PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR (UNM) 2022/2023 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan sumber daya manusia haruslah segera dibangun di Indonesia. Menciptakan manusia-manusia yang unggul harus diadakan sejak dini melalui pendidikan formal mapun non formal. Dengan diberlakukannya pandidikan sejak usia dini diharapkan akan mampu membentuk fondasi dasar sebelum memperoleh ilmu pengetahuan umum, sehingga ilmu yang akan diperoleh nantinya akan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa adanya pihak lain yang dirugikan. Banyak Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Negara sebagai lembaga yang mengupayakan kecerdaskan kehidupan bangsa merupakan tugas negara yang amat penting. Namun, di negara - negara berkembang adopsi sistem pendidikan sering mengalami kesulitan untuk berkembang. Cara dan sistem pendidikannya sering menjadi kritik dan kecaman. Adanya perubahan sistem pendidikan setiap adanya perubahan mentri pendidikan juga turut mempengaruhi kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Sementara perkembangan kognitif dianggap sebagai penentu kecerdasan intelektual anak, kemampuan kognitif terus berkembang seiring dengan proses pendidikan serta juga dipengaruhi oleh faktor perkembangan fisik terutama otak secara biologis. Perkembangan selanjutnya berkaitan dengan kognitif adalah bagaimana mengelola atau mengatur kemampuan kognitif tersebut dalam merespon situasi atau permasalahan. Tentunya, aspek- aspek kognitif tidak dapat berjalan sendiri secara terpisah tetapi perlu dikendalikan atau diatur sehingga jika seseorang akan menggunakan kemampuan kognitifnya maka perlu kemampuan untuk menentukan dan pengatur aktivitas kognitif apa yang akan digunakan. Oleh karena itu, sesorang harus memiliki kesadaran tentang kemampuan berpikirnya sendiri serta mampu untuk mengaturnya. Para ahli mengatakan kemampuan ini disebut dengan metakognitif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah adalah: 1. Apa yang dimaksud teori kognitif? 2. Bagaimana implikasi teori kognitif dalam pendidikan? 3. Apa yang dimaksud metakognisi? 4. Bagaimana peranan metakognisi dalam pembelajaran? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengertian dari teori kognitif. 2. Untuk mengetahui implikasi teori kognitif dalam pendidikan. 3. Untuk mengetahui pengertian dari metakognisi. 4. Untuk mengetahui peranan metakognisi dalam pembelajaran. D. Manfaat Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat menjadi bahan bacaan dan referensi untuk penulisan selanjutnya. 2. Dapat menambah wawasan penulis mengenai strategi kognitif dan strategi metakognitif. 3. Dapat menjadi bahan latihan dalam menuangkan ide-ide dalam bentuk tertulis. BAB II PEMBAHASAN A. Teori Kognitif menurut Piaget Piaget memandang pengalaman sebagai faktor yang sangat dan mendasari proses berfikir anak. Pengalaman berbeda dengan melihat yang hanya melibatkan mata, sedangkan pengamatan melibatkan seluruh indra sehingga menyimpan kesan yang lebih lama dan membekas. Pengetahuan dalam teori konstruktivistik tidak dapat ditransfer begitu saja dari guru kepada siswa, tetapi siswa sendiri harus aktif secara mental dalam membangun struktur pengetahuannya. Oleh karena itu, penting melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran secara nyata, serta dalam usaha meningkatkan kualitas kognitif siswa, guru dalam melaksanakan pembelajaran mesti lebih ditujukan pada kegiatan pemecahan masalah. Pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (bentuk jamak dari skema) yang dikenal dengan struktur kognitif. Struktur ini membantu seseorang untuk melakukan proses adaptasi dan mengkoordinasikan informasi yang baru diketahui dari lingkungannya dengan skema yang telah dimiliki sehingga terbentuk skema dan skemata yang baru. Oleh sebab itu, skema atau struktur kognitif individu akan meningkat dan berkembang sesuai perkembangan usia individu yang bersangkutan, bergerak dari yang sederhana menuju aktivitas mental yang kompleks. Proses pembentukan skema dilakukan oleh individu melalui proses asimilasi dan akomodasi. Skemata baru hasil dari asimilasi maupun akomodasi itulah yang disebut dengan pengetahuan baru. Proses pembentukan pengetahuan baru tersebut melalui beberapa prinsip dan tahapan. 1. Prinsip-Prinsip Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif menurut Piaget terjadi melalui serangkaian proses, yaitu proses asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium. a. Asimilasi Asimilasi merupakan proses penyatuan dan pengintregasian informasi baru kedalam struktur kognitif yang telah ada. Informasi atau pengetahuan baru tersebut akan lebih mudah diterima apabila informasi tersebut cocok dengan skema dan skemata struktur kognitif yang telah dimilikinya. Hasil dari proses asimilasi adalah berupa tanggapan informasi atau pengetahuan yang baru diterima. b. Akomodasi Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif (restrukturisasi) siswa pada situasi atau informasi baru yang berbeda. Proses ini akan terjadi apabila informasi atau pengetahuan baru yang diterima tidak dapat langsung diasimilasikan pada skema yang sudah ada karena adanya perbedaan pada skema. Dengan kata lain, akomodasi adalah kemampuan untuk menggunakan informasi atau pengetahuan yang telah ada dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. c. Ekuilibrium Ekuilibrium terjadi pada saat anak mengalami hambatan dalam melakukan akomodasi pengetahuan dan pengalamannya untuk mengadaptasi lingkungan di sekitarnya. Untuk mengatasi masalah ini, anak akan mencoba cara yang lebih kompleks. Apabila cara ini berhasil, maka proses ekuilibrium telah terjadi pada diri anak. Selanjutnya, cara tersebut akan diperlancar oleh anak dalam memecahkan masalah yang sama di masa depan. 2. Tahapan-Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget, setiap individu pasti akan mengalami tahapan-tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut: a. Tahap Sensorik Motorik (0-2 tahun) Pada tahap ini anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indera dan gerakannya. Perilaku anak pada tahap ini semata-mata berdasarkan stimulus yang diterimanya. Dalam jangka waktu dua tahun tersebut, anak dapat memahami sedikit lingkungannya dengan cara melihat, meraba, memegang, mengecap, mencium dan menggerakkan anggota badannya meskipun belum sempurna. Tapi yang terpenting mereka dapat mengandalkan kemampuan sensorik dan motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif dasar muncul pada tahap ini. Anak tersebut mengetahui bahwa sebuah perilaku tertentu akan dapat menimbulkan akibat tertentu padanya. Misalkan dengan menendang- nendang selimut, seorang anak tahu bahwa selimut itu akan bergeser darinya. b. Tahap Pra Oporasional (2-7 tahun) Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak untuk selalu mengandalkan diri pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa, ingatan anak pun mampu merekam banyak hal tentang lingkungannya. Namun, intelek anak akan dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari bahwa orang lain terkadang mempunyai pandangan yang berbeda dengannya. Ciri-ciri anak pada tahap Pra Operasional: 1) Sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum secara logis. 2) Anak lebih bersikap egosentris. 3) Anak lebih cenderung berpikir subjektif dan tidak mampu melihat objektivitas pandangan orang lain. 4) Sukar menerima pandangan orang lain 5) Tidak mampu membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah, atau volume yang tetap meskipun bentuknya berupbah-ubah. 6) Belum mampu berpikir abstrak. 7) Anak lebih mudah belajar jika guru menggunakan alat peraga berupa benda yang konkrit daripada hanya menggunakan kata- kata. c. Tahap Konkrit (7-11 tahun) Dalam usia 7 hingga 11 tahun anak-anak sudah mengembangkan pikiran secara logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekitarnya, mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari panca indra. Anak-anak sudah mampu berpikir secara konkrit dan bisa menguasai sebuah pelajaran yang penting. Anak-anak sering kali mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang menyadari bahwa logikanya tersebut dapat berbuah kesalahan. Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memahami konsep konservasi (concept of conservacy) yaitu meskipun benda beruabh bentuknya, namun masa, jumlah, atau volumenya adalah tetap. Anak juga mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih berupa konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktivitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman secara langsung sangat efektif dibandingkan penjelasan guru secara verbal (kata-kata). d. Tahap Operasi Formal (11 tahun ke atas) Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak, yaitu berpikir tentang suatu ide atau gagasan. Mereka mampu mengajukan hipotesis, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesis yang mereka buat. Bahkan anak sudah dapat memikirkan alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dengan menggunakan pertimbangan ilmiah. B. Teori Kognitif menurut Vygotsky Teori perkembangan kognitif Vygotsky berkaitan dengan kemampuan dalam merekonstruksi berbagai hasil pengalaman aktual hasil perkembangan individu dengan lingkungan di sekitarnya. Pandangan Vygotsky tentang kognitif berbeda dengan teori-teori kognitif yang lain, seperti teori kognitif yang dikembangkan oleh Piaget maupun Bruner. Sebagian besar para peneliti di bidang kognitif menekankan penelitiannya pada tujuan perkembanagn kognitif. Dengan demikian, masalah penelitian mereka berkisar pada masalah-masalah yang berkaitan dengan “Bagaimanakah mekanisme perkembangan kognitif sejak lahir sampai usia dewasa?”, “Bagaimana anak mentransformasi setiap tahap perkembangan kognitifnya sehingga dapat mencapai perkembangan kognitif orang dewasa?”. Vygotsky berbeda dari ahli kognitif tersebut, karena ia memandang kognitif dari sudut pandang yang lebih luas. Oleh sebab itu, penelitian yang dilakukannya tentang perkembangan kognitif bertitik tolak dari permasalahan yang berkaitan dengan proses perkembangan intelektual dari lahir sampai meninggal.atau proses perkembangan intelektual sepanjang hayat. Oleh sebab itu, pertanyaan penelitian Vygotsky adalah “Bagaimanakah manusia mengembangkan proses psikologis tingkat tinggi sejak lahir sampai meninggal?”. Dalam kaitannya dengan pembelajaran teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif. Di dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu antara peserta didik dengan peserta didik yang lain dan antara peserta didik dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah. 1. Perkembangan Kognitif menurut Vygotsky Dalam membahas teori perkembangan kognitif menurut Vygotsky, ada beberapa aspek yang perlu ditelaah, yaitu: (a) kognitif berkembang secara alamiah, (b) interaksi sosial, (c) media budaya dan internalisasi, dan (d) zone of proximal development atau ZPD. a. Kognitif Berkembang Secara Alamiah Penelitian yang dilakukan oleh Vygotsky tentang perkembangan kognitif manusia dilakukannya dalam suasana yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada subjek penelitiannya untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat diobservasi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh ahli-ahli perkembangan kognitif lainnya yang secara ketat mengendalikan prilaku subjek penelitiannya dalam kondisi yang telah dirancang sebelumnya. Dalam melaksanakan penelitiannya, Vygotsky menerapkan tiga teknik berikut: 1) Teknik pertama, yaitu memberikan berbagai kendala pada subjek penelitiannya yang dapat dipecahkan dengan pemecahan masalah biasa, misalnya meminta anak yang menguasai bahasa asing untuk menyelesaikan tugas kelompok dengan anak yang tidak menguasai bahasa asing. 2) Teknik kedua dilakukan dengan memberikan alat yang dapat digunakan oleh anak untuk memecahkan masalahnya. Dalam kondisi yang bervariasi, anak-anak yang berbeda usianya diharapkan dapat menggunakan alat tersebut dengan berbagai cara yang berbeda. 3) Teknik ketiga dilakukan dengan jalan meminta anak untuk memecahkan masalah diluar kemampuannya. Dalam fase ini, Vygotsky menemukan anak mulai mengembagkan pengetahuan dan keterampilan baru dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. b. Interaksi Sosial Tema utama dari teori Vygotsky adalah bahwa interaksi sosial memegang peranan utama dalam perkembangan kognitif. Vygotsky mengemukakan bahwa perkembangan fungsi budaya pada anak terjadi dalam dau fase berikut ini: 1) Interaksi sosial yang terjadi pada lingkungan sosial di sekitar anak. Dalam hal ini, interaksi anak dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, yang disebutnya dengan istilah interpsychological process. 2) Interaksi sosial yang terjadi dalam diri anak yang disebutnya dengan istilah intrapsychological process. Kedua proses tersebut diatas, melibatkan perhatian, berpikir logis dan formasi konsep. Oleh sebab itu, semua kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan hasil interaksi antara pengalaman pengalaman aktual antar individu dengan lingkungannya. c. Media Budaya dan Internalisasi Dalam meneliti hubungan antara perkembangan kognitif dan interaksi sosial, yang berfungsi sebagai perantara atau mediasi budaya pada anak, Vygotsky mengemukakan bahwa interaksi sosial yang berfungsi sebagai perantara budaya berlangsung dalam komunikasi interpersonal antara anak dengan orang tua atau teman sebayanya. Melalui proses ini, perkembangan mental tingkat tinggi berkembang sejalan dengan perkembangan budaya di sekitar anak. Melalui interaksi sosial tersebut, anak belajar kebiasaan-kebiasaan dan cara berpikir seperti yang diungkapkannya dalam bahasa lisan, bahasa tertulis dan simbol-simbol yang mengandung makna tertentu dalam kebudayaannya. Selanjutnya, anak akan membangun pengetahuannya yang berkaitan denagn berbagai pengalaman interaksi sosial yang dialaminya. Proses ini disebut Vygotsky dengan istilah cultural mediation (media budaya) dan proses mental yang terjadi didalamya disebut dengan istilah internalization (internalisasi). Internalisasi dapat dijelaskan sebagai pemahaman terhadap knowing how. Misalnya, dengan kemampuannya sendiri anak menuangkan air ke dalam gelas dengan hati-hatiagar tidak tumpah adalah hasil dari pemahaman atau proses internalisasi tentang perilaku yang harus dilakuakan pada waktu menuangkan air ke dalam gelas. Perilaku ini merupakan hasil interaksi sosial dengan oreng-orang di sekitarnya dan dalam hal ini terjadi mediasi kultural. Contoh lain yang dapat dikemukakan tentang pemahaman anak adalah terhadap arti perkataan yang diungkapkan dengan suara lembut bererti senang dan ramah, dan perkataan yang diungkapakan dengan suara kasar berarti marah. Melalui proses internalisasi atau pemahamannya tentang suara tersebut, anak akan memberikan yang sesuai seperti tertawa atau tersenyum atau menangis karena takut dimarahi. d. Zone of Proximal Development atau ZPD Aspek terakhir dari teori Vygotsky mengenai perkembangan kognitif adalah zone of proximal development. Vygoysky mendefinisikan ZPD sebagai jarak antara kemampuan yang dikuasai yang tercermin dari kemampuan dalam memecahkan masalah secara mandiri dan kemampuan yang sedang berkembang dan membutuhkan pertolongan melalui interaksi sosial, yang dapat dilihat dari kemampuan anak dalam memecahkan suatu masalah dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang telah memilikikemampuan tersebut. Vygotsky meyakini bahwa bila siswa berada dalam area ZPD untuk tugas-yugas belajar tertentu perlu diberikan bantuan atau scaffolding, tanpa bantuan tersebut maka siswa akan mendapat berbagai kesulitan dan kurang berhasil dalm menyelesaikan tugas- tugas belajar tersebut dengan baik. C. Teori Kognitif menurut Bruner Perkembangan kognitif menurut Bruner adalah perkembangan kemampuan berpikir yang berlangsung secara setahap demi setahap. Perkembangan kemampuan berpikir tersebut memerlukan interaksi anak dengan lingkungannya, yang disebutnya sebagai interaksi antara kemampuan yang ada di dalam diri manusia dengan lingkungan di sekitarnya dan berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena proses perkembangan kemampuan berpikir atau proses perkembangan intelegensi berlangsung sejalan dengan proses belajar. Dalam kaitannya dalam proses belajar, pendapat yang paling terkenal yang dikemukakan oleh Bruner adalah bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak di setiap tingkatan perkembangannya. 1. Perkembangan Kognitif menurut Bruner Melalui penelitiannya tentang evolusi perkembangan manusia, Bruner menemukan tiga bentuk berpikir manusia yang membangun kemampuan seseorang dalam memahami dunia di sekitarnya. Ia mengemukakan bahwa manusia merespons dunia di sekitarnya melalui gerakan motorik, melalui imajinasi dan persepsi tentang lingkungannya, dan melalui cara yang mewakili imajinasi dan persepsinya. Ketiga sisitem berpikir manusia tersebut sebagai: (a) enactive representation, (b) iconic representation, dan (c) symbolic representation. a. Enactive representation Enactive representaion berkaitan dengan cara yang digunakan anak dalam membangun kemampuan kognitifnya atau kemampuan empiriknya melalui pengalaman nyata. Misalkan, anak akan mengerti nama suatu makanan apabila makanan tersebut ditunjukkan kepadanya dan disebutkan namanya. Contoh selanjutnya, anak akan mengerti posisi benda seperti di atas, di bawah, di samping kiri dan kanan, di muka dan di belakang apabila posisi benda tersebut ditujukan kepada mereka secara nyata dan disebutkan posisinya kepada anak. Sebelum anak mengetahui letak benda tersebut, anak akan menarik tangan orang tuanya atau kakanya untuk menunjukan letak benda tersebut. b. Iconic representation Iconic represantion berkaitan kemampuan manusia dalam menyimpan pengalaman empirik dalam ingatannya. Anak yang telah mencapai kemampuan ini, sudah dapat menyebutkan nama benda dan peristiwa yang ditampilakan melalui gambar, atau untuk mengekspresikan pikirannya, anak dapat menggunakan gambar yang dibuatnya. c. Symbolic representation Symbolic representation berkaitan dengan kemapuan manusia dalam memahami konsep dan peristiwa yang disajikan melalui bahasa. Pernyataaan yang diungkapakan melalui bahasa mengandung konsep dan karakteristik konsep serta makna yang berkaitan dengan konsep tersebut. Dalam fase ini, anak telah mampu berpikir abstrak. 2. Tahapan-Tahapan Proses Belajar Menrut Bruner, dalam proses belajar peserta didik menempuh tiga tahap yaitu: a. Tahap informasi (tahap penerimaan materi) Pada tahap ini seorang peserta didik yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari baik secara langsung dari gurunya maupun membaca dari sumber yang ada seperti buku, modul, internet, dan sebagainya. b. Tahap transformasi (tahap pengolahan materi) Selanjutnya pada tahap tranformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisisis, diubah, atau ditransformasikan menjati bentuk lebih abstrak atau konseptual c. Tahap evaluasi Dalam tahap evaluasi, seorang peserta didik menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi. D. Implikasi Teori Kognitif Dalam Pendidikan Bagi para penganut aliran kognitivisme, pembelajaran dipandang sebagai upaya memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan internalisasi dapat berlangsung secara tepat maka perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang perlu sebagai berikut: 1. Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban. 2. Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit sebelum ke hal- hal yang abstrak. 3. Setiap usaha mengkonseptualisasikan materi pembelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa belajar. 4. Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya. Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan urutan penyajian secara logis. E. Pengertian Metakognisi Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976 dan menimbulkan banyak perdebatan pada pendefinisiannya. Hal ini berakibat bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam berbagai macam bidang penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi saja. Namun demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi, pada umumnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Wellman (1985) menyatakan bahwa: Metakognisi adalah suatu bentuk kognisi, proses berpikir urutan kedua atau lebih tinggi yang melibatkan kontrol aktif atas proses kognitif. Hal ini dapat hanya didefinisikan sebagai berpikir tentang berpikir atau "kognisi seseorang tentang kognisi" Metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses imunisasi meliputi tingkat berpikir yang lebih tinggi, melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Flavell & Brown dalam menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Sedangkan Moore (2004) menyatakan bahwa: Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas tentang pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan-kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi-kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisifnya secara efektif. Karena itu, pengetahuan- kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedang regulasi-kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, perbaikan (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi. Berdasarkan beberapa pengertian metakognitif beberapa ahli di atas disimpulkan bahwa metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”. F. Perkembangan Kemampuan Metakognitif Anak Kemampuan metakognitif tumbuh dan berkembang seiring dengan pertambahan usia. Secara umum, kemampuan metakognitif mulai berkembang pada usia sekitar 5 hingga 7 tahun (Woolfolk, 2008). Model Piaget tentang perkembangan intelektual menjelaskan adanya perkembangan, sehingga kecerdasan dibangun dalam suatu kurun waktu dalam rangkaian yang tersusun dari tahapan-tahapan yang saling terkait atau berhubungan, dan tiap tahap ini menentukan perkembangannya. Perkembangan ini merupakan proses fundamental dimana tiap elemen dari pembelajaran sebagai fungsi dari perkembangan secara keseluruhan. Sehingga, perkembangan intelektual seseorang menentukan apa yang bisa dipelajarinya pada taraf itu.. Ketika siswa mempelajari sesuatu, Ia masih berada dalam tingkat intuitif, dan sangat tergantung pada cara materi itu ditunjukkan padanya. Jika konsep yang baru diberikan terlalu jauh dari skemanya, ia mungkin tidak dapat mengasimilasikannya, khususnya bila tingkat penerimaan yang mungkin dengan intuisi lebih rendah daripada yang bisa dicapai oleh refleksi. Sehingga pada tahap awal, analisis konseptual oleh guru harus digunakan sebagai dasar untuk merencanakan presentasinya dengan seksama yang memungkinkan siswa dapat mensintesis kembali dalam pikirannya sendiri. Situasi yang terbentuk berupa pertanyaan yang bisa diajukan, penjelasan yang diberikan, seorang guru yang peka dapat memenuhi titik pertumbuhan dari skema siswanya, dan memberikan materi yang tepat pada saat yang tepat. Fleksibilitas dalam pendekatan ini menghasilkan ketuntasan pada subjek pebelajar daripada dengan pendekatan yang kaku menurut rencana, sebaik apapun rencana tersebut. Akhirnya, guru secara bertahap mengurangi ketergantungan siswa padanya. Begitu seseorang dapat menganalisa sendiri suatu materi baru, ia dapat menyesuaikannya dengan skemanya sendiri dalam cara yang paling bermakna baginya, yang mungkin saja berbeda dengan cara materi itu disajikan semula. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menyesuaikan materi pembelajarannya dengan tahap perkembangan skema siswanya, ia juga harus menyesuaikan cara penyajiannya pada kecenderungan berfikir yang dikuasai siswanya. Kecenderungan penalaran intuitif dan konkrit saja, atau intuitif, konkrit dan juga formal. Dan akhirnya, guru secara bertahap meningkatkan kemampuan analitis siswa, sehingga siswa tidak lagi tergantung pada guru. Perkembangan kemampuan intuisi dan refleksi membentuk kemampuan berfikir secara formal. Pada taraf berfikir formal, anak mampu bernalar secara ilmiah, melakukan pengujian terhadap hipotesis yang dibuatnya, dan mereka mampu merefleksikan suatu akibat melalui pemahaman yang dibangunnya dengan baik. Pada masa ini, mereka mulai mengembangkan penalaran dan logika untuk memecahkan berbagai masalah (Wadsworth, 1984). Taraf berfikir operasional formal pada hakikatnya merupakan metakognisi, karena operasional formal melibatkan berfikir tentang proposisi, hipotesis dan membayangkan semua objek kognitif yang mungkin (Flavell, 1985). G. Peranan Metakognisi Dalam Pembelajaran 1. Keberhasilan Belajar Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognisi pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar dilakukan yang didalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas- aktivitas sebagai berikut (Taccasu Project, 2008). 1) Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar. 2) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan kegiatan belajar. 3) Menyusun suatu program belajar untuk konsep, keterampilan, dan ide- ide yang baru. 4) Mengidentifkasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai sumber belajar. 5) Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar. 6) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok. 7) Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu. 8) Belajar dari dan mengambil manfaatkan pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu. 9) Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya. Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya. Jika setiap kegiatan belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn maka hasil optimal akan mudah dicapai. 2. Pengembangan Metakognisi dalam Pembelajaran Mengingat pentingnya peranan metakognisi dalam keberhasilan belajar, maka upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan meningkatkan metakognisi mereka. Mengembangkan metakognisi pembelajar berarti membangun fondasi untuk belajar secara aktif. Guru sebagai sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran, mempunyai tanggung jawab dan banyak kesempatan untuk mengembangkan metakognisi pembelajar. Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Taccasu Project, 2008). 1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan: a. Mendorong pembelajar untuk memonitor proses belajar dan berpikirnya. b. Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi-strategi belajar yang efektif. c. Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelejari. d. Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya. e. Menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dari suatu situasi ke situasi yang lain. 2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik melalui : a. Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan dengan : (a) mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri (visual, auditif, kinestetik, deduktif, atau induktif); (b)memonitor dan meningkatkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan, mengelola waktu, dan memecahkan masalah); (c) memanfaatkan lingkungan belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasa, praktik di laboratorium, belajar kelompok, dst). b. Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan : (a) meningkatkan rasa percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem) dan (b) mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar. c. Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis dikembangkan dengan : (a) membuat keputusan dan memecahkan masalah dan (b) memadukan dan menciptakan hubungan-hubungan konsep-konsep yang baru. d. Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan : (a) mengidentifikasi ide- ide atau konsep-konsep utama dan bukti-bukti pendukung; (b) membangkitkan minat dan motivasi; dan (c) memusatkan perhatian dan daya ingat. Pengembangan metakognisi pembelajar dapat pula dilakukan dengan aktivitas-aktivitas yang sederhana kemudian menuju ke yang lebih rumit. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Strategi kognitif adalah siasat untuk mengerti, yang berkembang berdasarkan paradigma konstruktivistik. Paradigma konstruktivisme inilah yang melandasi timbulnya strategi kognitif yang disebut teori metakognisi. metakognisi adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”. Keunikan setiap orang dalam mengolah informasi hingga pengambilan keputusan pasti berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan oleh adanya faktor-faktor pendukung perkembangan kognitif setiap orang yaitu kedewasaan (maturasi), pengalaman fisik, pengalaman logika-matematik, transmisi sosial dan pengendalian diri (ekuilibrasi). B. Saran Adapun saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada pendidik atau guru dan juga penentu kebijakan pendidikan untuk lebih meningkatkan penerapan cara belaar yang bermakna dan bermutu di sekolah, sehingga dapat meningkatkan kognitif dan metakognitif peserta didik. 2. Diharapkan kepada pelajar, untuk melatih diri untuk berfikir secara mandiri tiap masalah yang dihadapi guna menjadi individu yang kompeten. DAFTAR PUSTAKA Anonym.https://www.kompasiana.com/fkipipthukawkupang/teori-belajar-dan implikasinya-dalam-pembelajaran_54ffc47ea33311825c5102db Ardy Wiyani, Novan. & Irham, Muhammad. 2013. Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi Dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Driscoll, P. Marcy. 2005. Psychology of Learning for Instruction. Boston: Pearson Education, Inc. Gredler, M.E., 2011, Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Kencana, Jakarta. Harianto. & Sugiyono. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Jamaris, Martini. 2012. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Schunk, Dale H., 2012, Learning Theories: An. Educational Perspective, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Subini, Nini dkk. 2012. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Mentari Pustaka Sugihartono dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY press. Taccasu Project. (2008) “Metacognition” Tersedia pada: http://www.careers.hku.hk/taccasu/ref/metacogn.htm, diakses pada 19 Mei 2013. Woolfolk Anita., 2008, Educational Psychology, Active Learning Edition, Pearson Education Inc., Boston.
Intelijen: Pengantar psikologi kecerdasan: apa itu kecerdasan, bagaimana cara kerjanya, bagaimana kecerdasan berkembang, dan bagaimana kecerdasan dapat memengaruhi kehidupan kita
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu