Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun diantar ibunya ke RS dengan keluhan demam naik
turun sejak 4 hari yang lalu.Demam muncul mendadak dan terjadi terus menerus sepanjang
hari disertai nyeri kepala, athralgia, myalgia. Sejak 6 jam yang lalu demam turun tetapi
disertai epistaksis, gusi berdarah, dan nyeri perut. Pasien juga tampak lemah, tidak mau
makan dan minum.Teman sekelas pasien juga ada yang menderita keluhan serupa bulan lalu
tetapi tidak disertai epistaksis dan gusi berdarah, hanya nyeri seluruh sendi yang masih
dirasakan hingga saat ini.Di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien juga banyak ditemukan
jentik nyamuk. Akibat banyaknya laporan penderita demam tersebut, maka dinas terkait
melakukan fogging dan meminta masyarakat untuk melakukan PSN.
1
KLARIFIKASI ISTILAH
2
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa makna klinis demam naik turun dan muncul mendadak sejak 4 hari yang lalu dan
apa saja faktor penyebab demam?
2. Apa saja tipe-tipe demam beserta contohnya?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya demam?
4. Apa penyebab arthralgia dan myalgia yang dialami pasien?
5. Apa makna klinis epistaksis dan gusi berdarah serta bagaimana mekanisme terjadinya
epistaksis?
6. Apa makna klinis pasien tidak mau makan dan minum serta tampak lemah?
7. Apa hubungan penyakit pasien dengan teman sekelasnya dan mengapa temannya
tidak mengalami epistaksis dan gusi berdarah?
8. Apa hubungan tempat tinggal pasien dengan jentik nyamuk?
9. Bagaimana prosedur fogging dan syaratnya?
10. Apa tujuan dan kelebihan serta kekurangan fogging?
11. Bagaimana alur penegakkan diagnosis pasien tersebut?
12. Apa saja diagnosis banding penyakit pasien tersebut?
13. Sintesis penyakit!
3
ANALISIS MASALAH
1. Apa makna klinis demam naik turun dan muncul mendadak sejak 4 hari yang
lalu dan apa saja faktor penyebab demam?
Jawab :
a. Makna klinis demam naik turun dan muncul mendadak sejak 4 hari yang lalu
Demam biasanya merupakan tanda bahwa kita terserang infeksi atau penyakit.
Dan apabila mengalami demam naik turun, bisa jadi itu karena kita sedang mengidap
tifus, malaria, atau demam berdarah. Kebanyakan bakteri dan virus penyebab infeksi
pada manusia berkembang dengan baik jika suhu tubuh kita berada di titik di 37,1°
Celcius. Ketika kita demam dan suhu tubuh meningkat, itu berarti tubuh kita sedang
mempertahankan diri dan berperang melawan virus dan bakteri penyebab infeksi
tersebut. Anak kecil bisa dikatakan sedang demam jika suhu tubuhnya di atas 37,2°
Celcius saat diukur di ketiak, sedangkan orang dewasa di atas 38° Celcius.
Demam tinggi pada pasien merupakan tanda khas dari fase akut dimana mediator
mediator radang akan mempengaruhi pusat pengaturan termoregulasi di
hypothalamus. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai
rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransang pirogenik lain.
Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat
ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan; tetapi
apabila telah melampaui batas kritits tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh.
Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui. Sebagai
respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel kupfer
mengeluarkan sitokin yang berperan sebagai pirogen endogen (IL-1, TNF-α, IL-6, dan
interferon) yang bekerja pada pusat thermoregulasi hipotalamus. Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin
E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase-2 (COX-2) dan
menimbulkan peningkatan suhu tubuh. Hipotalamus akan mempertahankan suhu
sesuai patokan yang baru dan bukan suhu normal. Mekanisme demam dapat juga
terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal afferen nervus vagus yang
dimediasi oleh produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1 (MIP-1), suatu
kemokin yang bekerja langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan
demam dari jalur prostaglandin, demam melalui MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh
4
antipiretik. Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas,
sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi
pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan
demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah
sesuatu yang dialami dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.
Namun, jika kita mengalami demam naik turun, contohnya hari ini kita demam,
besok reda, dan lusa demamnya muncul kembali, ada kemungkinan kita terserang tiga
jenis penyakit di bawah ini.2
1) Demam Thypoid
Tifus merupakan penyakit demam parah yang mendadak dan seringkali tidak
diketahui penyebabnya. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Salmonella yang
tertelan oleh penderita. Wabah tifus sangat mudah menular dan paling banyak
ditemukan di wilayah dengan sanitasi buruk, dan akses air bersih yang
terbatas.Biasanya, kita mulai merasa tidak enak badan 7-14 hari setelah terinfeksi
bakteri, disertai dengan nyeri perut, diare atau sulit buang air besar,dan demam
tinggi hingga 39-40° Celcius. Pola demamnya pun naik turun, di pagi hari suhu
tubuh kita bisa turun, tapi setelah itu bisa kembali naik selama sepanjang hari.Jika
tifus tidak ditangani segera, gejala dapat bertambah parah dalam beberapa minggu
dan berisiko menyebabkan komplikasi yang fatal.2
2) Demam Berdarah
Demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus
dengue. Penyakit yang biasanya mewabah di musim hujan ini memiliki gejala
awal seperti tubuh menggigil, muncul bintik-bintik kemerahan di kulit, dan wajah
memerah yang bisa berlangsung selama 2-3 hari. Gejala khas lain yang muncul
pada demam berdarah adalah demam naik turun yang memiliki pola seperti pelana
kuda. Puncak dari demam ini bisa sangat tinggi yang mencapai 40° Celcius atau
lebih.2
Tanda-tanda terserang demam berdarah yang lainnya adalah sakit kepala
parah, belakang mata terasa sakit, nyeri otot dan sendi, kelelahan, mual, muntah,
kehilangan nafsu makan, dan perdarahan ringan. Berbagai gejala tersebut biasanya
mulai muncul 4-6 hari setelah kita terinfeksi dan berlangsung hingga 10 hari.2
5
3) Malaria
Penyakit yang biasanya ditemukan di negara beriklim tropis dan subtropis ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Gejala malaria
biasanya membutuhkan waktu 7-18 hari antara terinfeksi dan munculnya gejala
(masa inkubasi), tapi ada juga yang gejalanya baru keluar satu tahun
kemudian.Gejala awal penyakit malaria mirip seperti gejala flu, misalnya tubuh
demam dengan suhu tinggi, sakit kepala, tubuh berkeringat, panas dingin, muntah
dan terkadang disertai nyeri otot, diare, serta badan terasa tidak enak. Berbagai
gejala tersebut terkadang sulit dideteksi sebagai malaria karena terlihat ringan.2
Demam yang disebabkan karena malaria terjadi dalam siklus 24-72 jam
tergantung pada jenis parasit yang menginfeksi. Selama siklus ini, awalnya kita
merasa kedinginan dan menggigil. Setelah itu,akan muncul demam yang disertai
kelelahan dan banjir keringat. Gejala tersebut biasanya berlangsung antara 6-12
jam dan kemudian demam turun kembali.2
Pada skenario ini, pasien mengeluh demam yang naik turun sejak 4 hari yang lalu. Ini
menandakan bahwa pasien sudah mengalami gejala dari Demam Berdarah Dengue
(DBD). Gejala ini juga merupakan gejala yang sangat khas pada DBD karena demam
yang muncul pada demam berdarah adalah demam naik turun serta memiliki pola
seperti pelana kuda.
6
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara
lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi,
keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erythematosus, vaskulitis, dan lain lain), keganasan (Penyakit Hodgk in, Limfoma
non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,
difenilhidantoin, dan antihistamin).6 Selain itu anak-anak juga dapat mengalami
demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal
lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah
gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma,
cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.7
7
d. Demam Kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpirexia.8
e. Demam Siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti periode bebas
demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula. Contoh dari demam ini adalah demam berdarah (demam dengue),
demam kuning, poliomyelitis, chikungunya, dan leptospirosis.8
8
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia
yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN).Pirogen eksogen
dan pirogen endogen akan merangsang endoteliumhipotalamus untuk membentuk
prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-
mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan
produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik.9
9
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi.
Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti demam,
rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat, muntah, dan somnolen.10
5. Apa makna klinis epistaksis dan gusi berdarah serta bagaimana mekanisme
terjadinya epistaksis?
Jawab :
Sejak awal demam sebenarnya telah terjadi penurunan jumlah trombosit pada
penderita DBD.Penurunan jumlah trombosit memudahkan terjadinya perdarahan pada
pembuluh darah kecil seperti kapiler yang bermanifes sebagai bercak kemerahan. Di
sisi lain, peningkatan jumlah histamin meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga
terjadi perembesan cairan plasma dari intravaskuler ke interstisiel. Hal itu semakin
diperparah dengan penurunan jumlah albumin akibat kerja IL-1 dan gangguan fungsi
hati.Adanya plasma leakage tersebut menyebabkan peningkatan Hematokrit.
Trombositopenia terjadi akibat pemendekan umur trombosit akibat destruksi
berlebihan oleh virus dengue dan sistem komplemen (pengikatan fragmen C3g);
depresi fungsi megakariosit, serta supresi sumsum tulang.Destruksi trombosit terjadi
di hepar, lien, dan sumsum tulang. Trombositopenia menyebabkan perdarahan di
mukosa tubuh sehingga sering muncul keluhan melena, epistaksis, dan gusi berdarah.9
6. Apa makna klinis pasien tidak mau makan dan minum serta tampak lemah?
Jawab :
a. Distensi gastrointenstinal Pengisian lambung dan duodenum menyebabkan
rangsangan reseptor regang (mekanosensori) di akson serat saraf aferen n.
vagus. Sinyal tersebut dibawa ke nukleus traktus solitarius (NTS) di medula
oblongata dan dari NTS ini disampaikan ke pusat pengaturan nafsu makan
hipotalamus dan ke area otak lainnya.11
b. Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput
membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim
lisosomal dan asam arakhidonat. Metabolisme asam arakhidonat menghasilkan
prostaglandin-prostaglandin yang mempunyai efek pada pembuluh darah,
ujung saraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi. Proses terjadinya
inflamasi sebenarnya merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri dari
10
tubuh terhadap benda asing, tetapi jika proses ini berlangsung secara terus
menerus (kronis) justru akan merusak jaringan. Dalam hal terjadinya reaksi
jaringan berupa adanya iritasi mukosa, pengeluaran serotonin ini merupakan
pengahambat neuropeptida Y pada nukleus arkuatus sehingga terjadi
penekanan pusat rasa lapar.11
Rasa lemah pada pasien disebabkan karena tidak ada asupan nutrisi untuk
metabolisme energi tubuh.
Teman pasien juga mengalami gejala yang sama sebulan lalu namun tanpa disertai
gejala epistaksis dan gusi berdarah, kemungkinan patogen yang menyerang pasien
dan temannya sama, akan tetapi derajat keparahannya yang berbeda. Ada Beberapa
faktor yang menyebabkan perbedaan ini yaitu :
- Virulensi
Pada pasien, virulensi virus lebih tinggi sehingga gejala yang dialami lebih
berat sedangkan virulensi virus pada teman pasien lebih rendah sehingga gejala
yang dialami tidak terlalu berat.12
11
8. Apa hubungan tempat tinggal pasien dengan jentik nyamuk?
Jawab :
12
harus mendapat rekomendasidari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Selain itu
khusus untukfogging fokus dapat dilakukan oleh masyarakat dengan tenagaterlatih
dibawah pengawasan Puskesmas yang telah memperolehizin dari Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota.13
13
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan penunjang
4) Selanjutnya setelah menentukan diagnosis kerjanya, dilakukan penatalaksanaan baik
berupa farmakologi maupun non-farmakologi
1) Anamnesis14
Biasanya pasien akan datang dengan beberapa keluhan, seperti :
Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari
Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah
Pada anak-anak maupun remaja dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan
nyeri perut
Diare kadang-kadang dapat ditemukan
Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan
2) Pemeriksaan fisik
Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak tinggi, facial
flushberupa terdapat bercak eritema pada kulit dan wajah kemerahan,muntah,
nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorokan dengan faring yang
mengalami hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta
tersebut lebihmencolok pada DD atau Deman Dengue daripada DBD
(Demam Berdarah Dengue). 14
Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi hati
(transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD. Perbedaan antara DD dan DBD
adalah pada DBD terjadi peningkatanpermeabilitas kapiler sehingga
menyebabkan perembesan plasma,hipovolemia, dan syok.Perembesan plasma
mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam ronggapleura dan rongga
peritoneal selama 24-48 jam. Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5
perjalanan penyakit. Pada saat inisuhu yang dapat merupakan awal
penyembuhan pada infeksi ringan namunpada DBD berat merupakan tanda
awal syok.14
Perdarahan dapat berupa adanya petekie di lengan seluas 2,5 cm pada saat
dilakukan test torniquet positif, epistaksis, melena, ataupun hematuria. Petekie
14
sendiri adalah bintik-bintik perdarahan atau purpura dengan diameter <2 mm,
yang biasanya merupakan tanda kelainan trombosit dimana terjadi jumlah
trombosit yang terlalu sedikit (biasanya <50.000 / μL) ataupun trombosit yang
berfungsi abnormal.14
Tanda-tanda syok :14
o Pada anak-anak akan merasa gelisah, terjadi penurunan kesadaran,
sianosis
o Nafas cepat, nadi teraba lemah kadang-kadang tidak teraba
o Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg
o Akral dingin, capillary refill menurun
o Diuresis menurun sampai anuria
Apabila syok tidak dapat segera diatasi, akan terjadi komplikasi
berupaasidosis metabolic dan perdarahan hebat.
3) Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan diagnosis kerja, dan menyingkirkan diagnosis banding. Perlu
juga dilakukan pemeriksaan penunjang, berupa :
A. Pemeriksaan Laboratorium14
a) Uji Bendungan (uji Tourniquet).
Merupakan pemeriksaan hemostasis yang penting pada awal sakit. Dilakukan
dengan melakukan bendungan darah pada tekanan tertentu ( penjumlahan tekanan
sistol dan diastole dibagi dua ) di lengan atas. hasil positif bila dalam waktu 10 menit
timbul 10 atau lebih petechiae di daerah voler lengan.
b) Pemeriksaan hematokrit (Ht)
Bertujan untuk mengetahui adanya homokonsentrasi yang terjadi pada
penderita DBD. Pada penderita DBD dapat dijumpai nilai hematokrit meningkat
sampai lebih dari 20%.
16
II. Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama hilus
kanan,hemitoraks kanan lebih radio opak dibandingkan kiri dan efusi
pleura.
III. USG : Efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica
feleadan vesica urinaria
17
berakdarah- dengue - Dektrose 5%
hitam) dalamlarutan RL
- Hepatomegali - Dekstrose 5%
- Tandasyok dalamlarutan RA
(akraldingin, - Dekstrose 5% dalam ½
gelisah, larutan GF
tidaksadar) Koloid:
- Dekstran 40
- Plasma
- Albumin
Cikungunya Virus Buggy - Demammendad - AntibodiIgMpos Pengobatannya
Creek(virus ak itif hanyabersifatsimptomati
CHIK) - Bercakkemerah - Isolasi virus sdansupportifsepertipem
darifamiliTo anmakulopapul - Hasilpemeriksaa beriananalgesik,
gaviridae er non pruritik n RT-PCR antipiretik, anti
- Limfadenopati positifasamnukl inflamasi
- Arthralgia, eat virus
myalgia/artritis cikungunya
Malaria Parasit - Demam 37,5- - Pemeriksaandar Malaria falciparum
0
protozoa 40 C lebihdari 2 ah - Linipertama
Plasmodium hari, (ditemukanparas (artesunat+amodiakuin
menggigildanber itdalamdarah) +primakuin)
keringat - Tes diagnostic - Linikedua
- Konjungtivapalp cepat (rapid (kina+doksisiklin/tetra
ebrapucat diagnostic test) siklin+primakuin)
- Splenomegali
- Hepatomegal Malaria vivaxdan
- Pada malaria malaria ovale
berat - Klorokuin+primakuin
(penurunantekan
andarah,
nadicepatnamun
lemah,
frekuensinapasm
eningkat,
penurunankesad
aran, dehidrasi,
ikterik,
gangguanfungsi
ginjal,
dangejalaneurol
ogis).
Campak Paramyxovir - Batukpilek Pemeriksaanlabora - Terapicairan yang
us - Konjungtivitis toriumtidakspesifi bersifat maintenance.
- Tandapatogono kterhadapcampakd - Antibiotic
mikbercakKopli antidakmembantud bilaadainfeksisekunder
k alam diagnosis. - Terapisimptomatiksep
- Demamtinggi>4 Kultur virus ertiantipiretikjikadema
0
0 C campakbelumterse m
- Saatruammengh diasecaraumum. - Terapi vitamin A
18
ilang, Konfirmasi
warnamenjadike diagnosis
coklatandanmen ditegakkandengan
galamideskuam ditemukannyaselra
asi ksasamultinukleara
- Limfadenitisser dasediaanapus
vikal mukosa nasal
- Splenomegaly danadanyapeningk
- Limfadenopatim atan serum
esenterika antibodiakut.
19
2. Etiologi
DENV adalah virus yang termasuk dalam grup B Arthopodal borne virus
(arboviruses) dari kelompok Flavivirus dan keluarga Flaviviridae. DENV terdiri
dari genom asam ribonukleat berserat tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid
dengan diameter sekitar 30 nm. Nukleokapsid ini dikelilingi oleh selubung lemak
dengan ketebalan sekitar 10 nm. Diameter keseluruhan virion tersebut kira-kira 50
nm. Genom DENV adalah virus RNA rantai positif, dengan panjang molekulnya 11
Kb tersusun atas protein struktural dan nonstruktural dan berdasarkan perbedaan
antigennya dibagi menjadi empat serotipe yaitu: DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN
4. Genom DENV terdiri dari 11.000 nukleotida, yang menyandi 3 protein struktural:
envelope glikoprotein (E), core (C), pre-membran (pr-M), dan 7 protein non
struktural: NS-1, NS-2A, NS-2B, NS-3, NS-4A, NS-4B, NS-5. Protein struktural
merupakan 25% dari total protein, sedangkan protein non struktural merupakan
bagian terbesar (75%). Dalam merangsang pembentukkan antibodi diantara protein
struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein
pre-M dan C. sedangkan pada protein non struktural yang paling berperan adalah
protein NS-1.24
Suatu frame tunggal terbuka DENV terdiri dari daerah yang diapit oleh
capped 5’ unstranslated region (UTR) dan 3’ UTR lacking a poly A tail.
20
Protein E memerantarai beberapa aktiitas biologi penting seperti hemaglutinin
viral dan protein pengikat reseptor, menginduksi antibodi viral neutralizing (VN),
dan berperan dalam fusi membran dan perakitan virus. Envelope virus terdiri dari 2
lapis lipid yang berasal dari membran sel. Protein nonstruktural NS1 merupakan
penghubung sel, terdapat dipermukaan sel dan extraseluler non virion. Bila terjadi
infeksi DENV, antibodi dibentuk untuk melawan protein NS1 disertai aktivitas
komplemen. Protein NS3 merupakan protein kedua yang terbesar, mempunyai dua
fungsi utama yaitu aktivitas protease dan aktivitas trifosfatase/helicase, terletak di
sitoplasma. Protein NS5 kemungkinan berlokasi di sitoplasma, walaupun berkorelasi
dengan membran, dan enzim RNA-dependen RNA polimerase virus. Protein NS5
berperan sebagai methyltransferase, untuk capping genom virus. Protein hidrofobik
NS2A, NS2B, NS4A dan NS4B diduga berkorelasi dengan membran sel,
membentuk komponen membran sel, saat replikasi kompleks dan berinteraksi
dengan protein lain yang berlokasi di membran seperti NS3 dan NS5. UTR 5’ dan 3’
DENV berkorelasi dengan replikasi, translasi dan virulensi virus. 24
Struktur antigen keempat serotipe tersebut sangat mirip satu dengan lain,
namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan
perlindungan silang. Infeksi oleh salah satu serotipe virus akan menimbulkan
kekebalan jangka panjang terhadap serotipe sejenis, tetapi dengan serotipe lain
sering menyebabkan infeksi sekuansial yang manifestasinya lebih berat.24
3. Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue tersebar diwilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat &
Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah
tanah air.Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti & A. albopictus).20
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus
dengue yaitu :20
1.Vector : perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector
di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain
2.Penjamu : terdapatnya penderita dilingkungan atau keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia & jenis kelamin.
3.Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi & kepadatan penduduk.
21
4. Patogenesis demam berdarah dengue
Siklus intraseluler virus dengue hampir serupa dengan siklus virus lain yang
juga tergolong dalam genus ßa vivirus .Infeksi virus Dengue dimulai saat vektor
mengambil darah host dan memasukkan virus ke dalamnya. Virus Dengue berikatan
dan masuk ke dalam sel host melalui proses endositosis yang dimediasi oleh reseptor
aÞnitas rendah seperti DCSign (dendriticcells). Selama terjadi internalisasi dan
asidfikasi endosom, virus berfusi dengan membran vesikuler mengakibatkan
masuknya nukleokapsid menuju sitoplasma dengan genome tanpa amplop
(uncoatinggenome).17
22
kompleks virus antibodi dengan reseptor Fc. Infeksi ini secara langsung mengaktivasi
sel T helper (CD4) dan sel T sitotoksik (CD8) yang menghasilkan limfokin dan
interferon gamma. Selanjutnya interferon gamma akan mengaktivasi makrofag yang
menyebabkan sekresi berbagai mediator inß amasi seperti TNF , IL-1 dan PAF
(platelet activating factor), IL-6 dan histamin. Mediator inflamasi ini mengakibatkan
terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Selain itu kompleks
virus dan antibodi ini akan mengaktifkan sistem komplemen dengan
mensekresikan C3a dan C5a, yang akibatkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi plasma dari intravaskuler menuju
ekstravaskuler.17
Vaskulopati
Disfungsi endotel pada infeksi virus dengue tampak dalam manifestasi
klinis berupa peningkatan permiabilitas kapiler, yang bertanggung jawab terhadap
proses kebocoran plasma, hemokonsentrasi, hipoproteinemia atau hipoalbuminemia,
efusi pleura, asites dan gangguan sirkulasi. Kebocoran plasma biasanya terjadi
pada fase febris akut dan sangat menonjol terlihat terutama pada pasien-pasien
23
dengan kegagalan sirkulasi. Tes torniket atau uji Rumple Leede yang positif
menandakan adanya kebocoran plasma, dan biasanya terjadi pada hari awal
serangan. Patomekanisme terjadinya kebocoran plasma pada DBD disebabkan
oleh beberapa faktor. Infeksi virus Dengue pada makrofag dan monosit
selanjutnya akan mengaktivasi limfosit T, baik CD4 maupun CD8. Aktivasi ini
makrofag dan monosit akan merangsang infeksi virus dengue untuk mengaktivasi
makrofag dan monosit yang lainnya, yang selanjutnya akan memproduksi mediator
inflamasi seperti TNF , IL-1, PAF, IL-6, histamin sedangkan limfosit T
menghasilkan mediator inflmasi berupa IL-2, TNF , IL-1, IL-6 dan IFN!. Peningkatan
C3a dan C5a juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma melalui anfilaktoksin
yang dihasilkannya.17
Koagulopati
Komplek virus antibodi yang terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem
koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor Haegeman (faktor XII) menjadi
bentuk aktif (faktor XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan mengaktifkan faktor
koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya
terbentuk fibrin.17
Di samping mengaktifkan sistem koagulasi, faktor XIIa juga akan
mengaktifkan sistem fibrinolisis, yaitu terjadi perubahan plasminogen menjadi
plasmin melalui proses enzimatik. Plasmin memiliki sifat proteolitik dengan
sasaran khusus yaitu fibrin. Fibrin polimer akan dipecah menjadi fragmen X dan
24
Y. Selanjutnya fragmen Y dipecah lagi menjadi fragmen D dan fragmen E yang
dikenal sebagai D-dimer. Degradasi fibrin ini (FDP) memiliki sifat sebagai anti
koagulan, sehingga jumlah yang cukup banyak akan menghambat hemostasis.
Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis yang berkepanjangan berakibat menurunnya
berbagai faktor koagulasi seperti faktor II, V, VII, VIII, IX, dan X serta plasminogen.
Hal ini memperberat perdarahan yang terjadi pada penderita DBD.17
Sistem kinin dan sistem komplemen juga turut diaktifkan oleh faktor XIIa.
Faktor XIIa mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein yang juga merupakan enzim
proteolitik. Kalikrein akan mengubah kinin menjadi bradikinin, suatu zat yang
berperan dalam proses spesifik diantaranya adalah proses inflamasi yang
menyebabkan pelebaran dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Sistem komplemen merupakan salah satu mediator dasar pada proses
inflmasi dan memegang peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Komplemen merupakan sejumlah protein inaktif yang dapat diaktifkan oleh
faktor XIIa. Sebagai hasil akhir aktivasi ini ialah terjadi lisis dari sel. Disamping itu
terbentuk juga anafilatoksin yang juga meningkatkan permiabilitas pembuluh darah.17
Trombositopenia
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan oleh
WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD. Jumlah trombosit biasanya masih
normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah
panas dan mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada
DBD masih kontroversial, disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang
25
serta akibat destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Mekanisme
peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks
imun pada permukaan trombosit yang mengeluarkan ADP (adenosin di posphat)
diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan
oleh sistem retikuloendotelial khususnya limpa dan hati. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang mengakibatkan terjadinya
koagulopati konsumtif.17
Pada suatu studi yang dilakukan pada 35 anak-anak dengan DBD di Thailand,
ditemukan pada fase akut infeksi DBD baik dengan ataupun tanpa syok terjadi
penurunan aktivitas agregasi trombosit, hal ini diimbangi dengan meningkatnya
betatromboglobulin (BTG) dan platelet factor-4 (PF4) dalam plasma. Pada beberapa
kasus, penurunan jumlah trombosit ini bisa terjadi hingga waktu yang cukup
lama. Suatu laporan kasus di Malaysia melaporkan bahwa pemulihan jumlah
trombosit pada seorang penderita DBD sampai mencapai hari ke-40. Setelah
menyingkirkan kemungkinan dari penyebab lain terjadinya trombositopenia,
diperkirakan hal ini terjadi karena infeksi virus Dengue yang menyerang berasal
dari jenis virus yang mengalami mutasi. Atau kemungkinan lain diperkirakan
penderita terinfeksi virus dengue yang baru saat berada dalam fase
konvalesen.17
Terdapat beberapa pendapat mengenai indikasi dan dosis pemberian transfusi
trombosit. Departemen Kesehatan merekomendasikan transfusi trombosit konsentrat
pada penderita DBD diberikan hanya pada kasus dengan perdarahan masif dan jumlah
trombosit < 100.000 . Perdarahan spontan dan masif termasuk perdarahan yang
tampak ataupun yang tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 cc/kg
berat badan/jam. Nimamanitya menuliskan indikasi transfusi pada DBD bila
perdarahan yang volumenya melebihi 10% dari jumlah cairan tubuh.17
26
sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan, umumnya nilai
hematokrit tidak meningkat, bahkan malahan menurun.17
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit
menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan
hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang ditemukan
pada DBD.17
29
Skema 2. Patogenesis dan spektrum klinis DBD19
5. Manifestasi klinis20
Kriteria klinis 1. Demam tinggi mendadak, terus menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan seperti torniquet positif, petechiae,
echimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi dan
hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati (Hepatomegali)
4. Syok ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi turun,
tekanan darah turun, kulit dingin dan lembab terutama di ujung jari dan
ujung hidung, sianosis sekitar mulut, dan gelisah.
Kriteria 1. Trombositopenia (100.000 ul atau kurang)
laboratoris
2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih
6. Tatalaksana
30
1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :21
a. Istirahat total di tempat tidur.
b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air
ditambah garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau
minum, muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus diberikan.
c. Berikan makanan lunak
d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan
diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.
e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
Pencegahan
A. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah. Sebagai contoh:
- Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali seminggu.
- Mengganti/menguras vas bunga dan tempat, minum burung seminggu sekali.
31
- Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.21
B. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).21
C. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
- Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti,
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.21
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi setempat.21
7. Komplikasi22
2. Ensefalopati Dengue
3. Kelainan ginjal
4. Udem paru
5. Bradikardi
32
Tabel 1. Komplikasi demam dengue23
8. Prognosis
Dengan perawatan yang cepat dan agresif, kebanyakan pasien sembuh dari
demam berdarah dengue.Namun, setengah dari pasien yang tidak diobati dan telah
mengalami syok tidak dapat bertahan hidup.22
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W. N. (2008). Kamus Saku Kedokteran Dorland (28 ed.). (Y. B. Hartanto,
W. K. Nirmala, Ardy, & S. Setiono, Eds.) Jakarta: Elsevier.
2. Sideridis, et al. NCBI (2003). Dengue fever: diagnostic importance of a camelback
fever pattern. Heart & Lung: the journal of critical care,32(6),pp.414-8.
3. Graneto, J.W. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic Medicine of
Midwestern University. 2010.
Available from:http://emedicine.medscape.com/article/801598-overview.
[Diunduh pada 03 September 2018].
4. Davis, C.P. Fever in Adults. University of Texas Health Science Center at San
Antonio. 2011.
Available from:
http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=58831.
[Diunduh pada 03 September 2018].
5. Jenson, H.B., and Baltimore, R.S.Infectious Disease: Fever without a focus. In:
Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman, R.E., ed. Nelson
Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York: Elsevier. 2007. P: 459-461.
6. Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. Fever. University of Washington. 2010. Available
from:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm[Diunduh pada 03
September 2018].
7. Nelwan, R.H.Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal: 2767-2768.
8. Anonim. 2011. Demam berdarah dengue. Universitas Lampung. Diakses melalui
http://digilib.unila.ac.id/15803/13/BAB%20II.pdf pada tanggal 30-08-2018 pukul
18.20
9. Sudoyo, Aru W, Dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi VI.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UI
10. Soedarmo PS. 2002.Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 176-
209
11. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan Pencegahan dan
Pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta : Erlangga; 2007. Hal.74.
34
12. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan Pencegahan dan
Pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta : Erlangga; 2007. Hal:74.
13. Anonim.2013. mekanisme pengaturan nafsu makan. Universitas Gajah Mada.
Diunduh melalui
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act=v
iew&typ=html&id=64059&ftyp=potongan&potongan=S1-2013-284483-chapter1.pdf
pada tanggal 30-08-2018 pukul 18.20
14. Hospital Care for Children. Demam Berdarah Dengue: diagnosis dan tatalaksana.
http://www.ichrc.org/622-demam-berdarah-dengue-diagnosis-dan-
tatalaksana[Diunduh pada 03 September 2018].
15. Widoyono. 2011. PenyakitInfeksiTropis. Jakarta. Erlangga.
16. Rampengan T.H. Penyakit Infeksi Tropis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2008. Hal:123.
17. Ren, Ni Made Renny A. 2009. Kelainan Hematologi Pada Demam Berdarah Dengue.
Divisi Penyakit Tropik Dan Infeksi. Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK Unud
RSUP Sanglah , Denpasar
18. Nainggolan L, Chen K, Pohan HT, Suhendro. 2006. Demam Berdarah Dengue. In: In:
Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp:
1731-1736.
19. Khie Chen, Herdiman T. Pohan, Robert Sinto. 2009. Diagnosis dan terapi cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta
20. Anonim. 2011. Demam berdarah dengue. Universitas Lampung. Diakses melalui
http://digilib.unila.ac.id/15803/13/BAB%20II.pdf pada tanggal 30-08-2018 pukul
18.20
21. Lestari, K.2007. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di
Indonesia.Farmaka. 5(3):12-29.http://farmasi.unpad.ac.id/farmaka-files/v5n3/keri.pdf.
22. Khie Chen, Herdiman T. Pohan, Robert Sinto. 2009. Diagnosis dan terapi cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta
35
23. Abdoerrachman MH. 2002. Demam : Patogenesis dan Pengobatan. In: Soedarmo dkk
(ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi
Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 27-51
24. Zein, Umar. 2018. Prinsip Farmakologi-Endokrin-Infeksi. Sumatera Utara : PT.
Sofmedia
36