Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Sistem Pertahanan Tubuh dan Infeksi adalah blok ke tujuh pada
semester II dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi
pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem
Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode
Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai
fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang
memaparkan tentang Raysa 9,5 bulan mengalami demam dan ruam kerena KIPI
campak.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

Skenario A Blok VII 1


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : Indri Ramayanti, S.Si, M.Kes


Moderator : M. Pino Hakim
Notulen : Hasnawati
Sekertaris : Lisma Ria
Waktu Tutorial : 1. Tutorial sesi pertama :
Senin, 16 Juni 2014
Pukul 13.00 – 15.00 WIB
2. Tutorial sesi ke dua :
Rabu, 18 Juni 2014
Pukul 13.00 – 15.00 WIB

2.2 Skenario

Raysa, anak perempuan, usia 9,5 bulan, dibawa ibunya ke RSMP


karena demam dan timbul ruam kemerahan di kulit. Demam timbul sejak 1 hari
yang lalu dan 12 jamm kemudian timbul ruam kemerahan hampir diseluruh
tubuh. Kejang tidak ada dan batuk pilek tidak ada. Ibu Raisya mengatakan 2 hari
sebelumnya Raisya baru mendapatkan imunisasi campak di Puskesmas. Riwayat
imunisasi sebelumnya, Raisya sudah mendapatkan imunisasi BCG, Hepatitis B,
DPT dan Polio 2 kali.

Pemeriksaan fisik: keadaan umum: Compos mentis

Tanda vital : Nadi: 110x/menit, RR: 28x/menit, Temp: 38° C.

Kepala : Konjungtiva pucat (-/-), rinorea (-), faring tenang

Thoraks:

 Paru-paru: tidak ada kelainan


 Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada

Skenario A Blok VII 2


Abdomen: hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas:dalam batas
normal

Status Dermatologikus : Tampak ertema makula papula diskret di hampir


seluruh tubuh.

2.3 Seven Jump Step


2.3.1 Klarifikasi Istilah
1. Ruam : Gatal-gatal pada kulit.
2. Demam : Keadaan badan yang suhunya naik turun (panas
dingin yang menggigil) disebabkan oleh
gangguan penyakit.
3. Imunisasi : Tindakan untuk memberikan kekebalan terhadap
suatu penyakit tertentu atas tubuh manusia.
4. Kejang : Kontraksi otot berlebihan diluar kehendak.
5. Campak : Infeksi virus ringan yang ditandai ruam makular
merah muda demam dan pembesaran kelenjar
limfe.
6. Status Dermatologikus : Status generalis dan lokalis.
7. Rinorea : Sekret bebas dari mukus hidung tipis.
8. Eritema : Kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh
kongesti pembuluh kapiler.
9. Makula : Bercak bintik/ penebalan.
10. Papula : lesi menonjol yang kecil.
11. Diskret : Lesi yang tidak menyatu

2.3.2 Identifikasi Masalah

1. Raysa, anak perempuan, usia 9,5 bulan, dibawa ibunya ke RSMP karena
demam dan timbul ruam kemerahan di kulit.
2. Demam timbul sejak 1 hari yang lalu dan 12 jamm kemudian timbul ruam
kemerahan hampir diseluruh tubuh. Kejang tidak ada dan batuk pilek tidak
ada. Ibu Raisya mengatakan 2 hari sebelumnya Raisya baru mendapatkan
imunisasi campak di Puskesmas.

Skenario A Blok VII 3


3. Riwayat imunisasi sebelumnya, Raisya sudah mendapatkan imunisasi
BCG, Hepatitis B, DPT dan Polio 2 kali.
4. Pemeriksaan fisik: keadaan umum: Compos mentis

Tanda vital : Nadi: 110x/menit, RR: 28x/menit, Temp: 38° C.

Kepala : Konjungtiva pucat (-/-), rinorea (-), faring tenang

Thoraks:

 Paru-paru : tidak ada kelainan


 Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas:dalam batas
normal

Status Dermatologikus : Tampak ertema makula papula diskret di hampir


seluruh tubuh

2.3.3 Analisis Masalah

1. Raysa, anak perempuan, usia 9,5 bulan, dibawa ibunya ke RSMP karena
demam dan timbul ruam kemerahan di kulit.
a. Apa saja jenis-jenis demam?
Jawab:
1. Demam septik
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal
pada pagi hari.
2. Demam hektik
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada
pagi hari.
3. Demam remiten
Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu normal.

Skenario A Blok VII 4


4. Demam intermiten
Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari.
5. Demam Kontinyu
Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak
berbeda lebih dari satu derajat.
6. Demam Siklik
Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
(M Ali, 2011)

b. Apa saja penyebab demam?


Jawab:
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non-
infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya
menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis,
osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial
gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi
saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam
berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti
H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara
lain Coccidioidesimitis, Criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit
yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria,
toksoplasmosis, dan helmintiasis.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa
hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang
terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis,
systemic lupus erithematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit
Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-
obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin). Selain itu anak-

Skenario A Blok VII 5


anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari
pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal lain yang juga berperan
sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem
saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera
hipotalamus, atau gangguan lainnya.
(M Ali, 2011)

Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi)


atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan
pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikro
organisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor
Pirogen Endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (Tumuor Necrosis
Factor), dan IFN (Interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan
bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin.
Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point hipotalamus.
Kemampuan anak untuk beraksi terhadap infeksi dengan timbulnya
manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur. Semakin muda
usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set-point dan
memproduksi panas. Bayi kecil sering terkena infeksi berat tanpa
disertai dengan gejala demam. (Ismoedijanto. 2000)

c. Bagaimana patofisiologi demam?


Jawab:
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah
satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah
pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam
tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6,TNF-
α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah
monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi.

Skenario A Blok VII 6


Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa
toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih
tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen
endogen(IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen
endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu
patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi
peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang
pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang
baru tersebut (Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan
fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh
darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik
patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan
merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan
panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dwijaya, 2012).

d. Bagaimana Patofisiologi ruam?


Jawab :
Patofisiologis Ruam : Ruam yang timbul pertamakali tidak
dipengaruhi trauma, manipulasi,regresi alamiah makula, papula,
plak,urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustul dan kista.

Skenario A Blok VII 7


e. Apa penyakit yang menyebabkan demam dan timbul kemerahan
dikulit?
Jawab:
Kemungkinan penyakit yang menyebabkan deman dan timbul
kemerahan di kuliat adalah Campak, Demam Berdarah dan Dermatitis
Atopik karena gejala dari 3 penyakit tersebut adalah demam dan timbul
kemerahan di kulit.
f. Bagaiman hubungan timbul demam, ruam dan usia raysa?
Jawab:
Hubungannya, di usia raysa yang 9,5 bulan dan telah mendapatkan
imunisasi lengkap kemungkinan raysa mengalami KIPI dari imunisasi
campak yaitu gejala timbul dari KIPI campak adalah timbul demam
dan ruam setelah pemberian vaksin campak.
2. Demam timbul sejak 1 hari yang lalu dan 12 jam kemudian timbul ruam
kemerahan hampir diseluruh tubuh. Kejang tidak ada dan batuk pilek
tidak ada. Ibu Raisya mengatakan 2 hari sebelumnya Raisya baru
mendapatkan imunisasi campak di Puskesmas.
a. Apa makna tidak ada kejang dan batuk pilek pada kasus ini?
Jawab:
Maknanya adalah Raisya tidak mengalami tanda-tanda dari penyakit
campak seperti demam, lemas, anoreksia, disertai batuk, pilek, dan
konjungtivitis. (Krol, 1996).

Tetapi Raisya mengalami gejala dari KIPI dimana gejala KIPI itu
sendiri adalah terjadinya demam tinggi dan ruam pada kulit.
(Hadinegoro,2008).
b. Bagaiman reaksi sistem imun ketika diberi imunisasi?
Jawab:
Imunisasi campak dengan pemberian vaksin campak( virus
dilemahkan) disebut juga sebagai antigen. Vaksin campak masuk
sebagai antigen -> antigen berasosiasi dengan MHC yang berperan
sebagai mempersentasikan sel ke sel T helper melewati reseptor CD 4
dengan bantuan IL-1 -> sel T helper diaktivasi menjadi:

Skenario A Blok VII 8


1. Sel T helper (intraseluler) -> mengeluarkan sitokin dengan
bantuan IL-2 -> kemudian sel berpoliferasi menjadinsel T
memori melalui reseptor CD8
2. Sel T helper (ekstraseluler) diaktivasi -> membentuk sel B yang
mengandung Ig -> berdefisiensi -> menjadi sel plasma ->
menghasilkan antibody -> dan terbentuk kompleks imun,
selanjutnya sel B berpoliferasi -> membentuk sel B memori.
Sel yang telah berpoliferasi membentuk sel memori inilah yang
oromatis akan mengenal antigen (virus campak) apabila virus campak
masuk ke dalam tubuh sehingga tubuh berespon secara cepat untuk
virus tersebut. ( Hadinegoro, 2008)
Dilihat dari berapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua
macam respons imun, yaitu respons imun primer dan respons imun
sekunder.
1. Respons imun primer
Respons imun primer adalah respons imun yang terjadi pada
pajanan pertama kalinya dengan antigen. Antibodi yang terbentuk
pada respons imun primer kebanyakan adalah IgM dengan titer
yang lebih rendah dibanding dengan respons imun sekunder,
demikian pula daya afinitasnya. Waktu antara antigen masuk
sampai dengan timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila
dibanding dengan respons imun sekunder.
2. Respons imun sekunder
Pada respons imun sekunder, antibodi yang dibentuk kebanyakan
adalah IgG, dengan titer dan afinitas yang lebih tinggi, serta fase
lag lebih pendek dibanding respons imun primer. Hal ini
disebabkan sel memori yang terbentuk pada respons imun primer
akan cepat mengalami transformasi blast, proliferasi, dan
diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi.
Demikian pula dengan imunitas selular, sel limfosit T akan lebih
cepat mengalami transformasi blast dan berdiferensiasi menjadi
sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel efektor dan sel
memori. Pada imunisasi, respons imun sekunder inilah yang
diharapkan akan memberi respons adekuat bila terpajan pada

Skenario A Blok VII 9


antigen yang serupa kelak. Untuk mendapatkan titer antibodi
yang cukup tinggi dan mencapai nilai protektif, sifat respons
imun sekunder ini diterapkan dengan memberikan vaksinasi
berulang beberapa kali.
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,
sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak
akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).
Sistem imun merupakan suatu sistem pertahanan internal tubuh
yang berperan kunci dalam mengenal dan menghancurkan atau
menetralkan benda-benda di dalam tubuh yang asing bagi “diri
normal”. Sistem imun dibentuk oleh leukosit dan turunan-
turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma.
Aktivitas sistem imun dalam tubuh:
1. Mempertahankan tubuh dari patogen invasif (mikroorganisme
penyebab penyakit, misalnya bakteri dan virus)
2. Menyingkirkan sel yang “aus” dan jaringan yang rusak oleh
trauma atau penyakit, memudahkan jalan untuk penyembuhan
luka dan perbaikan jaringan.
3. Mengenali dan menghancurkan sel abnormal atau mutan yang
berasal dari tubuh. Fungsi ini, yang dinamai immune surveillance,
merupakan mekanisme pertahanan internal utama terhadap
kanker.
4. Melakukan respon imun yang tidak pada tempatnya yang
menyebabkan alergi, yang terjadi ketika tubuh melawan entitas
kimiawi lingkungan yang normalnya tidak berbahaya, atau
menyebabkan penyakit autoimun, yang terjadi ketika sistem
pertahanan secara salah menghasilkan antibodi terhadap tipe
tertentu sel tubuh itu sendiri.
Dalam kasus ini, imunisasi merupakan virus yang dilemahkan
dan dimasukkan ke dalam tubuh dengan tujuan untuk
memperkenalkan tubuh pada penyakit atau entitas yang tubuh
belum pernah terpajan agar apabila diserang penyakit yg sama

Skenario A Blok VII 10


pada waktu berikutnya, tubuh (imun adaptive) langsung dapat
mengenali dan melakukan respon pertahanan.
c. Bagimana prosedur pemberian imunisasi campak ?
Jawab:
Di Indonesia, digunakan vaksin campak yang dilemahkan yaitu
TCID50 sebanyak 0,5 ml, untuk vaksin hidup pemberian dengan 20
TCID50 mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Vaksin
campak diberikan pada bayi umur sembilan bulan secara subkutan
walaupun demikian dapat diberikan secara intramuskular. Daya
proteksi vaksin campak diukur dengan berbagai berbagai macam
cara, salah satu indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah
penurunan angka kejadian kasus campak sesudah pelaksanaan program
imunisasi. Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah
SD atau yang disebut dengan program BIAS.
(Dwijaya,2012).
d. Apa manfaat dan tujuan dari imunisasi campak ?
Jawab:
Imunisasi campak diberikan untuk mendapatkan kekebalan secara aktif
terhadap penyakit campak. (RR Febri , 2012 ).
e. Apa syarat-syarat seorang anak bisa mendapatkan imunisasi campak ?
Jawab :
Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada syarat yang
harus diperhatikan yaitu :
1. Diberikan pada bayi atau anak yang sehat,
2. vaksin yang diberikan harus baik dan disimpan di lemari es dan
belum lewat masa berlakunya
3. pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat, mengetahui
jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang
telah diterima
4. meneliti jenis vaksin yang diberikan serta memberikan dosis
yang akan diberikan,
5. mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta
memberikan informed concent kepada orang tua atau keluarga
sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah

Skenario A Blok VII 11


dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek
samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang
dapat timbul setelah pemberian imunisasi.
f. Kapan jadwal pemberian imunisasi campak ?
Jawab:
1. vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml
secara sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan.
2. Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan ada program
scholl based catch-up canpaign , yaitu secara rutin pada anak
sekolah SD kelas 1 dalam program BIAS
3. Apabila telah mendapatkan imunisasi MMR pada usia 15-18
bulan dan ulangan umur 6 tahun, ulangan campak SD kelas 1
tidak di perlukan.
(Hadinegoro, 2008)
g. Sampai kapan antibodi campak yang diperoleh dari ibu akan menurun?
Jawab:
Penurunan kekebalan tubuh dari ibu dimulai pada waktu dia berumur 6
bulan dan hilang seluruhnya saat dia mencapai umur 9 bulan. Itu
sebabnya, vaksinasi campak direkomendasi pemerintah pada saat anak
berumur 9 bulan supaya yakin tidak ada kekebalan ibu yang dapat
menetralkan vaksin campak yang diberikan. Vaksin campak adalah
virus campak yang dilemahkan, sehingga apabila virus tadi diberikan
pada anak yang masih mengandung kekebalan campak yang diberikan
ibunya selama hamil, maka kekebalan tidak akan terbentuk. Tetapi pada
pengamatan, banyak bayi usia 6 bulan sudah terkena campak, yang
diduga karena kekebalan yang didapat dari ibu sudah sangat menurun.
Oleh karena itu, vaksin campak dapat diberikan mulai umur 6 bulan.
(Anonim, 2007).
h. Apa kontra indikasi sebelum dan sesudah dari imunisasi campak ?
Jawab:
Pada anak dengan imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak
diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, mereka yang mendapat
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak
immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV

Skenario A Blok VII 12


tanpa immunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap
campak, bisa mendapat imunisasi campak seperti biasa.

Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak :


a. Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam.

b. Dengan penyakit gangguan kekebalan.

c. Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan.

d. Dengan kekurangan gizi berat.

e. Dengan penyakit keganasan.

f. Dengan kerentanantinggi terhadap protein telur, kanamisin dan


eritromisin (antibiotik).
Setelah mendapatkan imunisasi Campak kemungkinan anak akan diare,
panas dan disertai kemerahan 4-10 hari sesudah suntikkan. Untuk
mengatasi efek yang timbul dianjurkan untuk memakai pakaian yang
tipis dan minum obat penurun panas.
(KI Pulungan, 2012 ).
i. Bagaimana pembentukan sistem imun ?
Jawab:
Antigen masuk dalam tubuh stimulasi limfosit produksi antibodi
Pembentukan antibodi dan memori pembentukan memori terhadapa
patogen sudah memiliki sel memori dan antibodi terhadap patogen
tersebut.

j. Apa jenis vaksin yang diberikan pada imunisasi campak ?


Jawab:
1. Vaksin yang berasal dari virus hidup dan dilemahkan,Tipe
Edmonston B
2. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus
campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur
dengan garam alumunium).
(Hadinegoro, 2008)

Skenario A Blok VII 13


k. Apakah ada hubungan timbulnya demam dan ruam setelah
mendapatkan imunisasi campak ? (KIPI)
Jawab:
Gejala yang dialami Raisya merupakan efek samping dari penggunaan
imunisasi campak. Pada imunisasi campak, tubuh yang diberikan virus
lemah mencoba untuk berhomeostasis dengan cara mempertahankan
kekebalan baik dengan innate immune system maupun dengan adaptive
immune system ada. Timbulnya deman dan ruam setelah mendapatkan
imunisasi campak dapat disebabkan oleh terjadi nya kejadian ikutan
pasca imunisasi(KIPI), yaitu suatu kejadian sakit yang terjadi setelah
menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi.
Gejala klinis KIPI:
a. Reaksi lokal
1. Abses pada tempat suntikan.
2. Limfadenitis.
3. Reaksi lokal lain yang berat,misalnya selulitis, BCG-itis
b. Reaksi SSP
1. Kelumpuhan akut.
2. Ensefalopati.
3. Ensefalitis.
4. Meningitis.
5. Kejang
c. Reaksi lain
1. Reaksi alergi: urtikaria,dermatitis, edem.
2. Reaksi anafilaksis(hipersensitivitas).
3. Syok anafilaksis.
4. Artralgia.
5. Demam.
6. Episod hipotensif,hiporesponsif.
7. Osteomielitis.
8. Menangis menjerit yang terus-menerus.
9. Sindrom syok toksik

Skenario A Blok VII 14


Untuk mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi dengan KIPI
diperlukan pelaporan dan pencatatan semua reaksi yang tidak
diinginkan yang timbul setelah pemberian imunisasi. Surveilans KIPI
sangat membantu program imunisasi, khususnya untuk memperkuat
keyakinan masyarakat akan pentingnya imunisasi sebagai upaya
pencegahan penyakit yang paling efektif.
(RR Febri. 2012)
l. Apa yang dimaksud KIPI?
Jawab:
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI adalah suatu kejadian sakit
yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh
imunisasi. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi
dengan KIPI diperlukan pelaporan dan pencatatan semua reaksi yang
tidak diinginkan yang timbul setelah pemberian imunisasi. Surveilans
KIPI sangat membantu program imunisasi, khususnya untuk
memperkuat keyakinan masyarakat akan pentingnya imunisasi sebagai
upaya pencegahan penyakit yang paling efektif Berdasarkan data yang
diperoleh, maka KIPI dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok
yaitu:

1. Induksi vaksin (vaccine induced). Terjadinya KIPI disebabkan


oleh karena faktor intrinsik vaksin terhadap individual resipien.
Misalnya, seorang anak menderita poliomielitis setelah mendapat
vaksin polio oral.
2. Provokasi vaksin (vaccine potentiated). Gejala klinis yang
timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini terjadi oleh karena
provokasi vaksin. Contoh: Kejang demam pasca imunisasi yang
terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi kejang.
3. Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic errors).
Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik
pembuatan dan pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian.
Contoh: terjadi indurasi pada bekas suntikan disebabkan vaksin
yang seharusnya diberikan secara intramuscular diberikan secara
subkutan.

Skenario A Blok VII 15


4. Koinsidensi (coincidental). KIPI terjadi bersamaan dengan gejala
penyakit lain yang sedang diderita. Contoh: Bayi yang menderita
penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.

Skenario A Blok VII 16


(Hadinegoro,S. 2002).
m. Bagaimana prosedur tata laksana petugas kesehatan jika menemukan
kasus KIPI?
Jawab:
Tatalaksana KIPI pada dasarnya terdiri dari penemuan kasus,
pelacakan kasus lebih lanjut, analisis kejadian, tindak lanjut kasus, dan
evaluasi. Dalam waktu 24 jam setelah penemuan kasus KIPI yang
dilaporkan oleh orang tua (masyarakat) ataupun petugas kesehatan,
maka pelacakan kasus harus segera dikerjakan. Pelacakan perlu
dilakukan untuk konfirmasi apakah informasi yang disampaikan
tersebut benar. Apabila memang kasus yang dilaporkan diduga KIPI,
maka dicatat identitas kasus, data vaksin (jenis, pabrik, nomor
batchlot), petugas yang melakukan, dan bagaimana sikap masyarakat
saat menghadapi masalah tersebut. Selanjutnya perlu dilacak
kemungkinan terdapat kasus lain yang sama, terutama yang mendapat
imunisasi dari tempat yang sama dan jenis lot vaksin yang sama.

Skenario A Blok VII 17


Pelacakan dapat dilakukan oleh petugas Puskesmas atau petugas
kesehatan lain yang bersangkutan. Sisa vaksin (apabila masih ada)
yang diduga menyebabkan KIPI harus disimpan sebagaimana kita
memperlakukan vaksin pada umumnya (perhatikan cold chain). Kepala
Puskesmas atau Pokja KIPI daerah dapat menganalisis data hasil
pelacakan untuk menilai klasifikasi KIPI dan dicoba untuk mencari
penyebab KIPI tersebut. Dengan adanya data kasus KIPI dokter
Puskesmas dapat memberikan pengobatan segera. Apabila kasus
tergolong berat, penderita harus segera dirawat untuk pemeriksaan
lebih lanjut dan diberikan pengobatan segera. Evaluasi akan dilakukan
oleh Pokja KIPI setelah menerima laporan. Pada kasus ringan
tatalaksana dapat diselesaikan oleh Puskesmas dan Pokja KIPI hanya
perlu diberikan laporan. Untuk kasus berat yang masih dirawat,
sembuh dengan gejala sisa, atau kasus meninggal, diperlukan evaluasi
ketat dan apabila diperlukan Pokja KIPI segera dilibatkan. Evaluasi
akhir dan kesimpulan disampaikan kepada Kepala Puskesmas untuk
perbaikan program yang akan datang.
(RR Febri. 2012).

3. Riwayat imunisasi sebelumnya, Raisya sudah mendapatkan imunisasi


BCG, Hepatitis B, DPT dan Polio 2 kali.

a. Apa tujuan dan manfaat imunisasi?


Jawab:
Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain :
1. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu di dunia.
2. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang
sangat berbahaya bagi bayi dan anak.
3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin
didapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.
5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian

Skenario A Blok VII 18


pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari
dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus,
batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain
sebagainya.
6. Mencegah terjadinya penyakit tetentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit pada sekelompok masyarakat (populasi)
atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti
pada imunisasi cacar.

Manfaat imunisasi
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan
kematian, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat
menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang
tinggi bila anak sakit. Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar
lengkap akan terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya dan akan
mencegah penularan ke adik dan kakak dan teman-teman disekitarnya.
Dan manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki tingkat
kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan Negara.
(KI Pulungan, 2012 ).
b. Apa jenis-jenis imunisasi?
Jawab:
Jenis Imunisasi
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang
akan
bertahan selama bertahun-tahun.
Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”. Vaksin yang
hidup
mengandung bakteri atau virus (germ)yang tidak berbahaya,
tetapi dapat menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan
antibodi.Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari
bahan toksit yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan
disebut toxoid.

Skenario A Blok VII 19


2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada
resipien,dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara
langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut
untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan
untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik
untuk infeksi bakteri maupun virus. Imunisasi pasif dapat terjadi
secara alami saat ibu hamil memberikan antibodi tertentu ke
janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama
kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta
adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat
terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang
ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer
imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima
plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk
menunjang kekebalan tubuhnya.Kekebalan yang diperoleh
dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama, sebab kadar zat-
zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil
produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif diperoleh karena
pemberian dari luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif
adalah Imunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit
campak (measles).
(Banin,2011).
c. Bagaimana prosedur imunisasi BCG,Hepatitis B, DPT, dan Polio 2
kali?
Jawab:
a. Imunisasi BCG
1. Pemberian Imunisasi BCG
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan
tidak perlu diulang (boster). Sebab, vaksin BCG berisi
kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi
terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga
memerlukan pengulangan.
2. Usia pemberian imunisasi BCG

Skenario A Blok VII 20


Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di
bawah 2 bulan. Jika diberikan setelah usia 2 bulan,
disarankan dilakukan tes Mantoux (tuberkulin) terlebih
dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah kemasukan
kuman Mycobacterium Tuberculosis atau belum. Vaksinasi
dilakukan bila hasil tes-nya negative. Jika ada penderita TB
yang tinggal serumah atau sering bertandang kerumah,
segera setelah lahir bayi di imunisasi BCG.
3. Cara pemberian imunisasi BCG
Cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal
dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas (sesuai
anjuran WHO) atau penyuntikan pada paha.
b. Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus)
1. Pemberian Imunisasi DPT dan usia pemberian Imunisasi
DPT
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu
pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Namun, bisa juga
ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18 bulan dan 1
kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan
imunisasi TT.
2. Cara Pemberian Imunisasi DPT
Cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muskuler
(I.M atau i.m).
c. Imunisasi Polio
1. Pemberian Imunisasi Polio
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat
adanya imunisasi polio massal atau Pekan Imunisasi
Nasional. Tetapi jumlah dosis yang berlebihan tidak akan
berdampak buruk, karena tidak ada istilah overdosis dalam
imunisasi.
2. Usia Pemberian Imunisasi Polio
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan
atau saat lahir (0 bulan), dan berikutnya pada usia bayi 2

Skenario A Blok VII 21


bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kecuali saat lahir, pemberian
vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
3. Cara Pemberian Imunisasi Polio
Pemberian imunisasi polio melalui oral / mulut (Oral
Poliomyelitis vaccine/OPV). Di luar negeri, cara pemberian
imunisasi polio ada yang melalui suntikan (Inactivated
Poliomyelitis Vaccine/ IPV).
d. Imunisasi Campak
1. Pemberian Imunisasi Campak
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali.
2. Usia Pemberian Imunisasi Campak
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan
dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena
antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan,
penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita.
Jika sampai usia 12 bulan anak belum mendapatkan
imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan ini anak harus
diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
3. Cara Pemberian Imunisasi Campak
Cara pemberian imunisasi campak adalah melalui subkutan
(s.c).
e. Imunisasi Hepatitis B
1. Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali.
2. Usia Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat
kondisi bayi dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada
paru-paru dan jantung. Kemudian dilanjutkan pada saat bayi
berusia 1 bulan, dan usia antara 3 – 6 bulan. Khusus bayi
yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, selain imunisasi
yang diberikan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga
diberikan imunisasi tambahan dengan immunoglobulin anti
hepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
3. Cara Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Skenario A Blok VII 22


Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara
intramuskuler (I.M atau i.m) di lengan deltoid atau paha
anterolateral bayi (antero : otot-otot dibagian depan, lateral :
otot bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan
karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
(KI Pulungan, 2012 )
Tata cara pemberian imunisasi:
1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko
apabila divaksinasi.
2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan
secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3. Baca dengan teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan
diberikan jangan lupa mendapat persetujua orang tua. Melakukan
tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum
melakukan imunisasi.
4. Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin yang
akan diberikan.
5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah
disimpan dengan baik.
7. Periksa vaksinn yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda
perubahan periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa.
Misalya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan
ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang
tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.
9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. mengenai pemilihan
jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi
bayi /anak penerima vaksin.
10. Setelah pemberian vaksin kerjakan halhal berikut:
a. Berikan petunjuk kepada oorang tua atau pengasuh tentang
apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa
atau reaksi ikutan yang lebi berat.

Skenario A Blok VII 23


b. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam
catatan klinis.
c. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada
Dinas Kesehatan Bidang Pemberantasan penyakit menular.
(IDAI, 2005)

d. Apa saja jenis-jenis imunitas?


Jawab:
Jenis-jenis imunitas yaitu:
1. Spesifik: mempunyai kemapuan untuk mengenal benda yang di
anngap asing bagi dirinya. Benda asing pertama kali terpajan
dengan tubuh segera dikenal oleh system imun spesifik. Pajanan
system imun tersebut menimbulkan senitasi,sehingga antigen
yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kalinya akan dikenal
lebih cepat dan kemudian dihancurkan.
2. Non-spesifik: komponen normal tubuh yang ditemukan pada
individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk kedalam tubuh
dan cepat menyingkirkannya. Imunitas non-spesifik merupakan
system imun yang ada sejak lahir atau system imun alami.
(Baratawijaya,2006)
e. Apa jenis-jenis vaksin?
Jawab:
Pada dasarnya vaksin dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Vaksin hidup attenuated.
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab
penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan di laboratorium,
biasanya dengan pembiakan berulang-ulang. Vaksin hidup yang
tersedia: berasal dari virus hidup yaitu vaksin campak,
gondongan (parotitis), rubella, polio, rotavirus, demam kuning
(yellow fever). Berasal dari bakteri yaitu vaksin BCG dan demam
tifoid.
2. Vaksin inactivated
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri
atau virus dalam media pembiakan (persemaian), kemudian

Skenario A Blok VII 24


dibuat tidak aktif (inactivated) dengan penanaman bahan kimia
(biasanya formalin). Untuk vaksin komponen, organisme tersebut
dibuat murni dan hanya komponen-komponennya yang
dimasukkan dalam vaksin (misalnya kapsul polisakarida dari
kuman pneumokokus). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak
dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen dimasukkan dalam
suntikan. Vaksin ini selalu membutuhkan dosis multipel, pada
dasarnya dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif,
tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun.
3. Vaksin polisakarida
Vaksin polisakarida adalah vaksin sub-unit yang inactivated
dengan bentuknya yang unik terdiri atas rantai panjang molekul-
molekul gula yang membentuk permukaan kapsul bakteri
tertentu. Vaksin ini tersedia untuk tiga macam penyakit yaitu
pneumokokus, meningokokus, dan haemophillus influenzae type
b.
4. Vaksin rekombinan
Terdapat tiga jenis vaksin rekombinan yang saat ini telah
tersedia:

a. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukkan


suatu segmen gen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi.
b. Vaksin tifoid (Ty21a) adalah bakteri salmonella typhi yang
secara genetik diubah sehingga tidak menyebabkan sakit.
c. Tiga dari empat virus yang berada di dalam vaksin
rotavirus hidup adalah rotavirus kera rhesus yang diubah
secara genetik menghasilkan antigen rotavirus manusia
apabila mereka mengalami replikasi.
(Dwijaya, 2012)
f. Apa dampak jika tidak dilakukan imunisasi lengkap?
Jawab:
Imunisasi menggambarkan proses yang menginduksi imunitas secara
artifisial dengan pemberian bahan antigenik seperti agen
imunobiologis. Imunisasi dimaksudkan untuk pencegahan penyakit

Skenario A Blok VII 25


terhadap suatu infeksi penyakit. Imunisasi yang tidak lengkap akan
meningkatkan terpajannya terhadap infeksi suatu penyakit, dan jika
terinfeksi suatu penyakit keadaannya akan lebih parah dibandingkan
dengan anak yang telah diimunisasi (Behrman, dkk, 2000).
g. Apa program imunisasi wajib dari Depkes dan IDAI?
Jawab:
Yang termasuk dalam imunisasi dasar lengkap dalam Depkes RI
(2005) adalah:
a. Bacilus Calmette Guerine(BCG).
b. Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B (DPT/HB).
c. POLIO.
d. Hepatitis B (HB –0).
e. Campak.
Yang termasuk dalam imunisasi dasar lengkap dalam IDAI adalah :
a. BCG.
b. DPT.
c. Polio.
d. Campak.
e. hepatitis B.
f. influenza.
g. penumokokus (PCV).
h. hepatitis A.
i. tifoid.
j. Varisela.
k. HPV.
l. MMR.
m. Hib.
n. Rotavirus
(IDAI, 2005)
h. Bagaimana penyimpanan vaksin yang baik?
Jawab:
1. Rantai vaksin adalah rangkaian proses penyimpanan dan
transportasi vaksin dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai
prosedur untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari pabrik sampai

Skenario A Blok VII 26


diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri dari proses
penyimpanan vaksin di kamar dingin atau kamar beku, di lemari
pendingin, di dalam alat pembawa vaksin, pentingnya alat-alat
untuk mengukur dan mempertahankan suhu. Dampak perubahan
suhu pada vaksin hidup dan mati berbeda. Untuk itu harus
diketahui suhu optimum untuk setiap vaksin sesuai petunjuk
penyimpanan dari pabrik masing-masing.
2. Suhu optimum untuk vaksin hidup, secara umum semua vaksin
sebaiknya disimpan pada suhu +2°C sampai dengan +8ºC, diatas
suhu +8ºC vaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya
bertahan dua hari, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan
mati dalam tujuh hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik
pada suhu kurang dari 2ºC sampai dengan beku. Vaksin oral polio
yang belum dibuka lebih bertahan lama (2 tahun) bila disimpan
pada suhu -25ºC sampai dengan -15ºC, namun hanya bertahan
enam bulan pada suhu +2°C sampai dengan +8ºC. Vaksin BCG dan
campak berbeda, walaupun disimpan pada suhu -25ºC sampai
dengan -15ºC, umur vaksin tidak lebih lama dari suhu +2°C sampai
dengan +8ºC, yaituBCG tetap satu tahun dan campak tetap dua
tahun. Oleh karena itu vaksin BCGdan campak yang belum
dilarutkan tidak perlu disimpan di suhu -25ºC sampai dengan -15ºC
atau didalam freezer.
3. Suhu optimum untuk vaksin mati
Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan dalam suhu +2°C sampai
dengan +8ºC juga, pada suhu dibawah +2ºC (beku) vaksin mati
(inaktif) akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu -0.5ºC vaksin
hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak dalam ½ jam,
tetapi dalam suhu diatas 8ºC vaksin hepatitis B bias bertahan
sampai tiga puluh hari, DPT-hepatitis B kombinasi sampai empat
belas hari. Dibekukan dalam suhu -5ºC sampai dengan -10ºC
vaksin DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 sampai dengan dua
jam, tetapi bisa bertahan sampai empat belas hari dalam suhu di
atas 8ºC.
4. Kamar dingin dan kamar beku

Skenario A Blok VII 27


Kamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room) umumya
berada dipabrik, distributor pusat, Dinas Kesehatan Provinsi,
berupa ruang yang besar dengan kapasitas 5-100 m³, untuk
menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar. Suhu kamar dingin
berkisar +2°C sampai dengan +8ºC, terutama untuk menyimpan
vaksin-vaksin yang tidak boleh beku. Suhu kamar beku berkisar
antara -25ºC sampai dengan -15ºC, untuk menyimpan vaksin yang
boleh beku, terutama vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku
harus beroperasi terus menerus, menggunakan dua alat pendingin
yang bekerja bergantian. Aliran listrik tidak boleh terputus
sehingga harus dihubungkan dengan pembangkit listrik yang secara
otomatis akan berfungsi bila listrik mati. Suhu ruangan harus
dikontrol setiap hari dari data suhu yang tercatat secara otomatis.
Pintu tidak boleh sering dibuka tutup.
5. Lemari es dan freezer
Suhu didalam lemari es harus berkisar +2°C sampai dengan +8ºC,
digunakan untuk menyimpan vaksin-vaksin hidup maupun mati,
dan untuk membuat cool pack (kotak dingin cair). Sedangkan suhu
di dalam freezer berkisar antara -25ºC sampai dengan -15ºC,
khusus untuk menyimpan vaksin polio dan pembuatan cold pack
(kotak es beku). Termostat di dalam lemari es harus diatur
sedemikian rupa sehingga suhunya berkisar antara +2 sampai
dengan +8ºC dan suhu freezer berkisar -15ºC sampai dengan -25ºC.
Di dalam lemari es lebih baik bila dilengkapi freeze watch atau
freeze tag pada rak ke-3, untuk memantau apakah suhunya pernah
mencapai di bawah 0 derajat. Sebaiknya pintu lemari es hanya
dibuka dua kali sehari, yaitu ketika mengambil vaksin dan
mengmbalikan sisa vaksin, sambil mencatat suhu lemari es. Lemari
es dengan pintu membuka ke atas lebih dianjurkan untuk
penyimpanan vaksin. Karet-karet pintu harus diperiksa
kerapatannya, untuk menghindari keluarnya udara dingin. Bila
pada dinding lemari es telah terdapat bunga es, atau di freezer telah
mencapai tebal 2-3 cm harus segera dilakukan pencairan (defrost).
Sebelum melakukan pencairan, pindahkan vaksin ke cool box atau

Skenario A Blok VII 28


lemari es yang lain. Cabut kontak listrik lemari es, biarkan pintu
lemari es dan freezer terbuka selama 24 jam, kemudian
dibersihkan. Setelah bersih, pasang kembali kontak listerik, tunggu
sampai suhu stabil. Setelah suhu lemari sedikitnya mencapai +8ºC
dan suhu freezer-15ºC, masukkan vaksin sesuai tempatnya.
6. Susunan vaksin di dalam lemari es
Karena vaksin hidup dan vaksin inaktif mempunyai daya tahan
berbeda terhadap suhu dingin, maka kita harus mengenali bagian
yang paling dingin dari lemari es. Letakkan vaksin hidup dekat
dengan bagian yang paling dingin, Susunan vaksin di dalam lemari
es. Karena vaksin hidup dan vaksin inaktif mempunyai daya tahan
berbeda terhadap suhu dingin, maka kita harus mengenali bagian
yang paling dingin dari lemari es. Letakkan vaksin hidup dekat
dengan bagian yang paling dingin.
7. Lemari es dengan pintu membuka ke depan
Bagian yang paling dingin lemari es ini adalah di bagian paling atas
(freezer). Di dalam freezer disimpan cold pack, sedangkan rak tepat
di bawah freezer untuk meletakkan vaksin-vaksin hidup, karena
tidak mati pada suhu rendah. Rak yang lebih jauh dari freezer (rak
ke 2 dan 3) untuk meletakkan vaksin-vaksin mati (inaktif), agar
tidak terlalu dekat freezer, untuk menghindari rusak karena beku.
Thermometer Dial atau Muller diletakkan pada rak ke-2, freeze
watch atau freeze tag pada rak ke 3.
8. Lemari es dengan pintu membuka ke atas
Bagian yang paling dingin dalam lemari es ini adalah bagian tengah
(evaporator) yang membujur dari depan ke belakang. Oleh karena
itu vaksin hidup diletakkan di kanan-kiri bagian yang paling dingin
(evaporator). Vaksin mati diletakkan dipinggir, jauh dari
evaporator. Beri jarak antara kotak-kotak vaksin selebar jari tangan
(sekitar 2 cm). Letakkan termometer Dial atau Muller atau freeze
watch/freeze tag dekat vaksin mati.
9. Cold pack dan cool pack
Cold pack berisi air yang dibekukan dalam suhu -15ºC sampai
dengan -25ºC selama 24 jam, biasanya di dalam wadah plastik

Skenario A Blok VII 29


berwarna putih. Cool pack berisi air dingin (tidak beku)yang
didinginkan dalam suhu +2°C sampai dengan +8ºC selama 24 jam,
biasanya di dalam wadah plastik berwarna merah atau biru. Cold
pack (beku) dimasukkan ke dalam termos untuk mempertahankan
suhu vaksin ketika membawa vaksin hidup sedangkan cool pack
(cair) untuk membawa vaksin hidup dan vaksin mati (inaktif).
10. Menilai kualitas vaksin
Vaksin hidup akan mati pada suhu di atas batas tertentu, dan vaksin
mati akan rusak di bawah suhu tertentu.
(KI Pulungan, 2012)
i. Kapan jadwal pemberian imunisasi?
Jawab:
1. Vaksin Hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir
2. Vaksin Polio diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir
di RB/RS diberikan vaksin OPV saat bayi dipulangkan untuk
menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya,
untuk polio-1, polio-2, polio-3 dapat diberikan vaksin OPV atau
IPV.
3. Vaksin BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila
vaksin BCG akan diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu
dilakukan uji tuberkulin. Bila uji tuberkulin pra-BCG tidak
dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun harus diobservasi
dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan
(accelerated local reaction), perlu dievaluasi lebih lanjut
(diagnostik TB).
4. Vaksin DTP diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau
Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Program BIAS:
disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan.
Untuk anak umur di atas 7 tahun dianjurkan vaksin Td.
5. Vaksin Campak diberikan pada umur 9 bulan, vaksin penguat
diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS: disesuaikan
dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan.
6. Vaksin Pneumokokus dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15

Skenario A Blok VII 30


bulan. Pada umur 7-12 bulan, diberikan 2 kali dengan interval 2
bulan; pada umur > 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya
perlu dosis ulangan 1 kali pada umur > 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I
diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval
minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24
minggu. Vaksin rotavirus pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur
6-12 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-
3 diberikan pada umur < 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik
pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada
umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum
mendapat vaksin campak umur 9 bulan. Selanjutnya MMR
ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun.
10. Vaksin Influenza diberikan pada umur > 6 bulan, setiap tahun.
Untuk imunisasi primer anak 6 bln – < 9 tahun diberi 2 x dengan
interval minimal 4 minggu.
11. Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Jadwal vaksin
HPV bivalen 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen 0,2,6 bulan.
(IDAI, 2005).
j. Apa makna Raysa hanya diberi imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT dan
Polio?
Jawab:
Maknanya adalah Raisya mengikuti program imunisasi wajib dari
Depkes. Imunisasi wajib dari Depkes berpupa imunisasi BCG,
Hepatitis B, DPT dan Polio. (Depkes, 2005)
k. Apa tujuan Raysa mendapatkan imunisasi BCG,Hepatitis B, DPT dan
Polio 2 kali?
Jawab:

Skenario A Blok VII 31


1. Bacilus Calmette Guerine(BCG)
Tujuan imunisasi BCG untuk pemberian kekebala aktif terhadap
penyakit Tuberkulosa (TBC).
2. Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B (DPT/HB)
Tujuan imunisasi DPT/HB untuk pemberian kekebalan secara
aktif terhadap penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B.
3. POLIO
Tujuan imunisasi polio untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
penyakit poliomyelitis.
4. Hepatitis B (HB –0)
Tujuan pemberian imunisasi hepatitis B untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus
hepatitis B.
5. Campak
Tujuan pemberian imunisasi campak untuk pemberian kekebalan
aktif terhadap penyakit campak
(Banin, 2011).
l. Apa saja imunisasi yang disarankan selain imunisasi wajib?
Jawab:
a. influenza.
b. penumokokus (PCV).
c. hepatitis A.
d. tifoid.
e. Varisela.
f. HPV.
g. MMR.
h. Hib.
i. rotavirus

(IDAI,2005)
4. Pemeriksaan fisik: keadaan umum: Compos mentis

Tanda vital : Nadi: 110x/menit, RR: 28x/menit, Temp: 38° C.

Kepala : Konjungtiva pucat (-/-), rinorea (-), faring tenang

Skenario A Blok VII 32


Thoraks:

 Paru-paru: tidak ada kelainan


 Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: dalam batas
normal

Status Dermatologikus : Tampak ertema makula papula diskret di hampir


seluruh tubuh.

a. Apa makna dan interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?


Jawab:
Pemeriksaan Normal Pada Bayi Intepretasi
Denyut nadi 115x/Menit Bradikardi
110x/Menit
RR 28x/ Menit 30-40x/Menit Bradipnea
38° C 36° C – 37,5 ° C Demam
Konjugtiva pucat (-/-) Konjugtiva pucat (-/-) Normal
rinorea (-) rinorea (-) Normal
Faring tenang Faring tenang Normal
Paru – Paru tidak ada Normal
kelainan
Jantung Normal
Hepar dan lien tidak Normal
teraba
Ekremitas Normal
Status Dermatologikus Terjadi Kemerahan
pada kulit

b. Bagaimana mekanisme pemeriksaan fisik?


Jawab:
Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
1. Kesan sakit
2. Kesadaran

Skenario A Blok VII 33


3. Kesan status gizi
b. Tanda Vital
1. Tekanan Darah
Pengukuran seperti pada dewasa, tetapi memakai manset
khusus untuk anak, yang ukurannya lebih kecil dari manset
dewasa. Besar manset antara setengah sampai dua per tiga
lengan atas. Tekanan darah waktu lahir 60 – 90 mmHg
sistolik, dan 20 – 60 mmHg diastolik. Setiap tahun biasanya
naik 2 – 3 mmHg untuk kedua-duanya dan sesudah pubertas
mencapai tekanan darah dewasa.

2. Nadi
Perlu diperhatikan, frekuensi/laju nadai (N: 60-100
x/menit), irama, isi/kualitas nadi dan ekualitas (perabaan
nadi pada keempat ekstrimitas.

3. Nafas
Perlu diperhatikan laju nafas, irama, kedalaman dan pola
pernafasan.

4. Suhu
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan beberapa
cara :
a. Rectal
Anak tengkurap di pangkuan ibu, ditahan dengan
tangan kiri, dua jari tangan kiri memisahkan dinding
anus kanan dengan kiri, dan termometer dimasukkan
anus dengan tangan kanan ibu.

b. Oral
Termometer diletakkan di bawah lidah anak. Biasanya
dilakukan untuk anak 6 tahun.
c. Aksiler

Skenario A Blok VII 34


Termometer ditempelkan di ketiak dengan lengan atas
lurus selama 3 menit. Umumnya suhu yang diperoleh
0,5 lebih rendah dari suhu rektal.
c. Data Antropometrik

1. Berat Badan
Berat badan merupakan parameter yang paling sederhana
dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat.
Interpretasi :
a. BB/U dipetakan pada kurve berat badan
1. BB< sentil ke 10 : defisit
2. BB> sentil ke 90 : kelebihan
b. BB/U dibandingkan dengan acuan standar,
dinyatakan persentase :
1. > 120% : gizi lebih
2. 80% – 120% : gizi baik
3. 60% - 80% : tanpa edema, gizi kurang; dengan
edema, gizi buruk
4. < 60% : gizi buruk, tanpa edema (marasmus),
dengan edema (kwasiorkhor).
2. Tinggi Badan
Dinilai dengan :
a. TB/U pada kurva
1. < 5 sentil : deficit berat
2. Sentil 5-10 : perlu evaluasi untuk membedakan
apakah perawakan pendek akibat defisiensi
nutrisi kronik atau konstitusional
b. TB/U dibandingkan standar baku (%)
1. 90% - 110% : baik/normal
2. 70% - 89% : tinggi kurang
3. < 70% : tinggi sangat kurang
c. BB/TB
d. Kulit

Skenario A Blok VII 35


Pada pemeriksaan kulit yang harus diperhatikan adalah : warna
kulit, edema, tanda perdarahan, luka parut (sikatrik), pelebaran
pembuluh darah, hemangioma, nevus, bercak ‘café au kait’,
pigmentasi, tonus, turgor, pertumbuhan rambut, pengelupasan
kulit, dan stria.
e. Kelenjar limfe
Kelenjar limfe yang perlu diraba adalah : submaksila, belakang
telinga, leher, ketiak, bawah lidah, dan sub oksipital. Apabila
teraba tentukan lokasinya, ukurannya, mobil atau tidak.
f. Kepala
Pada pemeriksaan kepala perlu diperhatikan : besar, ukuran,
lingkar kepala, asimetri, sefalhematom, maulase, kraniotabes,
sutura, ubun-ubun, pelebaran pembuluh darah, rambut, tengkorak
dan muka. Kepala diukur pada lingkaran yang paling besar, yaitu
melalui dahi dan daerah yang paling menonjol daripada oksipital
posterior.
g. Muka
Pada pemeriksaan muka perhatikan : simetri tidaknya, paralisis,
jarak antara hidung dan mulut, jembatan hidung, mandibula,
pembengkakan, tanda chovstek, dan nyeri pada sinus.
h. Mata
Pada pemeriksaan mata perhatikan : fotofobia, ketajaman
melihat, nistagmus, ptosis, eksoftalmus, endoftalmus, kelenjar
lakrimalis, konjungtiva, kornea, pupil, katarak, dan kelainan
fundus. Strabismus ringan dapat ditemukan pada bayi normal di
bawah 6 bulan.
i. Hidung
Untuk pemeriksaan hidung, perhatikan : bentuknya, gerakan
cuping hidung, mukosa, sekresi, perdarahan, keadaan septum,
perkusi sinus.
j. Mulut
Pada pemeriksaan mulut, perhatikan :
1. Bibir : warna, fisura, simetri/tidak, gerakan.

Skenario A Blok VII 36


2. Gigi : banyaknya, letak, motling, maloklusi, tumbuh
lambat/tidak.
3. Selaput lendir mulut : warna, peradangan, pembengkakan.
4. Lidah : kering/tidak, kotor/tidak, tremor/tidak, warna,
ukuran, gerakan, tepi hiperemis/tidak.
5. Palatum : warna, terbelah/tidak, perforasi/tidak.
k. Tenggorok
Pemeriksaan tenggorok dilakukan dengan menggunakan alat
skalpel, anak disuruh mengeluarkan lidah dan mengatakan ‘ah’
yang keras, selanjutnya spaltel diletakkan pada lidah sedikit
ditekan kebawah. Perhatikan : uvula, epiglotis, tonsil besarnya,
warna, paradangan, eksudat, kripte)
l. Telinga
Pada pemeriksaan telinga, perhatikan : letak telinga, warna dan
bau sekresi telinga, nyeri/tidak (tragus,antitragus), liang telinga,
membrana timpani. Pemeriksaan menggunakan heat lamp dan
spekulum telinga.
m. Leher
Pada leher perhatikanlah : panjang/pendeknya, kelenjar leher,
letak trakhea, pembesaran kelenjar tiroid, pelebaran vena, pulsasi
karotis, dan gerakan leher.
n. Thorax
Untuk pemeriksaan thorax seperti halnya pada dewasa, meliputi
urutan :

1. Inspeksi
Pada anak < 2 tahun : lingkar dada lingkar kepala Pada
anak > 2 tahun : lingkar dada lingkar kepala. Perhatikan
a. Bentuk thorax : funnel chest, pigeon chest, barell chest,
dll
b. Pengembangan dada kanan dan kiri : simetri/tidak,
ada retraksi.tidak
c. Pernafasan : cheyne stokes, kusmaul, biot
d. Ictus cordis

Skenario A Blok VII 37


2. Palpasi
Perhatikan :
a. Pengembangan dada : simetri/tidak
b. Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak
3. Sela iga : retraksi/tidak
4. Perabaan iktus cordis
3. Perkusi
Dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan satu
jari/tanpa bantalan jari lain, atau secara tidak langsung
dengan menggunakan 2 jari/bantalan jari lain. Jangan
mengetok terlalu keras karena dinding thorax anak lebih
tipis dan ototnya lebih kecil. Tentukan : 1. Batas paru-
jantung 2. Batas paru-hati : iga VI depan 3. Batas diafragma
: iga VIII – X belakang. Bedakan antara suara sonor dan
redup.
4. Auskultasi
Tentukan suara dasar dan suara tambahan : Suara dasar :
vesikuler, bronkhial, amforik, cog-wheel breath sound,
metamorphosing breath sound. Suara tambahan : ronki,
krepitasi, friksi pleura, wheezing Suara jantung normal,
bising, gallop.
o. Abdomen
Seperti halnya pada dewasa pemeriksaan abdomen secara
berurutan meliputi ;
1. Inspeksi
Perhatikan dengan cara pengamatan tanpa menyentuh :
a. Bentuk : cekung/cembung
b. Pernafasan : pernafasan abdominal normal pada bayi
dan anak kecil
c. Umbilikus : hernia/tidak
d. Gambaran vena : spider navy
e. Gambaran peristaltik
2. Auskultasi

Skenario A Blok VII 38


Perhatikan suara peristaltik, normal akan terdengar tiap 10
– 30 detik.
3. Perkusi
Normal akan terdengar suara timpani. Dilakukan untuk
menentukan udara dalam usus, atau adanya cairan
bebas/ascites.
4. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara : anak disuruh bernafas
dalam, kaki dibengkokkan di sendi lutut,palpasi dilakukan
dari kiri bawah ke atas, kemudian dari kanan atas ke
bawah. Apabila ditemukan bagian yang nyeri, dipalpasi
paling akhir. Perhatikan : adanya nyeri tekan , dan tentukan
lokasinya. Nilai perabaan terhadap hati, limpa, dan ginjal.
HATI Palpasi dapat dapat dilakukan secara
mono/bimanual Ukur besar hati dengan cara : 1. Titik
persilangan linea medioclavicularis kanan dan arcus aorta
dihubungkan dengan umbilikus. 2. Proc. Xifoideus
disambung dengan umbilicus. Normal : 1/3 – 1/3 sampai
usia 5 – 6 tahun. Perhatikan juga : konsistensi, permukaan,
tepi, pulsasi, nyeri tekan.
LIMPA Ukur besar limpa (schuffner) dengan cara : Tarik
garis singgung ‘a’ dengan bagian arcus aorta kiri. Dari
umbilikus tarik garis ‘b’ tegak lurus ‘a’ bagi dalam 4
bagian. Garis ‘b’ diteruskan ke bawah sampai lipat paha,
bagi menjadi 4 bagian juga. Sehingga akan didapat S1 –
S8.
GINJAL Cara palpasi ada 2 : Jari telunjuk diletakkan pada
angulus kostovertebralis dan menekan keras ke atas, akan
teraba ujung bawah ginjal kanan. Tangan kanan
mengangkat abdomen anak yang telentang. Jari-jari tangan
kiri diletakkan di bagian belakang sedemikian hingga jari
telunjuk di angulus kostovertebralis kemudian tangan
kanan dilepaskan. Waktu abdomen jatuh ke tempat tidur,
ginjal teraba oleh jari-jari tangan kiri.

Skenario A Blok VII 39


p. Ekstremitas
Perhatikan : kelainan bawaan, panjang dan bentuknya, clubbing
finger, dan pembengkakan tulang.Persendian Periksa : suhu,
nyeri tekan, pembengkakan, cairan, kemerahan, dan gerakan.
Otot. Perhatikan : spasme, paralisis, nyeri, dan tonus.
q. Alat Kelamin
Perhatikan : Untuk anak perempuan :
1. Ada sekret dari uretra dan vagina/tidak.
2. Labia mayor : perlengketan / tidak
3. Himen : atresia / tidak
4. Klitoris : membesar / tidak.
Untuk anak laki-laki :
1. Orifisium uretra : hipospadi = di ventral / bawah penis
Epsipadia = di dorsal / atas penis.
2. Penis : membesar / tidak
3. Skrotum : membesar / tidak, ada hernia / tidak.
4. Testis : normal sampai puber sebesar kelereng.
5. Reflek kremaster : gores paha bagian dalam testis akan
naik dalam skrotum
r. Anus dan Rektum
Anus diperiksa rutin sedangkan rektum tidak. Untuk anus,
perhatikan :
1. Daerah pantat adanya tumor, meningokel, dimple, atau
abces perianal.
2. Fisura ani
3. Prolapsus ani
Pemeriksaan rektal : anak telentang, kaki dibengkokkan, periksa
dengan jari kelingking masuk ke dalam rektum. Perhatikan :
1. Atresia ani
2. Tonus sfingter ani
3. Fistula rektovaginal
4. Ada penyempitan / tidak.

Skenario A Blok VII 40


5. Bagaimana pandangan islam tentang imunisasi?
Jawab:
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan
diri dari penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
bersabda : “ Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka
dia akan terhindar sehari itu dari racun dan sihir”
(HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil
sebab untuk membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian
juga kalau dikhawatirkan terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya
boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala terkena penyakit.

Daripada Amr bin Maimun r.a mengatakan bahwa rasulullah SAW


bersabda pada seorang laki-laki yang dinasehatinya: “rebutlah lima perkara
sebelum lima perkara muda sebelum tua, sehat sebelum sakit, kaya
sebelum miskin, senang sebelum sibuk dan hidup sebelum mati.
Hadist ini mengingatkan bahwa kita harus mempersiapkan hal yang
mungkin terjadi dimasa depan, sehat sebelum sakit imunisasi termasuk
kedalam usaha pencegahan agar tubuh kita tidak mudah terinfeksi suatu
penyakit.

2.3.4 Kesimpulan
Raysa 9,5 bulan mengalami demam dan ruam kerena KIPI campak.

Skenario A Blok VII 41


2.3.5 Kerangka Konsep

Raysa 9,5 bulan

Vaksinasi Diberikan imunisasi campak Pembentukan


antibody terhadap
antigen

Spesifik Respon imun rendah Non-Spesifik

KIPI

Demam dan Ruam

Skenario A Blok VII 42


DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2011. Demam. Universitas Sumatera Utara


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf
[ diakses pada 19 mei 2014]
Banin. 2011. Imunisasi. Medan :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22315/4/Chapter%20II. Pdf
[Diakses pada 02 Juni 2014]
Baratawijaya,Karnen Gana. 2006. Imunologi Dasar Edisi 7. Jakarta: FK UI
Behrman, Rober M. Kliegman dan Ann M. Aruin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Jakarta: EGC
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Editor : Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus
Alwi, dkk. 2009. Interna Publishing : Jakarta Pusat
Depkes RI. 2005. Kepmenkes No. 1059/Menkes/SK/IX/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta

Dwijaya.2012.. Imunisasi. Medan : Universitas Sumatera Utara.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23511/4/Chapter%20II.pdf
[Diakses pada 12 Mei 2014].
Hadinegoro, S. 2002. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi vol 2. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Hadinegoro,S. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan


Dokter Anak Indonesia.

IDAI. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta

Ismoedijanto. 2000. Demam Pada Anak, IDAI. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-2-


6.pdf [Diakses pada tanggal 16 Juni 2014]

KI Pulungan. 2012. Imunisasi-vaksin. Medan : Universitas Sumatera Utara


www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4/chapter%2011.pdf
[diakses pada 13 juni 2013]
Krol, J.1996. Poliomyelitis dan Dasar-dasar Pembedahan Rehabilitasi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Kumala, Poppy. 1998. Kamus Kedokteran Dorlan, Jakarta: EGC

Skenario A Blok VII 43


RR Febri. 2012. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567891/4/chapter%2011.pdf
[Diakses pada 13 Juni 2014]

Sherwood. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke system. Jakata: EGC

Skenario A Blok VII 44

Anda mungkin juga menyukai