Anda di halaman 1dari 29

BED SIDE TEACHING (BST)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A219107 / Juni 2020


** Pembimbing / dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS

HIDROSEFALUS PADA ANAK

Reni Dwi Astuti, S.Ked *

dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
BED SIDE TEACHING (BST)
* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A219107 / Juni 2020
** Pembimbing / dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS

HIDROSEFALUS PADA ANAK

Reni Dwi Astuti, S.Ked *

dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

BED SIDE TEACHING (BST)

HIDROSEFALUS PADA ANAK

Disusun Oleh :
Reni Dwi Astuti, S.Ked
G1A219107

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Juni 2020

Pembimbing

dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Bed Side
Teaching (BST) yang berjudul “Hidrosefalus Pada Anak” sebagai salah satu
syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah Bed Side
Teaching (BST) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca.

Jambi, Juni 2020


Penulis

Reni Dwi Astuti, S.Ked


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidrocephalus (hidrosefalus) terdiri dari kata “hidro” yang berarti air dan
“chepalus” yang berarti kepala. Maka hidrosefalus adalah “air di otak”, “air" ini
merupakan cairan serebrospinal (CSS) yaitu cairan bening yang mengelilingi otak
dan sumsum tulang belakang. Hidrosefalus dapat diartikan sebagai penumpukan
cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem
ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih
ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS.
CSS memiliki fungsi utama yakni untuk menyediakan keseimbangan dalam
sistem saraf. CSS mempertahankan tekanan intracranial dengan cara pengurangan
CSS dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat
pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau
masuk ke dalam rongga subarachnoid lumbal yang mempunyai kemampuan
mengembang sekitar 30%. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas
hemisfer serebral, keadaan ini disebut higroma subdural atau koleksi cairan
subdural. Pada kasus akumulasi cairan yang berlebihan terjadi pada sistem
ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai hidrosefalus internal. Hidrosefalus
sebagai kesatuan klinik dibedakan oleh tiga faktor yaitu peninggian tekanan
intraventrikuler, penambahan volume CSS, dan dilatasi rongga CSS.
Secara keseluruhan, insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.
Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan
11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan
bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering
disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan
meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Kebanyakan
hidrosefalus pada anak-anak adalah kongenital yang biasanya sudah tampak pada
masa bayi. Jika hidrosefalus tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan oleh
karena kongenital. Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi meningitis
bakteri dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih sering pada bayi daripada
anak-anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Cairan Serebrospinal
A. Anatomi Aliran Serebrospinal
Secara umum sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus, ruang
subaraknoid dan vili araknoidea. 
a. Pleksus koroideus
Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan quartus.
Pada saat embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi mesenkim pada
daerah mielensefalon selama minggu keenam intrauterin. Pada usia minggu
ke-7 sampai ke-9, pleksus koroideus mulai kehilangan jaringan mesenkimal
dan ditutupi oleh sel-sel ependimal.

Gambar 1. Potongan koronal dari ventrikulus lateralis dan tertius, tampak pleksus
koroideus
b. Sistem ventrikulus
1. Ventrikulus Lateralis
Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara
anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu
anterior, korpus dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis
menjadi dasar dari septum pelusida.
2. Ventrikulus Tertius
Ventrikulus tertius berada diantara dua thalamus dan dibatasi oleh
hypothalamus di bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikulus tertius
berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen interventrikularis atau
foramen Monroe. Sedangkan bagian posteriornya berhubungan dengan
ventrikulus quartus melalui aquaduktus cerebri Sylvii.
3. Ventrikulus Quartus
Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior (bagian
dari isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon) dan
inferior (bagain mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh
sel-sel ependim, berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan
bagian superior oleh aquaduktus cerebri Sylvii dan melebar ke foramen
lateralis/foramen Luschka.
Gambar 2. Proyeksi ventrikel lateral, tertius dan quartus pada otak.

c. Spatium/Ruang Subaraknoid

Gambar 3. Posisi dari sisterna ruang subaraknoid.

Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh menings yang terdiri


dari tiga lapisan. Dari luar ke dalam dimulai dari duramater, araknoid dan
piamater.
Duramater merupakan lapisan paling superfisial dan melekat pada
calvaria cranii, kemudian lapisan kedua adalah araknoid. Dan selaput otak
(menings) yang langsung melekat pada girus otak adalah piamater. Antara
araknoid dan piamater terdapat spatium subaraknoid. Spatium subaraknoid
diisi oleh CSS dan arteri-arteri utama yang memperdarahi otak. Pada
bagian tertentu spatium subaraknoid melebar dan membentuk suatu
cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat cisterna magna.
d. Granulatio dan vili araknoidea
Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan
penting dalam mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh
manusia.

Gambar 4. potongan sagital melalui verteks memperlihatkan vena, menings dan


granulatio arknoidea.

B. Fisiologi Cairan CSS


Sebagian besar (sekitar 70%) CSS diproduksi oleh pleksus choroideus yang
terletak di dalam sistem ventrikel, terutama pada ventrikel lateralis. Produksi CSS
normal adalah 0,20-0,35 mL / menit; atau sekitar 300-500 ml/hari. Kapasitas
ventrikel lateralis dan tertius orang yang sehat adalah 20 mL dan total volume
CSS pada orang dewasa adalah 120-160 mL.
Aliran CSS dimulai dari pleksus choroideus yang terdapat pada ventrikulus
lateralis kemudian ke ventrikel tertius melalui foramen interventrikular (foramen
Monroe), dari ventrikel tertius CSS  dialirkan ke dalam ventrikulus quartus
melalui aquaductus cerebri Sylvii, dan pada akhirnya ke ruang subaraknoid
melalui foramen Luschka dan Magendie dan selanjutnya diabsorbsi di granulatio
dan vili araknoidea ke sistem sinus venosus.

Gambar 5. Tanda panah memperlihatkan aliran cairan serebrospinal dari


ventrikulus lateralis ke villi arachnoidea.
2.2 Hidrosefalus
A. Definisi
Hidrosefalus adalah pembesaran ventrikulus otak sebagai akibat peningkatan
jumlah cairan serebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara produksi, sirkulasi dan absorbsinya. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai
gangguan hidrodinamik CSS. Kondisi seperti cerebral atrofi juga mengakibatkan
peningkatan abnormal CSS dalam susunan saraf pusat (SSP). Dalam situasi ini,
hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi secara pasif
dengan CSS. Kondisi seperti itu bukan hasil dari gangguan hidrodinamik dan
dengan demikian tidak diklasifikasikan sebagai hidrochefalus.

Gambar 6. Perbedaan ukuran ventrikel normal dan hidrosefalus.

B. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus cukup beragam, bergantung pada faktor yang
berkaitan dengannya. Berikut ini klasifikasi hidrosefalus yang sering dijumpai:
a. Menurut gambaran klinik, dikenal hidrosefalus manifes (overt
hydrocephalus) dan hidrosefalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus).
Hidrosefalus yang tampak jelas tanda-tanda klinis yang khas disebut
hidrosefalus yang manifes. Sementara itu, hidrosefalus dengan ukuran kepala
yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang tersembunyi.
b. Menurut waktu pembentukannya, dikenal hidrosefalus kongenital dan
hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang terjadi pada neonatus atau
berkembang selama intra-uterin disebut hidrosefalus kongenital. Hidrosefalus
yang terjadi karena cedera kepala selama proses kelahiran disebut
hidrosefalus infantil. Hidrosefalus akuisita adalah hidrosefalus yang terjadi
setelah masa neonatus atau disebabkan oleh faktor-faktor lain setelah masa
neonatus.
c. Menurut proses terbentuknya hidrosefalus, dikenal hidrosefalus akut dan
hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut adalah hidrosefalus yang terjadi secara
mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS. Disebut
hidrosefalus kronik apabila perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran
CSS mengalami obstruksi beberapa minggu.
d. Menurut sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus
non-komunikans. Hidrosefalus non-komunikans berarti CSS sistem
ventrikulus tidak berhubungan dengan CSS ruang subaraknoid misalnya yang
terjadi bila akuaduktus Sylvii, atau foramina Luschka dan Magendie
tersumbat. Hidrosefalus komunikans adalah hidrosefalus yang
memperlihatkan adanya hubungan antara CSS sistem ventrikulus dan CSS
dari ruang subaraknoid; contohnya, terjadi bila penyerapan CSS di dalam vili
araknoidalis terhambat.
e. Pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure
hydrocephalus). Pseudohidrosefalus adalah disproporsi kepala dan badan
bayi. Kepala bayi tumbuh cepat selama bulan kedua sampai bulan kedelapan.
Sesudah itu disproporsinya berkurang dan kemudian menghilang sebelum
berumur tiga tahun. Hidrosefalus tekanan normal ditandai oleh pelebaran
sitem ventrikulus otak tetapi tekanan CSS dalam batas normal.
C. Epidemiologi
Frekuensi hidrosefalus lebih kurang 2 kasus per 1.000 kelahiran. Frekuensi
hidrosefalus dan spina bifida adalah 9,7% diantara kelainan perkembangan sistem
saraf. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Juga tidak ada perbedaan ras.
Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis.
Hidrosefalus infantil, 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas
prekembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, kurang
dari 4% akibat tumor fossa posterior. Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah
3 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan insiden untuk hidrosefalus akuisita
(aquired hydrocephalus) tidak diketahui secara pasti karena penyebab penyakit
yang berbeda-beda. Pada umumnya, insiden hidrosefalus adalah sama untuk
kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom Bickers-Adams, X-linked
hydrocephalus ditularkan oleh perempuan dan diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus
dewasa mewakili sekitar 40% dari total kasus hidrosefalus.

D. Etiologi
Pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang
normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat
jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada
adenomata pleksus koroidalis. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan
perdarahan.
1) Kelainan bawaan
a. Stenosis Akuaduktus Sylvius- merupakan penyebab terbanyak. 60%-90%
kasus hidrosefalus terjadi pada bayi dan anak-anak. Umumnya terlihat
sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah
lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida – berhubungan dengan sindroma Arnord-
Chiari akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata dan
serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum
sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker - atresiakongenital foramen Luschka dan
Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran system
ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga
merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa posterior.
d. Kista arachnoid - dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
e. Anomali pembuluh darah – akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai
arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus tranversus
dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2) Infeksi
Timbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang subarachnoid.
Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran
CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus
Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa
minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara
patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna
basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan
meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan
interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih
tersebar

3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel
IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang
berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III
biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

E. Patofisiologi
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1) Produksi CSS yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling
jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh
adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula
yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A.
2) Gangguan aliran CSS yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus.
Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi
cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid.
Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:
 Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya
stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
 Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista
arakhnoid, dan hematom.
 Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,
termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili
arakhnoid.
3) Gangguan penyerapan CSS. Kerusakan vili arakhnoidalis dapat
mengakibatkan gangguan absorpsi CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan kejadian tersebut adalah:
 Postmeningitis
 Post perdarahan subarakhnoid
 Kadar protein CSS yang sangat tinggi
Pada bentuk hidrosefalus akut, didasari oleh faktor mekanik. Perdarahan otak,
tumor/infeksi/abses otak, stenosis akuaduktus cerebri Sylvii, hematoma
ekstradural dan edema otak akut akan mengganggu aliran dan absorbsi CSS
sehingga terjadi peningkatan TIK. Akibatnya tekanan intraventrikular meningkat,
sehingga kornu anterior ventrikulus lateral melebar. Kemudian diikuti oleh
pelebaran seluruh ventrikulus lateralis. Dalam waktu singkat diikuti penipisan
lapisan ependim ventrikulus. Hal ini akan mengakibatkan permeabilitas
ventrikulus meningkat sehingga memungkinkan absorbsi CSS dan akan
menimbulkan edema substantia alba di dekatnya.
Apabila peningkatan absorbsi ini dapat mengimbangi produksinya yang
berlebihan maka tekanannya secara bertahap akan menurun sampai normal,
meskipun penderita masih memeperlihatkan tanda-tanda hidrosefalus. Keadaan
demikian ini disebut hidrosefalus tekanan normal.Namun biasanya peningkatan
absorbsi ini gagal mengimbangi kapasitas produksinya. Sehingga terjadi
pelebaran ventrikulus berkelanjutan dengan tekanan yang juga tetap meningkat.
Hidrosefalus kronik terjadi beberapa minggu setelah aliaran CSS mengalami
sumbatan atau mengalami gangguan absorbsi, apabila sumbatan dapat
dikendalikan atau dihilangkan, tekanan intraventrikular akan menjadi progresif
normotensif karena adanya resorbsi transependimal parenkim paraventrikular.
Akibat dari peningkatan tekanan CSS intraventrikular mengakibatkan sistem
venosa menjadi kolaps dan penurunan volume aliaran darah, sehingga terjadi
hipoksia dan perubahan metabolisme parenkim (kehilangan lipid dan protein).
Akibat lebih jauh adalah terjadinya dilatasi ventrikulus karena jaringan
periventrikular menjadi atrofi.
Patofisiologi hidrosefalus komunikans dan non-komunikas dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Pada hidrosefalus komunikans terjadi hubungan langsung antara CSS
sistem ventrikulus dan CSS di ruang subaraknoid. Hambatan aliran CSS
pada tipe ini biasanya pada bagian distal dari sistem ventrikulus ini, yaitu
pada ruang subaraknoid (sebagai akibat fibrosis dari infeksi sebelumnya)
atau pada granulatio arachnoidea (sebagai akibat kelainan bentuk  struktur
ini). Hal ini mengakibatkan akumulasi CSS dan pembesaran ruang
ventrikulus.
b. Pada hidrosefalus nonkomunikans, CSS pada ruang ventrikulus tidak bisa
mencapai ruang subaraknoid karena adanya hambatan aliran CSS pada
foramen Monroe, aquaductus cerebri Sylvii atau pada foramen Magendi
dan Luschka. Obstruksi pada foramen Monroe misalnya diakibatkan oleh
tumor, menghalangi aliran CSS dari ventrikulus lateralis ke ventrikulus
tertius, mengakibatkan akumulasi cairan dan pembesaran pada ventrikulus
lateralis pada sisi yang mengalami sumbatan. Obstruksi aquaductus cerebri
Sylvii oleh tumor, peradangan atau atresia kongenital mengakibatkan
akumulasi cairan dan pembesaran pada ventrikulus tertius dan kedua
ventrikulus lateralis. Obstruksi pada foramen Magendi dan Luschka oleh
tumor, inflamasi atau atresia Kongenital mengakibatkan akumulasi dan
pembesaran pada ventrikulus quartus, ventrikulus tertius dan kedua
ventrikulus lateralis.

F. Diagnosis
a. Gambaran Klinik
Gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab,
lokasi obstruksi, durasi dan perlangsungan penyakit. Gejala-gejala yang menonjol
merupakan refleksi dari peningkatan TIK. Rincian gambaran klinik adalah sebagai
berikut:
a) Neonatus
Gejala hidrosefalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang-kadang
kesadaran menurun ke arah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang yang
bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum
tampak, sehingga apabila dijumpai gejala-gejala seperti diatas, perlu dicurigai
hidrosefalus.
b) Anak berumur kurang dari 6 tahun
Pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu manifestasi
peningkatan TIK. Lokasi nyeri tidak khas. Kadang-kadang muntah di pagi
hari. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti
penurunan visus. Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui
perubahan cara berjalan. Hal ini disebabkan oleh peregangan serabut
kortikospinal korteks parietal sebagai akibat pelebaran ventrikulus lateral.
Serabut-serabut yang medial lebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan
pola berjalan yang khas. Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya
ingat dan proses belajar. Apabila dilakukan pemeriksaan psikometrik akan
terlihat adanya labilitas emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi.
Pada anak dibawah enam tahun, termasuk neonatus, akan tampak pembesaran
kepala karena sutura belum menutup secara sempurna. Pembesaran kepala ini
harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan mengukur lingkar kepala. Kepala
yang besar (makrosefal) belum tentu disebabkan oleh hidrosefalus tetapi bisa
disebabkan oleh kraniostosis. Fontanela anterior tampak menonjol, pada
palpasi terasa tegang dan padat. Tidak ditemukannya fontanela yang
menonjol bukan berarti tidak ada hidrosefalus. Pada umur satu tahun,
fontanela anterior sudah menutup atau oleh karena rongga tengkorak yang
melebar maka TIK secara relatif akan mengalami dekompresi.  Perkusi pada
kepala anak memberi sensasi yang khas. Pada hidrosefalus akan terdengar
suara yang sangat mirip dengan suara ketuk pada semangka masak. Pada anak
lebih tua akan terdengar suara kendi retak (cracked-pot). Hal ini
menggambarkan adanya pelebaran sutura. Vena-vena di kulit kepala sangat
menonjol, terutama bila bayi menangis. Peningkatan TIK akan mendesak
darah vena dari alur normal di basis otak menuju ke sistem kolateral. Mata
penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas, yang disebut
sebagai setting-sun sign (sklera yang berwarna putih akan tampak diatas iris).
Paralisis nervus abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan letak lesi,
sering dijumpai pada anak yang lebih tua atau pada orang dewasa. Kadang-
kadang terlihat nistagmus dan strabismus. Pada hidrosefalus yang sudah
lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil.
c) Hidrosefalus tekanan normal (Hydrocephalic Ex-vacuo)
Hidrosefalus ini dicirikan dengan trias demensia, gangguan berjalan dan
inkontinensia urin. Hal ini terutama pada penderita dewasa. Gangguan
berjalan dicirikan oleh berjalan lambat, langkah pendek dengan pengurangan
ketinggian langkah dan ataksia dimana kaki diletakkan di permukaan jalan
dengan kekuatan yang bervarisasi. Pada saat mata tertutup akan tampak jelas
ketidakstabilan postur tubuh. Tremor dan gangguan gerakan halus jari-jari
tangan akan mengganggu tulisan tangan penderita.

b. Gambaran Radiologi
Gambaran radiologi untuk mendiagnosis hidrosefalus dapat berupa foto
polos kepala, USG, CT Scan dan MRI.
a) Foto polos kepala
Foto polos kepala dapat memberikan informasi penting seperti ukuran
tengkorak, tanda peningkatan TIK, massa pada fossa cranii serta kalsifikasi
abnormal. Hidrosefalus pada foto polos kepala akan memberikan gambaran
ukuran kepala yang lebih besar dari orang normal, pelebaran sutura, erosi dari
sella tursica, gambaran vena-vena kepala tidak terlihat dan memperlihatkan
jarak antara tabula eksterna dan interna menyempit. Selain itu, untuk kasus
yang sudah lama sering ditemukan gambaran impressiones digitate akibat
peningkatan TIK.
Gambar 8. Foto kepala pada anak dengan hidrosefalus.Tampak kepala yang
membesar kesemua arah. Namun, tidak terlihat vena-vena kepala pada foto diatas.

b) USG
Pada 6-12 bulan pertama kehidupan, diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan
dengan USG. Pada USG akan tampak dilatasi dari ventrikel tetapi USG
sangat jarang digunakan dalam mendiagnosis hidrosefalus.

(a)
(b)

Gambar 9 a & b. Foto USG kepala fetus pada trimester ketiga. Tampak
dilatasi bilateral dari kedua ventrikel lateralis (gambar a) dan penipisan
jaringan otak (gambar b)
c) CT Scan
Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat menentukan ukuran dari ventrikel.
Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan ukuran
dari tumor tersebut. Pada pasien dengan hidrosefalus akan tampak dilatasi
dari ventrikel pada foto CT Scan serta dapat melihat posisi sumbatan yang
menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Dengan CT Scan saja hidrosefalus
sudah bisa ditegakkan.
Gambar 10. CT Scan kepala potongan axial pada pasien
hifrosefalus,dimana tampak dilatasi kedua ventrikel lateralis.

d) MRI
Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat
adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari
hidrosefalus tersebut. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat
ditentukan lokasi dan ukuran dari tumor tersebut. Selain itu pada MRI
potongan sagital akan terlihat penipisan dari korpus kalosum.
Gambar 11. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans akibat
obstruksi pada foramen Luschka dan magendie.Tampak dilatasi dari ventrikel
lateralis dan quartus serta peregangan korpus kalosum.

a b

Gambar 12a & b. MRI potongan axial pada hidrosefalus nonkomunikans akibat
obstruksi pada foramen Luschka dan magendie. Tampak dilatasi dari ventrikel
lateralis (gambar a) dan ventrikel quartus (gambar b).

c. Pemeriksaan Funduskopi
Pada anak-anak yang suturanya telah menyatu, lingkar kepala yang terukur
bisa saja normal, tetapi keluhan yang menonjol berupa nyeri kepala, mual dan
muntah. Bila proses peningkatan tekanan intrakranial terus berlanjut, maka akan
dijumpai edema papil pada pemeriksaan funduskopi. Edema papil ini mungkin
tidak terdeteksi pada anak yang suturanya masih terbuka, kecuali telah mencapai
lingkar kepala yang sangat besar. Keluhan-keluhan tersebut yang terjadi pada
beberapa tahun pertama dari anak yang mengalami hidrosefalus, merupakan
petunjuk bahwa hidrosefalus tersebut diakibatkan oleh proses patologi sekunder
seperti akibat tumor, cedera kepala atau meningitis.

G. Diagnosis Banding
Berdasarkan gambaran radiologi, hidrosefalus memiliki gambaran yang
hampir sama dengan holoprosencephaly, hydraencephaly dan atrofi serebri.
1) Holoprosencephaly
Holoprosencephaly muncul karena kegagalan proliferasi dari jaringan otak
untuk membentuk dua hemisfer. Salah satu tipe terberat dari
holoprosencephaly adalah bentuk alobaris karena biasa diikuti oleh kelainan
wajah, ventrikel lateralis, septum pelusida dan atrofi nervus optikus. Bentuk
lain dari holoprosencephaly adalah semilobaris holoprosencephaly dimana
otak cenderung untuk berproliferasi menjadi dua hemisfer. Karena terdapat
hubungan antara pembentukan wajah dan proliferasi saraf, maka kelainan
pada wajah biasanya ditemukan pada pasien holoprosencephaly.
2) Hydranencephaly
Hydranencephaly muncul karena adanya iskemik pada distribusi arteri karotis
interna setelah struktur utama sudah terbentuk. Oleh karena itu, sebagian
besar dari hemisfer otak digantikan oleh CSS. Adanya falx cerebri
membedakan antara hydranencephaly dengan holoprosencephaly. Jika
kejadian ini muncul lebih dini pada masa kehamilan maka hilangnya jaringan
otak juga semakin besar. Biasanya korteks serebri tidak terbentuk, dan
diharapkan ukuran kepala kecil tetapi karena CSS terus di produksi dan tidak
diabsorbsi sempurna maka terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan
ukuran kepala bertambah dan terjadi ruptur dari falx serebri.
3) Atrofi Serebri
Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti dengan dilatasi
ventrikel karena penuaan. Tetapi Atrofi didefinisikan sebagai hilangnya sel
atau jaringan, jadi atrofi serebri dapat didefinisikan sebagai hilangnya
jaringan otak (neuron dan sambungan antarneuron). Biasanya disebabkan
oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti multiple sklerosis, korea
huntington dan Alzheimer. Gejala yang muncul tergantung pada bagian otak
yang mengalami atrofi. Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak
meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.

H. Penatalaksanaan
a. Terapi Sementara
Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi cairan dari
pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg
BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka
waktu yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik.
Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan
anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada
anak.
Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi dapat
dilakukan pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih dikenal dengan
drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang dilakukan pasca
drainase ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya
infeksi. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi
ventrikel yang dapat dilakukan berulang kali.
b. Operasi Shunting
Shunt merupakan terapi yang banyak dilakukan pada kebanyakan orang. 
Prinsip dari shunt adalah membentuk hubungan atau saluran antara
ventrikulus dengan rongga pleura atau peritoneum. Hanya 25% pasien
dapat diobati tanpa melakukan shunt. Terdapat 2 macam operasi shunting
yaitu sebagai berikut:

 Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi
hidrosefalus tekanan normal.
 Internal
a) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
- Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen)
- Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
- Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior.
- Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke bronkus.
- -Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum.
- Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

b) Lumbo Peritoneal Shunt


CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy
secara perkutan. Lumboperitoneal Shunt, hanya digunakan pada
hidrosefalus komunikans, fistula CSS dan pseudotumor.
c. Endoscopic third ventriculostomy
Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering
digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi
hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk kasus seperti stenosis
akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi
Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold
Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel,
tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada
kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. ETV menurun pada
kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan
operasi yang baik, pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan
dokter bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan
kesuksesan tindakan ini.
Lewat kraniotomi, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari
ventrikel III dapat mengalir keluar.
I. Prognosis
Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi akibat herniasi tonsilar yang
dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti nafas.
Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus
yang diterapi dan 50% pada anak dengan hidrosefalus komunikans. Pada anak
dengan hidrosefalus obstruktif yang memiliki korteks serebral intak,
perkembangan yang adekuat dapat dicapai hanya dengan ETV, meskipun
pencapaian tersebut lebih lambat. Pada anak dengan perkembangan otak tidak
adekuat atau serebrum telah rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan
yang optimal tidak dapat dicapai hanya dengan terapi ETV meskipun tekanan
intrakranial terkontrol.

Anda mungkin juga menyukai