Anda di halaman 1dari 14

REKAYASA IDE

Disusun Oleh Kelompok 5:

ADRIATI NUR AZIMMI (0303172127)

MEGA PUTRI (0303173171)

NURHAMIAH LUBIS (0303173211)

TRI RAMA SARI (0303171019)

SAIDATUL AKHMALIA NST (0303172092)

DOSEN PENGAMPU :

Aulia Marzuki M.Psi

MATA KULIAH :

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Jurusan/Semester : BKI-1/II

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji adalah milik Allah Swt. Kita memuji, memohon pertolongan, serta
ampunan-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad Saw, penuntun jalan kebenaran, teladan bagi umat Islam, dan rahmad
bagi seluruh alam.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari


kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya, hal ini karena keterbatasan waktu,
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penyusun, oleh karena itu penyusun
sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk
perbaikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang

Dengan segala pengharapan dan do’a semoga pemakalah rekayasa ide ini
dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan sunber daya manusia haruslah segera dibangun di Indonesia.


Menciptakan manusia manusia yang unggul harus di adakan sejak dini melalui
pendidikan formal maupun nonformal. Dengan berlakunya pendidikan sejak usia dini
diharapkan akan mampu membentuk fondasi dasar sebelum memperoleh ilmu
pengetahuan umum, sehingga ilmu yang dapat diperoleh nantinya akan dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa adanya pihak lain yang dirugikan.

Pada bagian ini dikaji tantang pandangan kognitif terhadap proses belajar dan
aplikasi teori kognitif dalam rangka meningkatkan prestasi anak didik. Mesing-
masing teori pendidikan memiliki kelemahan dan kelebihan. Pendidik/pengajar yang
professional akan dapat akan dapat memilih teori mana yang tepat untuk tujuan
tertentu, karakteristik materi pelajaran tertentu, karakteristik materi pelajaran tujuan
tertentu, dengan cirri-ciri siswa yang dihadapi, dan dengan kondisi lingkungan
sertasarana dan prasarana yang tersedia.

A. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Teori Kognitif?
2. Bagaimana Tahap-tahap Perkembangan Teori Kognitif?
B. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Teori Kognitif
2. Agar Mengetahui Tahap-tahap Perkembangan Teori Kognitif
BAB II

PEMBAHASAN TEORI

A. Teori Kognitif

Istilah kognitif berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian,


mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan,
dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah
kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu
konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk
kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan
afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis,
tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.1

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas


gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piaget
memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual
dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena
penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur
yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan
kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak
ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan
kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda
pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan
kognitif anak menjadi empat tahap:

1
Eni Fariyatul Fahyuni, Istikomah. Psikologi Belajar & Mengajar. Sidoarjo. Nizamia Learning Center. 2016. hlm:26- 27
Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang
masih sederhana.

Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun.
Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah
dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.

Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan
dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak
memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. 4. Tahap formal – operational, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang
terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola
pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan
lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan
informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan
pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan
menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat
dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang
dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek
seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
Discovery learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
• Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-
curiousity(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
• Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada.
Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
• Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara
enaktif, ekonik, dan simbolik.
• Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional
sebagai arah informatif.
• Kreatifitasmetaforik dan creativeconditioning yang bebas dan bertanggung jawab
memungkinkan kemajuan.

JeromeBruner Dengan DiscoveryLearningnya

Brunern menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga
cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif
mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget.
Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek –
melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik
sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’
kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas
tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.

Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam


bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam
benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang
pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk
menjelaskan dalam kata-kata.

Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui


representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki
kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan
pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa
dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.

B. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif


Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat
hierarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat
belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap
perkembangan kognitif ini menjadi beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun) :

Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun.


Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang
sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi
langkah. Kemampuan yang dimiliki antara lain :

a.Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
b.Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
c.Suka memperhatikan sesuat lebih lama.
d.Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
e.Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

2. Tahap preoperasional (umur 2 - 7/8 tahun) :


Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2 - 7/8 tahun. Ciri pokok
perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan
mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu
preoperasional dan intuitif.
Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa
dalam mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering
terjadi kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:
a.Selfcounternya sangat menonjol.
b.Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
c.Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang
benar.
d.Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan
perbedaan antara deretan.
3. Tahap intuitif (umur 4 - 7 atau 8 tahun),
Anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak
abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata.
Oleh sebab itu, pada usia ini, anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara
simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas. Karakteristik
tahap ini adalah :

a.Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang disadarinya.
b.Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih
kompleks.
c.Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
d.Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap
sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa
pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia
7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu
dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

4. Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun


Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan
kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan
benda-benda yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk
memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan
ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya
lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena
anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam
melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai
sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi.
Namun sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian,
pengelompokan dan pengaturan masalah (orderingproblems) ia tidak sepenuhnya
menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Namun taraf
berpikirnya sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu
diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Sungguhpun
demikian anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.
5. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun) :
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir
abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir "kemungkinan". Model
berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki
anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan
hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
a.Bekerja secara efektif dan sistematis.
b.Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua
kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan
beberapa kemungkinan.
c.Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional
tentang C1, C2 dan R misalnya.
d.Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.
Pada tahap ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai
formal operations paling lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian
maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa
walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan formal operation.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan
berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap
preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap
operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap
operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif
seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru
seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar
dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-
tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa

C. Faktor – faktor Penunjang Perkembangan Kognitif


Berdasarkan hasil studi Piaget, terdapat lima faktor yang mempengaruhi
seseorang pindah tahap perkembangan intelektualnya. Kelima faktor itu adalah:
kematangan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logika
matematika (logico-methematical experience), transmisi sosial (social transmission),
dan ekuilibrasi (equilibration).
1. Kematangan yaitu proses perubahan fisiologis dan anatomis, proses pertumbuhan
tubuh, sel-sel otak, sistem saraf dan manifestasi lainnya yang mempengaruhi
perkembangan kognitif. Kematangan mempunyai peran yang penting dalam
perkembangan intelektual. Hal ini ditunjukkan oleh hasil beberapa penelitian yang
membuktikan adanya perbedaan rata-rata usia anak pada tahap perkembangan yang
sama pada satu masyarakat dengan masyarakat lain yang berbeda.
2. Pengalaman fisik yaitu pengalaman yang melibatkan seseorang untuk berinteraksi
dengan lingkungan fisik, memanipulasi obyek-obyek di sekitarnya dan membuat
abstraksi dari obyek tersebut. Melalui pengalaman fisik akan terbentuk pengetahuan
fisik dalam diri individu, karena pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang
benda-benda yang ada "di luar" dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal. Salah
satu perkembangan fisik yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah
perkembangan otak Otak berkembang paling pesat pada masa bayi. Pada masa
kanak-kanak otak tidak bertumbuh dan berkembang sepesat masa bayi. Pada masa
awal kanak-kanak, perkembangan otak dan sistem syaraf berkelanjutan. Otak dan
kepala bertumbuh lebih pesat daripada bagian tubuh lainnya. Bertambah matangnya
otak, dikombinasikan dengan kesempatan untuk mengalami suatu pengalaman
melalui rangsangan dari lingkungan menjadi sumbangan terbesar bagi lahirnya
kemampuan-kemampuan kognitif pada anak. Artinya, perkembangan kognitif
menjadi optimal jika ada kematangan dalam pertumbuhan otak serta ada rangsangan
dari lingkungannya.
3. Pengalaman logika matematika yaitu pengalaman membangun hubungan-hubungan
atau membuat abstraksi yang didapat dari hasil interaksi terhadap obyek. Dengan
pengalaman logika matematika akan terbentuk pengetahuan logika matematika
dalam diri individu. Pengetahuan logika matematika merupakan hubungan-hubungan
yang diciptakan subyek dan diperlakukan pada obyek-obyek.
4. Transmisi sosial yaitu proses interaksi sosial dalam menyerap unsur-unsur budaya
yang berfungsi mengembangkan struktur kognitif. Hal ini dapat terjadi melalui
informasi yang datang dari orang tua, guru, teman, media cetak dan media
elektronik. Dengan adanya transmisi sosial akan terbentuk pengetahuan sosial dalam
diri individu. Pengetahuan sosial merupakan pengetahuan yang didasarkan pada
perjanjian sosial, suatu perjanjian atau kebiasaan yang dibuat oleh manusia.
Pengetahuan sosial dan pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang isi yang
bersumber dari kenyataan yang ada "di luar", sementara pengetahuan logika
matematik mengkonstruksi keadaan nyata tersebut melalui pikiran.
5. Ekuilibrasi yaitu kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan selama periode
ketidak seimbangan. Ekuilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat
kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi. Pada proses ini
mengintegrasikan faktor-faktor kematangan, pengalaman fisik, pengalaman logika
matematika, dan transmisi sosial.
BAB III

PENERAPAN IDE

Perkembangan kognitif menurut Diane E Papalia, merupakan perubahan atau


stabilitas dalam kemampuan mental seperti belajar, perhatian, memori, bahasa, berpikir,
penalaran kreativitas. Sementara Piaget menyimpulkan perkembangan kognitif adalah hasil
gabungan dari kedewasaan otak dan system syaraf, serta adaptasi pada lingkungan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa perkembangan kognitif itu berlangsung secara bertahap dari lahir
hingga dewasa hingga mencapai tahap kematangan dalam proses kognitifnya. Seperti yang
telahh dijelaskan diatas, pemikiran anak berkembang secara perlahan secara perlahan dengan
tahap-tahapnya, mulai dari yang kongkret ke yang abstrak, dari bahan yang mudah ke yang
sulit, dari bahan yang dekat dengan sampai ke yang jauh.

Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses
berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget
adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar
individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan
mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,
melainkan kualitatif.

Dengan ini semua, maka ditekankan piaget bahwa unsure bawaan dan unsure
pendidikan mempunyai pengaruh yang kuat. Unsure bawaan seperti keadaan fisik, susunan
syaraf dan jaringan otak anak mempunyai pengaruh kuat dalam perkembangan kognitif anak.
Dalam hal ini peran pendidik yang sangat membantu dan tidak dapat di abaikan dalam
menyediakan pengalaman yang menantang terjadinya proses ekuilibrasi. Pengetahuan baru
yang telah dikonstruksikan perlu dilatih dengan pengulangan agar semakin berarti dan
tertanam.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat
hierarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat
belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Haryanto, Budi. 2004. Psikologi Pendidikan dan pengenalan Teori-teori Belajar, Sidoarjo:
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Jahja, Yudrik. 2013. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Kencana Prenamadia Group

Anda mungkin juga menyukai