Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan seharihari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari
metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon
paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri
secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia
paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat
menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus
meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga
manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit
hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan.
Kira-kira 100 kasus dalam. setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju
seperti Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih
1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme
lebih besar dari pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang
tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali
dari pria.
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap
tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun
keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer
merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah
keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade
ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000.
Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti
neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.
1

Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu


memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang
terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh
sesorang. Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau
gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam
mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap
penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana tinjauan teori dari hiperparatiroidisme ?
2. Bagaiman konsep asuhan keperawatan hiperparatiroidisme ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari hiperparatiroidisme
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan hiperparatiroidisme

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Paratiroid
2.1.1 Anatomi Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan
keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal darisulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu
dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar
yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang
kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi.
Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar
tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala
dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum. Setiap kelenjar paratiroid
panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki
gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama
terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok
plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon
paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil
dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya
sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar
binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas,
sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi
sejumlah hormon.

2.1.2

Fisiologi Kelenjar Paratiroid


Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang

bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH
dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi
dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada
tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik
sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

2.2 Definisi Hiperparatiroidisme


Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung
kalsium. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid dan hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara
langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat
dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi
ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid,
satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid
tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. (www.endocrine.com)

2.3 Klasifikasi Hiperparatiroidisme


Hiperparatirod dapat berupa hiperparatiroid primer, sekunder,dan tersier.
2.3.1 Hiperparatiroid primer
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi
serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium
yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik
yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung serum hormon paratiroid dan ion
kalsium. Penderita hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal
sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga
8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang. Gejala klinis
hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
a. Sebagai akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea, muntah-muntah,
konstipasi dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot lemah, miopati proksimal,
polidipsi dan poliuria (diabetes insipidus like syndrome), perubahan mental (depresi,
stupor, perubahan personalitas, koma, konvulsi).
b. Sebagai akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli, nefrokalsinosis.
Kalsifikasi ocular terjadi karena deposit kalsium pada konjungtiva dan kelopak mata,
band keratopathy.
c. Sebagai akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur
patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray.
d. Sebagai akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison,
pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis syndrome,
hiperurisemia, gout. Apabila ditemukan gambaran klinis, seperti tersebut di atas, maka
harus curiga akan kemungkinan hiperpatiroidisme.
2.3.2 Hiperparatiroid sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena
rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal
akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. Hiperparatiroidisme sekunder
adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan
5

kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal,
tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium
serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
2.3.3 Hiperparatiroid tersier
Hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut tipe
sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti hiperparatiroid primer, maka
bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan
ginjal sudah terlalu berat, maka dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul
ekstirpasi adenoma. Pemberian vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah
terjadinya hipokalsemia. Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara
pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian
kelenjar paratiroid.

2.4 Etiologi Hiperparatiroidisme


2.4.1 Hiperparatiroid Primer (sekresi PTH tidak sesuai )
a. Adenoma (tersering > 80 %)
b. Hiperplasi
1. mungkin familial
2. mungkin disertai dengan neoplasia endokrin multiple
3. mungkin familial dan disertai dengan kalsium urin rendah (hiperkalsemi hipokalsiurik
familial)
c. kira kira 50% tanpa gejala
2.4.2 Sekunder (sekresi PTH sesuai)
a. Gagal ginjal kronik
b. Malabsorbsi
1. kelainan gastrointestinal
2. kelainan hepatobilier
2.4.3 Tersier (sekresi PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu)
a. Sangat jarang
6

b. Hipernefroma
c. Karsinoma sel skuamuosa paru

2.5 Patofisiologi Hiperparatiroid


Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormon) yang bersamasama dengan vitamin D3 dan kalsitonin yang mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis
PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila kadar kalsium
tinggi dan akan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya mengurangkan
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik
sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus.
Hiperparatiroid primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH, biasanya adanya suatu
edema paratiroid. Normalnya, kadar kalsium yang rendah menstimulasi sekresi PTH, sedangkan
kadar kalsium yang tinggi menghambat sekresi PTH. Pada hiperparatiroid primer, PTH tidak
tertekan dengan meningkatnya kadar kalsium, hal ini menimbulkan keadaan hiperkalsemia.
Dalam beberapa hal, peningkatan kalsium serum merupakan satu satunya tanda disfungsi
paratiroid dan terdeteksi dengan pemeriksaan rutin. Akibat peningkatan kalsium pada otot
menimbulkan hipotonusitas otot-otot kerangka, reflek tendon dan otototot gastrointestinal.
Melemahnya otot dan timbulnya kelemahan sering dijumpai. Jika kadar kalsium serum
meningkat antara 16 sampai 18 mg/dl, krisis hiperkalsemia akut terjadi. Muntah dengan hebat
menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemi kronik, seperti pada
gagal ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid terjadi dengan meningkatnya PTH. Pada beberapa
pasien dengan keadaan ini, kelenjar paratiroid memiliki sifat otonom dan kehilangan sifat
responsivitasnya terhadap kadar kalsium serum (hiperparatiroid tersier). Hiperparatiroid
menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat peningkatan eksresi baik kalsium
maupun fosfat urin dengan efek sebagai berikut :
a.

Ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin.

b.

Poliuria
7

c.

Peningkatan risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa obstruksi

saluran kencing maupun infeksi.


d.

Kalsifikasi tubuli renalis.

Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang, fraktur patologis, atau
penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri tulang.

2.6 Manifestasi Klinis Hiperparatiroid


Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah,
konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan
kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang
mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung
kalsium pada otak serta sistem syaraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial
eksitasi jaringan syaraf dan otot.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroid dapat terjadi akibat demineralisasi
tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel sel raksasa benigna akibat pertumbuhan
osteoklas yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di
daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas;
dan pemendekan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroid merupakan
faktor resiko terjadinya fraktur. Insidens ulukus peptikum dan pankeatis meningkat pada
hiperparatiroid dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastrointestinal

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


2.7.1

Laboratorium:

a. Kalsium serum meninggi


b. Fosfat serum rendah

c. Fosfatase alkali meninggi


d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
2.7.2

Foto Rontgen:

a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi


b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

2.8 Penatalaksanaan Hiperparatiroidisme


Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah
untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian pasien
yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal,
pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya
kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal
atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan
untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal.
Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme primer
karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar
kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi.
Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera
mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi.
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan
kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal. Pemberian fosfat per oral menurunkan
kadar kalsium serum pada sebagian pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena
dapat mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
9

Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan
untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus
peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena anoreksia umum
terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan
aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejala
konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.

2.8 Komplikasi Hiperparatiroidisme


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor


Dehidrasi
Batu ginjal
Hiperkalsemia
Osteoklastik
Osteitis fibrosa cystica

2.9 Pencegahan Komplikasi


a. Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah
pembentukan batu ginjal.
b. Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuat dan memperlambat
pengraphan tulang.
c. Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal vitamin D
yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa
lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU perhari.
d. Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring
meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.
e. Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu
seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah
meningkat.

10

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS PADA PASIEN DENGAN
HIPERPARATIROIDISME

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas

11

a. Nama
b. Umur : Bisa terjadi pada semua kalang umur terutama pada wanita yang berumur 50
tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria.
c. Jenis kelamin : Terjadi pada laki-laki dan perempuan
d. Agama dan suku bangsa
3.1.2 Keluhan Utama
a. Sakit kepala, kelemahan, lethargi, dan kelelahan otot
b. Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung
yang akan disertai penurunan berat badan.
c. Depresi
d. Nyeri tulang dan sendi
3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien tampak lemah , anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai
penurunan berat badan,Depresi,Nyeri tulang dan sendi
3.1.4 Riwayat penyakit dahulu
3.1.5 Riwayat penyakit dalam keluarga

Tanyakan pada keluarga riwayat penyakit yang dialami pasien seperti: apakah pasien
sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama dan apakah keluarga mempunyai
penyakit yang sama.
3.1.6 Riwayat trauma / fraktur tulang
3.1.7 Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
3.1.8 Pemeriksaan fisik persistem
a. Sistem Neurologis :
Apatis
Penurunan fungsi kognitif
Mengantuk
Refleks hiperaktif
b. Sistem musculoskeletal
12

Kelemahan otot (proksimal)


Nyeri tulang saat menopang berat badan
Atraugia
Perawakan pendek, deformitas tulang
Fraktur
Nyeri sendi
c. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
Perubahan EKG
d. Sistem Pencernaan
Ketidaknyamanan abdomen
Polidipsia
Mual dan muntah
Anoreksia
Penurunan berat badan
Konstipasi
e. Sistem perkemihan
Poliurea
Dysurea
Dehidrasi
Kolik renal
Urenia batu ginjal

3.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (penyakit kista tulang)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan mual
4. Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada
saluran gastrointestinal.
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

13

Nyeri

NOC:

NIC :

Definisi :

Pain Level,

Pain Management

Sensori yang tidak

Pain control,

Lakukan pengkajian nyeri secara

menyenangkan dan

Comfort level

pengalaman emosional yang

komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

muncul secara aktual atau

Kriteria Hasil :

dan faktor presipitasi

potensial kerusakan jaringan

Mampu mengontrol

Observasi reaksi nonverbal dari

atau menggambarkan

nyeri (tahu penyebab

ketidaknyamanan

adanya kerusakan (Asosiasi

nyeri, mampu

Studi Nyeri Internasional):

menggunakan tehnik

serangan mendadak atau

nonfarmakologi untuk

pelan intensitasnya dari

mengurangi nyeri,

ringan sampai berat yang

mencari bantuan)

dapat diantisipasi dengan


akhir yang dapat diprediksi
dan dengan durasi kurang
dari 6 bulan.

Melaporkan bahwa

Gunakan teknik komunikasi


terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri

nyeri berkurang dengan

Evaluasi pengalaman nyeri masa

menggunakan manajemen

lampau

nyeri

Evaluasi bersama pasien dan tim

Mampu mengenali

kesehatan lain tentang ketidakefektifan

Batasan karakteristik :

nyeri (skala, intensitas,

kontrol nyeri masa lampau

frekuensi dan tanda nyeri)

Laporan secara

verbal atau non verbal

Menyatakan rasa

nyaman setelah nyeri

Fakta dari observasi

berkurang
-

Posisi antalgic untuk

menghindari nyeri

Tanda vital dalam


rentang normal

Bantu pasien dan keluarga untuk


mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan

Gerakan melindungi

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Tingkah laku berhati-

Pilih dan lakukan penanganan nyeri

hati

(farmakologi, non farmakologi dan inter


14

Muka topeng

personal)

Gangguan tidur (mata

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

sayu, tampak capek, sulit


atau gerakan kacau,
menyeringai)
-

Terfokus pada diri

sendiri
-

Ajarkan tentang teknik non


farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri

Fokus menyempit

(penurunan persepsi waktu,


kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
-

menentukan intervensi

Tingkah laku

distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri


Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

dan/atau aktivitas, aktivitas


berulang-ulang)
-

Respon autonom

(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
-

Perubahan autonomic

dalam tonus otot (mungkin


dalam rentang dari lemah ke
kaku)
-

Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika

Tingkah laku

pemberian lebih dari satu

ekspresif (contoh : gelisah,


15

merintih, menangis,

Tentukan pilihan analgesik

waspada, iritabel, nafas

tergantung tipe dan beratnya nyeri

panjang/berkeluh kesah)
-

Tentukan analgesik pilihan, rute

Perubahan dalam

pemberian, dan dosis optimal

nafsu makan dan minum

Pilih rute pemberian secara IV, IM


untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan

Faktor yang berhubungan :

sesudah pemberian analgesik pertama

Agen injuri (biologi, kimia,

kali

fisik, psikologis)

Berikan analgesik tepat waktu


terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

16

Intoleransi aktivitas

NOC :

NIC :

Berhubungan dengan :

Self Care : ADLs

Tirah Baring atau


imobilisasi

Toleransi aktivitas

Observasi adanya pembatasan klien


dalam melakukan aktivitas

Kelemahan
menyeluruh

Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan

Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
. Pasien bertoleransi
terhadap aktivitas
denganKriteria Hasil :

DS:

Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR

Melaporkan secara
verbal adanya kelelahan
atau kelemahan.

Mampu melakukan
aktivitas sehari hari (ADLs)
secara mandiri

Gaya hidup yang


dipertahankan.

Adanya dyspneu
atau ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
DO :

Respon abnormal
dari tekanan darah atau nadi
terhadap aktifitas

Perubahan ECG :
aritmia, iskemia

Keseimbangan aktivitas
dan istirahat

Kaji adanya faktor yang


menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi
yang adekuat
Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, diaporesis, pucat,
perubahan hemodinamik)
Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
Bantu untuk mengidentifikasi
17

aktivitas yang disukai


Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

Diagnosa Keperawatan/

Rencana keperawatan

Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Ketidakseimbangan nutrisi

NOC:

Kaji adanya alergi makanan

a.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

kurang dari kebutuhan tubuh

Nutritional status:

Berhubungan dengan :

Adequacy of nutrient

Ketidakmampuan untuk

b.

memasukkan atau mencerna

food and Fluid Intake

nutrisi oleh karena faktor


biologis, psikologis atau

c.

Nutritional Status :

Weight Control

menentukan jumlah kalori dan nutrisi


yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
18

ekonomi.
DS:

Setelah dilakukan

Ajarkan pasien bagaimana membuat

tindakan keperawatan

catatan makanan harian.

selama.nutrisi kurang

Monitor adanya penurunan BB dan

Nyeri abdomen

teratasi dengan indikator:

Muntah

Albumin serum

Kejang perut

Pre albumin serum

Rasa penuh tiba-tiba

Hematokrit

tidak selama jam makan

Hemoglobin

Monitor turgor kulit

Total iron binding

Monitor kekeringan, rambut kusam,

setelah makan
DO:

gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan

Diare

capacity

total protein, Hb dan kadar Ht

Rontok rambut yang

Jumlah limfosit

Monitor mual dan muntah

berlebih

Monitor pucat, kemerahan, dan

Kurang nafsu makan

kekeringan jaringan konjungtiva

Bising usus berlebih

Monitor intake nuntrisi

Konjungtiva pucat

Informasikan pada klien dan keluarga

Denyut nadi lemah

tentang manfaat nutrisi


Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum

19

Pertahankan terapi IV line


Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil

Intervensi

Konstipasi berhubungan
dengan

NOC:

NIC :

Bowl Elimination

Manajemen konstipasi

Hidration

Identifikasi faktor-faktor yang


menyebabkan konstipasi

o Fungsi:kelemahan otot
abdominal, Aktivitas fisik tidak
mencukupi

o Perubahan lingkungan

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama . konstipasi
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:

o Toileting tidak adekuat:


posisi defekasi, privasi

Pola BAB dalam


batas normal

o Psikologis: depresi, stress


emosi, gangguan mental

Feses lunak

Konsultasikan dengan dokter


tentang peningkatan dan penurunan
bising usus

Cairan dan serat

o Perilaku defekasi tidak


teratur

Monitor tanda-tanda ruptur


bowel/peritonitis
Jelaskan penyebab dan
rasionalisasi tindakan pada pasien

Kolaburasi jika ada tanda dan


20

o Farmakologi: antasid,
antikolinergis, antikonvulsan,
antidepresan, kalsium
karbonat,diuretik, besi,
overdosis laksatif, NSAID,
opiat, sedatif.
o Mekanis: ketidakseimbangan
elektrolit, hemoroid, gangguan
neurologis, obesitas, obstruksi
pasca bedah, abses rektum,
tumor
o Fisiologis: perubahan pola
makan dan jenis makanan,
penurunan motilitas
gastrointestnal, dehidrasi,
intake serat dan cairan kurang,
perilaku makan yang buruk

adekuat

gejala konstipasi yang menetap

Aktivitas adekuat

Jelaskan pada pasien manfaat diet


(cairan dan serat) terhadap eliminasi

Hidrasi adekuat

Jelaskan pada klien konsekuensi


menggunakan laxative dalam waktu yang
lama
Kolaburasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan
Dorong peningkatan aktivitas
yang optimal
Sediakan privacy dan keamanan
selama BAB

DS:
-

Nyeri perut

Ketegangan perut

Anoreksia

- Perasaan tekanan pada


rektum
-

Nyeri kepala

- Peningkatan tekanan
abdominal
-

Mual

Defekasi dengan nyeri

DO:
-

Feses dengan darah segar

Perubahan pola BAB


21

Feses berwarna gelap

Penurunan frekuensi BAB

Penurunan volume feses

Distensi abdomen

Feses keras

Bising usus hipo/hiperaktif

- Teraba massa abdomen atau


rektal
-

Perkusi tumpul

Sering flatus

Muntah

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek
utama mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon paratiroid
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid
carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya
hiperparatiroidisme. Dikatakan hiperparatiroidisme apabila kelenjar paratiroid memproduksi
hormon paratiroid lebih banyak dari biasanya. Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan
kebalikan dari hiperparatiroidisme. Adapun klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu hiperparatiroid
primer, hiperparatiroid sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Perbedaan dari ketiga klasifikasi
tersebut yakni pada hasil laboratoriumnya. Pada hiperparatiroid primer kadar kalsium
meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH juga menigkat, sedangkan hiperparatiroidisme
22

sekunder terlihat adanya hipersekresi hormon paratiroid sebagai respon terhadap penurunan
kadar kalsium yang terionisasi dalam darah..

4.2 Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis
dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem
metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena
penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan yang cepat
dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8.Volume 2. Jakarta: EGC.
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC,Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai