasmembengkak karena penyempitan jalan napas
dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batukbatuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

LO 1.2. Etiologi
Penyebab Penyakit Asma
Istilah penyebab asma sebenarnya kurang tepat karena sampai saat ini penyebab asma
belum diketahui. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli di bidang asma untuk
menerangkan sebab terjadinya asma, namun belum satu pun teori atau hipotesis yanga dapat
diterima atau disepakati semua para ahli.

Meskipun demikian yang jelas saluran pernapasan penderita asma memiliki sifat yang
khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas
saluran napas). Asap rokok, tekanan jiwa, alergen pada orang normal tidak menimbulkan asma
tetapi pada penderita asma rangsangan tadi dapat menimbulkan serangan.

Gambar 1 : Respon Kekebalan Tubuh

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap


rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan.
Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang,
asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang
melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan
lendir ke dalam saluran udara.

Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan
penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab
terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan
seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:

kontraksi otot polos

peningkatan pembentukan lendir

perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.

Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal
sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau
bulu binatang.
Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama
terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin.Stres dan
kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.
Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan
bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.

Faktor Pencetus Serangan Asma


7

Pemicu mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan mengakibatkan


penyempitan dari saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi
adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan lebih mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun saluran
pernafasan akan bereaksi lebih cepat bila sudah ada atau terjadi peradangan.
1. Faktor pada pasien
o Aspek genetik
o Kemungkinan alergi
o Saluran napas yang memang mudah terangsang
o Jenis kelamin
o Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
o Bahan-bahan di dalam ruangan :

Tungau debu rumah

Binatang, kecoa

o Bahan-bahan di luar ruangan :

Tepung sari bunga

Jamur

o Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan


o Obat-obatan tertentu
o Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray )
o Ekspresi emosi yang berlebihan
o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

o Polusi udara dari luar dan dalam ruangan


o Infeksi saluran napas
o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas fisik tertentu
o Perubahan cuaca

Faktor-faktor penyebab asma termasuk:

Memiliki kecenderungan alergi

Orang tua menderita asma

Beberapa infeksi pernapasan selama masa kanak-kanak

Kontak dengan beberapa alergen udara atau eksposur ke beberapa infeksi virus pada
masa bayi atau pada anak usia dini ketika sistem kekebalan tubuh berkembang

Jika terdapat asma dalam keluarga, paparan iritan (misalnya, asap tembakau/rokok) dapat
membuat saluran udara lebih reaktif terhadap zat di udara. Beberapa faktor penyebab asma
mungkin lebih rentan pada beberapa orang yang memiliki riwayat sebelumnya. Para peneliti
terus menggali apa penyebab penyakit asma
Penyakit Asma dapat disebabkan oleh :
A.Faktor Intrinsik
Infeksi : virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus jamur, misalnya aspergillus
cuaca:perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan
percepatan iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara
emosional : takut, cemas dan tegang aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.
Aspek genetik
Kemungkinan alergi
Saluran napas yang memang mudah terangsang
Jenis kelamin
Ras/etnik
B. Faktor lingkungan
1. Bahan-bahan di dalam ruangan :
-Tungau debu rumah
-Binatang, kecoa
9

2. Bahan-bahan di luar ruangan


-Tepung sari bunga
-Jamur
3. Makanan-makanan tertentu, Bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan
4. Obat-obatan tertentu
5. Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray )
6. Ekspresi emosi yang berlebihan
7. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
8. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
9. Infeksi saluran napas
10. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik
11. Perubahan cuaca

LO 1.3. Epidiemologi
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas,
termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat
fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat.
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma,
jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain
menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus
meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik,
maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang
akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan hasil suatu penelitian di Amerika Serikat hanya 60% dokter ahli paru dan
alergi yang memahami panduan tentang asma dengan baik, sedangkan dokter lainnya 20%-40%.
Tidak mengherankan bila tatalaksana asma belum sesuai dengan yang diharapkan. Di lapangan
masih banyak dijumpai pemakaian obat anti asma yang kurang tepat dan masih tingginya
kunjungan pasien ke unit gawat darurat, perawatan inap, bahkan perawatan intensif.
Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat
asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropah. Hampir separuh
dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian
gawat darurat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih
jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).
Dengan melihat kondisi dan kecenderungan asma secara global, GINA pada kongres asma
sedunia di Barcelona tahun 1998 menetapkan tanggal 7 Mei 1998 sebagai Hari Asma Sedunia
untuk pertama kalinya.
Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada
anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (Internationla Study on
10

Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun
2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%,
sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta
Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian secara serius.
Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit Penyakit Kronik dan
Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya upaya
pengendalian asma belum terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan
peralatan yang diperlukan untuk diagnosis dan tatalaksana pasien asma difasilitas kesehatan.

LO 1.4. Klasifikasi
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2)
Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa

Derajat asma

Gejala

Intermitten

Gejala malam

Faal paru

Bulanan
-

APE80%
Gej

2 kali sebulan -

ala<1x/minggu.
-

Tan
pa gejala diluar
serangan.

Sera

APE>80%
Gej

>2 kali sebulan -

ala>1x/minggu
tetapi<1x/hari.
-

Varia
biliti APE<20%.

ngan singkat.
Mingguan

Persisten ringan

VEP1
80% nilai prediksi
APE80%
nilai terbaik.

Sera
ngan dapat
mengganggu aktifiti

VEP1
80% nilai prediksi
APE80% nilai terbaik.
Varia
biliti APE 20-30%.

11

dan tidur
Harian

Persisten sedang
-

APE 60-80%
Gej

>2 kali sebulan -

ala setiap hari.


-

Persisten berat

Sera
ngan mengganggu
aktifiti dan tidur.
Me
mbutuhkan
bronkodilator setiap
hari.
Kontinyu

Gej

APE 60%
Sering

Seri
ng kambuh

Variabi
liti APE>30%.

ala terus menerus


-

V
EP1 60-80% nilai
prediksi APE 6080% nilai terbaik.

VEP1
60% nilai prediksi
APE60% nilai terbaik

Akti

Varia
biliti APE>30%

fiti fisik terbatas


Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia,
2004
Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma episodik sering; dan
3) Asma persisten (Tabel 2)
Tabel 2. Klasifikasi derajat asma pada anak
Parameter klinis,

Asma episodik
jarang

Asma episodik
sering

Asma persisten

1 Frekuensi
serangan

<1x/bulan

>1x/bulan

Sering

2 Lama serangan

<1minggu

>1minggu

Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
periode bebas
serangan

3 Intensitas
serangan

Biasanya ringan

Biasanya sedang

Biasanya berat

4 Diantara
serangan

Tanpa gejala

Sering ada gejala

Gejala siang dan


malam

kebutuhan obat
dan faal paru asma

12

5 Tidur dan
aktifitas

Tidak tergganggu

Sering tergganggu

Sangat tergganggu

6 Pemeriksaan
fisik diluar
serangan

Normal ( tidak
ditemukan kelainan)

Mungkin tergganggu

Tidak pernah normal

7 Obat
pengendali(anti
inflamasi)

Tidak perlu

Perlu

Perlu

8 Uji faal
paru(diluar
serangan)

PEFatauFEV1>80%

PEFatauFEV1<6080%

PEVatauFEV<60%

9 Variabilitas faal
paru(bila ada
serangan)

Variabilitas>15%

Variabilitas>30%

Variabilitas 20-30%.

(ditemukan kelainan)

Variabilitas >50%

PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1=Forced


expiratory volume in second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan seharihari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma
serangan berat.
Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai
contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada
kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat,
bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.
Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk
setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma
yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan
yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi
awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi

Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan


Parameter klinis, fungsi
faal paru, laboratorium

Ringan

Sedang

Berat

Ancaman henti
napas

13

Sesak (breathless)

Berjalan

Berbicara

Istirahat

Bayi :

Bayi :

Bayi :

Menangis
keras

-Tangis pendek
dan lemah

Tidakmau
makan/minum

-Kesulitan
menetek/makan
Posisi

Bisa berbaring

Lebih suka
duduk

Duduk
bertopang
lengan

Bicara

Kalimat

Penggal kalimat Kata-kata

Kesadaran

Mungkin
iritabel

Biasanya
iritabel

Biasanya
iritabel

Kebingungan

Sianosis

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Nyata

Wheezing

Sedang, sering Nyaring,


hanya pada
sepanjang
akhir ekspirasi ekspirasi
inspirasi

Sangat
nyaring,
terdengar
tanpa
stetoskop

Sulit/tidak
terdengar

Penggunaan otot bantu


respiratorik

Biasanya tidak Biasanya ya

Ya

Gerakan
paradok
torakoabdominal

Retraksi

Dangkal,
retraksi
interkostal

Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal

Dalam,
ditambah
napas cuping
hidung

Dangkal /
hilang

Frekuensi napas

Takipnu

Takipnu

Takipnu

Bradipnu

Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :


Usia
per menit

Frekuensi napas normal

< 2 bulan

<60

2-12 bulan

< 50

1-5 tahun

< 40
14

6-8 tahun

Frekuensi nadi

Normal

< 30

Takikardi

Takikardi

Dradikardi

Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak


Usia
per menit

Frekuensi nadi normal

2-12 bulan

< 160

1-2 tahun

< 120

6-8 tahun

< 110

Pulsus paradoksus

Tidak ada

Ada

Ada

(pemeriksaannya tidak
praktis)

(< 10 mmHg)

(10-20 mmHg)

(>20mmHg)

>60%

40-60%

<40%

>80%

60-80%

<60%,
respon<2 jam

SaO2 %

>95%

91-95%

90%

PaO2

Normal
(biasanya
tidak perlu
diperiksa)

>60 mmHg

<60 mmHg

PaCO2

<45 mmHg

<45 mmHg

>45 mmHg

Tidak ada,
tanda
kelelahan otot
respiratorik

PEFR atau FEV1


(%nilai dugaan/%nilai
terbaik)
Pra bonkodilator
Pasca bronkodilator

Sumber : GINA, 2006

LO 1.5. Patofisiologi
Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang
didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Faktor
risiko

Faktor risiko
15

Inflamasi

Hipereaktifitas
bronkus

Obstruksi BR

Faktor
Gejala
risiko
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini

dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk
menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara
digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban
kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, dan
iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early
asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi
asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi subakut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan se-kitarnya, berupa infiltrasi
sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen
bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks.
Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan
mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus
dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator
adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan
monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
memperbesar reaksi yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,
melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini
juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF dan protein

16

sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hipereaktivitas bronkus.
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1.

Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan


apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada
dirinya.
2.
Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi
asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu
(enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang
berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus.
3.
Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus
(trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi)
Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu
(anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu:
Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu
ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:


Hipereaktifitas bronkus

obstruksi

Faktor genetik
Sensitisas
i

inflamas
i

Gejala Asma

Faktor lingkungan
Pemicu
(inducer)

Pemacu
(enhancer)

Pencetus
(trigger)

17

Obstruksi saluran respiratori


Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan olehpenyempitan saluran
respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu mekanisme
adaptasi terhadap penyempitan saluran nafasadalah kecenderungan untuk bernafas dengan
hiperventilasi untuk mendapatkanvolume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan
hiperinflasi toraks.Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan
udarapernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru.
Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secaramekanik,
mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal.Peningkatan
usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas
(Makmuri, 2008).
Hiperaktivitas saluran respiratori
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika padapemberian histamin
dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan penurunan Forced Expirati on
Volume (FEV1), 20% yang merupakan kharakteristik asma,dan juga dapat dijumpai pada
penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik
dan rhinitis alergi.
Stimulus seperti olahraga,udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung
terhadap otot polossaluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut
akanmerangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas
untukmengeluarkan mediatornya (Makmuri, 2008).
18

Otot polos saluran respiratori


Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.Kelainan ini
disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos
atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas ototpada pasien asma berhubungan
dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti
bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitasatau plastisitas dari sel otot polos dapat
menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafasyang terjadi secara kronik (Makmuri, 2008).
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan proteinkationik
eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, sama seperti
mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi inidapat memberikan efek
ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadapgeometri saluran nafas(Makmuri, 2008).
Hipersekresi mukus
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatanvolume saja
tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketandari sekret tidak hanya
sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat jugapenumpukan sel epitel,
pengendapan albumin yang bersal datri mikro vaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang
berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis (Makmuri, 2008).
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitumekanisme terhadap
sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia danmekanisme patofisologi hingga terjadi
sekresi sel granulasi.

Remodeling Jalan Napas


Pada beberapa penderita asma, terbatasnya aliran napas bisa kembali normalsebagian.
Perubahan struktur permanen bisa terjadi pada jalan napas, inimengindikasikan pengurangan
fungsi paru-paru yang tidak bisa dicegah atau kembalinormal seutuhnya dengan terapi.
Remodeling jalan napas mengaktivkan struktur seldengan konsekuensi perubahan permanen
yang meningkatkan obstruksi aliran napas dan hiperresponsif jalan napas. Perubahan struktural
dapat termasuk penebalansubmembran dasar sel, subepitel fibrosis, hipertropi dan hiperplasia
otot polos,proliferasi pembuluh darah. Ini bisa dilihat untuk seberapa efektivitas respon terapi
(Bethesda, 2007).

LO 1.6. Manefestasi klinis


Gejala asthma terdiri dari triad : dispnea, batuk dan mengi, gejala yang disebutkan terakhir
sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non).
Objektif
Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan.
Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan
Cyanosis, tachicardia, gelisah, pulsus paradoksus.
19

Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus) Subjektif
Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia. Psikososial
Cemas, takut dan mudah tersinggung
Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.

Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari (Tanjung, 2003).Ada beberapa tingkatan
penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
2)Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanyatanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yangberat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada
asma yang berat dapat timbul gejala seperti: Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis,
gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
LO 1.7. Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan
semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menegakkan diagnosis.
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang .
1. Anamnesis

20

Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a
b
c
d
e
f
g
h

Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan
sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas
atau olah raga?
Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator)?
Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca
atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis
alergi)?
Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,
saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi.

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan. Perlu
diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering
ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar
serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent
chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.

Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut, sesuai derajat serangan :
Inspeksi
pasien terlihat gelisah,
sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium,
retraksi suprasternal),
sianosis
Palpasi
biasanya tidak ditemukan kelainan
pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi
ekspirasi memanjang,
mengi,
21

suara lendir
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:

Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer


Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma.

LO 1.8. Diagnosis Banding


Dewasa

Anak

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)


Bronkitis kronik
Gagal jantung kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis
Emboli paru
Rinosinusitis
Refluks gastroesofageal
Infeksi respiratorik bawah viral berulang
Displasia bronkopulmoner
Tuberkulosis
Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik
intratorakal
Aspirasi benda asing
Sindrom diskinesia silier primer
Defisiensi imun
Penyakit jantung bawaan

LO 1.9. Tatalaksana
22

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan


mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).
Tujuan :

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;


Mencegah eksaserbasi akut;
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
Menghindari efek samping obat;
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;
Mencegah kematian karena asma.
Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien
sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang
terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci
keberhasilan pengobatan.
Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu:
KIE dan hubungan dokter-pasien
Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;
Penilaian, pengobatan dan monitor asma;
Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma
akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang
1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien.
Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah (lihat bagan 1), dan apabila
tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan
disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk
selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :

bronkodilator (2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)

kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.
Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan
23

tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)


(metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.

kortikosteroid

oral

Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa
dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak
belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat
diberikan oksigen dan pemberian cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan
oksigen, cairan IV, 2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan
dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke
ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan
nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
Untuk lebih jelasnya lihat pada algoritma (bagan 3, bagan 4).
2.

Penatalaksanaan asma jangka panjang


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah
serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan
pelega); dan Menjaga kebugaran.
Edukasi yang diberikan mencakup :
Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
Mengenali gejala serangan asma secara dini
Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya
Mengenali dan menghindari faktor pencetus
Kontrol teratur
Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi asma
(bagan 6), sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.
Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan
asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan
dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi
(kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan
kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :

Inhalasi kortikosteroid
2 agonis kerja panjang
antileukotrien
teofilin lepas lambat
24

ALGORITMA
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH
Penilaian berat serangan
Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE , 80% nilai terbaik / prediksi

Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral

25

Sumber : PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004

Tabel 4. Jenis Obat Asma

Jenis obat

Golongan

Nama generik

Bentuk/kemasan obat

26

Pengontrol

Steroid inhalasi

Flutikason propionat

IDT

Budesonide

IDT, turbuhaler

Antileukokotrin

Zafirlukast

Oral(tablet)

Kortikosteroid
sistemik

Metilprednisolon

Oral(injeksi)

Prednison

Oral

Prokaterol

Oral

Formoterol

Turbuhaler

Salmeterol

IDT

Flutikason + Salmeterol.

IDT

Budesonide + formoterol

Turbuhaler

Salbutamol

Oral, IDT, rotacap


solution

(Antiinflamasi)

Agonis beta-2
kerjalama

kombinasi steroid dan


Agonis beta-2
kerjalama

Pelega

Agonis beta-2 kerja


cepat

(Bronkodilator)

Terbutalin

Oral, IDT, turbuhaler,


solution, ampul (injeksi)

IDT
Prokaterol
IDT, solution
Antikolinergik

Fenoterol

IDT, solution

Ipratropium bromide
27

Metilsantin

Oral
Teofilin

Oral, injeksi

Aminofilin

Oral

Teofilin lepas lambat


Kortikosteroid
sistemik

Oral, inhaler
Metilprednisolon

Oral

Prednison

IDT
: Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama
dengan spacer
Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan
melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang teratur, asma
terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan olahraga lain yang
menunjang kebugaran.
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan asma, yaitu
asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak
terkontrol (tabel 5).

28

Tabel 5. Ciri-ciri Tingkatan Asma


Tingkatan Asma Terkontrol

Karakteristik

Terkontrol

Gejala harian

Pembatasan aktivitas
Gejala
nokturnal/gangguan
tidur (terbangun)
Kebutuhan
reliever atau
rescue

Tidak

Sebagian

Terkonrol

Tidak ada (dua kali Lebih dari dua Tiga atau lebih gejala
atau
kurang kali seminggu
dalam
kategori Asma
perminggu)
Terkontrol
Sebagian,
muncul sewaktu waktu
Tidak ada
Sewaktu-waktu
dalam seminggu
dalam seminggu
Tidak ada

Sewaktu waktu
dalam seminggu

akan Tidak ada (dua kali Lebih dari dua


terapi atau kurang dalam kali seminggu
seminggu)

Fingsi Paru (PEF atau

Normal

< 80% (perkiraan


atau dari kondisi
terbaik
bila
diukur)

Tidak ada

Sekali atau lebih Sekali dalam seminggu***)


dalm setahun**)

FEV1*)

Eksaserbasi

Terkonrol

Keterangan :
*)
**)

Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar
adekwat

***)

Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma takterkontrol

Sumber : GINA 2006

29

A. Rujukan Kasus Asma


Dokter umum / puskesmas harus merujuk pasien asma dengan kondisi tertentu ke RS yang
memiliki pelayanan spesialistik seperti :

Serangan berat
Serangan yang mengancam jiwa
Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid inhalasi dosis
rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan dewasa 400
mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak terkontrol).
Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes dll

30

Penilaian Awal

Riwayat dan pemeriksaan fisik


(auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2),

Serangan Asma Ringan

Serangan Asma Sedang/Berat

Serangan Asma Mengancam

Pengobatan Awal
Oksigenasi dengan kanul nasal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adre
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
- tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
- dalam kortikosterois oral

Penilaian Ulang setelah 1 jam


Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respons baik
Respons Tidak Sempurna
Respons buruk dalam 1 jam
Respons baik dan stabil dalam 60 menitResiko tinggi distress
Resiko tinggi distress
Pem.fisi normal
Pem.fisis : gejala ringan sedangPem.fisis : berat, gelisah dan kesadar
APE >70% prediksi/nilai terbaik
APE > 50% terapi < 70%
APE < 30%
Saturasi O2 tidak perbaikan
PaCO2 < 45 mmHg

PaCO2 < 60 mmHg

Pulang
Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2
Dirawat di RS
Dirawat di ICU
Membutuhkan kortikosteroid oral
Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik
Inhalasi agonis beta-2 + anti kolin
Edukasi pasien
Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid IV
Memakai obat yang benar
Aminofilin drip
Pertimbangkan agonis beta-2 inje
Ikuti rencana pengobatan selanjutnya
Terapi Oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker
Aminofilin
venturi
drip
Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin
Mungkin perlu intubasi dan ventil

Perbaikan
Pulang
Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi

Tidak Perbaikan

Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan dalam 6-12

31

Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak


Klinik / IGD
Nilai derajat serangan(1)
(sesuai tabel 3)

Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan berat
Serangan ringan
Serangan sedang
(nebulisasi 3x,
(nebulisasi 1-3x, respons baik, gejala hilang)
(nebulisasi 1-3x,
respons buruk)
observasi 2 jam
respons parsial)
sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi
berikan oksigen (3)
jika efek bertahan, boleh pulang
pasang jalur parenteral
nilai
kembali
derajat
serangan,
jika
sesuai
dgn
serangan
sedang,
observasi
di Ruang
Rawat
Sehari/observasi
nilai ulang
klinisnya,
jika sesuai
dengan
serangan
berat, rawat di Ruan
jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang
foto Rontgen toraks
pasang jalur parenteral

Ruang Rawat Inap


RuangBoleh
Rawat
pulang
Sehari/observasi
oksigen teruskan
oksigen
bekali
teruskan
obat -agonis (hirupan / oral)atasi dehidrasi dan asidosis jika ada
berikanjika
steroid
sudah
oral
ada obat pengendali, teruskan
steroid IV tiap 6-8 jam
nebulisasi
jika tiap
infeksi
2 jam
virus sbg. pencetus, dapat
diberi tiap
steroid
nebulisasi
1-2oral
jam
bila dalam
dalam
1224-48
jam perbaikan
jam kon-trol
klinis
ke stabil,
Klinik aminofilin
R.
boleh
Jalan,
pulang,
untuk
reevaluasi
tetapi
jika rumatan
klinis tetap belum membaik atau meburuk, alih rawat ke Ruang Ra
IV awal,
lanjutkan
jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam
jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul Ancaman henti nap

tatan:
menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik
a terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
uk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

32

Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang


Obat pereda: -agonis atau teofilin

Asma episodik jarang

(hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu, obat


dosis / minggu

> 3x

< 3x

Tambahkan obat pengendali:


Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

P
E

Asma episodik sering

6-8 minggu, respons:

Asma persisten

(-)

(+)

Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat:

-agonis kerja panjang (LABA)


teofilin lepas lambat
antileukotrien
atau dosis kortikosterid ditingkatkan (medium)

6-8 minggu, respons:

(-)

N
G
H
I
N
D
A
R
A
N

(+)

Kortikosteroid dosis medium ditambahkanan salah


satu obat:

-agonis kerja panjang


teofilin lepas lambat
antileukotrien
atau dosis kortikosteroid ditingkatkan (tinggi)

33

6-8 minggu, respons:

(-)

(+)

Obat diganti kortikoteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis

LO 1.10. Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pneumotoraks
Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
Atelektasis
Aspergilosis bronkopulmoner alergik
Gagal napas
Bronkitis
Fraktur iga

LO 1.11. Prognosis
Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal tersebut dikarenakan asma
merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan
penanganan dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari
WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000 didunia meninggal karena
asma. Sebagian besar ( 80%) terjadi dinegara berkembang.

LO 1.12. Profilaksis
34

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara :

Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan
bayi/anak
Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu
asupan janin
Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
Diet hipoalergenik ibu menyusui
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan
terutama tungau debu rumah.
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan
nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin
selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk
rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu
ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma
(controller).
STRATEGI PRIMARY HEALTH CARE
DALAM PENGENDALIAN ASMA
MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PASIEN

KONSELING

ASMA

KELOMPOK

PUSKESMAS
&

MASYARAKAT
BERISIKO

KLINIK
SWASTA

KUNJUNGAN
RUMAH

TINGGI
ASMA

35

PENGORGANISASIAN
MASYARAKAT/LS/LP/LSM (YAI, YAPNAS, dll)
STRATEGI PRIMARY HEALTH CARE
DALAM PENGENDALIAN ASMA
MELALUI PEMBERDAYAAN HARUS DIDUKUNG OLEH
BINA SUASANA & ADVOKASI
Org.Profesi

Dukungan/Bantuan

LSM
Media Massa

ADVOKASI

PKM

Pengambil
keputusan /
pemilik

dana

Dokter
Dinkes
Kab/Kota
Puskesm
KOORD as

Tenaga PKM

Perawat

Individu

Bidan

Keluarga

PKM
TOMA
LSM

Individu
Kelmp.Ma

Suasana Kondusif

PELANGI ASMA

36

Pelangi asma, monitoring asma secara mandiri


Hijau
Kondisi baik, asma terkontrol
Tidak ada / minimal gejala
APE : 80-100 % nilai dugaan / terbaik
Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada
pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi.

Kuning

Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut / eksaserbasi
Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat,
baik saat aktivitas maupun istirahat) dan atau APE 60-80 % dengan prediksi / nilai
terbaik.
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah
Berbahaya
Gejala asma terus- menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari.
APE < 60% nilai dugaan / terbaik.
Pasien membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati
dokter-pasien secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau ke
rumah sakit terdekat.

Sumber : PDPI, Asma Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia,2004

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi


37

LO 2.1. Definisi
Terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung
masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi merupakan cara
pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan
menuju paru-paru.
Tujuan
Menormalkan kembali pernapasan yang terganggu akibat adanya lender atau karena sesak
napas. Terapi inhalasi lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta
membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lain pun lebih
sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk disaluran napas dan paru-paru. Sedangkan 2-5%
mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Ilustrasinya, obat akan jaln-jalan dulu
kelambung, ginjal atau jantung yakni paru-paru sehingga ketika sampai paru-paru obat relative
tinggal sedikit.

Indikasi
Proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun yang kronik, misalnya asma.
Penyakit asma paling sering dijumpai pada anak-anak
Saat bayi/anak terserang batuk berlendir
Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurang efek samping yang sering terjadi
pada pemberian parenteral atau peroral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan
jenis lainnya

Keamanan penggunaan
Terapi inhalasi aman bagi segala usia termasuk bayi. Dengan terapi ini bayi cukup bersikap pasif
( bernapas saja ) kalaupun menangis tak perlu khawatir karena efeknya malah semakin bagus
karena obatnya akan terhirup.
1.
2.
3.
4.

Obat yang digunakan


Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan per inhalasi harus dapat
mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas
Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas
Obat yang biasanya digunakan dalam terapi inhalasi adalah golongan pelega saluran napas
( bronkodilator ) atau untuk mengurangi inflamasi atau peradangan jalan napas ( golongan
kortikosteroid )
Ada obat-obat yang harus digunakan secara rutin untuk mencegah serangan asma dan ada
obat-obat yang cukup digunakan pada saat terjadinya serangan

38

Alat yang digunakan


Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal,
secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas
atas, serta dapat digunakan oleh anak.
1. Semprot ( inheler ). Walaupun lebih praktis, inheler lebih pendek waktu penggunaannya
sebab untuk anak-anak belum bisa menghirup sendiri dengan benar
2. Motor/pompa ( nebulizer ) bisa dikatakan lebih efektif untuk anak karena obat akan keluar
sedikit demi sedikit hingga lebih efektif.
LO 2.2. Jenis Jenis
1

Metered-Dose Inhaler ( MDI ), adalah brupa alat semprot yang berisi obat yang harus dihirup
dengan ukuran dosis tertentu. Diperlukan teknik yang benar untuk dapat menggunakan MDI
ini, antara lain perlu adanya koordinasi yang pas padac saat menekan alat semprot tersebut
dengan saat menghirup obatnya, sehingga untuk anak-anak kecil alat ini mungkin akan agak
sulit cara menggunakannya, kecuali jika sudah dilatih. Spacer ( alat penyambung ) akan
menambah jarak alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi
berkurang, hal ini mengurangi pengendapan di orofaring ( saluran napas atas ) sehingga
mengurangi jumlah obat yang tertelan dan mengurangi efek sistemik. Specer ini berupa
tabung ( dapat bervolume 80 ml ) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa
kerucut dengan volume 1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.

Dry Powder Inhaler ( DPI ), alat berisi serbuk untuk dihisap. Penggunaan obat hirupan dalam
bentuk bubuk kering ( DPI ) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler,
Twisthaler, memerlukan inspirasi ( upaya menarik/enghirup napas ) yang cukup kuat. Pada
anak yang kecil ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar penggunaan obat serbuk ini
dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi
( penyimpanan ) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan, sehingga
dianjurkan diberikan pada anak diatas 5 tahun ( anak usia sekolah ).

Nebulizer

Dari aspek teknis ada dua jenis nebulizer, jet dan ultrasonik.
1. Nebulizer jet: menghasilkan aerosol dengan aliran gas kuat yang dihasilkan oleh
kompresor listrik atau gas (udara atau oksigen) yang dimampatkan.
2. Nebulizer ultrasonik: menggunakan tenaga listrik untuk menggetarkan lempengan yang
kemudian menggetarkan cairan di atasnya, lalu mengubahnya menjadi aerosol.
Karena berbagai faktor, nebulizer jet merupakan nebulizer yang paling banyak digunakan, karena
jet nebulizer dapat diandalkan dan dapat menebulisasi semua jenis obat. Alat ini dapat digunakan
pada semua kasus respiratorik. Pemakaiannya hanya memerlukan sedikit upaya dan koordinasi.
Selanjutnya yang dimaksudkan nebulizer adalah nebulizaer jet, kecuali jika disebutkan lain.

39

Volume isi adalah jumlah total cairan obat yang diisikan ke dalam labu nebulizer pada tiap kali
nebulisasi. Volume residuadalah sisa cairan dalam labu nebulizer saat nebulisasi telah dihentikan.
Sebagai patokan, jika volume residul sekitar 1ml, maka diperlukan volume isi sekitar 5 ml.
Waktu nebulisasi adalah waktu sejak nebulizer dinyalakan dan aerosolnya dihirup sampai
nebulizer dihentikan. Untuk bronkodilator, waktu nebulisasi tidak lebih dari 10 menit.
Nebulizer akan berjalan dengan baik bila :
1. pasien duduk tegak di kursi
2. bernapas dengan wajar (biasa)
3. hindari berbicara selama nebulisasi
4. jaga labu nebulizer tetap dalam posisi tegak
5. jika cairan obat dalam labu tinggal sedikit, dianjurkan agar menepuk-nepuk labu untuk
meningkatkan volume output aerosol

LO 3. Cara Kerja

Setelah bayi/anak diinhalasi, lendir yang ada di paru-parunya akan mencair


Lendirnya terkadang tak bisa keluar dengan sendirinya karena lemahnya reflek/kemampuan
batuk anak / bayi
Sehingga biasanya diperlukan tahapan fisioterapi selanjutnya. Perkusi, vibrasi atau dadanya
dihangatkan dengan sinar infra merah bila dianggap perlu
Setelah melanjutkan proses ini biasanya anak akan muntah. Jangan panik karena muntah
merupakan efek yang wajar dari terapi inhalasi. Setelah muntah biasanya anak akan merasa
lega. Sebaliknya kalau tidak muntah orang tua tidak perlu risau, yang penting lendir yang
mengganggu napasnya sudah keluar dan paru-paru.
Dan pemeriksaan dengan stetoskop akan diketahui masih ada tidaknya lendir di paru-paru.
Bila sudah tidak ada berarti inhalasi berjalan efektif

LO 4. Efek Samping
Meski relatif aman, penggunaan obat inhalasi juga harus sesuai dosis, karena
kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan :

Gangguan pertumbuhan (terutama bila digunakan lebih dari 5 tahun).

40

Hipertensi.

Muka tembem (moon face).

Tumbuhnya bulu (hipersurtisme).

Osteoporosis dini.

Selain itu ada pula efek akibat alat inhalasinya, antara lain;

Suara parau.

Jamur di sekitar mulut (kandidiasis).

Iritasi faring.

Sakit kepala.

Efek pemakaian jangka panjang terutama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, sementara
10 persen lagi ke paru-paru. Oleh karena itu, pada penderita asma, penting diperhatikan
kesehatan lever. Namun, sepanjang penggunaan obat inhalasi dilakukan dengan tepat, maka efek
samping tidak akan terjadi.

41

DAFTAR PUSTAKA

http://htmlimg3.scribdassets.com/12wg9ti328xutlk/images/5-e763a21a10.jpg, diunduh
tanggal 28-2-2014.
http://www.scribd.com/doc/54038460/1/Definisi-Asma, diunduh tanggal 28-2-2014.
Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta :
FK UI.
Ganong, W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (22 ed.). Jakarta: EGC.
Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit
FKUI. Jakarta.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Jakarta : EGC.
Rab, T. (1996) Ilmu Penyakit Paru, Jakarta : Hipokrates.
Sundaru, H. (1995) Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya, Jakarta : FK UI
Rahajoe N, dkk 2004.Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI
Richard, Kliegman M. Robert., Arvin M. Ann 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol.1
Edisi 15. Jakarta :EGC
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/ SK/XI/2008
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia,
2004
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html, diunduh tanggal 28-2-2014.

42

Anda mungkin juga menyukai