“SKENARIO 6”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
kita semua dapat beraktivitas dan mengejar mimpi kita hingga saat ini. Tak lupa pula kita
kirimkan shalawat dan salam kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah menerangi kehidupan yang dahulu kelam akan jahiliah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen tutor kami dr. Eny Arlini Wello
yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan laporan tutorial ini hingga akhir.
Demikian laporan ini kami susun dengan segala kekurangan, kami mengharapkan
kritik, saran, dan tanggapan hingga nantinya dapat menjadi pembelajaran bagi kami. Semoga
Allah SWT meridhoi, sekian, dan terima kasih.
Kelompok 12A
SKENARIO 6
Seorang laki – laki berusia 35 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan utama demam
sejak 10 hari yang lalu. Keluhan disertai mual, muntah, nyeri betis dan kencing seperti teh.
Didapatkan riwayat rumah pasien mengalami banjir satu minggu sebelumnya. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi 100 kali
permenit, dan suhu aksila 380C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterus (+), dan Injeksi
konjungtiva (+). Nyeri tekan pada kedua gastrocnemius
KATA SULIT
-
KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki, 35 tahun
2. KU demam sejak 10 hari lalu
3. KP mual, muntah, nyeri betis dan kencing seperti teh.
4. Riwayat rumah pernah banjir satu Minggu sebelumnya
5. TTV : TD 100/60 mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu axilla 38°C.
6. Pemeriksaan fisik didapatkan ikterus(+), injeksi konjungtiva (+) dan nyeri tekan
kedua gastrocnemius
PERTANYAAN
1. Jelaskan defenisi, etiologi dan klasifikasi demam!
2. Apa saja penyakit tropis yang menimbulkan demam?
3. Bagaimana patomekanisme terjadinya :
a. Demam
b. Mual muntah
c. Nyeri betis
d. Ikterus
e. Injeksi konjungtiva
4. Apa hubungan terjadinya banjir terhadap keluhan yang dikeluhkan pasien?
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis sesuai skenario?
6. Apa diagnosis banding yang sesuai?
7. Bagaimana tatalaksana awal sesuai skenario?
8. Bagaimana pencegahan sesuai skenario?
9. Bagaimana perspektif Islam sesuai skenario?
JAWABAN
1. Pengertian, eiologi dan klasifikasi demam
● Pengertian Demam
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Suhu tubuh adalah cerminan dari
keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas, keseimbangan ini diatur oleh pengatur
suhu (termostat) yang terdapat di otak (hipotalamus). Demam diartikan suhu tubuh di atas
37,2° C.1
Demam didefinisikan sebagai suatu bentuk system pertahanan non spesifik yang
menyebabkan perubahan mekanisme pengaturan suhu tubuh mengakibatkan kenaikan suhu
tubuh diatas variasi sirkadian yang normal sebagai akibat perubahan pusat termoregulasi
yang terletak dalam hiptalamus anterior.1
Pola Demam
a. Demam septik, yaitu suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Demam sering disertai
keluhan menggigil dan berkeringat, bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.1
b. Demam remiten, yaitu suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat mencapai 2°C dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik. 1
c. Demam intermiten, yaitu suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Demam seperti ini terjadi dua hari sekali yang disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.1
d. Demam kontinyu, yaitu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda ˃ 1°C.1
e. Demam siklik, yaitu terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula.1
● ETIOLOGI DEMAM
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi juga dapat
disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga
pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya
untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian
pengambilan riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan
penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan
holistic.2
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan
dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain.
Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.1
Demam sering disebabkan karena; infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, sinusitis,
bronchiolitis,pneumonia, pharyngitis, abses gigi, gingi vostomatitis, gastroenteritis, infeksi
saluran kemih, pyelonephritis, meningitis, bakterimia, reaksi imun, neoplasma,
osteomyelitis.2
● KLASIFIKASI DEMAM
Tabel 1. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik.2
Lama demam pada
Klasifikasi Penyebab tersering
umumnya
Demam
dengan localizing Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
signs
Demam
Infeksi virus, infeksi saluran
tanpa localizing <1minggu
kemih
signs
Fever of unknown Infeksi, juvenile idiopathic
>1 minggu
origin arthritis
g. Influenza
Influenza atau biasa disebut flu adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
influenza. Virus influenza sangat mudah menular dan ditularkan oleh sipenderita
melalui udara. virus ini menyerang saluran pernafasan sehingga sipenderita
mengalami kesulitan bernafas. Gejala yang timbul akibat influenza adalah pilek,
demam, pusing, batuk kering hingga batuk berdahak, kerongkongan gatal, hidung
tersumbat, meler, bersin-bersin hingga hidung memerah, badan terasa pegal-pegal.3
h. Ebola
Ebola adalah penyakit yang disebabkan oleh virus ebola. Peyakit ini sangat
mengerikan karena tubuh sipenderita akan mengalami pendarahan di seluruh tubuh
pasien. Gejala yang lain adalah; demam, muntah, diare dan badan terasa sakit.3
i. Hepatitis
Istilah "Hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada sel-sel hati,
yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat
tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebih dan penyakit autoimmune. Ada 5
jenis Hepatitis Virus yaitu Hepatitis A, B (golongan virus DNA), C (virus RNA), D
(memerlukan virus hepatitis B untuk berkembang biak), dan E (dulu dikenal dengan
hepatitis non A-non B.5
j. Rubella
Rubella juga dikenal sebagai "Campak Jerman" dan disebabkan oleh virus
rubella. Penderitanya biasa menunjukkan ruam menyebar, demam, sakit kepala,
malaise, pembesaran kelenjar getah bening, gejala pernapasan atas dan konjungtivitis.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak dengan cairan sekresi hidung atau
tenggorokan dari orang yang terinfeksi serta melalui tetesan air atau kontak langsung
dengan pasien.3
k. Mumps
Mumps merupakan penyakit menular yang sering terjadi pada anak-anak dan
remaja di antara umur 5-15 tahun. Mumps disebabkan oleh virus mumps yang
menyerang kelenjar-kelanjar air liur di mulut, utamanya.menyerang kelenjar-kelenjar
parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi wajah bawah dan di depan telinga. masa
inkubasinya sekitar dua minggu.3
l. Yellow Fever
Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh virus yang disebut flavivirus.
Pada kasus-kasus yang parah, infeksi virus menyebabkan demam yang tinggi,
perdarahan kedalam kulit, dan necrosis (kematian) dari sel-sel dalam ginjal dan hati. 5
3. Patomekanisme terjadinya :
a. Demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen.Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam,pirogen terbagi dua yaitu
pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari
pirogen eksogen adalah produk mikroganisme seperti toksin atau mikroganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negative. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen
yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen
endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α dan IFN.Sumber dari pirogen endogen ini pada
umumnya adalah monosit, neutrophil, dan limfosit walaupun sel lain dapat
mengeluarkan pirogen endogen apabila terstimulasi.6
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel – sel darah putih
(monosit,limfosit dan neutrofil ) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin. Mediator
inflamsi atau reaksi imun. Sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang
dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α dan IFN ).Pirogen endogen dan
eksogen akan merangsang endothelium hypothalamus untuk membentuk
prostaglandin.Prostaglandin yang sudah dibentuk tadi kemudian akan meningkatkan
patokan thermostat dipusat termoregulasi hypothalamus,dimana hypothalamus akan
mengganggap suhu sekarang lebih rendah rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga akan memicu munculnya mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas
antara lain mengigil,vasokontriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai
selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan
pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke
patokan yang baru tersebut.7
b. Mual muntah
Antibodi yang terbentuk saat infeksi dengue adalah IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit. Pada saat ini dikenal 2 jenis
tipe antibodi yaitu antibodi neutralizing yang tidak dapat memacu replikasi virus dan
antibodi non-neutralizing virus dengue yang meningkatkan replikasi virus. Antibodi
non-neutralizing kurang menetralisir aktivitas yang diinduksi pada infeksi primer dan
infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue yang berbeda dan membentuk kompleks
antibodi virus yang berikatan dengan reseptor pada sel target yaitu sel fagosit seperti
makrofag, monosit dan sel kupfer dan mengakibatkan peningkatan infeksi virus
dengue. Peningkatan infeksi virus dengue oleh antibodi non-neutralizing disebabkan
antibodi non-neutralizing terbentuk pada infeksi primer dan membentuk kompleks
imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Antibodi
nonneutralizing yang bebas dalam sirkulasi maupun melekat pada sel, bertindak
sebagai reseptor spesifik untuk melekatkan virus dengue pada permukaan sel fagosit.
Mekanisme ini merupakan mekanisme aferen. Selanjutnya sel monosit yang
mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang.
Mekanisme ini disebut mekanisme eferen.8
Setelah sel monosit yang mengandung kompleks imun menyebar ke usus akan
timbul respon proteksi tubuh berupa muntah. Muntah merupakan cara dari traktus
gastroinstestinal membersihkan dirinya sendiri karena suatu rangsangan berupa iritasi
organ gastrointestinal secara luas dan berlebihan. Hal ini merangsang zona
kemoreseptor pencetus. Setelah zona kemoreseptor pencetus dirangsang, rangsangan
akan berlanjut ke pusat muntah di sistem saraf pusat. Rangsangan di pusat muntah
kemudian dilanjutkan ke diafragma (suatu sekat antara dada dan perut) dan otot-otot
lambung, yang mengakibatkan penurunan diafragma dan kontriksi (pengerutan) otot-
otot lambung. Hal tersebut selanjutnya mengakibatkan peningkatan tekanan di dalam
perut khususnya lambung dan mengakibatkan keluarnya isi lambung sampai ke
mulut.9
c. Nyeri betis
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K +
ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien,
prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia
atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga
bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi
oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi
K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin,
bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan
meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka
mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida
(CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi
dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin),
diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain.
Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri.28
d. Ikterus
Patofisiologi penyakit kuning paling baik dijelaskan dengan membagi
metabolisme bilirubin menjadi tiga fase: prahepatik, hati, dan pascahepatik. 29
PREHEPATIK
1. Produksi - Bilirubin adalah produk akhir heme, yang dilepaskan oleh sel
darah merah tua atau rusak. Dalam sel retikuloendotelial limpa, hati dan
sumsum tulang, heme yang dilepaskan dari sel darah merah mengalami
serangkaian reaksi untuk membentuk produk akhir bilirubin:
Heme -> Biliverdin -> Bilirubin (tidak larut karena ikatan hidrogen yang
29
erat).
HEPATIK
PASCA HEPATIK
e. Injeksi konjungtiva
Sistem mikrovaskuler konjungtiva dan retina keduanya berasal dari arteri
karotis interna dan terdiri dari jaringan anatomi yang luas berupa kapiler bercabang,
arteriol, dan venula, dengan banyak anastomosis yang dijelaskan pada bagian
sebelumnya. Sejumlah penelitian telah menempatkan diameter pembuluh darah antara
5 dan 70 μm dengan kecepatan aliran di venula dan arteriol berkisar antara 0,52
hingga 3,26 mm/s. Selain itu, sirkulasi konjungtiva memiliki kemiripan anatomi
dengan area otak yang disuplai oleh cabang-cabang arteri karotis interna, terutama
karena perbandingan kaliber pembuluh darah dan jarak yang sama dari pembuluh
makanan di pohon percabangan. Oleh karena itu, kedua sirkulasi ini memiliki
dinamika fluida hidrolik yang sesuai. Lapisan mikrovaskuler konjungtiva bulbar
terbungkus dalam membran semi-transparan di atas sklera putih, sehingga
memungkinkan pengukuran hiperemia konjungtiva secara real-time, in-vivo, dan non-
invasif, sehingga membantu dalam diagnosis disfungsi mikrovaskuler dan vaskulopati
yang terkait dengan korteks serebral dan ginjal.30
● Onset dan durasi demam : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa lama
demam
● Sifat demam : subfebris, tinggi, terus menerus, intermitten, lebih tinggi pada sore
dan malam hari, bersifat serangan dengan interval tertentu. Menanyakan tentang
gejala lain yang menyertai:
mulut.
● Menggigil
● Kejang
● Menanyakan adanya riwayat peyakit yang sama dalam keluarga atau lingkungan
demam.
Pemeriksaan Fisis
▪ Keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat.
▪ Kesadaran: GCS
utama demam.
▪ Rhisus sardonikus.
▪ Mulut dan rongga mulut : koplik spot, membrane putih kelabu pada tonsil,
▪ Gag refleks: buka mulut pasien dengan menggunakan spatel, bila terjadi
abdomen.
otot. 12
Pemeriksaan Penunjang
trombosit.
elektrolit.
plasmodium.11
EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis biasanya terjadi di daerah beriklim sedang, pada akhir musim
panas atau awal musim gugur di negara-negara Barat, dan selama musim hujan di
daerah tropis. Insiden di daerah tropis hampir 10 kali lipat dibandingkan di daerah
beriklim sedang. Leptospirosis sangat umum terjadi di daerah tropis, dengan 73%
kasus terjadi di zona ini, khususnya di Asia Tenggara, Afrika Sub-Sahara Timur,
Karibia, dan Oseania.13
PATOGENESIS
Leptospira dapat masuk melalui luka di kulit atau menembus jaringan mukosa
seperti konjungtiva, nasofaring, dan vagina kemudian masuk ke dalam darah,
berkembang biak, dan menyebar ke jaringan tubuh. Leptospira juga dapat menembus
jaringan seperti ruang depan mata dan ruang subarakhnoid tanpa menimbulkan reaksi
peradangan yang berarti.2,5 Tubuh manusia akan memberikan respon imunologik,
baik secara selular maupun humoral. Leptospira berkembang biak terutama di ginjal
(tubulus konvoluta), serta akan bertahan dan diekskresi melalui urin. Leptospira dapat
berada di urin sekitar 8 hari setelah infeksi hingga bertahuntahun. Setelah fase
leptospiremia (4-7 hari), leptospira hanya dijumpai pada jaringan ginjal dan mata.
Pada fase ini, leptospira melepaskan toksin yang menyebabkan gangguan pada
beberapa organ. Beberapa penemuan menegaskan bahwa leptospira yang lisis dapat
mengeluarkan enzim, toksin, atau metabolit lain yang dapat menimbulkan gejala-
gejala klinis. Hemolisis dapat terjadi karena hemolisin yang bersirkulasi diserap oleh
eritrosit sehingga eritrosit tersebut lisis. Setiap organ penting dapat terkena dan
antigen leptospira dapat dideteksi pada jaringan yang terkena. Gejala fase awal
ditimbulkan karena kerusakan jaringan akibat leptospira, sedangkan gejala fase kedua
timbul akibat respons imun pejamu. Beberapa organ yang mengalami gangguan
akibat toksin leptospira ialah ginjal, mata, hati, otot rangka, pembuluh darah dan
jantung. Bila leptospira masuk ke dalam cairan serebrospinal (CSS) kemudian ke
selaput otak, dapat menyebabkan meningitis yang merupakan komplikasi neurologik
tersering dari leptospirosis.14
FAKTOR RISIKO
Orang yang berisiko ialah orang yang sering menyentuh binatang atau air,
lumpur, tanah, dan tanaman yang telah Rampengan dicemari air kencing binatang
yang terkontaminasi leptospirosis. Beberapa pekerjaan yang berisiko seperti petani
sawah, pekerja pejagalan, peternak, pekerja tambang, industri perikanan, serta petani
tebu dan pisang. Dokter hewan maupun staf laboratorium yang kontak dengan kultur
leptospirosis.13
GEJALA KLINIS
- Demam
- Menggigil
- Sakit kepala yang tiba-tiba. (sakit kepala berdenyut bitemporal dan frontal
disertai nyeri retro-orbital)
- Nyeri otot sering terjadi dan biasanya menyerang betis dan punggung bawah.
- Diare
- Mual, muntah, diare, dan sakit perut.
- Ruam non-pruritus
- Penyakit kuning
- Mata merah 13
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan mikroskopik, juga dengan pembiakan leptospira
Sampel klinis yang harus dikumpulkan untuk pemeriksaan tergantung
pada fase infeksi. Spesimen berasal dari darah dan cairan serebrospinal
(minggu pertama masa sakit) dan urin (sesudah minggu pertama sampai hari
ke 40). Spesimen tersebut ditanam pada media Fletcher’s atau media EMJH
dikombinasi kan dengan neomisin atau 5-fluorouracil. Pada media ini,
pertumbuhan akan terlihat dalam beberapa hari sampai 4 minggu. Adanya
leptospira pada media ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
lapangan gelap mikroskop atau fluoresen antibody stain).14
- Pemeriksaan uji imunoserologik
Pemeriksaan ini juga penting untuk diagnosis leptospirosis. Pada
umumnya antibodi baru ditemukan setelah hari ke-7 atau ke-10. Titernya akan
meningkat dan akan mencapai puncaknya pada minggu ke-3 atau ke-4 masa
sakit. Uji imunoserologi yang biasa digunakan ialah: Microscopic
Agglutination Test, Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA),
polymerase chain reaction (PCR).14
TATALAKSANA
a. Pasien rawat jalan dewasa
- doksisiklin 100 mg oral dua kali sehari selama 7 hari.
- azitromisin 500 mg oral sekali sehari.
b. pasien dengan leptospirosis yang cukup parah sehingga memerlukan rawat
inap
- Penisilin intravena 1,5 juta unit IV setiap 6 jam
- Ampisilin 0,5-1 g IV setiap 6 jam
- Seftriakson 1 g IV setiap 24 jam
- Sefotaksim 1 g IV setiap 6 jam
- Pantau asupan cairan. Pada orang dewasa, asupannya harus sekitar 2,0-2,5 L
per 24 jam.14
PENCEGAHAN
- Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih setiap sebelum makan dan
setelah kontak dengan hewan.
- Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai seperti sepatu bot karet, sarung
tangan, dan kacamata pelindung.
- Menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan lingkungan rumah bebas dari
tikus.
- Melakukan vaksinasi pada hewan peliharaan dan ternak.15
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Prognosis leptospirosis pada umumnya baik, namun kasus yang kompleks ini
dapat mengancam jiwa jika tidak segera diobati. Jika tidak ada ikterus, penyakit
jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus,angka kematian 5 % pada umur di bawah 30
tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30-40 %.13
2. MALARIA
DEFINISI
Malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan
oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya
bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan
pembesaran limpa..16
ETIOLOGI
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit
malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Ada empat jenis
spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia,
yaitu:
tropika), merupakan jenis penyakit malaria yang terberat dan satu-satunya parasit
malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular, karena dapat menyebabkan
berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat,
syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas..16
dalam 2–3 bulan. Relaps 50% dalam beberapa minggu – 5 tahun setelah penyakit
awal..16
lama..16
● Plasmodium ovale: banyak di Afrika dan Pasifik Barat, lebih ringan, seringkali
EPIDEMIOLOGI
Satu milyar orang diperkirakan berisiko tertular penyakit ini dan 2,5 juta
penderita malaria diperkirakan meninggal dunia setiap tahun. Penyakit malaria lebih
banyak terjadi pada anak-anak berusia dibawah 5 tahun. World Health Organization
atau WHO (2015) menunjukkan bahwa jumlah kasus malaria secara global telah turun
dari perkiraan 262 juta kasus pada tahun 2000 menjadi 214 juta kasus pada tahun
2015. Penyakit malaria di Indonesia cenderung menurun terdapat 465.764 kasus
positif malaria di tahun 2010 dan pada tahun 2015 telah menurun menjadi 209.413
kasus. Jumlah kasus malaria terbanyak ada di Afrika yaitu sebesar 88%.17
PATOGENESIS
Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina. Betina yang siap untuk diisap oleh
nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (stadium
sporogoni). Di dalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan
(mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah
menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi
ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke
kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia..17
Pada saat menggigit manusia, maka parasit malaria masuk ke tubuh korban
bersamaan dengan air liur nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam
siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati
(stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar merozoit/kriptozoit yang
masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer).
Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah
dan keluar merozoit. Sebagian besar Merozoit masuk kembali ke eritrosit dan
sebagian kecil membentuk gametosit jantan..17
Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon
jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke
sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit
inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung
hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun, hipnosoit
dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke
eritrosit..17
Pada P. Falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan
menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang
mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi.17
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara
berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6–10 jam, biasanya dialami
oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru
pertama kali menderita malaria. Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala
lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot. Gejala
tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun)..18
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan
tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk
menentukan:
● Kepadatan parasit.
● Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme
kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi.18
PENATALAKSANAAN
● Malaria falsiparum
Amodiakuin basa 10 mg/kgbb , Artesunat 4 mg/kgbb, Primakuin untuk malaria
falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB.18
● Malaria vivax dan malaria ovale
Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg
basa/kgbb. Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14
hari dan diberikan bersama klorokuin.
● Malaria malariae
Cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25
mg basa/kgbb. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur
penderita.18
KOMPLIKASI18
● Malaria serebral
● Anemia berat
● Edema paru
● Pendarahan spontan
● Hiperpireksia
● Sepsis
3. DEMAM TIFOID
DEFINISI
Demam tifoid adalah infeksi akut saluran cerna yang disebabkan oleh
Salmonella typhi . Demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat
menurunkan tingkat kesadaran. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang
disebabkan oleh Salmonella Paratyphi A,B, dan C. Gejala dan tanda penyakit tersebut
hampir sama, nanum manifestasi paratifoid lebih ringan.19
ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
Insiden demam tifoid di seluruh dunia pada tahun 2000 mencapai 21,7 juta kasus
dengan mortaliras 1%, utamanya terjadi di asia.insiden di seluruh dunia pada tahun
2010 dipekirakan mencapai 26,9 juta kasus dengan mortalitas 1%.demam tifoid di
asia tenggara paling banyak terjadi pada anak<5 tahun.19
1) Usia Pada usia 3-19 tahun peluang terkena demam tifoid lebih besar, orang
pada usia tersebut cederung memiliki aktivitas fisik yang banyak, kurang
memperhatikan higene dan santitasi makanan. Pada usia-usia tersebut, orang akan
cenderung memilih makan di luar rumah atau jajan di sembarang tempat yang tidak
memperhatikan higene dan sanitasi makanan. Insiden terbesar demam tifoid terjadi
pada anak sekolah, berkaitan dengan faktor higenitas. Kuman Salmonella typhi
banyak berkembang biak pada makanan yang kurang terjaga higenitasnya.20
2) Status Gizi. Status gizi yang kurang akan menurunkan daya tahan tubuh,
sehingga anak mudah terserang penyakit, bahkan status gizi yang buruk akan
menyebabkan tingginya angka mortalitas terhadap demam tifoid).20
3) Riwayat Demam tifoid Riwayat. Demam tifoid dapat terjadi dan berlangsung
dalam waktu yang pendek pada mereka yang mendapat infeksi ringan dengan
demikian kekebalan mereka juga lemah. Riwayat demam tifoid akan terjadi bila
pengobatan sebelumnya tidak adekuat, sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak
diobati akan mengakibatkan timbulnya riwayat demam tifoid. Riwayat demam tifoid
dipengaruhi oleh imunitas, kebersihan, konsumsi makanan, dan lingkungan.20
PATOGENESIS
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala
dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini
terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh
tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati,
limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag.
Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam system peredaran
darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya
periode inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam,
sakit kepala dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu
bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati,
limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patches di mukosa ileum
terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang
mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat
menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam
organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi
kembali.19,20
MANIFESTASI KLINIS
Gejala demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang tidak memerlukan
perawatan hingga gejala berat yang memerlukan perawatan. Masa inkubasi demam
tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Pada awal periode penyakit ini, penderita
demam tifoid mengalami demam. Sifat demam adalah meningkat perlahanlahan
terutama pada sore hingga malam hari. Pada saat demam tinggi, dapat disertai dengan
gangguan system saraf pusat, seperti kesadaran menurun, penurunan kesadaran mulai
dari apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia,
nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala gastrointestinal pada
kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obtipasi, atau
optipasi kemudian disusul dengan diare, lidah tampak kotor dengan warna putih
ditengah, hepatomegaly dan splenomegaly.Tanda vital didapatkan bradikardia
relative.19
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukopenia (dapat terjadi leukosistosis pada anak atau bila terjadi perforasi
dan infeksi sekunder). Neutropenia, trombositopenia (penanda infeksi berat disertai
koagulasi intravascular diseminata).19
2) Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya kuman Salmonella typhi. Pada uji
widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang
disebut aglutinin. Antigen yang digunakan dalam uji widal ini adalah kuman S.typhi
yang sudah dinonaktifkan. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : a) Aglutinin O (dari
tubuh kuman) b) Aglutinin H (flagella kuman) c) aglutinin Vi (simpai kuman). Dari
ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
mendiagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titer, semakin tinggi kemungkinan
infeksi kuman ini. Pembentukan aglutinin terjadi pada akhir minggu I demam,
kemudian meningkat dan mencapai puncaknya pada minggu ke IV. Pada fase akut,
awalnya timbul aglutinin O, kemudian diikuti mucul aglutinin H. Pada orang sembuh
masih dijumpai aglutinin O setelah 4-6 bulan. Sedangkan aglutinin H menetap lebih
lama 9-12 bulan.19
3) Uji Typhidot
Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membrane luar Salmonella typhi . Hasil positif didapatkan 2-3 hari
setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG yang
terdapat dalam antigen Salmonella typhi. Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder
IgG teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit dideteksi. IgG dapat bertahan 2
tahun setelah pendeteksian, sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan kasus
infeksi akut dan kasus reinfeksi. 19
4) IgM Dipstick
Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap S.typhi
pada specimen serum. Pemeriksaan ini menggunakan strip yang mengandung antigen
liposakarida S.typhi dan anti IgM (sebagai control). Pemeriksaan ini mudah dan cepat
dapat dilakukan dalam 1 hari, tanpa memerlukan alat khusus, namun akurasi yang di
dapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala. 19
5) kultur
KOMPLIKASI
1) Pendarahan Interestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk luka lonjong dan
memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai
pembuluh darah maka akan terjadi pendarahan. Selanjutnya jika luka menembus
dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena luka, pendarahan juga dapat
terjadi karena koagulasi darah.20
2) Perforasi usus
Perforasi usus biasanya terjadi pada minggu ketiga, namun juga dapat timbul
pada minggu pertama. Gejala yang terjadi adalah nyeri perut hebat di kuadran kanan
bawah kemudian menyebar ke seluruh perut. Tanda-tanda lainnya adalah nadi cepat,
tekanan darah turun dan bahkan dapat terjadi syok leukositosis dengan pergeseran ke
kiri dengan menyokong adanya perforasi.20
PENATALAKSANAAN
Tirah baring dan perawatan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring adalah
perawatan ditempat, termasuk makan, minum, mandi, buang air besar, dan buang air
kecil akan membantu proses penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan
perlengkapan yang dipakai.21
3) Pemberian Antimikroba
Farmakologi
Terapi antibiotik:
1. Kloramfenikoll : 50-100mg/kgBB/hari, dewasa 2-3 g / hari dibagi 4 dosis
2. Ampisilin : iv 4 x 2 g
3. Amoksisilin: 75-100mg/kgbb/hari, dewasa po 3x1 g
4. Ceftriaxone IM/IV 1-2 g per hari IV; selama 7-10 hari
5. Ciprofloxacin, Levofloxacin atau FQ+ Oral/IV FQ lainnya diberikan dalam
dosis penuh sesuai anjuran; untuk 7-10 hari
6. Azitromisin Oral 500 mg dua kali sehari selama 5 hari
7. Cefixime-Ofloxacin Oral 200-200 mg; selama 7-14 hari.21
PROGNOSIS
4. TETANUS
DEFINISI
ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab
kematian pada anak (Pusponegoro dkk., 2004). Meskipun insidensi tetanus saat ini
sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%.
Selain itu, meskipun angka kejadiannya telah menurun setiap tahunnya, namun
penyakit ini masih belum dapat dimusnahkan meskipun pencegahan dengan imunisasi
sudah diterapkan secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih
lanjut mengenai penatalaksanaan serta pencegahan tetanus guna menurunkan angka
kematian penderita tetanus, khususnya pada anak.22
FAKTOR RISIKO
1. Kekebalan terhadap tetanus tidak ada yang diperoleh secara alami. Kekebalan tersebut
hanya dapat diperoleh dengan imunisasi aktif ataupun pasif. Pemulihan dari penyakit
tetanus tidak memberikan kekebalan untuk infeksi berikutnya. Hal ini disebabkan
oleh karena tetanospasmin dalam jumlah yang kecil sudah dapat menimbulkan
penyakit tetapi tidak cukup untuk merangsang antibodi. Dengan demikian, seseorang
yang tidak pernah mendapatkan imunisasi tersebut berisiko menderita tetanus apabila
terinfeksi C.tetani.24
2. Imunisasi tetanus toksoid terakhir yang sudah lebih dari 10 tahun
3. Bayi dapat terlindungi oleh antibodi tetanus dari ibu melalui plasenta. Sehingga bayi
yang dilahirkan dari ibu yang memiliki riwayat imunisasi tetanus tidak adekuat
memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit ini.
4. Penderita HIV/AIDS ataupun seseorang dengan kondisi immunocompromised
meskipun telah memperoleh imunisasi, dapat mengalami respon imun yang lebih
rendah.
5. Usia >65 tahun memiliki risiko kematian akibat tetanus 5% lebih tinggi dari golongan
umur lainnya.24
PATOGENESIS
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk.2 Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–
kadang luka tersebut hampir tak terlihat.25
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis tetanus biasanya diawali dengan kekakuan atau kontraksi otot
yang terjadi 1-2 minggu setelah terinfeksi. Kekakuan otot bertambah secara progresif
dalam beberapa hari sehingga muncul spasme otot dan mencapai maksimal pada
minggu kedua. Disotonomia (gangguan otonom) mulai terlihat pada akhir minggu
pertama.24
1. Semua penyakit dengan gejala hipertonia akut dan/atau kontraksi otot yang
nyeri (bisanya rahang dan leher) dan spasme otot umum tanpa penyebab lain
seperti reaksi obat, penyakit saraf lain atau histeria.
2. Tidak ada riwayat kontak dengan stricnin/ strychnine (zat alkaloid bersifat
racun, seperti dalam pestisida)
3. Perjalanan penyakit tersebut konsisten dengan tetanus
4. Pada fase lanjut dimonitor adanya ganguan saraf otonom yaitu sindrom
hiperreaktivitas otonom
Tekanan darah yang tidak stabil (naik dan turun) Keringat berlebihan Ileus paralitik
Tanda minor lainnya
Aritmia
Adanya 2 tanda mayor atau satu tanda mayor dan 2 tanda minor menunjukkan adanya
sindroma hiperreaktivitas otonom.24
Kriteria beratnya tetanus dapat ditentukan dengan klasifikasi Ablett’s sebagai berikut:
- Grade I (ringan): trismus ringan sampai sedang, spastisitas umum, tidak ada
gangguan pernapasan, tidak ada spasme, tidak ada disfagia
- Grade II (moderat): trismus sedang, rigiditas terlihat jelas, spasme ringan sampai
sedang namun singkat,disfagia ringan, gangguan respirasi ringan dengan tachypnea
(RR>30 kali/menit)
- Grade III (berat) : trismus berat, spastisitas menyeluruh, refleks spasme dan seringkali
spasme spontan yang memanjang, gangguan napas dengan sesak dan terengah-engah
(apnoetic spells), disfagia berat, peningkatan aktivitas saraf otonom sedang, RR>40
kali/menit)
- Grade IV (sangat berat): seperti grade III ditambah gangguan otonom hebat yang
menyebabkan badai otonom.24
DIAGNOSIS
Tetanus didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Hingga saat ini belum ada
pemeriksaan penunjang yang spesifik untuk tetanus. Kuman C. tetani tidak tumbuh
pada saat dikultur dari sampel yang berasal dari luka terkontaminasi. Tes spatula
dengan menyentuhkan ujung spatula pada dinding faring akan direspon dengan
gigitan kuat pada spatula tersebut, tes ini spesifik dan sensitif untuk diagnosis
tetanus.24
● Tetanus lokal
Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit
pada otot
sekitar proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus
umum
● Tetanus sefalik
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari,
disebabkan oleh luka daerah kepala atau otitis media kronis. Gejala berupa
trismus, disfagia, risus sardonicus dan disfungsi nervus kranial
● Tetanus umum/generalisata
Gejala klinis berupa trismus, iritabel,kekakuan leher, susah menelan,
kekakuandadan dan perut (opistotonus), rasa sakit dan cemas serta kejang
umum apabila dirangsang oleh sinar, suara dan sentuhan.
● Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, akibat infeksi tali pusat. Gejala yang
timbul adalah
ANAMNESIS
1. Anamnesis gejala awal seperti kekakuan pada otot wajah dan leher, kesulitan
menelan, rahang sulit dibuka (trismus), kaku otot wajah (risus sardonicus)
2. Anamnesis gejala lanjut tetanus seperti kaku pada punggung, perut dan ekstremitas,
sesak napas dan sulit bergerak
3. Anamnesis munculnya gejala otonom pada pasien seperti hipersalivasi, palpitasi,
sesak napas
4. Riwayat adanya luka yang terkontaminasi, seperti luka trauma akibat benda tajam
yang kotor, luka akibat infeksi bakteri, jaringan nekrosis, infeksi gigi, otitis media,
suntikan intravena dan intramuskular, akupuntur, luka bakar, ulkus, gangren dan
gigitan hewan.
5. Anamnesis munculnya gejala untuk menentukan kriteria dan prognosis tetanus
6. Riwayat imunisasi dasar pasien berupa vaksin DPT, dan imunisasi tambahan berupa
vaksin TT.
7. Riwayat alergi terhadap vaksin.24
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan keadaan umum : Pasien tampak sakit disertai gelisah jika ada rangsangan sinar,
suara dan sentuhan, seluruh badan tampak kaku
Pemeriksaan tanda vital :
1. Tekanan darah : Mengetahui adanya gangguan saraf otonom pada pasien seperti
hipertensi dan hipotensi.
2. Nadi : Mengetahui adanya gangguan saraf otonom seperti takikardi yang diselingi
bradikardi
3. Respirasi : Adanya sesak napas menyebabkan tachypnea
4. Suhu
5. Tes menggunakan spatula (spatula test) dengan cara menyentukan instrumen
berbahan lunak pada dinding faring posterior didapatkan spasme pada otot mandibula.
Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas 100% dan sensitivitas 94%.24
1. Diagnosis tetanus ditentukan berdasarkan gejala klinis pasien dan tidak ada
pemeriksaan penunjang yang spesifik.24
2. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap, GDS, SGOT,SGPT,
Albumin, elektrolit, ureum dan kreatinin serta faal hemostasis untuk menentukan
tatalaksana suportif.24
3. Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui adanya efek gangguan saraf otonom
yang menyebabkan aritmia hingga asistole, ataupun miokarditis dengan gambaran
seperti infark miokard dengan ST elevasi.24
KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas
sehingga pada tetanus yang berat , terkadang memerlukan bantuan ventilator.Sekitar
kurang lebih 78% kematian tetanus disebabkan karena komplikasinya.Kejang yang
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang
panjang, serta rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut.26
Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena
pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi
hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan bradikardi.
Walaupun demikian, pemberian magnesium sulfat saat gejala tersebut sangat bisa
diandalkan. Magnesium sulfat dapat mengontrol gejala spasme otot dan disfungsi
otonom.26
PENATALAKSANAAN
Tiga prinsip utama dalam tata laksana tetanus adalah :(1) Mencegah pelepasan
toksin lebih lanjut (2) menetralisasi toksin yang ada didalam tubuh (3) Minimalisir
efek toksin yang sudah ada di susunan saraf pusat. Pada penanganan pasien tetanus di
ruang ICU bisa diberikan terapi suportif dimana fokus utamanya pada pengontrolan
sistem pernafasan, pengendalian kondisi instabilitas fungsi otonom, dan
menghentikan spasme otot.Pada pasien ini tidak segera dilakukan intubasi ataupun
trakeostomi karena saat ini airway masih bagus dan aman.23
Spasme otot dan kekakuan pada pasien ini diatasi dengan memberikan
diazepam mulai dari dosis 30 mg/24 jam via syringe pump, tapi pasien masih
mengalami spasme berulang frekuensi setiap jam. Dosis dinaikkan bertahap sampai
spasme teratasi. Dosis yang diberikan pada pasien ini mencapai 120 mg/24 jam.
Pasien dirawat di ICU selama 10 hari. Pemberian sedasi dan menghindari stimulasi
yang tidak perlu adalah pengobatan utama untuk mengontrol spasme dan disfungsi
otonom. Kondisi ini dicapai dengan memberikan benzodiazepin (agonis GABA)
seperti diazepam atau midazolam. Untuk orang dewasa, diazepam intravena diberikan
dengan dosis awal 5mg iv, atau lorazepam dengan dosis 2 mg iv, dosis dititrasi
sampai kejang terkontrol. Pada kondisi yang berat dibutuhkan dosis mencapai 600
mg/hari. Sediaan oral dapat digunakan tetapi harus disertai dengan pemantauan yang
ketat untuk menghindari depresi atau henti napas.23
Pada pasien tetanus harus diberikan cairan dan nutrisi yang adekuat, baik
enteral maupun parenteral. Pada pasien ini diberikan cairan parenteral berupa ringer
laktat, aminofluid dan dextrose 5%, dan juga diberikan makanan cair tinggi kalori
melalui NGT. Pemberian makanan enteral harus dimulai sedini mungkin untuk
mencegah terjadinya kondisi malnutrisi yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
menelan, peningkatan laju metabolisme tubuh, disfungsi otonom dan aktivitas otot
yang berlebihan.Kejang pada tetanus menyebabkan metabolisme tubuh meningkat
dan kondisi katabolik sehingga dukungan nutrisi yang adekuat akan meningkatkan
peluang hidup.23
PENCEGAHAN
1. Imunisasi aktif
Imunisasi dengan toksoid tetanus (TT) merupakan salah satu pencegahan yang sangat
efektif. Angka kegagalannya relatif rendah. TT pertama kali diproduksi pada tahun
1924. Imunisasi TT digunakan secara luas pada militer selama perang dunia II.
Terdapat dua jenis TT yang tersedia, adsorbed (aluminium salt precipitated) toxoid
dan fluid toxoid. TT tersedia dalam kemasan antigen tunggal, atau dikombinasi
dengan toksoid difteri sebagai DT atau dengan toksoid difteri dan vaksin pertusis
aselular sebagai DaPT. Kombinasi toksoid difteri dan tetanus (DT) yang mengandung
10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap vaksin
pertusis. Jenis imunisasi tergantung dari golongan umur dan jenis kelamin. Untuk
mencegah tetanus neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan pemberian
imunisasi TT pada wanita usia subur (WUS). Oleh karena itu, setiap WUS yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu ditanyakan status imunisasi
TT mereka dan bila diketahui yang bersangkutan belum mendapatkan imunisasi TT
harus diberi imunisasi TT minimal 2 kali dengan jadwal sebagai berikut: dosis
pertama diberikan segera pada saat WUS kontak dengan pelayanan kesehatan atau
sendini mungkin saat yang bersangkutan hamil, dosis kedua diberikan 4 minggu
setelah dosis pertama. Dosis ketiga dapat diberikan 6 - 12 bulan setelah dosis kedua
atau setiap saat.22
2. Perawatan luka
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka
yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Perawatan luka dilakukan guna
mencegah timbulnya jaringan anaerob. Jaringan nekrotik dan benda asing harus
dibuang. Untuk pencegahan kasus tetanus neonatorum sangat bergantung pada
penghindaran persalinan yang tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusat selain dari
imunisasi ibu. Pada perawatan tali pusat, penting diperhatikan adalah jangan
membungkus punting tali pusat/mengoleskan cairan/bahan apapun ke dalam punting
tali pusat, mengoleskan alkohol/povidon iodine masih diperkenankan tetapi tidak
dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab.22
PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklasifikasikan dari tingkat keparahannya menjadi ringan
(bila tidak ada kejang umum/generalized spam), sedang (bila sekali muncul kejang
umum), berat (bila kejang umum yang berat sering terjadi).
Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi. Makin
pendek masa inkubasi, prognosis makin buruk. Terdapat beberapa sistem penilaian
tetanus. Skala yang diusulkan Ablett adalah yang paling banyak digunakan.26
Selain skoring Ablett, terdapat sistem skoring untuk menilai prognosis tetanus
seperti Dakar score dan Phillips score. Kedua sistem skoring ini memasukkan kriteria
periode inkubasi dan periode onset, begitu pula manifestasi neurologis dan kardiak.
Phillips score juga memasukkan status imunisasi pasien. Phillips score <9,
severitas ringan; 9−18, severitas sedang; dan >18, severitas
berat. Dakar score 0−1, severitas ringan dengan mortalitas10%;
2−3, severitas sedang dengan mortalitas 10%−20%; 4, severitas
berat dengan mortalitas 20%−40%; 5−6, severitas sangat berat
dengan mortalitas >50%. Outcome pasien tetanus tergantung berat penyakit
dan fasilitas pengobatan yang tersedia. Jika tidak diobati, mortalitasnya lebih dari
60% dan lebih tinggi pada neonatus. Di fasilitas yang baik, angka mortalitasnya 13%
sampai 25%. Hanya sedikit penelitian jangka panjang pada pasien yang berhasil
selamat. Pemulihan tetanus cenderung lambat namun sering sembuh sempurna.
Beberapa pasien mengalami abnormalitas elektroensefalografi yang menetap dan
gangguan keseimbangan, berbicara,dan memori.26
LEPTOSPIROSIS MALARIA DEMAM TETANUS
TIFOID
Laki-laki √ - - √
Demam √ √ √ √
Mual √ √ √ -
Muntah √ √ √ -
Nyeri betis √ - - √
Kencing seperti √ - - -
teh
Riwayat √ - - √
kebanjiran
Ikterus √ √ - -
Injeksi √ - - -
Konjungtiva
Nyeri tekan √ - - √
gastrocnemius
23. Maryanti, Y. 2022. Laporan Kasus Diagnosis dan Tata Laksana Tetanus
Generalisata. Jilid 16, Nomor 2. Hal. 134-138. Jurnal Ilmu Kedokteran (Journal of
Medical Science)
24. Modul Dasar Penguatan kompetensi dokter di tingkat pelayanan primer. TETANUS