Anda di halaman 1dari 17

RANGKUMAN MATERI

PARATIROID

2.2 Kelenjar Paratiroid

2.2.1 Pengertian Paratiroid

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga
dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar
paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga
merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub
bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid
bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau
didalam timus, bahkan berada dimedia stinum.

Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid


secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua
dikutub inferiornya.

Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,


jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum. Setiap kelenjar
paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya dua
millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar
paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang
mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula
sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang
lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah
besar mitokondria dalam sitoplasmanya. Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit
dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian
besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan. Fungsi sel oksifil
masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang
tidak lagimensekresi sejumlah hormon.Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon
paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan
kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar
kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang
bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus
ginjal, meningkatkan absorbs kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada
tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal,
tulang dan usus.
2.3 Konsep Dasar Teori Hiperparatiodisme

2.3.1 Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh


kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal
yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu
hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau
tiga kali lebih sering pada wanita dari pada laki-laki dan pada pasien-pasien yang
berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang
sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan
meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon
paratiroid.

Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid


memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat
kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium.dengan kata lain
satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar
kalsium dalam darah normal atau meningkat.

2.3.2 Etiologi

Menurut Lawrence Kim, MD 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:

1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma
atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan
kelainan endokrin lainnya.
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasustidak diketahui.
Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin
neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan.
Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism
juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari
kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien
semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.

2.3.3 Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh
hyperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis. Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer
disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia
kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid
(damjanov,1996). Normalnya terdapat empatkelenjar paratiroid. Adenoma atau
karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya
tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenjar membesar. Karena
diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi
ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu
kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut
diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut
mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan
meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan
homeostasis kalsium-fosfat. Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan
hiperplasia primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran
kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan
oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis.
Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat
mengakibatkan dampak yang sama. Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH
dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH
meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian
mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3
aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan
dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah
abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum
juga meningkat.Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal
dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulang yang sering
terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang
karena peningkatan kadar hormon paratiroid.

Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara
langsung. Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung
bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara
fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini
tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH
berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan
peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.Pada
saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium
secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan
insidens nefrolithiasis, yang mana dapat menimbulkan penurunan kreanini klearens dan
gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan
halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan
subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH
untuk bekerja di target organ.

2.3.4 Manifestasi Klinis

Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat


terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan
otot, mual,muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini
berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat
bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan
psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf.
Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.

Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan
dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat
dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi),
obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal. Gejala muskuloskeletal yang menyertai
hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang
muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan.
Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung
dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan
pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme
merupakan faktor risiko terjadinya fraktur. Insidens ulkus peptikum dan prankreatis
meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala
gastroitestinal.

2.3.5 Pemeriksaan Diagnostik

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level


kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain
dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon
paratiroid. Pemeriksaan radio immunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan
dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia
lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena
kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal
serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x
atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran
dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin
selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal.
Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia.

Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah
digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista,
adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid. Tes darah mempermudah diagnosis
hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon
paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat
adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan
kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang
sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.Salah satu
kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil
PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total.
Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi
paratiroid pasien gagal ginjal.

 Laboratorium:
1. Kalsium serum meninggi
2. Fosfat serum rendah
3. Fosfatase alkali meninggi
4. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
 Foto Rontgen:
1. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
2. Cystic-cystic dalam tulang
3. Trabeculae di tulang PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
 Komplikasi
1. Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2. Dehidrasi
3. Batu ginjal
4. Hiperkalsemia
5. Osteoklastik
6. Osteitis fibrosa cystica

2.3.6 Penatalaksanaan

Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah


tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian,
pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan
dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau
dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia,
kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal
calculi). Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat
bukti bahwa minuman ini dapat menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta
untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan
hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien
hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat
ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus
mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis
hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis
jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare). Mobilitas pasien
dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak
mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akanmelepaskan kalsium
merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal. Pemberian fosfat per oral menurunkan
kadar kalsium serum pada sebagian pasien.Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan
karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan
untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga
menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus.
Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus
buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan
cairan akan membantu mengurangi gejala konstipasi yang merupakan masalah pasca
operatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.

2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hiperparatiroidisme

2.4.1 Pengkajian

Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia


resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :

1) Riwayat kesehatan klien.

2) Riwayat penyakit dalam keluarga.

3) Keluhan utama, antara lain :

a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri


lambung yang akan disertai penurunan berat badan

c) Depresi Nyeri tulang dan sendi.

4) Riwayat trauma/fraktur tulang.

5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.

6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :

a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.

b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat.

c) Perubahan tingkat kesadaran.

7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti
bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.

8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

a) Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan


pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan
peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun
sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.

b) Pemeriksaan radiologi,

Akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada
tulang.

2.4.2 Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan


hiperparatiroidisme antara lain :

1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang


mengakibatkan fraktur patologi.

2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder


terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.

4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada


saluran gastrointestinal.

2.4.3 Intervensi Keperawatan

1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang


mengakibatkan fraktur patologi.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak
terdapatnya fraktur patologi.

Intervensi Keperawatan :

1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami fraktur
patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan
kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.

2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.

3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.

4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.

5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh,
dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan.Anjurkan klien
agar berjalan secara perlahan-lahan.

2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder


terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

Tujuan: Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh
tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60ml/jam.

Intervensi Keperawatan:

1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi merupakan hal
yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme karena akan meningkatkan
kadar kalisum serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.

2. Berikan sari buah canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam.
Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena
kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam ketimbang urine yang basa.

3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.

Tujuan: Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang
dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat
mempertahankan berat badan ideal.

Intervensi Keperawatan

1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk
memperbaiki hiperkalsemia.

2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat
menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.

3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk
yang mengandung susu.

4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.

4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada


saluran gastrointestinal.

Tujuan: Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang dibuktikan oleh
BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).

Intervensi Keperawatan:
1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang
diakibatkan oleh hiperkalsemia.

2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.

3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya enam
sampai delapan gelas per hari kecuali bila adakontra indikasi.

4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada dokter
pelunak feses atau laksatif.

2.5 Konsep Dasar Teori Hipoparatiroidisme

2.5.1 Hipoparatiroidisme

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang


tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi
paratiroid atautiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.

2.5.2 Etiologi

Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya


terdapat pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari
hipoparatiroidisme:

1. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:


2. Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
3. Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).

2.5.3 Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan


fosfat,yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi
(bisasampai 9,5-12,5 mgr%).Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi
hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi
yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat
kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang
berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi
kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama)
sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang
dan biasanya kurangdari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya
produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid
atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.

Pada pseudo hipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme


tetapikadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk:

(1) Pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar
50 %,dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik,

(2) Pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik
hormone terganggu.

2.5.4 Manifestasi Klinik

Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut


menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus. Tetanus merupakan
hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi spasmodik atau tak
terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter.
Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada
ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada
keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasmelaring,
spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi
sensikarpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya
mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan
hipotensi dapat terjadi
2.5.5 Pemeriksaan Diagnostik

Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif.
Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan
akibat penyumbatan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara
tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga
menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata. Diagnosa
sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan pegal-pegal,
oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil laboratorium
yang ditunjukkan, yaitu:

1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar
dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3. Fosfatase alkali normal atau rendah
4. Density dari tulang bisa bertambah
5. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
6. Foto Rontgen:
 Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis ditengkorak
 Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksuskoroid

2.5.6 Komplikasi

1. Kalsium serum menurun


2. Fosfat serum meninggi
2.5.7 Penatalaksanaan

Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-
2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila
terjadi hipokalsemia dan tetanus pasca tiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan
adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan
iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital
dapat dapat diberikan. Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk
mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya
insiden sreaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini
dibatasihanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon
memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus
memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba,
cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan. Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan
sesudah kadar kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan.
Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis
makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu
dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak
laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai
suplemen dalam diet.

Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk


mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal. Preparat
vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau
ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan
akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.

2.6 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hipoparatiroidisme

2.6.1 Pengkajian

Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji


manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata
seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau
adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :

1) Riwayat kesehatan klien.

1. Sejak kapan klien menderita penyakit


2. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.

3. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan


kelenjar paratiroid atau tiroid.

4. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.

2) Keluhan utama, antara lain :

1. Kelainan bentuk tulang.

2. Perdarahan sulit berhenti.

3. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.

3) Pemeriksaan fisik yang mencakup :

1. Kelainan bentuk tulang.

2. Tetani.

3. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.

4. Pernapasan bunyi (stridor).

5. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah;
kulit kering dan kasar.

4) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.

2. Pemeriksaan radiologi.

2.6.2 Kemungkinan Diagnosa Keperawatana

1) Masalah kolaboratif :

a) Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.

b) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang


berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

2.6.3 Rencana Tindakan Keperawatan

1) Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.


Tujuan: Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh kadar kalsium
kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas darah
dalam batas normal.

Intervensi Keperawatan:

1. Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah terhadap


spasme laring dan obstruksi pernapasan.Siapkan selalu set selang endotrakeal,
laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien dengan tetani akut.

2. Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah tiroidektomi,


selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat didekat tempat tidur klien untuk
segera digunakan jika diperlukan.

3. Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk beberapa waktu
sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.

4. Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium karbonat seperti
Tums.

2) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang


berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

Tujuan: Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang dibuktikan
oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen diet
dan terapi.

Intervensi Keperawatan:

1 Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis sangat penting


karena klien akan membutuhkan medikasi danmodifikasi diet sepanjang
hidupnya.

2 Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang harus


digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua bentuk vitamin D,
kecuali dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam tubuh. Oleh
karenanya akan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk
melihathasilnya.

3 Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan klien
untuk menyingkirkan keju dan produk susu daridietnya, karena makanan ini
mengandung fosfor.
4 Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien
hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan kadar kalsium
serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium serum harus dipertahankan
normal untuk mencegah komplikasi.Jika terjadi hiperkalsemia atau hipokalsemia,
dokter harus menyesuaikan regimen terapeutik untuk memperbaiki
ketidakseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGCRumahorbor, Hotma.1999.

Suzzanne C.2001. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:EGC.

Kozier, et al.1993. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth Ed.8.Jakarta:
EGC.

kbar, Faruq. 2009. Penyakit tiroid dan paratiroid. www.farospots.blogspots.com; diakses tanggal
20 Maret 2019

Doengoes, Marylin, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

Suddarth dan Brunner. 2001. Keperawatan Medikal bedah vol.2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai