PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu masalah penyakit yang sering terjadi dan menyerang pada bayi
dan balita yaitu Kejang Demam yang penyebabnya belum diketahui dengan pasti,
akan tetapi akan menimbulkan komplikasi pada pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Masih tingginya angka kejadian kejang demam menjadi dasar perlunya
penerapan asuhan keperawatan pada kasus Kejang Demam untuk membantu
proses penyembuhan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga angka
kejadian Kejang Demam dapat menurun.
1
B. TUJUAN
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian dari Kejang Demam ?
2. Etiologi dari Kejang Demam ?
3. Patofisiologi dari Kejang Demam ?
4. Prognosa dari Kejang Demam ?
5. Manifestasi Klinis dari Kejang Demam ?
6. Klasifikasi dari Kejang Demam ?
7. Penatalaksanaan dari Kejang Demam ?
8. Komplikasi dari Kejang Demam ?
9. Pemeriksaan Penunjang dari Kejang Demam ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu
tubuh ( suhu rectal lebih dari 38 0C ) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium ( Mansjoer, 1999 ).
2. Kejang demam atau convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikkan suhu tubuh ( suhu rectal lebih diatas 380 C ) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium ( Ngastiyah, 1997: 229 ).
3. Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah dapat menahan
serangan demam pada suhu tertentu ( Hardiono, 2004: 11 ).
4. Kejang ( konfulsi ) merupakan akibat dari pembebasan lostrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-
tiba terjadi gangguan kesadaran ringan aktifitas motorik dan atau atas
gangguan fenomena sensori ( Doegoes, 2000: 476 ).
B. ETIOLOGI
Sebesar 10% – 20% tidak dapat ditemukan etiologinya dan sebaliknya
tidak jarang ditemukan lebih dari satu penyebab kejang pada anak.
1. Gangguan vaskuler.
Perdarahan berupa petekia akibat anaksia dan asfiksia yang dapat terjadi
intraserbal atau antraventrikel, sedangkan Perdarahan akibat trauma langsung
yaitu berupa perdarahan di subaraknoidal atau subdural, terjadi Trombosis,
3
adanya penyakit perdarahan seperti defisiensi vitamin K, Sindrom
hiperviskositas disebabkan oleh meningginya jumlah eritrosit dan dapat
diketahui dari peninggian kadar hematokrit. Gejala klinisnya antara lain
pletora, sianosis, letargi dan kejang.
2. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme meliputi Hipokalsemia, hipomagnesia, hipoglikemia,
defisiensi dan ketergantungan akan piridoksin, aminoasiduria, hiponatremia,
hipernatremia, hiperbilirubinemia.
3. Infeksi
Kejang demam disebabkan oleh infeksi meliputi : Meningitis sapsis,
ensefalitis, toksoplasma kongenital, penyakit-penyakit cytomegalic inclusion,
4. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital meliputi : Porensetali, hidransefali, agnesis ( sebagian
dari otak )
5. Lain-lain
Disebabkan oleh Narcotic withdrawal, neoplasma.
C. PATOFISIOLOGI
Kenaikan suhu
Resiko Cidera
4
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikkan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 380C sebab anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi
bila suhu mencapai 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada
tingkat suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang demam yang berlangsung
singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjai hipoksemia, hiperkapnia, asidosis lakta disebabkan oleh
metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
keruskan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
dalam gangguan peredaran darah yang mngakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
“matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi ( Ngastiyah,1997 ).
D. PROGNOSA
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan
tidak menyebabkan kematian.Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam
dapat berkembang menjadi :
1. Kejang demam berulang
5
2. Epilepsi
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
E. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-
lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.
Gejala yang mungkin timbul saat anak mengalami Kejang Demam antara
lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh
yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang
berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang
mengalami kejang demam).
6
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh
kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi
oleh demam, kejang ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan
timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
F. KLASIFIKASI
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua: kejang demam sederhana
( simple febrile seizure ), kejang demam komplek ( complec febrile seizure ).
1. Kejang demam sederhana.
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun, kejang demam yang
berlangsung singkat, kejang berlangsung kurang dari 15 menit, sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik, klnik, tonik dan klonik, umumnya akan berhenti sendiri,
tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
7
2. Kejang demam kompleks.
Kejang demam dengan ciri: kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau
parsial satu sisi atau kejang umum didahulai kejang parsial, berulang atau lebih
dari 1 kali dari 24 jam.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali / lebih daalm 1 hari, diantara 2 bangkitan
kejang anak sadar.
G. PENATALAKSANAAN
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
8
kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis
8-10 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis
4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak
melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran
dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkan fenitoin
dengan dosis 4-8mg/Kg BB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu: (1) profilaksis intermiten saat demam atau,
(2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis
intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari
dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien
menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan
9
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria
(termasuk poin 1 atau 2) yaitu :
1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara dan menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka
panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam
dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
H. KOMPLIKASI
1. Kerusakkan neurotransmiter.
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun ke membran sel yang menyebabkan kerusakkan pada
neuron.
2. Epilepsi.
Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
3. Kelainan anatomis di otak.
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di
otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4 bulan sampai 5 tahun.
4. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang yang disertai
demam.
5. Kemungkinan mengalami kematian
10
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal untuk menganalisis cairan serebrosppinal, terutama dipakai
untuk menyingkir kemungkinan infeksi.
2) Hitung darah lenglkap untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab dan
pada kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi hematokrit
dan jumlah trombosit.
3) Panel elektrolit serum elektrolit, Ca total dan magnesium serum sering
diperiksa pada sat pertama kali terjadi kejang.
4) Skrining toksik dari serum dan urin digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan keracunan.
5) Pemantauan kadar obat antiepileptik digunakan pada fase awal
penatalaksanaan.
b. Elektroensefalografi.
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang atau memperlihatkan
gambaran interektal EEG. Pemeriksaan Eeg segera setelah kejang dalam 24 –
48 jam atau sleep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam tekanan.
c. Neuroimaging.
1) Pemerik
2) saan fotorontgen kepala dapat memperlihatkan adanya fraktur tulang kepala,
tetapi mempunyai nilai diagnostik yang minimal. Kenaikkan jaringan otak
pada trauma kepala dapat dilihat dengan menggunakan gambaran Computed
Tomagraphy Scan ( CT Scan ) kepala.
3) Magnetic Resonange Imaging ( MRI )
Lebih superior dibanding CT Scan dalam mengevaluasi lesi epileptogenik
atau tumor kecil di daerah temporal atau daerah yang tertutup oleh struktur
tulang, misal: sereblum atau batang otak ( Erny,Darto, 2007:6 ).
11
J. PENANGANAN KEJANG DEMAM
Penting untuk tetap tenang saat menangani kejang demam pada anak. Pada
umumnya kejang terjadi di awal masa demam anak. Memberikan obat penurun
panas kepadanya, seperti paracetamol atau ibuprofen, hanya bermanfaat membuat
anak lebih nyaman dengan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, tapi tidak
mencegah timbulnya kejang demam itu sendiri.
Hindari pemberian aspirin karena dapat berisiko memicu terjadinya sindrom Reye
pada sebagian anak dan dapat berujung kematian. Obat diazepam, lorazepam, dan
clonazepam dapat diresepkan oleh dokter jika anak mengalami kejang demam
kompleks atau kejang berulang.
Jika kejang demam pada anak terjadi untuk kedua kalinya saat Anda belum berada
di rumah sakit atau ke dokter:
12
apalagi sumber infeksi belum terdeteksi, maka si Kecil mungkin perlu dirawat
inap di rumah sakit untuk observasi lebih lanjut.
K. KONSEP TERSEDAK
DEFINISI
Tersedak adalah batuk kejang tertahan/seperti tercekik, yang disebabkan
masuknya benda padat atau cairan ke pita suara atau ke dalam saluran napas.
Biasanya anak-anak tersedak karena sedang minum, dan cairan yang mereka
minum turun melalui jalan yang salah. Tersedak juga dapat terjadi setelah muntah.
L. PENANGANANNYA
Penanganan tersedak untuk anak usia >1 tahun – dewasa yang masih sadar
Memberi minum pada korban (jalan napas hanya boleh dilalui oleh udara)
Memasukkan jari ke dalam mulut sebagai usaha untuk mengeluarkan benda asing
Untuk tersedak berat:
Tanyakan kepada korban “Apakah Anda tersedak?”, sekilas langkah ini terlihat
agak rancu dan tidak mungkin dilakukan. Tetapi hal ini dilakukan untuk
membedakan antara tersedak dan penyakit lain yang menyebabkan gawat napas.
Lakukan abdominal thrust (Heimlich manuever) selama beberapa kali sampai
benda asing keluar atau sampai korban menjadi tidak sadar.
Berdiri atau berlutut di belakang korban (posisikan tubuh sesuai dengan tinggi
tubuh korban, pada pasien anak kemungkinan harus berlutut)
13
Kepalkan salah satu telapak tangan
Letakkan kepalan tangan dengan arah ibu jari menempel ke dinding perut korban,
posisikan kepalan tangan 2 jari di atas pusat (pusat selalu sejajar dengan tulang
pinggul atas)
Kencangkan kepalan tangan dengan tangan satunya sehingga kedua lengan
melingkar di perut korban.
Lakukan penekanan ke arah belakang dan atas sampai benda asing keluar
Jika korban tersedak adalah wanita hamil atau orang dewasa yang terlalu gemuk
(obesitas) kita bisa melakukan pilihan lain dengan melakukan “chest thrust” yaitu dengan
meletakkan kepalan tangan di tengah-tengah tulang dada.
14
Pengganti Hemlich manuever pada korban wanita hamil
Penanganan tersedak untuk anak usia >1 tahun – dewasa yang tidak sadar
15
Melihat benda asing keluar dari mulut korban.
Lakukan langkah-langkah berikut ini jika sudah berhasil menangani korban tersedak.
Karena ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi setelah benda asing keluar dari
mulut korban:
Penanganan tersedak untuk bayi tentunya berbeda dengan anak yang berusia
lebih dari 1 tahun. Kita tidak bisa melakukan penekanan perut (Heimlich manuever) pada
bayi karena dapat mencederai organ dalam. Penanganan tersedak untuk bayi terdiri atas
kombinasi penekanan dada (chest thrust) dan tepukan punggung (back slaps).
16
dengan tangan dan balikkan tubuh bayi sehingga dalam posisi terlentang. Buat
posisi kepala bayi lebih rendah dari kakinya
Lakukan 5 kali penekanan dada (lokasi penekanan sama dengan posisi penekanan
dada pada proses CPR yaitu di tengan-tengan tulang dada/di bawah garis imajiner
antara 2 puting susu bayi). Hanya gunakan 2 jari saja yaitu jari telunjuk dan jari
tengah untuk melakukan chest thrust.
Ulangi langkah di atas sampai benda asing keluar dari mulut bayi.
17
Teknik back slaps atau tepuk punggung
Jika benda asing belum bisa keluar dan bayi menjadi tidak sadar (bayi terkulai lemas,
tidak ada pergerakan, bibir membiru, tidak dapat menangis atau mengeluarkan suara)
penanganannya adalah sebagai berikut:
18
Asuhan Keperawatan Anak dengan Kejang Demam
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam yaitu :
19
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik
urine/fekal ).
d. Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan
dengan aktifitas kejang.
e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing.
Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat,
peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan :Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema,
infark, lesi congenital dan hemogragik.
b. MRI (Magnetic Resenance Imaging ) :Menentukan adanya perubahan /
patologis SSP
c. Rontgen Tengkorak : Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas
kejang kecuali untuk mengetahui adanya fraktur
d. Pemeriksaan Metabolik (Pemeriksaan Laboratorium ) : Glukosa darah,
Kalsium fungsi ginjal dan hepar, Pemeriksaan adanya infeksi : test widal,
lumbal fungsi.
C. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
2. Tidak efektinya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mukus
20
3. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu
tubuh
4. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang
5. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
D. Intervensi keperawatan
I. Dx 1 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan klien
terpenuhi.
Kriteria : TTV stabil, menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti
output urin, turgor kulit baik, mukosa mulut lembab
Intervensi
1. Ukur dan catat jumlah muntah yang dikeluarkan, warna, konsistensi.
R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh.
2. Berikan makanan dan cairan
R/ : memenuhi kebutuhan makan dan minum
3. Berikan support verbal dalam pemberian cairan
R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien
4. Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual.
R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien
5. Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium
R/ Untuk mengetahui status cairan klien.
II. Dx 2 : Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan
nafas efektif
Kriteria :sekresi mukus berkurang, tak kejang, gigi tak menggigit
Intervensi
21
1. Ukur Tanda-tanda vital klien.
R/ : untuk mengetahui status keadaan klien secara umum.
2. Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
3. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ : mencegah lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan nafas
4. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas
III. Dx. 3 :Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan
suhu tubuh
Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi
Intervensi
Intervensi
22
2. Observasi tanda-tanda kejang.
R/ untuk dapat menentukan intervensi dengan segera.
3. Kolaborasi pemberian obat anti kejang /konvulsi.
R/ menanggulangi kejang berulang.
V. Dx. 5 : Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
Tujuan : Peningkatan status nutrisi
Intervensi
1. Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi
gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.
2. Bantu klien makan
R/ membantu klien makan.
3. selingi makan dengan minum
R/ memudahkan makanan untuk masuk.
4. Monitor hasil lab seperti HB, Ht
R/ : Monitor status nutrisi klien
5. Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.
R/ : Mengurangi regurtasi.
E. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif
3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.
4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi
5. Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi.
23
PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK PADA An.P DENGAN KEJANG DEMAM
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : An.P
Umur : 5 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Desa Cinta Karya Kec. Plakat Tinggi Kab.Muba
Rt.12/Rw.05
Tgl Masuk RS : 30 Juli 2013
Tgl. Pengakajian : 30 Juli 2013
Diagnosa Medik : Kejang Demam
Rencana Theraph : -
24
Agama : Islam
Alamat : Desa Cinta Karya Kec. Plakat Tinggi Kab.Muba
Rt.12/Rw.05
Ibu
Nama : Ny. R
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Desa Cinta Karya Kec. Plakat Tinggi Kab.Muba
Rt.12/Rw.05
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu pasien mengatakan 6 hari sebelum masuk rumah sakit, anaknya mengalami
demam tinggi terus menerus, kejang, frekuensi > 10 x/hari, lama kejang ± 10
menit, stelah mengalami nyeri kepala yang hebat pasien tidak sadar, dan
dibawa ke RSUD Sekayu, pasien masih demam tinggi, kejang frekuensi 5-
7x/hari lama kejang 5-10 menit, pasien masih tidak sadar karena tidak ada
perbaikan dirujuk ke RSMH.
25
TTV
- Kesadaran : E2M3V2
- Tekanan Drarah : 90/60 mmHg
- Nadi : 150 x/menit
- Suhu : 38°C
- Pernafasan : 20 x/menit
2) Natal
a) Tempat melahirkan : di Rumah
b) Bersalin dengan spontan / normal
c) Penolong persalinan oleh bidan dan dukun
d) Ibu klien mengatakan tidak ada komplikasi saat melahirkan dan tidak ada
infeksi setelah melahirkan
3) Post Natal
a) Berat badan waktu lahir : 3000 gram, Panjang Badan : 48 cm
26
b) Ibu mengatakan waktu lahir tidak ada kelainan
c) Kien tidak mempunyai masalah menyusui
d) Klien pernah mengalami sakit batuk dan demam, dan diare sembuh setelah
berobat ke Puskesmas.
e) ada riwayat hospitalisasi sebelumnya dengan penyakit yang sama
f) Tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, zat kimia.
Perempuan
Laki-laki
Pasien
Laki-laki meninggal
Perempuan meninggal
G1 :
1. Kakek dari Ayah dan Ibu sudah meninggal karena faktor usia
27
2. Nenek dari Ayah sudah meninggal dan nenek dari Ibu masih hidup dan sehat
G2 :
4) Riwayat Imunisasi
1. BCG ü Nyeri
3. Polio ( I, II, III, IV ) - -
4. Hepatitits - -
5. Campak ü Nyeri
28
4) Berdiri : 11 bulan
5) Berjalan : 12 bulan
6) Tersenyum pada orang pertama kali : 4 bulan
5. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
1. Klien pertama kali disusui setelah lahir
2. Asi diberikan setiap 3 jam
3. Asi masih diberikan sampai 1 tahun
Sampai sekarang
1. 0 – 4 bulan ASI
Beras Merah hanya
2. 4 – 12 bulan ASI + Beras Merah
sekali diberikan
3. Saat ini ASI
Sampai Sekarang
6. Riwayat Psikososial
a. Klien tinggal serumah dengan Ayah, Ibu dan Saudaranya
29
b. Lingkungan Rumah berada di Desa
c. Rumah tidak dekat dengan Sekolah
d. Ada tangga yang berbahaya bagi Klien
e. Hubungan dengan Keluarga sangat Harmonis
f. Klien diasuh oleh Orang Tua
7. Riwayat Spiritual
a. Keluarga klien menganut agama Islam
b. Keluarga klien sering mengikuti sholat jum’at dan kadang mengikuti
pengajian, dan taat sholat lima waktu serta sering berdoa untuk kesembuhan
anaknya.
8. Reaksi Hospitalisasi
a. Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
1) Ibu Klien mengatakan anaknya dibawa ke Rumah Sakit karena sangat
khawatir melihat klien saat kejang
2) Ibu klien mengatakan masih sangat khawatir melihat keadaan anaknya
3) Ibu klien mengatakan sangat berharap agar anaknya cepat sembuh
4) Ekspresi wajah ibu klien nampak cemas dan tegang.
5) Ibu klien selalu mendampingi anaknya di Rumah Sakit
6) Ibu klien mengatakan cemas melihat keadaan anaknya
7) Ibu klien mengatakan anaknya tidak pernah mandi selama di rumah sakit
30
9. Aktivitas Sehari-hari
a. Nutrisi
b. Cairan
c. Eliminasi
1. BAB
31
Tempat pembuangan Toilet Pempers
Frekwensi 1 x / hari 1 x / hari
Konsistensi Lembek Lembek
2. BAK
Tempat pembuangan Toilet Urine bag (cateter)
Frekwensi 4 - 6 x / hari -
Konsistensi Jernih Kuning
d. Istirahat Tidur
1. Jam Tidur :
- Tidur siang Dari jam 12.00 – 14.00 -
- Tidur malam Dari jam 20.00 – 05.30 -
2. Pola tidur Baik -
3. Kebiasaan sebelum tidur Minum susu -
4. Kesulitan tidur Tidak ada -
e. Personal hygiene
1. Mandi
- Cara Mandiri -
- Frekwensi 2 x sehari -
- Alat mandi Sabun, gayung
2. Cuci rambut
- Frekwensi 3 x seminggu Belum pernah
- Cara Mandiri -
32
- Alat Shampoo
3. Gunting kuku Apabila mulai panjang Belum pernah
- Frekwensi - -
- Cara Mandiri -
33
3) T : 380C
4) RR : 20 x / menit
c. Antropometri
1) BB : 13 kg
2) TB : 104 cm
3) LILA : 18 cm
4) LK : 50 cm
5) LD : 48 cm
d. Sistem Pernapasan
- Tidak bebas, Pangkal lidah jatuh
- Terpasang O2 sungkup 5 L
- Hidung : lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak nampak pernapasan
cuping hidung dan secret
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Dada : simetris kiri dan kanan, bentuk dada normal, terdapat retraksi
dada
f. Sistem Pencernaan
1. Skelera tidak Ikterus, bibir tampak kering
2. Tidak Nampak ada Labioskizis
3. Mulut tidak ada stomatitis, tidak Nampak ada Palatoskizis
4. Tidak ada lecet pada anus, tidak ada nyeri tekan
5. Tidak Nampak ada Hemoroid
g. Sistem Indra
1. Mata
34
a) Isokor
b) Bulu mata nampak tebal tersebar rata tapi sedikit
c) Konjungtiva nampak pucat
2. Hidung
a) Lubang hidung simetris kiri dan kanan
b) Tidak ada secret
c) Tidak tampak adanya pembesaran polip
d) Tidak tampak adanya sekret yang menutupi liang hidung
3. Telinga
Telinga simetris kiri dan kanan
h. Sistem Syaraf
1) Fungsi Cerebral
Kesadaran menurun dengan nilai GCS 7
2) Fungsi Cranial tidak dikaji (Kesadaran menurun)
3) Fungsi Motorik tidak dikaji (Kesadaran menurun)
4) Fungsi Sensorik tidak dikaji (Kesadaran menurun)
5) Fungsi Cerebellum tidak dikaji (Kesadaran menurun)
6) Refleks : Terjadi kontraksi otot dengan gerakan refleks pada bagian bawah
jika diberikan stimulus.
7) Fungsi Meningen : Babinzki +
i. Sistem Muskuloskeletal
1) Kepala : Bentuk kepala Mesocepal
2) Leher : Tidak ada pembengkakan dan tidak tampak adanya
pembesaran kelenjar tyroid, Vena Jugularis tidak ada
peningkatan
3) Vertebra : Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang chyposis
maupun lordosis
4) Pelpis :-
35
5) Lutut : simetris kiri dan kanan, Tidak terdapat pembengkakan
6) Kaki : simetris kiri dan kanan tidak ada keluhan
7) Tangan : simetris kiri dan kanan tidak ada keluhan
j. Sistem Integumen
1) Rambut : nampak kotor , warna hitam, penyebaran pertumbuhan rata
2) Kulit : warna kulit sawo matang dan kering, nampak kotor, ibu klien
mengatakan selama anaknya dirawat belum pernah mandi
3) Kuku : nampak panjang dan kurang bersih.
k. Sistem Imun
Keluarga mengatakan klien tidak ada riwayat alergi terhadap cuaca, obat-
obatan dan zat kimia
l. Sistem ekdokrin
1) Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar
2) Suhu tubuh tidak seimbang
m. System Reproduksi
Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada tanda – tanda infeksi.
n. Sistem Perkemihan
1) Tidak ada oedem palpebra
2) Klien terpasang kateter
36
1
- D5 NS gtt 10x/ menit
4
- Ampicilin 3 x 450 mg
- O2 sungkup 5L
B. ANALISIS DATA
Do:
Bibir kering
T : 380C
Ds : -
kurangnya koordinasi otot Resiko terjadi trauma fisik
37
Ibu selalu mengatakan
“ saya takut”
keterbatasan informasi Kurangnya pengetahuan
keluarga
Do :
Ibu selalu tampak sangat
khawatir dengan keadaan
anaknya
38
No Tanggal Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. 30-07- Ketidakefektifan - respirasi normal 24 1. Letakkan klien dalam posisi yang 1. Meningkatkan aliran skret,
2013 jalan nafas – 28 kali/menit, nyaman (miring, permukaan datar, mencegah lidah jatuh dan
berhubungan dengan tidak ada retraksi miringkan kepala selama serangan tersumbatnya kejalan nafas.
adanya retraksi dada otot. kejang). Sebagai fasilitas sebagai usaha
Ds : 2. Longgarkan pakaian terutama unuk bernafas.
Ibu pasien pada leher, dada dan perut. 2. Menurunkan resiko aspirasi dan
mengatakan pasien Suction bila perlu asfiksia.
sering sesak 3. Berikan oksigen sesuai kebutuhan. 3. Menurunkan hipoksia cerebral
akibat dari sirkulasi yang
menurunkan/oksigen skunder
Do: terhadap spasme selama serangan
- Tampak adanya kejang.
retraksi dada
- Lidah pasien
jatuh
RR : 20
2. 30-07- Resiko terjadi kejang - Tidak terjadi 1. Longgarkan pakaian, berikan 1. proses konveksi akan terhalang
2013 ulang berhubungan serangan kejang pakaian tipis yang mudah menyerap oleh pakaian yang ketat dan tidak
dengan hipertermi ulang. keringat. menyerap keringat.
Ds : - 36 – 37,5 º C (anak) 2. Berikan kompres dingin 2. perpindahan panas secara konduksi
Ibu pasien - Nadi 110 – 3. Berikan ekstra cairan (susu, sari 3. saat demam kebutuhan akan cairan
mengatakan Pasien 120x/menit (bayi) buah, dll) tubuh meningkat.
sering demam. 100-110 x/menit 4. Observasi kejang dan tanda vital 4. Pemantauan yang teratur
(anak) tiap 4 jam menentukan tindakan yang akan
- Respirasi 30 – 5. Berikan anti piretika dan dilakukan.
Do: 40x/menit (bayi) 24 – pengobatan sesuai advis. 5. Menurunkan panas pada pusat
Bibir kering 28 x/menit (anak) hipotalamus dan sebagai
T : 380C - Kesadaran propilaksis
39
composmentis
3. 01-07- Resiko terjadi trauma - Tidak terjadi trauma 1. Beri pengaman pada sisi tempat 1. meminimalkan injuri saat kejang
2013 fisik berhubungan fisik selama tidur dan penggunaan tempat tidur 2. meningkatkan keamanan klien
dengan kurangnya perawatan. yang rendah 3. menurunkan resiko trauma pada
koordinasi otot - Mempertahankan 2. Tinggalah bersama klien selama mulut.
Ds : - tindakan yang fase kejang. 4. membantu menurunkan resiko
mengontrol aktivitas 3. Berikan tongue spatel diantara gigi injuri fisik pada ekstimitas ketika
kejang. atas dan bawah. kontrol otot volunter berkurang.
Do : Saat kejang - Mengidentifikasi 4. Letakkan klien di tempat yang 5. membantu menurunkan lokasi area
tindakan yang harus lembut. cerebral yang terganggu.
anak beresiko
diberikan ketika 5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan 6. mendeteksi secara dini keadaan
untuk cidera terjadi kejang. frekuensi kejang yang abnormal
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase
kejang
5 02-07- Kurangnya - Keluarga tidak sering 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga 1. Mengetahui sejauh mana
2013 pengetahuan bertanya tentang 2. Beri penjelasan kepada keluarga pengetahuan yang dimiliki keluarga
keluarga penyakit anaknya. sebab dan akibat kejang demam dan kebenaran informasi yang
berhubungan dengan - Keluarga mampu 3. Jelaskan setiap tindakan perawatan didapat.
keterbatasan diikutsertakan dalam yang akan dilakukan 2. penjelasan tentang kondisi yang
informasi proses keperawatan. 4. Berikan Health Education tentang dialami dapat membantu
Ds : - keluarga mentaati cara menolong anak kejang dan menambah wawasan keluarga
Ibu selalu setiap proses mencegah kejang demam 3. agar keluarga mengetahui tujuan
mengatakan keperawatan. 5. Berikan Health Education agar setiap tindakan perawatan
“ saya takut” selalu sedia obat penurun panas, bila 4. sebagai upaya alih informasi dan
anak panas mendidik keluarga agar mandiri
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak dalam mengatasi masalah
Do : tidak terkena penyakit infeksi kesehatan
Ibu selalu tampak dengan menghindari orang atau 5. mencegah peningkatan suhu lebih
sangat khawatir teman yang menderita penyakit tinggi dan serangan kejang ulang.
dengan keadaan menular sehingga tidak 6. sebagai upaya preventif serangan
anaknya mencetuskan kenaikan suhu. ulang
40
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi
30-07-2013 Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan 1. Meletakkan klien dalam posisi yang nyaman (miring,
adanya retraksi dada permukaan datar, miringkan kepala selama serangan
kejang).
Ds : 2. Melonggarkan pakaian terutama pada leher, dada dan
Ibu pasien mengatakan pasien sering sesak perut.
Suction bila perlu
3. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
Do:
- Tampak adanya retraksi dada
- Lidah pasien jatuh
RR : 20
30-07-2013 Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi 1. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang
mudah menyerap keringat.
Ds : 2. Memberikan kompres dingin
Ibu pasien mengatakan Pasien sering demam. 3. Memberikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
4. Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
5. Memberikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Do:
Bibir kering
T : 380C
01-07-2013 Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya 1. Memberi pengaman pada sisi tempat tidur dan
koordinasi otot penggunaan tempat tidur yang rendah
2. Keluarga tinggal (menjaga) bersama klien selama fase
Ds : - kejang.
3. Memberikan tongue spatel diantara gigi atas dan
bawah.
41
Do : Saat kejang anak beresiko untuk cidera 4. Meletakkan klien di tempat yang lembut.
5. Mencatat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi
kejang
6. Mencatat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
02-07-2013 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
keterbatasan informasi 2. Memberi penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat
kejang demam
Ds : 3. Menjelaskan setiap tindakan perawatan yang akan
Ibu selalu mengatakan dilakukan
“ saya takut” 4. Memberikan Health Education tentang cara menolong
anak kejang dan mencegah kejang demam
5. Memberikan Health Education agar selalu sedia obat
Do :
penurun panas, bila anak panas
Ibu selalu tampak sangat khawatir dengan keadaan 6. Menjaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi
anaknya dengan menghindari orang atau teman yang menderita
penyakit menular sehingga tidak mencetuskan
kenaikan suhu.
42
CATATAN PERKEMBANGAN
No.
Diagnosis Tanda
Tanggal SOAP
Keperawata Tangan
n
01-08-2013 1 S: -
O : Kesadaran 5
KU buruk
RR : 20 x/menit
P : Intervensi dilanjutkan
01-08-2013 2 S:-
O : Kesadaran 5
KU buruk
T : 38,40C
N : 150 x/menit
RR : 20x/menit
P : Intervensi dilanjutkan
02-08-2013 3 S:-
O : Kesadaran 5
KU buruk
Frekuensi kejang 5 x/hari
Kejang pada ekstremitas atas dan bawah
P : Intervensi dilanjutkan
43
01-08-2013 4 S : Ibu pasien mengatakan demam anaknya
berkurang
O : KU buruk, GCS 5
T : 38,00C
N : 156 x/menit
RR :19 x/menit
P : intervensi dilanjutkan
02-08-2013 5
S : Ibu memahami perawatan pada pasien
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
44
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Faktor resiko kejang pertama yang penting adalah demam, selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus dan kadar natrium rendah.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat mengemukakan
beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
penanganan kasus Kejang demam.
45
1. Untuk meningkatkan kualitas perawatan dan sekaligus mewujudkan kualitas
profesionalisme keperawatan perlu terus menerus menerapkan asuhan
keperawatan sebagai metode pemecahan masalah.
2. Perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup khususnya tentang Kejang
demam, sehingga dapat mendidik klien dan keluarga untuk mengenal penyakit
Kejang demam yang diderita serta perawatannya dan tindakan penanganannya.
3. Keluarga diharapkan dapat bekerjasama dalam penyembuhan penderita dengan
memberikan dukungan yang dibutuhkan dalam penanganan klien dengan
Kejang demam.
4. Institusi pendidikan hendaknya dapat meningkatkan mutu dan kualitas
didikannya dengan memperbanyak buku-buku literatur keperawatan sehingga
menjadi dasar bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuannya.
5. Pihak Rumah Sakit hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayanan dan
fasilitas kesehatan yang lebih memadai guna memudahkan dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
46