Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID

1. Anatomi

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus


ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid
dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan
kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid.
Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini
bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus,
bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam
parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)

Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup
bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan


tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman.
Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell)
yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan
granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil
yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar
mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit
dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar
binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih
belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi
mensekresi sejumlah hormon.

2. Fisiologi

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH)


yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah.
Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila
kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang
reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus,
sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH
akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis
kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

B. KONSEP DASAR

1. Hiperparatiroidisme

a. Pengertian

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh


kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal
yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu
hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau
tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang
berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi
yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan
meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon
paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan


sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari
hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon
paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence
Kim, MD, 2005, section 2).

Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid


memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat
membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan
kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak
walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat. (www.endocrine.com)

b. Etiologi

Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:

1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.

2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma


atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan
kelainan endokrin lainny

3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.


Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui.
Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin
neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan.
Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe
hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari
kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien
semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.

c. Patofisiologi

Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh


hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis.

Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma


paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2%
kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat
empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh
pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia
paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia
tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat
kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami
pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan
utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan
mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya
mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.

Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer,


karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid
dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi
format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia
yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan
dampak yang sama.

Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH


terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi
kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium
dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang
selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga
hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang
dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat.
( Rumahorbor, Hotma,1999)

Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi
adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena
peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada
pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung


bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara
fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini
tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi
PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang
dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium
secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan
insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens
dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada
jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit,
jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).
Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab
dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ.
d. Manifestasi Klinik

Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat


terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan
otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini
berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis
dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga
keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem
saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf
dan otot.

Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan
dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat
dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi),
obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.

Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi


akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa
benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami
nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri
ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan badan.
Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor
risiko terjadinya fraktur.

Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada


hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal.
(Brunner & Suddath, 2001)

e. Pemeriksaan Diagnostik

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level


kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain
dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon
paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan
dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia
lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.

Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik


karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan
pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-
x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran
dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah
urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu
ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus
telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi
kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.

Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan


penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan,
tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya
kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan
kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan
keadaan tulang dan resiko fraktura.

Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan


fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan
palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh
direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R.
Taylor, 2005, 783)

Laboratorium:

1) Kalsium serum meninggi

2) Fosfat serum rendah

3) Fosfatase alkali meninggi

4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah

5) Foto Rontgen:
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
o Cystic-cystic dalam tulang
o Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

f. Komplikasi

1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor

2) Dehidrasi

3) batu ginjal

4) hiperkalsemia
5) Osteoklastik

6) osteitis fibrosa cystica

g. Penatalaksanaan

Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah


tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun
demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium
serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan
pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya
hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu
ginjal (renal calculi).

Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita


hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti
bahwa minuman ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk
melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia.
Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme
primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan
menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil
tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia,
kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi
kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).

Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan
melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian
pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan
pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.

Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien


dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien
juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang
khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus
diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan
peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang
merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.

2. Hipoparatiroidisme

a. Pengertian

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang


tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi
paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
(www.endocrine.com)

b. Etiologi

Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada
anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:

1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:

a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.

b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
2) Hipomagnesemia.

3) Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.

4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

c. Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan


fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum
meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).

Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid
karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama
adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar
paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang
berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak
anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah
yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini
sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien
tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah
operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat
segera sesudah operasi.

Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi


kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk:
(1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar
50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2)
pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik
hormon terganggu.
d. Manifestasi Klinik

Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut


menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.

Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi
spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk
melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa,
kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua
belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup
bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan
tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta
kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium.
Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)

e. Pemeriksaan Diagnostik

Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif.
Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan
akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara
tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior
telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.

Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri
dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya
hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:

1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar
dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.

2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi

3. Fosfatase alkali normal atau rendah

4. Foto Rontgen:

a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak

b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid

5. Density dari tulang bisa bertambah

6. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

f. Komplikasi

1) Kalsium serum menurun

2) Fosfat serum meninggi

g. Penatalaksanaan

Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-
2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia.
Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera
dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera
menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti
pentobarbital dapat dapat diberikan.

Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi


hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens
reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi
hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan
pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.

Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus


memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba,
cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan.

Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar


kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun
susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis
makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu
dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang
tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan
sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan
sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus
gastrointestinal.

Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau


Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3)
biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Hiperparatiroidisme

a. Pengkajian

Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan


hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :

1) Riwayat kesehatan klien.

2) Riwayat penyakit dalam keluarga.

3) Keluhan utama, antara lain :

a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri


lambung yang akan disertai penurunan berat badan

c) Depresi

d) Nyeri tulang dan sendi.

4) Riwayat trauma/fraktur tulang.

5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.

6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :

a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.

b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat.

c) Perubahan tingkat kesadaran.

7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti
bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.

8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :


a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam
plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi
hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme
primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat
anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.

b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan
trabekula pada tulang.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan


hiperparatiroidisme antara lain :

1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang


mengakibatkan fraktur patologi.

2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder


terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.

4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme


pada saluran gastrointestinal.

c. Rencana Tindakan Keperawatan

1) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan


demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak
terdapatnya fraktur patologi.

Intervensi Keperawatan :
1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami
fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien
mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.

2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan
hati-hati.

3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan


fisik.

4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.

5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi
tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-
tiba.

6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan.


Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan.

2) Diagnosa Keperawatan : Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan


keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang
ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60
ml/jam.

Intervensi Keperawatan :

1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi


merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme
karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan
terbentuknya batu ginjal.

2. Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih
bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah
pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine
yang asam ketimbang urine yang basa.

3) Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan


mual.

Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang
dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan
berat badan ideal.

Intervensi Keperawatan :

1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium


untuk memperbaiki hiperkalsemia.

2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat
menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak
menyenangkan.

3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa
produk yang mengandung susu.

4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.

4) Diagnosa Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan


dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.

Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang dibuktikan
oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).

Intervensi Keperawatan :

1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal


yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.
2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang
memungkinkan.

3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum
sedikitnya enam sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra
indikasi.

4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada


dokter pelunak feses atau laksatif.

http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/hiperparatiroidisme-dan.html

2.3 Hiperparatiroid
2.3.1 Definisi
Hiperparatiroid adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak
hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar
paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar
kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun
kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang dibutuhkan maka ini kita sebut
hiperparatiroid primer. Jika jumlah yang disekresi lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka
keadaan ini disebut hiperparatiroid sekunder.
2.3.2 Etiologi
Salah satu penyebab hiperparatiroidisme dari banyaknya hiperfungsi kelenjar paratiroid adalah
adenoma soliter (penyakit von Recklinghausen). Secara umum bahwa kelainan kelenjar yang biasanya
tunggal ditemukan ± 80 %. Kelainan pada kelenjar biasanya neoplasma yang benigna atau adenoma
sedangkan paratiroid karsinoma sangat jarang. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan
bahwa pembesaran dari kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 %
pasien semua kelenjar hiperfungsi, contohnya chief cell parathyroid hyperplasia, biasanya herediter dan
frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya, yaitu Multiple Endocrine Neoplasia
(MEN). Hiperparatiroidisme yang herediter dapat terjadi tanpa kelainan endokrin lainnya tetapi biasanya
bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia syndrome. MEN 1 (Wermer’s syndrome) terdiri dari
hiperparatiroidisme dan tumor dari pituitary dan pancreas, juga berhubungan dengan hipersekresi
gaster dan ulkus peptikum (Zollinger-Ellison syndrome).
2.3.3 Klasifikasi
Hiperparatirod dapat berupa hiperparatiroid primer, sekunder, tertier dan intoksikasi paratiroid akut.
2.3.2.1 Hiperparatiroid primer
Gejala klinis hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
1. Sebagai akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea, muntah-muntah, konstipasi
dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot lemah, miopati proksimal, polidipsi dan poliuria
(diabetes insipidus like syndrome), perubahan mental (depresi, stupor, perubahan personalitas, koma,
konvulsi).
2. Sebagai akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli, nefrokalsinosis. Kalsifikasi
ocular terjadi karena deposit kalsium pada konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy.
3. Sebagai akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur patologis,
osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray.
4. Sebagai akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison, pankreatitis akut,
pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis syndrome, hiperurisemia, gout.
Apabila ditemukan gambaran klinis, seperti tersebut di atas, maka harus curiga akan kemungkinan
hiperpatiroidisme. Jarang sekali teraba tumor pada kelenjar paratiroid dan bila teraba umumnya adalah
adenoma tiroid. Usaha selanjutnya untuk menegakkan diagnosis adalah : Tentukan kadar kalsium dalam
plasma; Singkirkan penyebab-penyebab lain dari hiperkalsemia dan hiperkalsuria; tentukan tempat dan
lokalisasi kelainan paratiroid; teliti komplikasi dan hubungannya dengan hiperparatiroid karena apabila
pada seorang penderita ditemukan kalkuli renal atau nefrokalsinosis, maka penting untuk meneliti
perubahan pada organ lain yang ada hubungannya dengan hiperkalsemia. Menurut Hall and Anderson,
kalkuli renal timbul pada 2/3 atau lebih penderita hiperparatiroid. Apabila hiperparatiroid dan kegagalan
ginjalterdapat pada saat yang sama, maka akan sangat sukar untuk menentukan mana yang primer.
Pengobatan hiperparatiroid primer dilakukan apabila diagnosis sudah pasti, penatalaksanaannya sebagai
berikut :
1. Pembedahan yaitu dengan ekstirpasi tumor sedini mungkin . Kontra indikasi operasi hanyalah pada
keadaan Terminal anuric renal failure.
2. Medikamentosa : terapi ini terdiri atas diet banyak kalsium, serta cukup vitamin D. Pada pascabedah,
kadar kalsium serum menurun pada 24-48 jam pertama, tapi akan menjadi normal kembali.
3. Prognosis cukup baik bila diagnosis penyakit cepat ditegakkan dan tumor di ekstirpasi sedini mungkin.
Setelah tumor diekstirpasi, tulang-tulang akan menjadi normal kembali. Prognosis bergantung juga pada
keadaan fungsi ginjalnya. Terjadinya hiperparatiroid rekuren sesudah 5 tahun operasi, rata-rata
hanyalah 15 %.
2.3.2.2 Hiperparatiroid sekunder
Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi hormon paratiroid meningkat lebih
banyak dibanding dengan keadaan normal, karena kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses
kompensasi. Pada keadaan ini terdapat hiperplasi dan hiperfunsi merata pada keempat kelenjar
paratiroid, terutama dari chief cells. Biasanya penyebab primer adalah kegagalan ginjal menahun, dan
glomerulonefritis atau pyelonefritis menahun.

Penyakit lain yang juga dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder adalah osteogenesis imperfekta,
penyakit paget multiple mieloma, karsinoma dengan metastase tulang. Gambaran klinis hiperparatiroid
sekunder yang timbul disebabkan oleh penyakit ginjal menahun, kadang-kadang dapat membaik setelah
dilakukan hemodialisis.
Dalam penatalaksanaan hiperparatiroid sekunder hal yang utama adalah manajemen medis.
Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroid
sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting. Pasien yang mengalami
predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi
hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid
dan hiperparatiroid sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan
calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level
cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid. Pasien yang
mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan
operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroid juga mengindikasikan untuk
menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah
pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan terbukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan
kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.
2.3.2.3 Hiperparatiroid tersier
Istilah hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut tipe sekunder,
dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti hiperparatiroid primer, maka bentuk tersier
memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan ginjal sudah terlalu
berat, maka dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul ekstirpasi adenoma. Pemberian
vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.
Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid
disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid
2.3.2.4 Intoksikasi paratiroid akut
Intoksikasi paratiroid akut jarang sekali ditemukan dan bila ada biasanya sebagai akibat komplikasi
hiperparatiroid. Keadaan penderita tampak lemah. Nausea, vomitus, letargi. Pada pemeriksaan
laboratorium, ditemukan kadar kalsium serum yang sangat meninggi dan kadar fosfor meninggi secara
bertahap gradual. Penderita biasanya akan jatuh ke dalam koma dan meninggal.
Penatalaksanaan medis pada intoksikasi paratiroid akut yaitu diberikan infus dekstrosa dalam larutan
garam untuk mengganti elektrolit yang hilang; pemberian natrium sitrat untuk menurunkan kadar
kalsium ion ; ekstirpasi tumor paratiroid.
2.3.4 Asuhan keperawatan pada klien dengan hiperparatiroid
2.1.3.1 Pengkajian
Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroid dan hiperkalsemia resultan. Kumpulkan
riwayat kesehatan yang lengkap dan klien untuk mencari apakah terdapat risiko. Klien mungkin
menunjukkan perubahan psikologis, seperti letargi, mengantuk, penurunan memori, dan labilitas
emosional, semua manifestasi yang tampak pada hiperkalsemia.
1. Riwayat kesehatan klien
2. Riwayat penyakit dalam keluarga
3. Keluhan utama antara lain:
akit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot, gangguan pencernaan seperti mual, muntah,
anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan, depresi, nyeri tulang
dan sendi.
4. Riwayat Trauma/fraktur tulang
5. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala
6. Pemeriksaan fisik yang mencakup:
Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang, amati warna kulit, apakah tampak pucat, perubahan
tingkat kesadaran.
7. Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti bingung bahkan
koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.
8. Pemeriksaan diagnostik termasuk:
- Pemeriksaan laboratorim: dilakukan untuk menentukan kadar kal¬sium dalam plasma yang merupakan
pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroid. Hasil pemeriksaan laboratorium
pada hiperparatiroid primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat
anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.
- Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang

http://muslimahwatyyahoocoid.blogspot.com/2010/07/tugas-kmb-iii-sistem-endokrim.html

Anda mungkin juga menyukai