DEMAM
BLOK KEDOKTERAN TROPIS
KELOMPOK : V
TUTOR : dr. Ika Elyana
K1A1 15 022 La Ode Mujahiddin Marjan K1A1 15 153 Adit Metro Putra Prasetya
makrofag
pirogen endogen
prostaglandin
Langkah-langkah anamnesis
Identitas Nama, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nomor telepon,
suku, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nama
dan nomor telepon keluarga yang dapat dihubungi
Keluhan utama Keluhan terpenting yang membawa pasien datang berobat
Riwayat Penyakit Riwayat penyakit saat ini dimulai dari akhir masa sehat, uraian
Sekarang perjalanan dan perkembangan penyakit secara kronologis
sesuai urutan waktu
Deskripsi keluhan utama dan gejala secara detail :
Demam :
- Lama menderita : sudah sejak kapan mengalami demam
- Pola awitan : demamnya terus menerus atau intermitten.
Tanyakan juga apa pernah mengukur suhunya? Untuk
mengetahui jenis demamnya / suhunya naik turun,
berangsur turun, atau berangsur naik
- Awal kronologi demam
- Faktor yang memperberat dan yang meringankan
- Gejala yang menyertai
Nyeri kepala
- Lokasi keluhan : nyeri kepala sebelah atau seluruhnya
- Sifat nyeri
- Lama menderita : sudah berapa lama nyeri kepala
- Pola awitan : Menetap atau intermitten
- Kronologi nyeri kepala
- Faktor yang memperberat dan memperingan
- Gejalayang menyertai:
Apakah nyeri kepala diperberat dengan batuk atau
tegangan atau memnagunkan psien ketika tidur : untuk
menyingkirkan peningkatan tekanan intracranial
Apakah pasien merasa kaku leher, fotofobia, demam,
mengantuk : untuk menyingkirkan tanda-tanda meningitis
Nyeri kepala sangat mendadak, trauma : untuk
menyingkirkan perdarahan subarachnoid
Berat badan menurun :
- Lama menderita : sudah berapa lama pasien mengalami
penurunan berat badan dan berapa kg turun
- Pengukuran objektif dari pengukuran berat badan :
sebelumnya berat badannya berapa, apakah pakaian yg
sering digunakan bertambah longgar, atau ikat pinggang
yang semakin longgar
- Selera makannya normal atau berkurang
- Gejala penyerta :
Tremor, takikardi, muntah, diare : untuk menyingkirkan
tanda-tanda-tanda malabsorbsi
Mood menurun, gangguan tidur : untuk menyingkirkan
tanda-tanda depresi
Riwayat Penyakit Riwayat penyakit yang pernah diderita
Dahulu Riwayat alergi terhadap obat-obatan atau makanan
Riwayat pengobatan :
- Obat yang sedang dikonsumsi
- Obat yang dikonsumsi melalui resep dokter atau tidak
Riwayat transfuse darah
Riwayat - Pola makan
kebiasaan,social - Kebiasaan merokok, mengkonsumsi alcohol, jamu
ekonomi dan - Riwayat perjalanan keluar kota : jika pasien berpergian di
budaya daerah endemik perlu ditanyakan mengkonsumsi
profilaksis antimalaria
- Pola tidur
- Kondisi tempat tinggal dan rumah
Riwayat keluarga - Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh keluarga atau
yang sedang diderita
- Riwayat penyakit herediter
Cek silang Menyebutkan kembali data anamnesis yang telah kita lakukan
dan mempersilahkan pasien mengutarakan keluhan jika masih
ada yang ingin disampaikan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kepala
Inspeksi Bentuk wajah pasien : simetris/asimetris?
Adakah tampilan khas pda wajah : tampak bengkak, moon
face/facies leonine/ butterfly rash
Bagaimana kondisi rambut? Mudah tercabut, dll
Palpasi Nyeri tekan sinus frontalis dan sinus maksillaris
Adakah pembesaran KGB retroaurikuler
Pemeriksaan Mata
Inspeksi Inspeksi Umum
- Adakah eksoftalmus, enoftalmus?
Palpebra
- Adakah edema palpebra, tanda radang, xantelasma?
Konjugtiva
- Apakah tampak pucat, hiperemis?
- Apakah terlihat berair, tampak kering, atau terdapat
secret mukopurulen?
- Apakah terdapat pterigium, pinguekula, fikten, bercak
bitot?
Sklera
- Apakah tampak ikterik?
Kornea
- Apakah terdapat peradangan, ulkus, kekeruhan,
xeroftalmia?
- Apakah terdapat arkus senilis?
Pupil
- Bentuk dan ukuran pupil
- Refleks pupil terhadap cahaya
Lensa
- Apakah terdapat kekeruhan lensa?
Pemeriksaan Telinga
Inspeksi Daun telinga dan sekitarnya:
- Nilai bentuk dan ukuran daun telinga
- Apakah terdapat tanda-tanda radang, tofi?
Liang telinga:
- Apakah terdapat secret, serumen, deskuamasi?
- Nilai keutuhan selaput/gendang telinga (dengan bantuan
pnlight atau otoskop)
Palpasi Apakah terdapat nyeri tekan pada prosesus mastoideus?
Adakah pembesaran KGB Retroauikuler?
Pemeriksaan Hidung
Inspeksi Apakah bentuk hidung normal?
Palpasi Adakah nyeri tekan, krepitasi pada tulang hidung
Pemeriksaan - Nilai adakah secret, perdarahan, penyumbatan
menggunakan alat - Adakah deviasi septum
bantu (speculum) - Adakah benda asing?
Pemeriksaan mulut
Pemeriksaan Bau Adakah bau aseton?
napas Adakah bau amoniak?
Adakah bau nafas gangrene?
Adakah foetor hepatic?
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab
a. Pemeriksaan darah
- Hemoglobin : Normal pria 13,5-18,0 g/dl; wanita 11,5-16,5 g/dl
- Leukosit : Normal 4000-11.000/cm
- Trombosit : Normal 150.000-450.000/cm
- Aspartat amino transferase : Normal 8-40 IU/l
- Alanin amino transferase : Normal 3-60 IU/l
- Bilirubin : normal indirect < 17 mmol/l, direct < 5 mmol/l
b. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit
malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu
kali dengan hasil negative tidak menyingkirkan diagnosis malaria.
Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negative dapat menyingkirkan
kemungkinan malaria. Pemeriksaan mikroskopik darah tepi ini dapat
dilakukan melalui tetesan preparat darah tebal dan hapusan darah tipis
2. Kultur darah
Kultur darah merupakan gold standard untuk metode diagnostic
beberapa penyakit tropis contohnya demam tifoid. Hasilnya positif pada 60-
80% dari pasien, bila darah yang tersedia (darah yang diperlukan 15 mL untuk
pasien dewasa). Untuk daerah endemic dimana sering terjadi pengunaan
antibiotic yang tinggi, sensitivitas kultur dan darah rendah (hanya 10-20%
kuman saja yang terdeteksi)
3. Tes serologi
Tes serologi berguna untuk mendeteksi adanya antibody spesifik
terhadap komponen antigen. Tes ini sangat spesifik dan sensitive, manfaat tes
serologi terutama untuk digunakan pada penelitian epidemiologi atau alat uji
saring donor darah.Metode tes serologi lain adalah indirect haemagglutination
test, immune-precipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay. Ada
beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid diantaranya
adalah uji widal dan uji tubex10, 11.
7. Diferensial diagnosis
a. Malaria
1. Definisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles.
2. Etiologi
Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam
spesies yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium
knowlesi. Parasit yang terakhir disebutkan ini belum banyak
dilaporkan di Indonesia.
3. Jenis
a. Malaria Falsiparum
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum.Gejala demam timbul
intermiten dan dapat kontinyu.Jenis malaria ini paling sering
menjadi malaria berat yang menyebabkan kematian.
b. Malaria Vivaks
Disebabkan oleh Plasmodium vivax.Gejala demam berulang
dengan interval bebas demam 2 hari.Telah ditemukan juga kasus
malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.
c. Malaria Ovale
Disebabkan oleh Plasmodium ovale.Manifestasi klinis
biasanya bersifat ringan.Pola demam seperti pada malaria vivaks.
d. Malaria Malariae
Disebabkan oleh Plasmodium malariae.Gejala demam berulang
dengan interval bebas demam 3 hari.
e. Malaria Knowlesi
Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam
menyerupai malaria falsiparum.
4. Epidemiologi
Secara global, penyebarannya sangat luas yaitu di wilayah
antara garis bujur 60° di utara dan 40° di selatan, meliputi lebih
dari 100 negara beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang
berisiko terkena malaria berjumlah sckitar 2,3 miliar atau 41%
dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria
berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 s/d 2,7 juta
kematian, terutama di Afrika sub Sahara. Asia Selatan dan Asia
Tenggara serta Amerika Tengah. Wilayah yang kini sudah bebas
malaria adalah Eropa, Amerika Utara, sebagian besar Timur
Tengah, sebagian besar Karibia, sebagian Amerika Selatan.
Australia dan Cina.
Laporan WHO tahun 2005 menyebutkan, di seluruh dunia
jumlah kasus baru malaria berkisar 300-500 juta orang dengan
kematian 2,7 juta orang/tahun, sebagian besar anak-anak di
bawah lima tahun yang merupakan kelompok palingrentan
terhadap penyakit dan kematian akibat malaria; dengan jumlah
negara endemis malaria pada tahuin 2004 sebanyak 107 negara.
Kawasan Asia Tenggara juga menjadi perhatian kasus malaria.
Terdapat 1,4 miliar penduduk berisiko terkena malaria, dan 352
juta pada risiko tinggi (WHO, 2014). Kasus malaria di Asia
Tenggara dan Selatan terdapat di 10 negara yakni Timor Leste,
Sri Lanka, Butan, Bangladesh, Thailand, Korea Selatan, Nepal,
Myanmar, India dan Indonesia. Menurut WHO (2014), kasus
malaria di kawasan Asia Tenggara dan Selatan tahun 2013
sebesar 1,5 juta kasus. Proporsi malaria tertinggi dari jumlah
kasus tahun 2013 adalah India (58%), Myanmar (22%) dan
Indonesia (16%).
Sebagai bagian dari 10 negara yang mendapat perhatian akan
kasus malaria di region Asia Tenggara dan Selatan, dapat
dikatakan Indonesia belum bebas dari penyakit malaria. Jumlah
kasus malaria terkonfirmasi di Indonesia tahun 2013 sebesar
343.527 dengan 45 kematian (WHO, 2014). Sedangkan tingkat
insiden malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah
1,9%, menurun dibandingkan tahun 2007 sebesar 2,9%, tetapi
peningkatan tajam terjadi hanya di Provinsi Papua Barat.
Angka prevalensi malaria di Indonesia tahun 2013 sebesar
6,0% (Kemenkes, 2013). Prevalensi malaria di atas angka
nasional sebagian besar berada di Indonesia Timur. Proporsi
penduduk dengan malaria positif mencapai 1,3 persen, atau
sekitar dua kali lipat dari angka yang diperoleh Riskesdas 2010
(0,6%). Sedangkan proporsi penduduk perdesaan yang positif
ditemukan sekitar dua kali lipat lebih banyak (1,7%)
dibandingkan dengan penduduk perkotaan yakni sebesar 0,8%.
5. Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang
mengandung parasit.Demam mulai timbul bersamaan pecahnya
skizon darah yang mengeluarkan macam-macam antigen.
Antigen ini akan merangsang makrofag, monosit atau limfosit
yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, diantaranya Tumor
Necrosis Factor (TNF). TNF akan dibawa aliran darah ke
hipothalamus, yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh
manusia. Sebagai akibat demam terjadi vasodilasi perifer yang
mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
parasit.
Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Pembesaran limpa
disebabkan oleh terjadi peningkatan jumlah eritrosit yang
terinfeksi parasit, teraktifasinya sistem retikuloendotelial untuk
memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrsit
akibat hemolisis.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan
fagositosis oleh sistem retikuloendotetial.Hebatnya hemolisis
tergantung pada jenis plasmodium dan status imunitas
penjamu.Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun,
sekuentrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun
yang normal dan gangguan eritropoisis.Hiperglikemi dan
hiperbilirubinemia sering terjadi.Hemoglobinuria dan
Hemoglobinemia dijumpai bila hemolisis berat.Kelainan
patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika,
disebabkan kartena sel darah merah terinfeksi menjadi kaku dan
lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu sehingga
melekat pada endotel kapiler karena terdapat penonjolan
membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan-
bahan pecahan sel maka aliran kapiler terhambat dan timbul
hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan
dapat terjadi perembesan cairan bukan perdarahan kejaringan
sekitarnya dan dapat menimbulkan malaria cerebral, edema paru,
gagal ginjal dan malobsorsi usus.
6. Manifestasi Klinis
Sindrom klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda
tergantung apakah pasien tinggal di daerah dengan penularan
malaria endemis yang stabil (terus menerus) atau penularan stabil
(kadang-kadang dan/atau jarang). Di daerah dengan penularan
stabil, penyakit mempengaruhi anak dan orang dewasa dengan
cara yang berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan
parasitemia berulang yang mengakibatkan anemia berat dan
sering kematian. Yang tahan hidup infeksi berulang ini dapat
sebagian kekebalan pada usia lima tahun dan kekebalan ini tetap
tertahan pada masa dewasa. Orang dewasa mengalami infeksi
tanpa gejala.
Gejala malaria terjadi dari beberapa serangan demam dengan
interval tertentu (disebut peroksisme), diselingi oleh suatu
periode yang penderitanya bebas sama sekali dari demam (di
sebut periode laten). Gejala yang khas tersebut
biasanyaditemukan pada penderita non imun.Sebelum timbulnya
demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh sakit
kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati, atau
muntah (semua gejala awal disebut gejala prodolmal).Beberapa
pasien kadang mengeluh nyeri dada, batuk, nyeri perut, nyeri
sendi dan diare.Sakit biasanya berkembang menjadi panas dingin
berat dihubungkan dengan panas hebat disertai takikardi, mual,
pusing, orthostatis dan lemas berat. Dalam beberapa jam mereda,
pasien berkeringat dan sangat lelah.
Pada anak-anak, bahkan pada anak-anak non imun sekalipun,
gejala malaria tidaklah “klasik” seperti yang ditemukan pada
orang dewasa.Pada penderita anak, kenaikan panas badan
cendrung lebih tinggi sering disertai dengan muntahmuntah dan
berkeringat. Anak-anak yang lebih besar yang mempunyai lebih
sedikit kekebalan kadang-kadang juga dapat menderita demam,
nyeri sendi, sakit kepala.oleh karena itu, gejala malaria pada
anak bisa menyerupai penyakit lain yang bisa menyebabkan
demam. Begitu pula anemia yang cendrung menjadi berat pada
penderita anak.Malaria vivax yang biasanya memberi gejala
yang ringan, pada penderitanya anak sering menimbulkan gejala
yang lebih berat. Namun bisanya, malaria falciparum lah yang
menyebabkan keadaan darurat pada penderita anak.
Paroksisme demam pada malaria mempunyai interval tertentu,
ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh siklus
aseksual/sizogoni darah untuk menghasilkan sizon yang matang,
yang sangat dipengaruhi oleh spesiec plasmodium yang
menginfeksi. Suatu peroksisme demam biasanya mempunyai 3
stadium yang berurutan, yaitu :
1. Stadium frigoris (mengigil)
Stadium ini mulai dengan menggil dan perasaan sangat
dingin.Nadi penderita sangat cepat, tetapi lemah.Bibir dan jari-jari
pucat kebiruan (sianotik).Kulitnyakering dan pucat, penderita
mungkin dan pada penderita anak sering terjadi kejang.Stadium ini
berlangsung selama 15 menit - 1 jam.
2. Stadium akme (puncak demam)
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita
mengalami serangan demam.Muka penderita menjadi merah,
kulitnya kering dan dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit
kepala bertambah keras, dan sering disertai rasa mual atau muntah-
muntah.Nadi penderita menjadi kuat kembali.Biasanya penderita
merasa santan haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41 C.
stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.
3. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun)
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai
membasahi tempat tidur.Namun suhu badan pada fase ini turun
dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah normal. Biasanya
penderita tertidur nyenyak dan pada saat terjaga, ia merasa lemah,
tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.
Gangguan fungsi ginjal ditunjukkan denagan oliguria, dan
anuria dapat terjadi.Sindrom nefrotik, berkaitan dengan
plasmodium malariae apada anak yang tinggal di daerah endemik
malaria, prognosisnya jelek.Black water fever, sekarang jarang
ditemukan, dihibungkan dengan plasmodium falciparum;
hemoglobinuria akibat hemolisis intravascular berat dan
mendadak, dapat menyebabkan anuria dan kematian karena
anemia.
Hipoglikemi dapat dihubungkan dengan malaria falciparum.
Pada infeksi berat, dapat terjadi asidosis laktat, dengan gambaran
konvulsi dan gangguan kesadaran.
Manifestasi Klinis Malaria Berat
Malaria berat yaitu ditemukan plasmodium falciparum stadium
aseksual dengan satuatau beberapa manisfestasi klinis dibawah ini :
a. Malaria dengan gangguan kesadaran (apatis, delirium, stupor dan
koma) atau GCS (Glasgow Coma Scale) < 5 untuk anak-anak.
Gangguan kesadaran menetap >30 menit atau menetap setelah
panas turun.
b. Malaria degan ikterus (bilirubin serum >3 mg %).
c. Malaria dengan gangguan fungsi ginjal (uliguria 3 < 400 ml/24
jam atau kreatinin serum > 3 mg%)
d. Malaria dengan anemia berat (Hb 5% atau hematokrit < 15%).
e. Malaria dengan edema paru (sesak napas, gelisah)
f. Malaria dengan hipoglikemia (gula darah < 40 mg%)
g. Malaria dengan gangguan sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <
70mmHg pada orang dewasa atau < 50 mmHg pada anak 1-5
tahun)
h. Malaria dengan hiperparasitemia (plasmodium > 5%)
i. Malaria dengan manifestasi perdarahan (gusi, hidung, dan/atau
tanda-tanda disseminated intravascular coagulation /DIC).
j. Malaria dengan kejang-kejang yang berulang, lebih dari 2 kali
dalam 24 jam.
k. Malaria dengan asidosis (ph darah<7,25 atau plasma bikarbonat
<15 mmo/L).
l. Malaria dengan hemoglobinuria makrosokpik.
m. Malaria dengan hipertermia (suhu badan >40 C).
n. Malaria dengan kelemahan yang ekstrem prostation); penderita
tidak mampu duduk atau berjalan, tanpa adanya kelainan neurologi
tertentu.
Tabel Manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa12, 13, 14, 15.
Manifestasi Pada Anak Manifestasi Pada Dewasa
Koma (malaria cerebral) Koma (malaria serebral)
Distres pernafasan Gagal ginjal akut
Hipoglikemi (sebelum terapi Edem paru, termasuk ARDS
kina) Hipoglikemi (umumnya
Anemia berat sesudah terapi kina)
Kejang umum yang berulang Anemia berat (<5gr%)
Asidosis metabolik Kejang umum yang berulang
Kolaps sirkulasi, syok Asidosis metabolik
hipovolemia, hipotensi Kolaps sirkulasi, syok
(tek.sistolik ˂ 5 mmhg) Hipovolemia, hipotensi
Gangguan kesadaran selain Perdarahan spontan
koma Gangguan kesadaran
Kelemahan )severe Hemoglobinuria
prostration) (blackwaterfever)
Hiperparasitemia Hiperparasitemia (>5%)
Ikterus Ikterus (bilirubin total >3mg
Hiperpireksia (suhu ˃41 c). %)
Hemoglobinuria Hiperpireksia (suhu >4 c)
(blackwaterfever). Komplikasi yang lebih sering :
Perdarahan spontan gagal ginjal akut, edem paru,
Gagal ginjal malaria serebral, ikterus
Komplikasi terbanyak :
hipoglikemi (sebelum th/kina),
anemia
7. Tata Laksana
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian
ACT. Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan
mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan
pemberian ACT secara oral. Malaria berat diobati dengan injeksi
Artesunat dilanjutkan dengan ACT oral. Di samping itu diberikan
primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.
A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
1. Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini
menggunakan ACT ditambah primakuin. Dosis ACT untuk
malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin
untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja
dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14
hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh
diberikan pada bayi usia < 6 bulan. Pengobatan malaria
falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di
bawah ini:
Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin
Tabel 1.
Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin
Jenis kg kg 10 17 30 40 59 kg
Hari kg kg kg kg kg
obat
0-1 2-5 <6- 1-4 5-9 10- ≥15 ≥15
bula bula 11 tahun tahun 14 tahun tahu
n n bulan tahun n
1-3 DHP 1/3 1/2 ½ 1 1 ⅟₂ 2 3 4
1 Primakuin - - ¼ 1/4 1/2 3/4 1 1
Tabel 2.
Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin
Jenis kg kg 10 17 30 40 59 kg
Hari kg kg kg kg kg
obat
0-1 2-5 <6- 1-4 5-9 10- ≥15 ≥15
bula bula 11 tahun tahun 14 tahun tahu
n n bulan tahun n
1-3 DHP 1/3 1/2 ½ 1 1 ⅟₂ 2 3 4
1 Primakuin - - ¼ 1/4 1/2 3/4 1 1
Catatan :
1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
2. Apabila pasien P.falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu
2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif
P.falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5
tablet/hari selama 3 hari.
2. Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan
dengan regimen ACT yang sama tapi dosis Primakuin
ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
3. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu
DHP ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis
pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.
4. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari
selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria
lainnya dan tidak diberikan primakuin
5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P.ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama
3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari
selama 14 hari.
Tabel 3.
Pengobatan infeksi campur P.falciparum P.vivax/P.ovale
dengan DHP + Primakuin
Jenis kg kg 10 17 30 40 59 kg
Hari kg kg kg kg kg
obat
0-1 2-5 <6- 1-4 5-9 10- ≥15 ≥15
bula bula 11 tahun tahun 14 tahun tahu
n n bulan tahun n
1-3 DHP 1/3 1/2 ½ 1 1 ⅟₂ 2 3 4
1 Primakuin - - ¼ 1/4 1/2 ¾ 1 1
Catatan :
1. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan makapemberian obat
dapat berdasarkan kelompok umur.
2. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
3. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
4. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
B. PENGOBATAN MALARIA PADA IBU HAMIL
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan
pada orang dewasa lainnya.Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin.
Tabel 4.
Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks
pada ibu hamil
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut
kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus
makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau
puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika
dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas
yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan.
1. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik non Perawatan
Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria
berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum
dirujuk berikan
artesunat intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb)
2. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau Rumah
Sakit
Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat
diberikan kina drip.
Kemasan dan cara pemberian artesunat
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering
asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat
5%. Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodiumartesunat.
Kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5
ml sehingga didapatkonsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan
secara bolus perlahan-lahan. Artesunat diberikan dengan dosis 2,4
mg/kgbb intravenasebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan
2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu
minum obat.
Contoh perhitungan dosis :
Penderita dengan BB = 50 kg.
Dosis yang diperlukan : 2,4 mg x 50 = 120 mg
Penderita tersebut membutuhkan 2 vial artesunat perkali pemberian.
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai
dengan jenis plasmodiumnya).
Kemasan dan cara pemberian kina drip
Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat
ini diberikan pada daerah yangtidak tersedia artesunat
intramuskular/intravena.Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina
dihidroklorida25%. Satu ampul berisi 500 mg / 2 ml.
Pemberian kina pada dewasa :
a. Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml (hati-
hati overload cairan) dextrose 5% atauNaCl 0,9% diberikan
selama 4 jam pertama.
b. 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%.
c. 3) 4 jam berikutnya berikan kina dengan dosis rumatan 10
mg/kgbb dalam larutan 500 ml (hati-hati overload cairan)
dekstrose 5 % atau NaCl.
d. 4) 4 jam selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau
NaCl 0,9%.
e. 5) Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti di atas sampai
penderita dapat minum kina per-oral.
f. 6) Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan
kina tablet per-oral dengan dosis10 mg/kgbb/kali diberikan tiap 8
jam. Kina oral diberikan bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada
orang dewasa atau klindamisin pada ibu hamil.Dosis total kina
selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama.
Pemberian kina pada anak :
Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8
mg/kg bb) diencerkan dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5
- 10 cc/kgbb diberikan lama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita
dapat minum obat.
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi
jantung dan dapat menimbulkan kematian.Dosis kina maksimum dewasa
yaitu 2.000 mg/hari.
3. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil
Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan
artesunat injeksi atau kina HCldrip intravena.
8. Komplikasi
Komplikasi malaria yang menurut WHO diklasifikasikan sebagai
malaria berat yaitu antara lain:
a. Malaria cerebral: penurunan keadaran (coma) yang
tidakdisebabkan penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah
serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
penilaianberdasar GCS (Glasgow Coma Scale.
b. Acidemia/ acidosis: pH darah < 7,25 atau plasma bikarbonat <15
mmol/L, kadar laktat vena > 5 mmol/ L klinis pernapasan dalam/
respiratory distress
c. Anemia berat normositik (Hb < 5 gr% atau hematokrit <15%)
d. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/ 24 jam pada orang
dewasa atau 12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan
rehidrasi, disertai kreatinin >3 mg%
e. Edema paru (berdasarkan temuan foto toraks)
f. Ketidakmampuan untuk makan (failured to feed)
g. hipoglikemi: gula darah < 40 mg%
h. . Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik < 70 mmHg (anak 1-5
tahun < 50 mmHg); disertai keringat dingin atau perbedaan
temperature kulit-mukosa > 1ºC.
i. Perdarahan spontan
j. Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 jam
k. Hiperlaktemia > 5 mmol/L
l. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeks malaria akut
(bukan karena obat anti malaria/ kelainan eritrosit; kekurangan G-
6-PD)
m. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat
pada pembuluh kapiler di jaringan otak/ jaringan lain.
n. . Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) di Indonesia sering
dalam keadaan delirium
o. . Prostation - Kelemahan otot (tak bisa duduk/ berjalan bila tanpa
bantuan)
p. Hiperparasitemia > 2% (>100.000 parasit/uL) pada daerah
transmisi rendah atau >5% (250.000/ uL) pada daerah transmisi
tinggi/ stabil malaria
q. Ikterik (bilirubin > 3 mg%) bila disertai gagal organ lain
r. Hiperpireksia (temperature rectal > 40ºC) pada orang dewasa/ anak
9. Prognosis
Prognosis bergantung pada pengobatan yang dinerikan. Pada
malaria tropika ( yang disebabkan oleh plasmodium falciparum)
dapat timbul komplikasi yang erbahay yang disebut black water
fever ( hemoglobinuric feber) dengan gagal ginjal akut.
10. Faktor risiko
Keberhasilan pengendalian malaria dipengaruhi oleh ketepatan cara
tindakan pengendalian yang dilakukan dan ketepatan sasaran yang
dituju. Dengan perkataan lain, prioritas pengendalian malaria harus
disesuaikan dengan besar tidaknya pengaruh suatu faktor risiko
terhadap penderita, baik penderita sebagai individu maupun sebagai
bagian dari masyarakat. Faktor risiko tersebut bisa berbeda antar
individu, antar kelompok masyarakat dalam suatu daerah maupun
antar daerah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa malaria
berkaitan dengan beberapa faktor resiko yaitu antara lain:
a. Perdesaan
Malaria telah lama dikenal sebagai penyakit rakyat di
pedesaan. Dalam sebuah penelitian dengan mengamboil data dari
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 di Indonesia dinyatakan
persentase malaria di pedesaan lebih besar daripada perkotaan
dan telah terbukti pula melalui analisis yang diperoleh di negara
lain. Di Gambia ditunjukkan bahwa bila penduduk yang
berdomisili di daerah dengan tipe daerah pinggiran perkotaan
bepergian ke pedesaan di mana kondisi perumahan kurang baik
dan kepadatan penghuni tinggi, maka tingkat penularan juga
menjadi lebih tinggi.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga merupakan faktor risiko terjangkitnya
malaria dimana dalam sebuah penelitian risiko mendapat infeksi
malaria pada laki-laki adalah 1,34 kalidibandingkan perempuan.
Hasil inipun sesuai dengan hasil di negara lain. Di kawasan
miskin India dibuktikan bahwaangka infeksi pada laki-laki lebih
besarnamun infeksi pada perempuan bisa menjadi lebih berat
akibatnya karena adanyatekanan sosial, ekonomi dan psikologis.
Pada orang Eropa ditemukan bahwa laki-laki lebih berisiko
mendapat infeksimalaria dibandingkan perempuan,
namunperempuan lebih peka terhadap komplikasiserebral
dibandingkan laki-laki.
c. Umur
Umur juga merupakan salah satu faktor risiko terjangkitnya
seseorang terhadap malaria. Dalam sebuah penelitian di
perkotaan Afrika telah dibuktikan bahwa malaria cenderung
lebih tinggi pada umur < 15 tahun dibanding umur diatasnya. Di
Kolumbia ditemukan bahwa infeksi malaria lebih rendah pada
umuryang lebih tua sebab mereka sudah lebih mengenal
tindakan preventif terhadap malaria. Di Sri Lanka, penduduk
yang berumur di bawah 17 tahun dinyatakan berisiko
dibandingkan umur di atasnya. Sehingga dinyatakan semakin
rendah umur maka risiko terinfeksi malaria lebih tinggi
ketimbang usia yang lebih diatasnya.
d. Pendidikan
Makin rendah tingkat pendidikan, makin tinggi
persentase kasus malaria di mana berdasarkan sebuah
penelitian persentase tertinggi kasus malaria adalah pada
kelompok tidak sekolah dan terendah pada kelompok tamat
perguruan tinggi.
e. Pekerjaan
Petani nelayan dan buruh menduduki persentase kasus
malaria tertinggi di antara kelompok pekerjaan dan persentase
terendah pada pegawai. Seperti yang ditemukan di Etiopia, di
mana insiden malaria lebih rendah pada kelompok pekerjaan
yang dilakukan di dalaln rumah/ didalam ruangan sedangkan,
malaria bisa lebih kecil kemungkinannya di sekitar rumah atau
pekerjaan yang cenderung dilakukan pada siang hari
f. Status ekonomi
Makin rendah tingkat pengeluaran perkapita, makin
tinggi persentase kasus malarianya seperti yang tertera dalam
penelitian lain, misalnya di perkotaan Afrika, India, dan
Vietnam, di mana malaria lebih tinggi pada kelompok status
ekonomi rendah.
g. Letak kandang ternak
Penelitian yang dilaporkan ini dilakukan di seluruh Indonesia
sehingga populasi ternak besar, perilaku penduduk dan jenis
vektor sangat beragam. Sebagai contoh dalam ha1 perilaku
penduduk, di Kabupaten Sumba Barat ditemukan bahwa
penularan malaria bisa terjadi di dalam rumah, di luar rumah
dan di sekitar mata air tanpa kehadiran ternak besar . Dari
contoh ini terlihat bahwa di wilayah-wilayah tertentu bisa saja
penularan malaria terjadi di luar rumah tanpa kehadiran ternak
besar.
h. Jarak ke sarana kesehatan
Makin tinggi jarak sarana kesehatan dari rumah, makin
tinggi persentase kasus malarianya, di mana persentase
tertinggi adalah pada jarak 2-10 km dan terendah pada jarak <
1 km. Makin lama waktu tempuh ke sarana kesehatan, makin
tinggi persentase kasus malarianya, kecuali pada waktu
tempuh 2-3 jam.
11. Pencegahan
Penyakit dapat dicegah dengan melakukan pemotongan rantai
penularan dengan cara :
A. Mencegah gigitan vektor
Membunuh nyamuk dengan insektisida.
Tidur dengan mengunakan kelambu.
Menghilangkan kesempatan nyamuk berkembang biak.
B. Kemoprofolaksis
Bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria, dan
apabila terinfeksi gejala klinisnya tidak berat. Obat malaria yang
dipakai adalah :
Doksisiklin : untuk plasmodium falsiparum Dosis : 1,5 mg /
kg BB/ hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu.
Klorokuin : untuk plasmodium vivax Dosis 5 mg/ kg BB/
minggu, diminum 1 minggu sebelum ke daerah endemis sampai
4 minggu setelah kembali12, 15, 16, 17.
Gambar 1. Antibiotik yang diberikan pada demam tifoid tanpa komplikasi menurut WHO
tahun 2003
Pasien dengan muntah yang menetap, diare berat, distensi
abdomen, atau kesadaran menurun memerlukan rawat inap dan
pasien dengan gejala klinis tersebut diterapi sebagai pasien demam
tifoid yang berat.
Gambar 2. Terapi antibiotik yang diberikan pada demam tifoid berat menurut WHO tahun
2003
Walaupun di tabel ini tertera cefotaxime untuk terapi demam
tifoid tetapi sayangnya di Indonesia sampai saat ini tidak terdapat
laporan keberhasilan terapi demam tifoid dengan cefotaxime.
Selain pemberian antibiotik, penderita perlu istirahat total serta
terapi suportif. Yang diberikan antara lain cairan untuk
mengkoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan
antipiretik. Nutrisi yang adekuat melalui TPN dilanjutkan dengan
diet makanan yang lembut dan mudah dicerna secepat keadaan
mengizinkan.
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai adalah reaktif hepatitis,
perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati tifosa,
serta gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran
kuman adalah secara hematogen. Bila tidak terdapat komplikasi,
gejala klinis akan mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 minggu.
9. Prognosis
Prognosis tergantung pada umur, keadaan umum, gizi, derajat
kekebalan penderita, cepat dan tepatnya pengobatan, serta
komplikasi yang ada. Di negara berkembang, angka mortalitas
lebih tinggi 10% akibat keterlambatan diagnosis, rawat inap di
rumah sakit, dan pengobatan.
10. Pencegahan
Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu
menyediakan makanan dan minuman yang tidak terkontaminasi,
higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan
lingkungan, sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-
hari. Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring dengan
munculnya kasus resistensi.
Selain strategi di atas, dikembangkan pula vaksinasi terutama
untuk para pendatang dari negara maju ke daerah yang endemik
demam tifoid.1 Vaksin-vaksin yang sudah ada yaitu:
a. Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun
dengan dinjeksikan secara subkutan atau intra-muskuler.
Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan untuk
revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini memberikan efikasi
perlindungan sebesar 70-80%.
b. Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan
cair yang diberikan pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin
diberikan 3 dosis yang masing-masing diselang 2 hari.
Antibiotik dihindari 7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi.
Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efikasi
perlindungan 67-82%.
c. Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di
Vietnam dan memberikan efikasi perlindungan 91,1% selama
27 bulan setelah vaksinasi. Efikasi vaksin ini menetap selama
46 bulan dengan efi kasi perlindungan sebesar 89%24.
d. Mumps
1. Definisi
Penyakit mumps (gondong/parotitis) disebabkan oleh
paramyxovirus. Biasanya timbul sebagai infeksi klinis. Masa
inkubasi yang panjang berkisar antara 16-21 hari yang kemudian
diikuti dengan timbulnya demam, malaise dan kemudian muncul
pembesaran satu atau kedua kelenjar parotis, yang terbentuk dalam
waktu 1 sampai 3 hari. Pembengkakan berlangsung dalam 7
sampai 10 hari dan tidak diperlukan pengobatan spesifik.(1)
2. Etiologi
Disebabkan oleh paramyxovirus. Secara antigen virus ini erat
kaitannya dengan virus influenza yang kadang-kadang
membingungkan pemeriksaan serologi. Diameter virion kira-kira
150 nm dan mengandung RNA; virion juga mempunyai hemolisin,
neuraminidase, dan hemaglutinin. Virus parotitis/mumps ini dapat
diperbanyak dalam berbagai biakan sel dan dalam telur berembrio.
3. Manifestasi Klinis
Pasie parotitis jarang menderita manifestasi sistemik yang
hebat. Temperature meningkat sedang, biasanya selama 3 sampai 4
hari. Pembengkakan parotis sering merupakan tanda pertama
penyakit; pembengkakan ini bisa selama 7 sampai 10 hari dan dapat
dilihat baik unilateral maupun bilateral. Dua atau tiga hari setelah
awitan bengkak pada satu sisi parotis sisi yang lainnya akan
membengkak juga.
Pasien lebih tua yang menderita parotitis sering mengeluh sakit
kepala, yang barangkali mencerminkan terkenanya meningen.
Tanda iritasu lain meningen bisa juga ditemukan. Keluhan yang
sering adalah anoreksia. Beberapa pasien mungkin mengeluh nyeri
abdomen dan bisa pula mengalami muntah apabila masalahnya
sudah serius.
4. Patomekanisme
Virus parotitis menimbulkan infeksi generalisata. Misalnya
seseorang terinfeksi oleh virus paramyxovirus melalui hidung atau
mulut, kemudian mengalami proliferasi yang menyerang kelenjar
ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga terjadi
viremia dan selanjutnya berdiam di jaringan kelenjar atau saraf
yang paling sering terkena adalah glandula parotis. Setelah itu,
virus tersebut menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas
atau pipi bagian bawah. Penyakit ini dapat ditularkan melalui
kontak langsung, percikan ludah, dan muntah.
5. Epidemiologi
Infeksi virus disebarkan melalui rute pernapasan. Virus dapat
ditemukan di dalam secret pernapasan sebelum atau sesudah
pembengkakan parotis. Sekali infeksi ditemukan dalam keluarga,
biasanya semua anggota akan terinfeksi. Periode inkubasi normal
adalah antara 16 sampai 18 hari.
Hanya kira-kira 1600 infeksi yang dilaporkan setiap tahunnya
dibandingkan dengan lebih dari 150.000 sebelum vaksin
diperkenalkan. Selain itu, telah terjadi pergeseran insiden dalam hal
usia yang dikenai, puncak usia yang dikenai terjadi pada anak
berusia 10 sampai 14 tahun.
6. Penanganan
Dalam pengobatan parotitis/mumps, terapi yang dianjurkan
adalah terapi konservatif. Perhatian yang adekuat terhadap hidrasi
dan alimetasi sangat penting. Pasien bisa mengalami kesulitan
dengan makanan asam, seperti jus jeruk. Diet harus ringan dengan
banyak mengandung banyak cairan.
Kadang-kadang mungkin perlu analgetik untuk sakit kepala
yang hebat atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh
parotitis/mumps. Muntah jarang menjadi berat hingga
membutuhkan cairan intravena. Namun, pada kejadian ini
kehilangan elektrolit harus diganti.
Pasie yang dirawat di rumah sakit harus diisolasi 9 hari
sesudah mulainya pembengkakan. Juga dianjurkan interval istirahat
yang sama di rumah.
7. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti adalah orkitis; ooforitis
biasanya berupa emesis, demam, dan nyeri perut bagian bawah;
tiroiditis kronik; tuli; diabetes mellitus; ensefalitis atau meningitis.
8. Prognosis
Terjadi 1 atau 2 kematian yang dikaitkan dengan penyakit
parotitis setiap tahun selama decade terakhir; hal ini akibat
ensefalitis, nefritis, dan miokarditis. Kematian terutama terjadi pada
orang dewasa.
9. Faktor Risiko
Anak-anak yang berumur 2-14 tahun
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormone
kelenjar tiroid
Kekurangan zat iodium dalam tubuh.
10. Pencegahan
Vaksin virus parotitis hidup yang dilemahkan digunakan secara
rutin pada imunisasi anak. Preparat ini benar-benar tanpa efek
samping, dan kelihatannya memberikan kekebalan yang lama.
Vaksin itu dianjurkan untuk semua anak pada tahun kedua
kehidupannya dan diberikan dalam bentuk gabungan dengan
vaksin virus campak dan rubella dalam satu preparat25, 26.
DAFTAR PUSTAKA
2. Nelwan R.H.H. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta
Pusat: InternaPublishing.
3. Sherwood L. 2015. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
4. Setiawati S, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI. Jakarta
Pusat: InternaPublishing.
5. Guyton A.C, Hall JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta:
EGC.
6. Nureiza, Meutia.2005. Peran Hormon Gherlin Dalam Meningkatkan Nafsu Makan.
Bagian Fisiologi Fakultas kedokteran Universitas Sumatra Utara.
7. Widjaja J.H. 2015. Mekanisme Terjadinya Sakit Kepala Primer. Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya.
8. Setiawati S, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI. Jakarta
Pusat: InternaPublishing.
9. Rahardjo M, Hasrah J. 2015. Analisis Factor Resiko Kejadian Malaria di Wilayah
Kerja Puskesmas Kuala Bhee Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia .14(2).
10. Setiati S, dkk. 2015. Anamnesis dan pemeriksaan fisis komprehensif. Jakarta:
Interna Publishing.
11. Gleadle J. 2006. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Buku Saku Penatalaksanaan
Malaria. Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan
RI. Jakarta.
13. Hakim, L. 2011. Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis. Aspirator. 3(2) : 107-
116.
14. Mahmudi, M. & Yudhastuti, R. 2015. Pola Pencarian Pengobatan Klinis Malaria
Impor Pada Pekerja Migran. Jurnal Berkala Epidemiologi. 3(2) : 230-241.
15. Putra, T. R. I. 2011. Malaria dan Permasalahannya. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala. 11(2) : 103-114.
16. Harijanto P.N. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI Jilid I. Jakarta
Pusat: Interna Publishing.
17. Ompusunggu S, Sekar T, Rika M. D. 2009. Faktor Risiko Malaria di Indonesia;
Analisis Data Riset Kesehatan Dasar 2007. Buletin Penelitian Kesehatan
Supplement : 11-20.
18. Suhendro,nainggolan,leonard,chen,khie,pohan,herdiman T.2014.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi VI Jilid I.Jakarta Pusat: Interna Publishing.
19. Gama, Azizah dan Betty, Faizah. 2010. Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam
Berdarah Dengue di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. 5(2).
20. Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator.2 (2): 110-119.
21. Sudjana, Primal. 2010. Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah Dengue
Dewasa. Buletin Jendela Epidemiologi. 2: 21-26.
22. Chen, Khie, Pohan, Herdiman T, dan Sinto, Robert. 2009. Diagnosis dan Terapi
Cairan pada Demam Berdarah Dengue. MEDICINUS.2(1): 3-7.
23. Raihan, Hadinegoro, Sri Rezeki S, dan Tumbelaka, Alan R. 2010. Faktor
Prognosis Terjadinya Syok pada Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatri. 12 (1):
47-52.
24. Nelwan, R.H.H. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Cermin Dunia
Kedokteran. 39(4).
25. David, Hull, dkk. Dasar-dasar Pediatri. Jakarta : EGC.
26. Abraham M. Rudolph, dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta : EGC.