Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget (1896-1980),
seorang psikolog Swiss. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam
lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat
merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep
yang berdasar pada kenyataan.
Dalam teori pembelajaran Psikologi Kognitif dipelopori oleh Jerome
Bruner, seorang ahli Psikologi Belajar dan Psikologi Perkembangan. Bruner
banyak melakukan penelitian psikologi terutama mengenai persepsi, motivasi,
belajar, dan berpikir. Ia menganggap manusia sebagai pengolah informasi,
pemikir, dan pencipta. Penelitian dan ide-idenya dipengaruhi oleh Piaget terutama
mengenai perkembangan kognitif manusia.
Perkembangan Kognitif memiliki pengertian sebagai berikut: Kognitif
(intelek) adalah kemampuan cara berfikir dan bertingkahlaku anak dalam berbagai
situasi untuk merefleksikan struktur mental tertentu. Kognitif adalah kemampuan
jiwa atau psikis yang relatif menetap dalam proses berfikir untuk membuat
hubungan-hubungan, tanggapan, serta kemampuan memahami, menganalisis,
mensintesiskan dan mengevaluasi. Intelektual berfungsi dalam proses
pembentukan konsep yang dilakukan melalui pengindraan, pengamatan,
tanggapan, ingatan dan berfikir. Kognitif adalah kemampuan yang dimiliki anak
untuk berpikir dalam mempertimbangkan kehidupan mereka secara logis yang
berlangsung melalui tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Pendekatan belajar (approach to learning) dan starategi atau kiat
melaksanakan pendekatan serta metode belajar termaksud faktor-faktor yang turut
menentukan tingkat keberhasilan siswa. Sering terjadi seorang siswa yang
memiliki kemampuan ranah cipta (kognitif) yang lebih tinggi daripada teman-
temannya, ternyata hanya mampu mencapai hasil yang sama dengan yang dicapai
teman-temanya. Bahkan , bukan hal yang mustahil jika susatu saat sisa cerdas
tersebut mengalami kemerosotan prestasi sampai ke titik yang lebih rendah
daripada prestasi temannya yang berkapasitas rata-rata.
Sebaliknya , seorang siswa yang sebenarnya hanya memiliki kemampuan
ranah cipta rata-rata atau sedang , dapat mencapai puncak prestasi yang
memuaskan , lantara menggunakan pendekatan belajar yang efisien dan efektif.
Konsekuensi positifnya ialah harga diri (self-esteem) siswa tersebut melonjak
hingga setara dengan teman-temanya, yang beberapa orang diantaranya mungkin
berkapasitas kognitif lebuh tinggi.
Perkembangan adalah perubahan kearah kemajuan menuju terwujudnya
hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Perkembangan memiliki sifat
holistik (menyeluruh/kompleks) yaitu : terdiri dari berbagai aspek baik fisik
ataupun psikis, terjadi dalam beberapa tahap (saling berkesinambungan), ada
variasi individu dan memiliki prinsip keserasian dan keseimbangan.
Perkembangan Individu memiliki beberapa prinsip-prinsip yaitu: Never
ending process (perkembangan tidak akan pernah berhenti), Semua aspek
perkembangan saling mempengaruhi (aspek emosional, aspek disiplin, aspek
agama dan aspek sosial),Perkembangan mengikuti pola/arah tertentu (karena
perkembangan individu dapat terjadi perubahan perilaku yang dapat
dipertahankan atau bahkan ditinggalkan)
Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti dan setiap
perkembangan memiliki tahapan tahapan yaitu : tahap dikenangkan, tahap
kandungan, tahap anak, tahap remaja, tahap dewasa, dan tahap lansia, ada juga
yang menggunakan patokan umur yang dapat pula digolongkan dalam masa
intraterin, masa bayi, masa anak sekolah, masa remaja dan masa adonelen yang
lebih lanjut akan disebut dengan periodesasi perkembangan.

Psikologi Perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku


individu dalam perkembangannya dan latar belakang yang mempengaruhinya.
Dalam ruang lingkup psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena
psikologi perkembangan mempelajari kekhususan dari pada tingkah laku individu
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Perkembangan Kognitif


2.1.1 Psikologi Kognitif
Dari aliran psikologi kognitif, teori Piaget tampak lebih banyak digunakan
dalam praktek pendidikan atau proses pembelajaran, meski teori ini bukanlah teori
mengajar. Menurut Piaget adalah bahwa pembelajaran tidak harus berpusat pada
guru/tenaga kependidikan, tetapi anak harus lebih aktif. Oleh karena itu, peserta
didik harus dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang dipelajarinya.
Konsekuensinya materi yang dipelajari harus menarik minat belajar peserta didik
dan menantangnya sehingga mereka asyik dan terlibat dalam proses pembelajaran.
Kesadaran anak dengan keterlibatannya dalam proses pembelajaran perlu
diarahkan pendidik. Oleh karena itu, pendidik harus terlibat bersama-sama peserta
didik dalam proses belajar tersebut.
Bruner memberikan pandangan mengenai sekolah dan pendidikan.
Menurutnya sekolah mempunyai peranan penting sebagai instrumen kebudayaan
dalam memperkuat keterampilan intelektual. Oleh sebab itu, tekanan utama
pendidikan hendaknya diarahkan kepada keterampilan siswa dalam mengenai
persoalan, melihat dan menangani obyek/peristiwa/kejadian, kemampuan
mengoperasionalkan simbol-simbol khusus dalam hubungannya dengan
teknologi. Dengan demikian siswa sebagai manusia hendaknya memiliki kekuatan
dan kemampuan dalam mengekspresikan kemampuannya. Ia mengemukakan ada
lima tujuan pendidikan yakni:
1. Membawa sisiwa untuk menemukan nilai dan kemampuan dalam
menduga permasalahan, pendekatan terhadap masalah, serta
merealisasikan aktivitas pemecahannya.
2. Mengembangkan kepercayaan diri siswa akan kemampuan
memecahkan masalah dengan menggunakan pikirannya sendiri.
Untuk mengembangkan kepercayaan diri perlu mengembangkan
pemahaman dan transformasi pengetahuannaya berdasarkan
tanggung jawabnya.
3. Membantu siswa agar memiliki dorongan diri untuk menggunakan
kemampuannya dalam menghadapi berbagai mata pelajaran. Siswa
hendaknya diarahkan kepada bahan-bahan agar dapat dikuasainya
sehingga dapat mengidentifikasikan persoalan dari bahan-bahan
tersebut. Siswa dihadapkan kepada masalah-masalah praktis untuk
menemukan persoalan, memecahkan sampai siswa dapat
menemukan jawabannya dan mengenai benar tidaknya jawaban
tersebut.
4. Mengembangkan cara berpikir ekonomis melalui pengembangan
belajar yang mendorong mencari relevansi dan struktur dan apa
yang dipelajarinya.
5. Mengembangkan kejujuran intelektual yakni kesadaran
menggunakan peralatan dan bahan-bahan dari pengetahuan untuk
menilai dan menguji suatu pemecahan masalah, gagasan dan
dugaan-dugannya. Ia juga harus jujur dalam menghargai berbagai
ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Pendidikan harus
memberikan sumbangan terhadap kesadaran dan kemampuan siswa
untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat serta
mengajarkan nilai-nilai yang dianutnya.
Jean Piaget, ilmuwan Perancis ini melakukan penelitian tentang
perkembangan kognitif individu sejak tahu 1920 sampai 1964 (Crain, 1980 : 73-
75). Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget membagi proses perkembangan
fungsi-fungsi dan perilaku kognitif ke dalam empat tahapan utama yang secara
kualitatif setiap tahapan memunculkan karakteristik yang berbeda-beda. Tahapan
perkembangan kognitif itu adalah:

1) Periode sensori motorik (usia 0 - 2 tahun)


2) Periode praoperasional (usia 2 - 7 tahun)
3) Periode operasional konkrit (usia 7 - 11 atau 12 tahun)
4) Periode operasional formal (usia 11 atau 12 tahun sampai dewasa)
1) Tahap Sensori Motorik (usia 0 – 2 tahun)

Inteligensi sensori motorik dipandang sebagai inteligensi praktis (practical


intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya
sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi
individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi
dasar yang amat berarti untuk menjadi fundasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang
akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal objek
permanen. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia
dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang
18 – 24 bulan barulah kemampuan objek permanen anak tersebut muncul secara
bertahap dan sistematis.

2) Tahap Praoperasional (usia 2 – 7 tahun)

Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang objek
permanen. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya
suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia
tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan
terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode
sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada
periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan
anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan
berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu
mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.

3) Tahap Operasional Konkrit (usia 7 – 11 atau 12 tahun)

Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system
of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan
pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri.
Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah
sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan
kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru
mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang
konkrit.
4) Tahap Operasional Formal (usia 11 atau 12 tahun sampai dewasa)

Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan


mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam
kemampuan kognitif yaitu : Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan
berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan
menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respon
dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Kapasitas menggunakan
prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran
yang abstrak secara luas dan mendalam.

2.1.2 Teori Pembelajaran

Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif


merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak.
Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang
secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia. Ada tiga teori
yang dijadikan dasar untuk memahami perkembangan kognitif, yakni:

1) Teori gestalt, yang banyak dikembangkan oleh Kurt Koffka (1886-


1941), iti dari teori ini menjelaskan bahwa bagi kognisi manusia
keseluruhan akan lebih berarti dari pada bagian-bagian. Oleh
karena itu, proses pembelajarannya harus dimulai dari gestalt
(keseluruhan) terlebih dahulu, setelah itu baru menganalisa bagian-
bagiannya atau unsur-unsurnya. Teori ini ini terutama aplikasinya
banyak dilakukan dalam pebelajaran membaca permulaan bagi
anak usia Sekolah Dasar.
2) Teori medan dikembangkan oleh Kurt Lewin (1890-1974). Inti dari
teori ini menyatakan bahwa setiap kognisi individu memiliki
medan psikologis terteentu. Dalam konteks pembelajaran, teori
medan menyatakan bahwa semakin anak berada dekat dengan
medan belajar, maka motivasi belajarnya akan cenderung lebih
tinggi dibandingkan dengan anak yang lebih jauh dari medan
belajar. Medan belajar yang dimaksud dalam teori ini adalah
medan psikologis sebagai arena belajar bagi peserta didik. Menurut
teori ini kognisi didefinisikan sebagai korelasi pikiran individu
dengan korelatnya. Kuat tidaknya akan sangat tergantung pada
medan psikologisnya.
3) Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang
menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dengan dan
menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya.
Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek
seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial
seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana cara anak
mengelompokan objek-objek untuk mengetahui persamaan-
persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami
penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-
peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan
Dinamika peerkembangan kognitif individu mengikuti dua proses,
yaitu proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses
kognitif di mana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep,
atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada di
dalam pikirannya. Dalam proses asimilasi rangsangan atau
pengalaman baru ditempatkan atau diklasifikasikan sesuai dengan
struktur yang sudah ada. Ada kalanya individu tidak dapat
mengasimilasikan rangsangan atau pengalaman baru yang
dihadapinya dengan struktur kognitif yang ia miliki.
Ketidakmampuan ini terjadi karena rangsangan atau pengalaman
baru itu sama sekali tidak cocok dengan struktur kognitif yang
telah ada. Dalam keadaan seperti ini individu akan melakukan
akomodasi. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan individu
pada situasi ini, yakni (1) membentuk struktur kognitif baru yang
cocok dengan rangsangan atau pengalaman baru; (2)
memodifikasikan struktur kognitif yang ada sehingga cocok
dengan rangsangan atau pengalaman baru.
2.1.3 Teori Pendekatan Kognitif

Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan


perkembangan kognitif.

1. Teori Perkembangan Kognitif Neurosains

Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan


antara aktivitas otak dan perilaku. Biologis menjadi dasar dari pendekatan ini
untuk menjelaskan perkembangan kognitif.

2. Teori Konstruksi Pemikiran Sosial

Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang
dari perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial
dan budaya akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi
dan pemikiran anak. Teori ini memiliki implikasi langsung pada dunia
pendidikan. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih
baik daripada secara pasif. Tokoh-tokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert
Bandura, Michael Tomasello

3. Teori Theory of Mind (TOM)

Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori


maupun skema mengenai dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari
ToM ini diantaranya adalah Andrew N. Meltzoff

2.1.4 Proses Perkembangan Teori

Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan.


Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa
kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami
dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik
yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam
pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses
perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi
lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi,
menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang
anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung.
Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan
beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit.
Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu
memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk
memasukkan jenis burung yang baru ini.

Menurut teori Piaget, pemikiran anak-anak  usia sekolah dasar disebut


pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas
mental yang difokuskan pada objek-objek  peristiwa nyata atau konkrit. Dalam
upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai
kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan
sesungguhnya. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang
disebut dengan operasi-operasi, yaitu:
1) Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak
memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yag satu
dengan benda atau keadaan yang lain.
2) Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui
hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan.
3) Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan
benda-benda yang ada.

2.2 Pendekatan Perkembangan Belajar

2.2.1 Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar atau lingkungan Teori-teori belajar atau lingkungan


berakar dari as umsi bahwa tingkah aku anak diperoleh melalui pengkondisian
(conditioning) dan prinsip-prinsip belajar.
Ada 4 tipe pengkondisian dalam belajar:

1. Habituasi : yaitu bentuk belajar sedehana yang melibatkan tingkah laku


responden dan terjadi ketika respon reflek menghilang karena
diperolehnya stimulus yang sama secara berulang.
2. Respondent Conditioning (Classical),merupakan salah satu bentuk belajar
yang
3. netral, melibat reflek dimana stimulus memperoleh kekuatan untuk
mendapat respon reflektif sebagai hasil asosiasi dengan stimulus tak
bersyarat.
4. Operant Conditioning, bentuk belajar dimana tingkah laku operan berubah
karena dipengaruhi oleh dampak tingkah laku tersebut.
5. Discriminating Learning, tipe belajar yang sangat erat denagn operant
conditioning. Bandura meyakini bahwa belajar melalui observasi atau
modeling itu melibatkan empat proses, yaitu:
1) Attentional :yaitu proses dimana observer atau anak menaruh
perhatian terhadap tingkah laku atau penampilan model.
2) Retentionyaitu proses yang merujuk kepada upaya aak untuk
memajukan informasi tentang model, seperti karakteristik
penampilan fisik, mental dan tingkah lakunya kedalam memori.
3) Production yaitu : proses mengontrol tentang bagaimana anak
dapat memproduksi respons atau tingkah laku model.
4) Motivational yaitu : poses pemilihan tingkah laku mode yang di
imitasi oleh anak.

Untuk mengkaji pendekatan belajar aktif terlebih dahulu akan dijelaskan


pengertian belajar berdasarkan beberapa pandangan yaitu

1. Belajar menurut pandangan behaviorisme

Menurut pandangan ini belajar adalah suatu proses perubahan perilaku 


yang dapat diamati dan dapat diukur, menurut teori ini setiap orang
merespon berbagai variabel yang terdapat dari dalam lingkungan. Karena
teori ini didasari oleh asumsi bahwa pada prinsipnya individu itu dapat
dibentuk oleh lingkungan maka perlakuan terhadap individu melalui
tugas, ganjaran, dan disiplin sangat penting untuk mengembangkan
kemampuan individu seoptimal mungkin mulai dari penentuan tujuan
yang harus di capai, pemilihan materi, sumber, dan metode pembelajaran.

2. Belajar menurut Pandangan Kognitivisme

Menurut pendekatan kognitif, belajar adalah sebagai perubahan dan


perkembangan. Pendekatan ini proses berfikirnya bergantung pada suatu
kemampuan untuk mencipta dan memperoleh tentang segala sesuatu yang
dialami dilingkungannya.

3. Belajar menurut pandangan Konstruktivisme

Menurut pandangan ini anak adalah pembangun aktif pengetahuannya


sendiri. Anak harus membangun pengetahuannya ketika bermain.
Pendekatan ini sangat menekankan pentingnya keterlibatan anak dalam
proses belajar. Proses belajar hendaknya menyenangkan bagi anak alami
melalui bermain dan memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi
dengan lingkungannya.

4. Belajar menurut pendekatan High/Scope

Menurut pendekatan ini anak memiliki potensi untuk mengembangkan


pengetahuannya dan melibatkan interaksi anak dengan orang dewasa
dimana anak memutuskan rencana dan inisiatifnya sendiri sehingga
mereka memperoleh kesempatan yang luas untuk berinteraksi dengan
lingkungannya untuk mendukung aktifitas belajar anak.

5. Belajar menurut pandangan Progresivisme

Aliran ini berpandangan bahwa belajar adalah perubahan dalam pola


berfikir melalui pengalaman memecahkan masalah ketika anak
berinteraksi dengan lingkungannya anak akan mengalami masalah, dan
akan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi, saat itu pula
akan terjadi perubahan pola berfikir mereka

2.2.2 Efisiensi Belajar

pada umumnya orang melakukan usaha atau bekerja dengan harapan


memperoleh hasil yang banyak tanpa mengeluarkan biaya , tenaga , dan waktu
yang banyak pula, atau dengan kata lain efisiensi. Efisiensi adalah sebuah konsep
yang mencerminkan perbandingan terbaik antara usaha dengan hasilnya
(Gie,1985). Dengan demikian , ada dua macam efisiensi yang dapat dicapai yaitu
Efisiensi usaha belajar dan efisensi hasil belajar

1. Efisiensi usaha belajar


Suatu kegiatan belajar dapat dikatakan efisien kalau prestasi belajar yang
diinginkan dapat dicapai dengan usaha yang minimal. Usaha dalam hal ini
segala sesuatu yang digunakan untuk mendapat hasi belajar yang
memuaskan., seperti tenaga dan pikiran , waktu , peralatan belajar dan
lain-lain hal yang relevan dengan kegiatan belajar.
2. Efisiensi hasil belajar
Sebuah kegiatan belajar dapat pula dikatakan efisien apabila dengan usaha
belajar tertentu memberikan prestasi belajar tinggi.
2.2.2 Ragam Pendekatan Belajar
Pendekatan–pendekatan bbelajar yang dipandang representative (mewakili
yang klasik dan modern :
1. Pendekatan hukum Jost
2. Pendekatan Ballard dan Clanchy
3. Pendekatan Biggs

Perbandingan pendekatan belajar Ballard dan Clanchy


Reproduktif Analitis Spekulatif
Starteginya : Strateginya : Strateginya:
1. Menghafal 1. berpikir kritis 1. sengaja mencari
2. Meniru 2. mempertanyakan kemungkinan
3. Menjelaskan 3. menimbang dan penjelasan
4. Meringkas 4. beragumen baru
2. berspikulasi dan
membuat
hipotesis
Pertanyaannya: Pertanyaannya : pertanyaannya
1. Apa ? 1. mengapa ? 1. bagaimana kalau
2. bagaimana? ?
3. Apa betul?
4. Apa penting ?

Tujuannya : Tujuannya Tujuannya :


1. Pembenaran / 1. Pembentukan 1. menciptakan
penyebutan kembali materi pengetahuan
kembali kedalam pola baru baru

Perbandingan Protitipe Pendekatan Belajar Biggs


Pendekatan belajar Motif dan cirri Starategi
1. surface approach 1. ekstrinsik 1. memusatkan pada
(pendekatan dengan cirri rincian-rincian
permukaan) menghindari materi dan
2. deep approach kegagalan tapi mereproduksi
( pendekatan tidak bekerja secara persis
mendalam) keras) 2. memaksimalkan
3. achievingapproach 2. instrinsik pemahaman dengan
(pendekatan dengan cirri berpikir banyak
mencapai prestasi berusaha membaca dan
tinggi) memuaskan diskusi
keingintahuan 3. mengoptimalkan
terhadap isi pengaturan waktu
materi dan usaha (study
3. ego- skill)
enhancement
dengan cirri
bersaing untuk
meraih nilai
prestasi yang
tinggi

2.3 Teori Pendekatan Etologi

2.3.1 Definisi

Teori adalah pernyataan-pernyataan tentang sebuah konsep yang tersusun


secara integrative yang berfungsi sebagai acuan saat harus menyebut/
mendeskripsikan saat membuat prediksi dan saat menjelaskan sebuah fenomena
atau sebuah perilaku yang muncul. Ada dua macam fungsi teori, yang pertama
sebagai kerangka berfikir dan yang kedua adalah memberikan dasar dan alasan
ketika melakukan invensi dan tindakan yang nyata. Etologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu ethos yang berarti kebiasaan dan logos yang berarti ilmu atau
pengetahuan. Ethos bisa pula berarti etis atau etika dan juga dapat berarti karakter.
Jadi secara etimologi etologi berarti ilmu yang mempelajari tentang kebiasaan
atau karakter. Namun etologi lebih dahulu dikenalkan sebagai ilmu prilaku hewan.
Etologi adalah suatu cabang ilmu zoology yang mempelajari prilaku atau tingkah
laku hewan.

Charles Darwin (1809-1882) telah mengemukakan teori evolusi didalam


buku yang ditulisnya dengan judul The Origin of Species (1859). Teori Darwin
membuktikan pertalian atau hubungan antara manusia dengan binatang dan itu
memberikan kemungkinan menggunakan binatang yang lebih rendah
peringkatnya, seperti monyet dan tikus sebagai alat untuk memahami tingkah laku
manusia. Pemikiran ini mulai mempenaruhi orang untuk memandang etologi
sebagai pola prilaku tipikal dari spesies binatang tertentu, termasuk manusia.
Sebagai kumpulan spesies, semua anggota dari hewan spesies tertentu akan
berprilaku berbeda dalam situasi yang tertentu. Sehingga tingkah laku yang khas
dari suatu spesies sesungguhnya muncul dari warisan genetik dari spesies yang
berkembang tersebut. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa prilaku
bersifat alamiah. (Haris,2009) .

Ilmu yang mempelajari prilaku atau karakter hewan tersebut digunakan di


dalam pendekatan ilmu psikologi perkembangan. Teori ini mencoba menjelaskan
prilaku manusia. Sehingga di dalam ilmu psikologi, etologi berarti ilmu yang
mempelajari prilaku manusia di dalam seting alami. Semua prilaku manusia
adalah bentuk reaksi dari apa yang terjadi di lingkungan alaminya. Teori Etologi
memahami bahwa prilaku manusia mempunyai relevansi dengan prilaku binatang.
Sifat-sifat yang menonjol deri setiap binatang diantaranya adalah sifat
mempertahankan teritori atau wilayahnya, agresif, dan perasaan ingin menguasai
sesuartu. Sifat-sifat ini ditemukan pula pada diri manusia. Karena hal tersebut
maka para Etolog memandang bahwa insting, yang merupakan sifat dasar hewan,
adalah aspek yang pentinhg dalam memahami prilaku manusia.

2.3.2 Tokoh- tokoh dalam teori Etologi

Tokoh Etologi :

1. Karl Ritter von Frisch (20 November 1886 – 12 Juni 1982)

Seorang etnolog Austria yang menerima Penghargaan Nobel dalam Fisiologi


atau Kedokteran pada tahun 1973 untuk prestasinya dalam fisiologi perilaku
komparatif dan merintis karya dalam komunikasi antara serangga, bersama
dengan Niko Tinbergen dan Konrad Lorenz. Ia belajar zoologi dengan Richard
von Hertwig dan menggantikannya sebagai profesor zoologi di Munich, Jerman.
Ia mempelajari indera lebah, mengenali mekanisme komunikasi mereka dan
menunjukkan sensitivitas mereka pada cahaya ultraviolet dan polarisasi. Di antara
karyanya adalah studi persepsi sensorik lebah madu dan merupakan salah satu
tokoh pertama yang menerjemahkan arti tarian lebah. Teori ini dipertentangkan
oleh ilmuwan lain dan disambut dengan sikap skeptis saat itu. Hanya sekarang
karyanya terbukti sebagai analisis teoretis yang akurat (lihat rujukan majalah
Nature).
2. Sir Julian Sorell Huxley (lahir di London, 22 Juni 1887 – meninggal
14 Februari 1975 pada umur 87 tahun)

Seorang ahli biologi evolusioner, humanis, dan internasionalis asal Inggris. Ia


adalah pendukung teori seleksi alam dan salah seorang tokoh penting dalam
sintesis evolusioner pertengahan abad ke-20. Huxley adalah Sekretaris Organisasi
Zoologi London (Zoological Society of London) (1935-1942), Direktur UNESCO
yang pertama, dan salah satu pendiri World Wildlife Fund.
Huxley banyak mendapatkan medali ataupun penghargaan dari berbagau pihak.
Diantaranya ia pernah dianugerahi Penghargaan Kalinga UNESCO pada tahun
1953 karena dianggap berjasa mempopulerkan sains, Medali Darwin Royal
Society pada tahun 1956, dan Medali Darwin-Wallace Linnaean Society pada
tahun 1958. Dia juga digelari gelar kehormatan Sir pada tahun yang sama, 1958.
Tahun berikutnya ia menerima Penghargaan Istimewa Yayasan Lasker dalam
kategori Keluarga Berencana – Populasi Dunia (Planned Parenthood — World
Population).

3. Clinton Richard Dawkins (lahir di Nairobi, Kenya, 26 Maret 1941;


umur 68 tahun)

Dawkins adalah seorang penulis, ahli etologi, biologi evolusioner, ilmu


pengetahuan umum Britania Raya. Ia adalah seorang ateis yang banyak menulis
tentang etologi, biologi evolusioner dan ilmu pengetahuan umum. Ia juga seorang
kritikus kreasionisme dan perancangan cerdas yang terkemuka. Pada tahun 1986,
dalam bukunya yang berjudul The Blind Watchmaker, dia memperdebatkan
analogi sang pembuat jam (argumen yang menyatakan bahwa terdapat seorang
pencipta yang adikodrati yang didasari oleh kompleksnya makhluk hidup yang
ada di dunia ini). Dia mendeskripsikan proses evolusi sebagai sesuatu yang analog
dengan sang pembuat jam yang buta. Sejak saat itu, dia telah menulis beberapa
buku sains populer dan beberapa kali muncul di televisi dan radio, biasanya
mendiskusikan topik-topik tersebut. Beberapa Buku Karya Richard Dawkins

1) Richard Dawkins (1976) The Selfish Gene (ISBN 0-19-286092-5)


Membahasmengenai evolusi dari sudut pandang gen.
2) Richard Dawkins (1986) The Blind Watchmaker (ISBN 0-393-31570-3) –
Menjelaskan mengenai teori evolusi melalui seleksi alam juga untuk
menjawab kritik terhadap buku sebelumnya, The Selfish Gene

3) Richard Dawkins (1996) Climbing Mount Improbable (ISBN 0-393-


31682-3) – Membahas mengenai probabilitas dan penerapannya dalam
teori evolusi juga untuk membantah kliam kaum kreasionis.

4) Richard Dawkins (1998) Unweaving the Rainbow (ISBN 0-618-05673-4)


Membahas hubungan antara sains dan seni dari sudut pandang
ilmuwan/scientist.

5) Richard Dawkins (2004) The Ancestor’s Tale (ISBN 0-618-00583-8) –


Buku sains populer yang mengisahkan perjalanan manusia melalui sejarah
evolusi, bertemu dengan kerabat manusia yang berasal dari leluhur yang
sama.

6) Richard Dawkins (2006) The God Delusion (ISBN 978-0-552-77331-7) –


Buku yang membantah berbagai argumen pendukung eksistensi Tuhan.

4. Konrad Zacharias Lorenz (7 November 1903 – 27 Februari 1989)

Seorang psikologi, zoologi, dan ornitologi berkebangsaan Austria. Dia


memenangkan hadiah penghargaan Nobel dalam bidang Kedokteran pada tahun
1973 bersama Nikolas Tinbergen dan Karl von Frisch. Pada musim gugur tahun
1936, Lorenz menghadiri sebuah simposium yang diprakarsai Prof. Van der
Klaauw di Kota Leiden, Belanda. Dalam simposium ini, Lorenz bertemu dengan
Nikolaas Tinbergen yang juga seorang ahli tingkah laku hewan (ethologist).
Pertemuan ini nampaknya menjadi pertemuan bersejarah bagi kedua ilmuwan
tersebut. Mereka berdiskusi tentang hubungan antara respon penyesuaian tempat
dengan mekanisme pelepasan yang dapat menjelaskan timbulnya tingkah laku
berdasarkan insting. Pemikiran mereka merupakan cikal bakal lahirnya ethologi.

5. Nikolas “Niko” Tinbergen (Den Haag, 15 April 1907 – 21 Desember


1988)
Seorang etolog dan ornitolog Belanda yang berbagi Penghargaan Nobel dalam
Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1973 bersama Karl von Frisch dan Konrad
Lorenz atas penemuan mereka di bidang biologi. Tinbergen terkenal untuk 4
pertanyaan yang dipercayainya harus ditanyakan berkenaan dengan berbagai
perilaku binatang. Selain itu, dengan metodenya ia menerapkannya untuk
menangani gejala autisme pada anak.

6. John Bowlby (26 Februari 1907-2 September 1990)

Seorang psikiater dan psikoanalis, terkenal karena minatnya dalam


perkembangan anak. Bowlby lahir di London ke atas keluarga kelas menengah. Ia
adalah anak keempat dari enam anak dan dibesarkan oleh seorang pengasuh di
gaya Inggris kelasnya pada saat itu. Ayahnya, Sir Anthony Bowlby, pertama
Baronet, adalah ahli bedah ke King’s Rumah Tangga, dengan sebuah sejarah
tragis: pada umur lima tahun, Sir Anthony ayah sendiri (Yohanes kakek) tewas
saat bertugas sebagai wartawan perang dalam Perang Opium. Biasanya, Bowlby
melihat ibunya hanya satu jam sehari setelah minum teh, meskipun selama musim
panas ia lebih tersedia. Seperti banyak ibu-ibu lain dari kelas sosial, ia menilai
bahwa perhatian dan kasih sayang orang tua akan menyebabkan berbahaya
memanjakan anak-anak. Bowlby beruntung dalam bahwa pengasuh dalam
keluarganya hadir sepanjang masa kecilnya. Bowlby mempelajari psikologi dan
pra-klinis ilmu di Trinity College, Cambridge, memenangkan hadiah untuk
kinerja intelektual yang luar biasa. Setelah Cambridge, ia bekerja dengan
tunggakan maladjusted dan anak-anak, kemudian pada usia dua puluh dua
berkuliah di University College Hospital di London. Pada usia dua puluh enam, ia
memenuhi syarat dalam obat-obatan. Sementara masih di sekolah kedokteran, ia
mendaftar diri di Institut Psikoanalisis. Setelah sekolah kedokteran, ia dilatih di
dewasa psikiatri di Rumah Sakit Maudsley. Pada tahun 1937, ia memenuhi syarat
sebagai psikoanalis.

2.3.4 Contoh Penerapan

Contoh penerapan teori etologi dapat kita lihat dalam perkembangan


emosi dan social. Secara genetis bayi sudah terprogram untuk mengikat ibunya
dan memotifasi ibu untuk memberikan perhatian yang memadai, contohnya:
dengan cara menangis dan merangkak. Selain itu ada juga teori kelekatan.
Menurut teori Etologi (Berndt, 1992) tingkah laku lekat pada anak manusia
diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebetulnya tingkah laku lekat tidak
hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak secara biologis
dipersiapkan untuk saling merespon perilaku. Pada bayi, teori etologi ini
menerangkan bahwa ada beberapa fase kelekatan yang akan dialami oleh bayi.
Fase-fase kelekatan :

1. Merespon tak terpilah kepada manusia. Fase ini akan terjadi pada bayi
lahir sampai berusia 3 bulan.

2. Fokus hanya terhadap orang-orang yang dikenalnya. Fase ini terjadi pada
bayi berusia 3 sampai 6 bulan. Hal ini terjadi karena adanya intensitas
aktivitas antara bayi dan orang-orang yang sering berinteraksi dengannya
Sehingga bayi muli dapat membedakan antara orang yang dikenal dan
yang tidak.

3. Kemelekatan yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif terhadap


orang-orang sekitarnya. Fase ini terjadi saat bayi berusia 6 bulan sampai 3
tahun.

4. Menunjukkan tingkah laku persahabatan. Pada fase ini, anak mulai


menunjukkan sikap kelekatan dan ketertarikan terhadap teman sebayanya
dan orang-orang yang baru ditemuinya. Fase ini terjadi pada usia 3 tahun
sampai akhir masa kanak-kanak.

2.3.5 Perkembangan teori etologi

Lorenz, Timbergen dan von Frisch merupakan peraih nobel melali karya-
karya mereka dalam etologi perkembangan. Berkat karya yang di hasilkan Lorenz
dan Tinbergen, etologi berkembang secara kuat di benua Eropa dalam tahun-tahun
sebelum PD II. Konnsep ini dikenal dengan teori etologi modern. Setelah perang,
konsep etologi menjadi lebih kuat di Britania Raya, hal ini dimulai dengan
kepindahan Tinbergen ke Universitas Oxford dan ditabah dengan pengaruh dari
William Thorpe, Robert Hinde dan Patrick Bateson. Pada masa yang sama, teori
etologi juga mulai berkembang secara kuat di Amerika. Pada tahun 1970, etolog
Inggris John H. Crook menerbitkan naskah penting dimana ia membedakan
etologi komparatif dengan etologi sosial, dan mengemukakan bahwa banyak dari
etologi yang telah ada sampaio kini sesungguhnya merupakan etologi komparatif,
memandang hewan sebagai individu, sedangkan di masa depan, para etolog akan
memerlukan konsentrasi pada perilaku kelompok sosial dari hewan dan struktur
sosial di dalamnya. Ini telah mengetahui sebelumnya. Buku E. O. Wilson
‘’Sosiobiologi’’ muncul pada 1975, dan sejak saat itu studi perilaku telah lebih
banyak berkaitan dengan aspek sosial. Juga telah didorong dengan yang lebih
kuat, namun lebih njlimet, Darwinisme yang dihubungkan dengan Wilson dan
Richard Dawkins. Pengembangan terkait ekologi perilaku juga telah membantu
mengubah etologi. Di saat yang sama persesuaian substansial dengan psikologi
komparatif telah terjadi, maka studi ilmiah modern pada perilaku menawarkan
spektrum pendekatan tanpa kelim secara kurang lebih, dari kesadaran hewan,
psikologi komparatif yang lebih tradisional, etologi, sosiobiologi dan ekologi
perilaku.

2.3.6 Mekanisme Perkembangan


1. Etologi menekankan pada proses biologis yang berinteraksi dengan
pengalaman. Kematangan fisik, termasuk perubahan hormonal,
perkembangan lokomotor, dan peningkatan efisiensi sistem saraf
menandai pentingnya periode sensitif.
2. Sebagai tambahan dari perubahan biologis sepanjang rentang
kehidupan, terdapat kemampuan belajar yang innate (yang umum &
spesifik). Kemampuan ini terkait dengan tingkah laku insting, yaitu
tingkah laku yang tidak pernah dipelajari dan muncul karena stimulus
eksternal tertentu. Contohnya: tindakan penyelamatan diri anak ayam
oleh induknya karena dapat merespon kapanpun jika anak-anaknya
berada dalam bahaya.
3. Kemampuan belajar yang dibangun sampai sistem saraf inilah yang
memungkinkan organisme dapat belajar dari pengalamannya.
4. Etologis juga mempelajari perilaku yang dipelajari (learned behavior)
yang ditujukan untuk adaptasi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pembahasan perkembangan kognitif dalam teori psikologi sangatlah


penting untuk dipelajari sebagai dasar fundamental bagi kita selaku calon
pendidik bangsa, karena dasar inilah yang sangat menentukan masa depan bangsa
kita nantinya. Kewajiban pendidik pada zaman sekarang ini ialah menciptakan
konsensus moral pada anak sedini mungkin, agar kelak bangsa ini memiliki
generasi penerus yang tidak hanya cerdas dalam berfikir dan berkarya, namun
juga bermoral dan bermartabat. Seperti yang kita lihat sekarang ini, negeri kita
yang tercinta ternyata dipimpin oleh banyak orang-orang yang tidak bermoral
walaupun notabene mereka orang-orang yang cerdas dan berintelektual tinggi.
Apabila kita selaku pendidik kurang memahami permasalahan-permasalahan yang
terjadi pada perkembangan moral, maka hal-hal demikianlah yang akan kita
temukan nantinya. Dengan ilmu pengetahuan moral yang kuat dari pendidik,
maka dapat membantu anak untuk dapat mengorientasikan tingkah lakunya untuk
mengetahui konsep baik dan buruk dalam berperilaku.

3.2 Saran
Kami selaku pemakalah berharap semoga penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Mungkin ini yang dapat kami uraikan. Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu hanya
milik Allah semata, dan kekhilafan dari hamba-Nya. Untuk itu agar dapat
menambah pengetahuan Anda tentang pembahasan kami, silahkan Anda mencari
referensi lain. Kritik dan saran kami terima. Mohon maaf apabila terdapat
kesalahan baik dalam pengutipan referensi atau kesalahan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Drs.Hendriati Agustiani.2006.Psikologi Perkembangan.Bandung:PT Refika


Aditama

Muhibbin Syah,M.Ed.2004.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan


Baru.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194412051967
101-KOKO_DARKUSNO_A/TEORI_PERKEMBANGAN.pdf, diakses hari
Jumat tanggal 5 September 22:00

Anda mungkin juga menyukai