Anda di halaman 1dari 19

Tugas kelompok

ASKEP HIDROSEFALUS

DISUSUN OLEH :

ANISA ARMAN (P201701081)

KARTIKA WEDIANTY .P (P201701082)

PROGRAM STADI S1 KAPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MANDALA WALUYA

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidrosefalus adalah suatu penyakit dengan ciri-ciri pembesaran pada sefal atau kepala
yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal (CSS) dengan atau karena tekanan
intrakranial yang meningkat sehingga terjadi pelebaran ruang tempat mengalirnya cairan
serebrospinal (CSS) (Ngastiah). Bila masalah ini tidak segera ditanggulangi dapat
mengakibatkan kematian dan dapat menurunkan angka kelahiran di suatu wilayah atau
negara tertentu sehingga pertumbuhan populasi di suatu daerah menjadi kecil. Menurut
penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah penderita Hidrosefalus di beberapa negara
adalah sebagai berikut, di Singapura pada anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%,
India: anak 2-4 th 4%, di Indonesia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran
Universitas Indonesia terdapat 3%. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diperoleh
dari catatan register dari ruangan perawatan IKA 1 RSPAD Gatot Soebroto dari bulan
oktober-desember tahun 2007 jumlah anak yang menderita dengan gangguan serebral
berjumlah 159 anak dan yang mengalami Hidrosefalus berjumlah 69 anak dengan persentase
43,39%.
B. Rumusan Masalah

1. Apa dari pengertian hidrosefalus?


2. Bagaimana etiologi dari hidrosefalus?
3. Bagaiman Patofisiologi dan Patogenesis Hidrosefalus?
4. Apa saja Klasifikasi Hidrosefalus?
5. Bagaimana Tanda dan Gejala Hidrosefalus?
6. Bagaimana Diagnosis Hidrosefalus?
7. Bagaimana Terapi Hidrosefalus?
8. Bagaimana Prognosis Hidrosefalus?
C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan sehingga
mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Pada Neonatus Bayi dengan kasus Hidrosefalus
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengumpulkan data subjektif pada pasien dengan kasus
Hidrosefalus pada Bayi
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data objektif pada pasien dengan
kasus Hidrosefalus pada Bayi
3. Mahasiswa mampu melakukan analisis berdasarkan data subjektif dan objektif
pada kasus Hidrosefalus pada Bayi
4. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada kasus Hidrosefalus pada
Bayi
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pendokumentasian pada kasus Hidrosefalus
pada Bayi
D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis
Menambah ilmu pengetahuan, dan pemahaman terkait kasus Hidrosefalus sehingga
bisa meningkatkan kualitas Asuhan yang akan diberikan.

2. Bagi Instansi Pendidikan


Sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi proses akademik yang berlangsung
serta pengembangan pengetahuan dan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di dalam otak.
Hidrosepalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai
akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (Muslihatun, Wati Nur,
2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta).
B. Etiologi Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara
tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang
sering tersumbat ialah foramen Monroi, foramen Luscha dan Magendie, sisterna magna dan
sisterna basalis. Secara teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan
absorbsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosepalus (Ngastiah, Perawatan Anak
Sakit. EGC).
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah kelainan
bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan:
a. Kelainan Bawaan

1. Stenosis Aqueduktus Sylvii


Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90%).
Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih
sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosepalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan
cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.

2. Spina Bifida dan Kranium Bifida


Hidrosepalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnold-
Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebellum letaknya
lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau
total.
3. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luscha dan Magendie yang menyebabkan
hidrosepalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat
sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.

4. Kista Arachnoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.

5. Anomali Pembuluh Darah


b. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningens sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subarakhnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila
aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di aqueduktus sylvii atau
sistem basalis. Hidrosepalus banyak terjadi pada klien pascameningitis. Pembesaran kepala
dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis.
Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sistem basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar kismatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta
lokasinya lebih tersebar.
c. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatannya dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak
diangkat (tidak mungkin operasi), maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan
mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV
atau aqueduktus sylvii bagian akhir biasanya paling banyak disebabkan oleh glikoma yang
berasal dari serebellum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya
disebabkan suatu kranio faringioma.

d. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan
yang terjadi akibat dari darah itu sendiri (Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta).

C. Patofisiologi dan Patogenesis Hidrosefalus


Cairan serebrospinal dibuat di dalam otak dan biasanya beredar ke seluruh bagian otak,
selaput otak serta kanalis spinalis, kemudian diserap ke dalam sistem peredaran darah. Jika
terjadi gangguan pada peredaran maupun penyerapan cairan serebrospinal, atau jika cairan
yang dibentuk terlalu banyak, maka volume cairan di dalam otak menjadi lebih tinggi dari
normal. Penimbunan cairan menyebabkan penekanan pada otak sehingga memaksa otak
untuk mendorong tulang tengkorak atau merusak jaringan otak.
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam
peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan arakhnoid yang meliputi seluruh susuna
saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem
internal dan sistem eksternal.
Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml,
bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml. Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen
monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit Aquaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luscha dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid
melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan
reabsorbsi CSS oleh sistem kapiler.
Hidrosepalus secara teoritis tejadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi
likuor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran likuor, serta peningkatan tekanan sinus
venosa. Konsekuensi tiga mekanisme tersebut, adalah peningkatan tekanan intrakranial
sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda
tiap saat selama perkembangan hidrosepalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari beberapa
hal, yakni kompresi sistem serebrovaskuler, redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan
ekstraseluler, perubahan mekanis dari otak, serta pembesaran volume tengkorak karena
regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebiha disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran
likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosepalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam
upaya mempertahankan reabsorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena
mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga
menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial
sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus
vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vana ini tergantung dari
komplians tengkorak (Muslihatun, Wati Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.
Fitramaya: Yogyakarta).

D. Klasifikasi Hidrosepalus
Terdapat dua klasifikasi hidrosepalus, yang pertama berdasarkan sumbatannya dan
yang kedua berdasarkan perolehannya.
1. Berdasarkan Sumbatannya
a. Hidrosepalus Obstruktif
Tekanan CSS yang meningkat disebabkan adanya obstruksi pada salah satu tempat
pembentukan CSS, antara lain pada pleksus koroidalis dan keluarnya ventrikel IV melalui
foramen luschka dan magendie.
b. Hidrosepalus Komunikan
Adanya peningkatan tekanan intrakranial tanpa disertai adanya penyumbatan pada
salah satu tempat pembentukan CSS.
2. Berdasarkan Perolehannya
a. Hidrosepalus Kongenital
Hidrosepalus sudah diderita sejak lahir (sejak dalam kandungan). Ini berarti pada saat
lahir, otak terbentuk kecil atau pertumbuhan otak terganggu akibat terdesak oleh banyaknya
cairan dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial.
b. Hidrosepalus Didapat
Pada hidrosepalus jenis ini, terjadi pertumbuhan otak yang sudah sempurna dan
kemudian terjadi gangguan oleh karena adanya tekanan intrakranial yang tinggi.

E. Tanda dan Gejala Hidrosefalus

1. Tengkorak kepala mengalami pembesaran


2. Muntah dan nyeri kepala
3. Kepala terlihat lebih besar dari tubuh
4. Ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang dan
menonjol
5. Dahi lebar, kulit kepal tipis, tegang dan mengkilat
6. Pelebaran vena kulit kepala
7. Saluran tengkorak belum menutup dan teraba lebar
8. Terdapat cracked pot sign bunyi seperti pot kembang retak saat dilakukan perkusi
kepala
9. Adanya sunset sign dimana sklera berada di atas iris sehingga iris seakan-akan
menyerupai matahari terbenam
10. Pergerakan bola mata tidak teratur
11. Kerusakan saraf yang dapat memberikan gejala kelainan neurologis berupa:
a. Gangguan Kesadaran
b. Kejang
c. Terkadang terjadi gangguan pusat vital (Nanny Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan
Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika: Jakarta).

F. Diagnosis Hidrosefalus
Diagnosis hidrosepalus pada bayi dibuat berdasarkan ukuran lingkar kepala yang
melebihi satu atau lebih garis pada bagan pengukuran dalm periode 2-4 minggu, dikaitkan
dengan tanda-tanda neurologik yang ada dan progresif. Meski demikian, pemeriksaan
diagnostik lainnya diperlukan untuk menentukan lokasi tempat obstruksi CSS. Pengukuran
rutin lingkar kepala bayi setiap hari dilakukan pada bayi dengan meningokel dan infeksi
intrakranial. Pada saat mengevaluasi bayi prematur, bagan pencatatan lingkar kepala yang
diadaptasi secara khusus dibuat untuk membedakan pertumbuhan kepala abnormal dari
pertumbuhan kepala yang normal dan cepat.
Alat diagnostik primer untuk mendeteksi hidrosepalus adalah CT dan MRI. Sedasi
diperlukan karena anak harus benar-benar diam untuk menghasilkan foto yang akurat.
Evaluasi diagnostik pada anak-anak yang mengalami gejala hidrosepalus setelah masa bayi
sama dengan yang dilakukan pada pasien-pasien dengan dugaan tunir intrakranial. Pada
neonatus, ekoensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan yang berguna untuk
membandingkan rasio ventrikel lateralis dengan korteks serebri (L. Wong, Donna. 2009.
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed. 6, Vol.2. EGC).
G. Terapi Hidrosefalus
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosepalus, yaitu mengurangi
produksi CSS, mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi,
serta pengeluaran likuor (CSS) ke dalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosepalus juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu penanganan alternatif
(selain shunting), serta operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting). Penanganan sementara
ditempuh melalui pemberian terapi konservatif medikamentosa. Pemberian terapi ini
ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosepalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan
dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan reabsorbsinya.
Penanganan alternatif (selain shunting), misalnya pengontrolan kasus yang mengalami
intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau
perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel
III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
Operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting), bertujuan membuat saluran baru antara aliran
likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada
hidrosepalus komunikans ada yang di drain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal
yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi
pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan
kematian.

H. Prognosis
Anak dengan hidrosefalus meningkat resikonya untuk berbagai ketidakmampuan
perkembangan. Rata-rata quosien intelegensi berkurang dibandingkan dengan populasi
umum, terutama untuk kemampuan tugas sebagai kebalikan dari kemampuan verbal.
Kebanyakan anak menderita kelainan dalam fungsi memori (Nelson. 2012. Ilmu Kesehatan
Anak. Vol. 3. EGC).
Hidrosepalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis
serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena
penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal.
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus
mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan (Muslihatun,
Wati Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta).
Contoh kasus

An. E berumur 2 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan kepala tampak membesar
sajak 1 tahun sebelum masuk rumak sakit,dengan keadaan tampak kurus dan kepala
membesar dari hasil pemeriksaan diagnosa ditemukan Nadi :97x/menit,Nafas :
32x/menit,suhu : 36,6 C,Hb : 11,8 g/dL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : An. E
Umur/Tgl lahir : 2 tahun
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anank ke :2
Agama : Islam
No rekam medik :
Tgl masuk : 29-9-2013
Tgl pengkajian : 17 MEI 2019
Ruang rawat : Mawar
Alamat : jln. Raja wali ,semarang no.21

Diagnosis medis :

2.Identitas orang tua


Nama : Ny. N
Umur : 38 Thn
Pendidikan : S1 Hukum
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Suku/bangsa : Buton
Alamat : jln. Raja wali ,semarang no.21

Hubungan dengan klien : Ibu kandung


B. Riwayat kesehatan saat ini
1. Keluhan utama/alasan masuk RS
- kepala membesar sejal 1 tahun sebelum masuk rumah sakit
2. Riwayat penyakit saat ini
- Sejak 1 tahun SMRS,ibu pasien mengelih kepala pasien semakin membesar
ditemukan ada borok dibelakan dan di samping pasien.
- sejak lahir, ibu pasien sudah mengeluh kepala pasien yang ukurannya
berbeda dengan kepala normal,serta setiap bulan ukurannya bertambahtapi ibu
pasien tidak menghiraukannya.
- pasien perna di bawah di poli anak RSUD AA yang kemudian menyarankan
untuk dilakukan CT –Scen tetapi ibu pasien menolak.
C. Riwayat reproduksi
1. Prenatal
Usia ibu saat hamil :
Usia kehamilan :
GPA :
Frekuensi px kehamilan :
Keluhan selama hamil : Ibu mengatakan tidak ada masalah pada saat hamil. Ibu
mengatakan pernah jatuh dari motor pada usia
kehamilan 2 bulan dan pernah keluar flek coklat pada
usia kehamilan 4 bulan.
Jenis jamu/ obat yang digunakan : - Cefazolin 2gr (IV)
- Gransentron 1mg (IV)
- Ranitidin 50mg (IV)
- Oxytocin 20 (IV)
- Metergin 0.2 (IV)
- Misoprositol 800 mEq
- As. Traneksamat (IV).

2. Intanatal
Jenis persalinan : SC. Darurat Tgl/jam : 16 Mei 2013/ 01.30-03.00 WIB. (Ibu
dilakukan SC Darurat karena ibu sudah mengalami
kontraksi dan ketuban pecah dini).
Tempat persalinan : Di RS,ibu bunda hati
Penolong persalinan : Bidan,dan dokter
Penyakit persalinan : Hipertensi grade I TD 140/90 mmHg terkontrol

3. Posnatal
Apgar score : Normal
Bonding attachment : ada ikatan antara ibu dan bayi
PB dan BB : 49 cm, 3,2 kg
Lingkar kepala : 36 – 45 cm
Lingkar dada : 49 cm
Masalah pada bayi : bayi mengalami pembesaran kepala

D. Riwayat kesehatan lalu


Penyakit yang di alami : tidak ada penyakit
Trauma/kecelakaan : tidak ada penyakit
Pengobatan :
Hospitalisasi :
Operasi : ada
Alergi : tidak ada
E. Riwayat kesehatan anggota keluarga
Keluarga yang mempunyai penyakikt sama : tidak ada
Penyakit yang di turunkan : tidak ada
Genogram :tidak ada

F. PEMANTAUAN KESEHATAN
Kunjungan posyandu : 4 -5 kali
Riwayat imunisasi : tidak ada
Jenis imunisasi pemberian
HB : 11 -12 gram/ dL
BCG : 0,005 ml
POLIO : paraisis
DPT : demam ringan,anak menjadi rewel
CAMPAK : roseala infantum
II. PENGKAJIAN KHUSUS
A. Bernafas secara normal
Frekuensi nafas : 32x/menit
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : Nadi :97x/menit
Irama : 80 -120 per menit
Jenis pola nafas :
Bentuk dada : simestris
Pengembangan dada :
Pembersihan dada :
Penggunaan otot bantu :
Pernafasan :
Kesulitan saat bernafas :
Suara nafas tambahan :
Sekret/batuk
Hidung
- Bentuk :
- Kebersihan :
- Pernafasan :
- Cuping hidung
- Alat bantui nafas

Masalah yang di temukan


B. Kebutuhan nutrisi
1. Makan
a. Jenis makanan yang di berikan :
b. porsi makan : sedang
c. Frekuensi makan :
d. Pola makan : tidak teratur
e. Nafsu makan : berkurang
f. Kebisaan jajan : tidak ada
g. makanan disukai : bubur dan sayur bening
h. makanan tidak di sekai : telur
i. alergi makanan : anak alergi makan telur
j. kebisaaan makan dan cara makan : anak masih disuapin sama ibunya
k. riwayat pemberian ASI : > 6 buan

2. Minum
a. Jenis minuman : teh,air putih dan susu
b. Jumlah minuman sehari : 4 kali sehari
c. Minuman di sukai : air putih/ susu
d. Minuaman tidak di sukai : teh
3. Pemeriksaan antropometri
a. BB : 3680 KG
b. TB/PB : 52 cm
c. LILA : -
4. Mata
a. Warna konjungtifa : merah mudah
b. Membran kelopak mata : cekung
5. Mulut
a. Warna mukosa : kemerahan
b. Membran mukosa : lembab
c. Warna gusi : pucat
d. Warna gigi : putih
e. Jumblah gigi : 120
f. Caries gigi : tidak ada
g. Warna lidah : ping
h. Pergerakan lidah : segaah arah terbatas
i. Tes pengecapan : semua rasa
j. Refleks menelan : positif saat menelan
6. Tenggorokan ( nyeri telan)
7. Kulit
a. Turgor kulit : cepat kembali
b. Keadaan kulit: lembab,kering
c. Tingkat dehidrasi: sedang karena jarang minum
8. Abdomen
a. Nyeri abdopmen : tidak ada
b. Masalah lambung : ada ,karena susah makan
Masalah yamg ditemukan :

C. Kebutuhan eliminasi
1. BAK
a. Frekuensi: 3 -4 x/hari
b. Warna : kekuningan
c. Keluhan : tidak ada keluhan
d. Kandung kemih :nyeri tekanan pada saan buang air kecil
e. Hipospadia/epispadia : tidak ada
f. Penggunaan kateter: tidak ada
g. Kebersihan: bersih
2. BAB
a. Frekuensi : 4-5x/hari
b. Warna : khas dengan warna kekuningan
c. Konsistensi : lunak
d. Taratur :teratur
e. Keluhan : tidak ada
f. Kemerahan//lecet pada anus:
g. Penggunaan alat bantu:
Masalah yang di temukan...

D. Bergerak dan mempertahankan keseimbangan tubuh


1. Bentuk punggu :
2. Aktivitas yang dfapat dilakukan :
3. Gangguan aktivitas sering gerak :
4. Pergerakan sendi :
5. Kekuatan otot :
a. Ekseremitan atas
b. Ekseremitan bawah

E. Kebutuhan istrihat dan tidur


1. Waktu tidur siang
2. Wakti tidur malam
3. Mencuci kaki sebelum tidur
4. Kebiasaan kencing sebelum tidur
5. Gangguan tidur
6. Sering terjaga waktu tidur
7. Kebiasaan sebelum tidur
8. Mengompol

Masalah yang ditemuka

F. Kebutuhan berpakaian
1. Memakain dan meleoaskan pakaian
2. Memilih pakain
3. Kebiasaan mengganti pakaian

Masalah yang di temukan

G. Mempertahankan suhu tubuh


1. suhu tubuh
2. kebiasaan menggunaka AC/ kipas angin
3. tindakan yang saat anak panas
4. tindakan yang saat anak dinggin

Masalah yang di temukan


H.kebutuhan personal Hygiene
1. mandi
2. kebersihan kulit
3. lesi kulit
4. keramas
5. kebersihan rambut
6. distribusi rambut
7. seadaan kulit kepala
8. gosok gigi
9. keadaan gigi
10. kebersihan kuku
11. kebiasaan potong kuku

ANAISA DATA
Nama Klien : An. E

Ruang : Mawar

TGL/JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidrosefalus merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi dari CSS. Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan
anatomi/tempat obstruksi CSS, etiologinya, dan usia penderitanya. Diagnosa hidrosefalus
selain berdasarkan gejala klinis juga diperlukan pemeriksaan khusus. Penentuan terapi
hidrosefalus berdasarkan ada tidaknya fasilitas. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak
yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu:

1. Mengurangi produksi CSS


2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
3. Pengeluaran likuor (CSS) ke dalam organ ekstrakranial
B. Saran
Bagi petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat melakukan penatalaksanaan
dan asuhan yang adekuat dan hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi sehingga dapat
menurunkan angka kematian pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Nanny Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika: Jakarta
Nelson. 2012. Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 3. EGC
Ngastiah, Perawatan Anak Sakit. EGC
L. Wong, Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed. 6, Vol.2. EGC
Muslihatun, Wati Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Salemba Medika: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai