Anda di halaman 1dari 22

Kompetensi Dasar

1.1 Mendiskripsikan konsep teori belajar kognitif dan konstruktiv serta


penggunaannya dalam kelas
1.2 Menjelaskan penggabunngan teori belajar kognitif dan teori belajar konstruktiv
dalam penerapannya dikelas

Topik
Teori belajar kognitif - konstruktiv

Sub topik
Penerapan teori belajar kognitif - konstruktiv dalam kelas

Indikator
1. Siswa dapat menjelaskan apa itu teori belajar kognitif dan konstruktiv
2. Siswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam teori kognitif dan
konstruktiv
3. Siswa dapat membedakan penerapan antara teori belajar kognitif dan teori belajar
konstruktiv
4. Siswa dapat menjelaskan hubungan antara teori belajar kognitif dan teori belajar
konstruktiv
TEORI BELAJAR KOGNITIF

A. Pengertian Teori Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang muncul setelah teori behavioristik.
Hadirnya teori belajar kognitif untuk merespon teori belajar behavioristik yang hanya
memerhatikan kondisi psikologi saja. Para penemu teori belajar behavioristik
beranggapan bahwa kondisi mental yang ada di dalam peset didik tidak bisa diamati.
Padahal pada kenyataannya, kondisi mental bisa dikatakan harus diamati saat kegiatan
pembelajaran sedang berlangsung.

Jika teori belajar behavioristik mengutamakan adanya stimulus dan respon, maka lain
halnya dengan teori belajar kognitif yang tidak hanya memerhatikan stimulus dan
respon, tetapi juga mengutamakan adanya perubahan mental dan perilaku, seperti cara
peserta didik memahami suatu hal, cara peserta didik berpikir, dan cara peserta didik
menggunakan pengetahuannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kognitif adalah berhubungan dengan
atau melibatkan kognisi atau berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris.

Istilah “kognitif” sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu “cognition” yang
berarti pengertian mengerti. Dalam hal ini, “pengertian” yang dimaksud adalah
penggunaan pengetahuan, penataan, dan perolehan. Pada awalnya istilah “kognitif”
ini hanya ada pada bidang psikologi saja, tetapi zaman yang terus berkembang
membuat istilah “kognitif” menjadi lebih dikenal dalam dunia pendidikan atau
kegiatan pembelajaran. Teori kognitif ini juga semakin diperkuat dengan adanya
tokoh-tokoh dalam bidang psikologis yang mempercayai keberhasilan teori ini dalam
dunia pendidikan.

B. Fungsi Kognitif

Teori kognitif ini erat hubungannya dengan fungsi kognitif sebagai hasil output dari
proses pendekatan kognitif itu sendiri. Fungsi kognitif memiliki sejumlah dampak
baik bagi murid yang akan bertahan dalam jangka waktu panjang.
1. Daya Ingat dan Memori

Membiasakan belajar secara kognitif sama hal nya dengan membiasakan diri berpikir
kompleks dan kritis. Dengan begitu sistem saraf secara otomatis akan begitu fokus
ketika menyerap informasi dan pengetahuan dalam proses yang cepat, kemudian
menyimpannya dalam otak.

Dengan menerapkan teori belajar kognitif ini akan mewujudkan daya serap yang
cepat dan memiliki memori jangka panjang. Bahkan dimulai sejak anak-anak di usia
dini pun fungsi kognitif telah bekerja dan inilah yang akhirnya mempengaruhi tumbuh
kembang anak.

2. Melejitkan Daya Ingat Anak

Sejak usia dini anak-anak dapat disajikan kegiatan yang dapat merangsang daya ingat
mereka dengan metode yang baik. Ini juga akan membantu anak mengasah
konsentrasi mereka agar tetap fokus. Melalui pendekatan kognitif dapat membuat para
orang tua mampu melihat potensi yang ada pada anak mereka.

3. Perhatian

Fungsi selanjutnya yakni perhatian, dimana murid dengan pembelajaran kognitif akan
mampu menyeleksi rangsangan terhadap bau, suara, gambar dan lainnya yang
berhubungan dengan indera dengan baik.

Dalam fungsi ini juga murid akan mampu memfokuskan perhatian terhadap
rangsangan tersebut dan juga mengabaikannya dalam waktu seketika. Artinya mereka
akan sensitif terhadap sekitar dan mampu menyeleksi mana yang perlu difokuskan
sehingga dapat memusatkan perhatian pada objek yang penting.

4. Fungsi Eksekutif

Pada tahap lanjut belajar dengan pendekatan kognitif mampu mewujudkan fungsi
eksekutif. Dimana murid akan mampu membuat perencanaan dan mengeksekusinya
dengan baik.
Melalui pendekatan kognitif, otak yang sudah terbiasa menyerap banyak konsep dan
berpikir kompleks serta kreatif akhirnya mampu mewujudkan pribadi yang solutif,
mampu melihat peluang dan menyelesaikan permasalahan.

5. Kemampuan Bahasa

Pendekatan kognitif juga memberikan pengaruh yang besar terhadap kemampuan


berbahasa seseorang. Dalam prosesnya murid akan mampu berkomunikasi dengan
baik dengan penyesuaian situasi yang baik juga.

Selain ini adanya perbedaan kemampuan bahasa setiap orang juga dipengaruhi oleh
fungsi kognitif ini. Maka tidak heran apabila ada orang yang mampu menguasai
banyak bahasa (polyglot) dengan adaptasi yang baik, serta ada pula yang kesulitan
menguasai lebih dari satu atau dua bahasa.

6. Kemampuan Mengenali dan Merasakan

Kemampuan pengenalan benda-benda sekitar merupakan salah satu pengaruh dari


fungsi kognitif yang sudah ada sejak tahap awal anak bertumbuh. Kemudian tingkat
pengenalan inipun semakin meningkat hingga dapat membedakan hal-hal yang jauh
lebih rumit.

Sebab, adanya pendekatan kognitif ini membuat seseorang mampu menyerap segala
informasi dengan cepat kemudian melakukan pengamatan hingga akhirnya dapat
membedakan benda.

Berdasarkan fungsi kognitifnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa teori kognitif


memberikan pengaruh yang besar saat dilakukan pendekatan kognitif terhadap
seseorang. Baik dalam hal belajar maupun pertumbuhan kembang seorang anak.
Semuanya merupakan campur tangan konsep kognitif itu sendiri.

C. Level Kognitif
Level kognitif ini merupakan level yang digunakan dan menjadi acuan para tenaga
pendidik dalam memberikan beban tugas atau soal pada murid. Beban tugas juga
memiliki bobot yang berbeda pada setiap level kognitifnya.

 Level 1, pada level pertama merupakan standar yang diberikan bagi murid
yang masih berada pada tahap perkembangan yang rendah. Dalam level ini
menuntut pengetahuan serta pemahaman saja. Seperti mengingat dan memahami.
 Level 2, di level dua ini menuntut kemampuan yang jauh lebih tinggi. Murid
diminta mampu memahami, mengingat dan menerapkan materi pembelajarannya.
 Level 3, di level tertinggi murid diberikan beban tugas yang jauh lebih tinggi
dengan adanya tuntutan untuk menganalisa suatu masalah, mengevaluasinya dan
menciptakan sesuatu yang jauh lebih kreatif.

D. Tokoh-Tokoh Teori Kognitif

Beberapa tokoh yang berperan dalam perkembangan teori belajar kognitif sebagai
berikut:

1. Jean Piaget

Jean Piaget bisa dibilang sebagai seseorang yang menemukan psikologi kognitif atau
penemu dari teori belajar kognitif. Ia lahir pada tanggal 9 Agustus 1896, di Neuchatel,
Swiss. Beliau sangat mengidolakan ayahnya yang merupakan seorang akademisi. Jean
Piaget meninggal dunia pada tanggal 16 September 1980.

Jean Piaget beranggapan bahwa suatu perkembangan kognitif adalah sebuah proses
yang terjadi secara genetik. Oleh sebab itu, proses genetik diyakini berdasarkan dari
kondisi biologis seseorang. Dalam hal ini, kondisi biologis dapat dilihat melalui
adanya perkembangan atau pertumbuhan yang terjadi pada sistem saraf. Misalnya,
seseorang yang bertambah usia, maka susunan susunan sistem sarafnya semakin
kompleks, bahkan akan kemampuan yang dimiliki akan semakin bertambah.

Jean Piaget mengatakan bahwa kemampuan berpikir dan kekuatan mental dari
seorang anak yang berbeda usia, maka perkembangan intelektual secara kualitatif juga
berbeda. Oleh sebab itu, Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif yang
terjadi pada seseorang secara kuantitatif ke dalam empat tahap, di antaranya:

a. Tahap Sensorimotor (Umur 0-2 Tahun)

Tahap sensorimotor adalah tahap kognitif yang terjadi ketika seseorang berumur 0
sampai 2 tahun. Pada tahapan ini seorang anak akan diperhatikan perkembangannya
melalui kegiatan motorik dan suatu persepsi yang masih sangat sederhana. Biasanya
pada tahapan ini, seorang anak akan melihat suatu objek lebih lama, mencari
rangsangan pada sinar lampu atau sumber suara, dan mulai menyadari bahwa dirinya
merupakan makhluk yang berbeda dari objek-objek yang ada di dekatnya.

b. Tahap Pra-Operasional (Umur 2-7 Tahun)

Tahap pra-operasional adalah tahap kognitif yang terjadi saat seseorang berusia
sekitar 2-7 tahun. Pada tahapan kognitif pra-operasional, biasanya dihubungkan
dengan adanya penggunaan simbol atau penggunaan bahasa tanda. Selain itu, pada
tahapan ini, konsep intuitif seorang anak mulai mengalami perkembangan atau
pertumbuhan. Biasanya pengetahuan yang didapatkan berasal dari suatu hal yang
bersifat abstrak.

Ketika seorang anak memasuki tahap pra-operasional biasanya sudah bisa mengenali
ciri dari suatu objek, misalnya ada bola yang berwarna hijau, dapat mengumpulkan
benda yang sesuai dengan ukurannya, dan sebagainya.

c. Tahap Operasional Konkrit (Umur 7-12 Tahun)

Tahap operasional konkrit atau tahapan kognitif ketiga menurut Jean Piaget
merupakan tahapan kognitif yang muncul ketika seorang anak berusia 7 sampai 12
tahun. Pada tahapan ini, seorang anak atau peserta didik dianggap sudah bisa
mempraktikkan aturan-aturan dengan jelas dan logis. Hal seperti ini biasanya ditandai
dengan adanya kekekalan dan reversible pada peserta didik.
Tahap operasional konkrit bisa dikatakan sebagai suatu tahapan kognitif yang di mana
seorang anak sudah bisa mengelompokkan, mengklasifikasikan suatu masalah.
Alangkah baiknya, ketika seorang anak sudah memasuki tahapan ini diberikan contoh
suatu hal yang jelas dan logis supaya dapat menelaah suatu permasalahan dengan baik.

d. Tahap Operasional Formal (Umur 11-18 Tahun)

Tahap operasional formal atau tahap kognitif yang terakhir Jean Piaget. Tahap
operasional formal ini muncul ketika seorang anak atau peserta didik sudah berusia
11-18 tahun. Di tahapan kognitif ini, seorang anak sudah terlihat memiliki
kemampuan untuk berpikir secara logis dan abstrak dengan menggunakan sebuah
konsep berpikir “kemungkinan”.

Pada tahap ini bisa dikatakan muncul ketika seorang anak sedang memasuki usia
pubertas. Pada umumnya, seorang anak yang sudah memasuki tahap kognitif
operasional formal sudah bisa merasakan hal-hal, seperti cinta, suatu nilai (baik atau
buruk), serta tidak melihat suatu hal dalam bentuk hitam dan putih.

2. David Ausubel

buguruku.com
David Paul Ausubel lahir pada tanggal 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn,
New York, Amerika Serikat. Ia merupakan seorang psikolog dan berkontribusi
terhadap psikologi pendidikan, ilmu kognitif, dan berperan dalam pembelajaran
pendidikan sains yang terjadi pada pengembangan dan penelitian tentang Advance
Organizer. Beliau meninggal dunia pada tanggal 9 Juli 2008.
David Paul Ausubel atau lebih dikenal dengan nama David Ausubel pernah
menempuh pendidikan di University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Bahkan, ia
lulus pada tahun 1939 dengan prestasi cumlaude dan memperoleh gelar sarjana
psikologi. Ia juga melanjutkan ke sekolah kedokteran di Universitas Middlesex dan
lulus pada tahun 1943.

Kecintaannya pada dunia psikologi membuat dirinya sempat menggeluti profesi


psikiater pada tahun 1973 dan pada tahun 1976, ia diberikan sebuah
penghargaan Thorndike atas “Kontribusi Psikologis Terhadap Dunia Pendidikan”.
Penghargaan itu berasal dari American Psychological Association.

Teori belajar kognitif David Ausubel bisa dikatakan dipengaruhi oleh teori kognitif
Jean Piaget. David Ausubel selalu mengaitkan konsep atau skema konseptual Jean
Piaget terhadap cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, David
Ausubel selalu meyakini bahwa penalaran deduktif bisa digunakan untuk mencapai
suatu pemahaman konsep, ide atau gagasan, dan prinsip.

Konsep teori kognitif David Ausubel mengutamakan kegiatan pembelajaran yang


bermakna. Ia membagi “belajar yang bermakna” ke dalam dua jenis, yaitu belajar
bermakna (meaningful learning) dan belajar menghapal (rote learning).

a. Belajar Bermakna (Meaningful Learning)

Dalam hal ini, belajar yang bermakna dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar
yang di mana informasi baru selalu dikaitkan dengan suatu pemahaman yang sudah
dimiliki oleh seseorang yang sedang belajar.

b. Belajar Menghapal (Rote Learning)

Belajar menghapal adalah suatu kegiatan yang di mana peserta didik berusaha untuk
menerima dan memahami suatu materi pembelajaran yang telah diberikan oleh
gurunya atau dari materi pembelajaran yang dibacanya, seperti buku.
David Ausubel beranggapan bahwa suatu kegiatan pembelajaran baru akan bermakna,
jika guru dapat mengombinasikan konsep, prinsip, dan informasi verbal dengan baik.
Dengan kata lain, proses belajar yang hanya dilakukan dengan menghapal saja tak
akan mampu membuat kegiatan pembelajaran menjadi bermakna. Oleh sebab itu,
supaya proses belajar bisa bermakna, maka seorang guru wajib untuk mampu
mempresentasikan hal-hal apa yang perlu dipelajari oleh peserta didik. Sementara itu,
peserta didik harus berusaha untuk memahami apa yang diberikan oleh guru.

3. Jerome Bruner

kompasiana.com
Tokoh berikutnya yang berperan dalam perkembangan teori belajar kognitif adalah
Jerome Seymour Bruner atau lebih dikenal dengan nama Jerome Bruner. Ia lahir di
New York City, Amerika Serikat pada tanggal 1 Oktober 1915. Jerome Bruner
meninggal dunia pada tahun 2016. Ia lulus dari Universitas Harvard dan mendapatkan
gelar Doktor. Setelah itu, Jerome melakukan penelitian terhadap persepsi dan
pembelajaran.

Jerome Bruner mengatakan bahwa seorang guru harus bisa untuk memberikan
kesempatan pada peserta didiknya agar bisa menjadi seorang yang bisa menyelesaikan
suatu masalah, seorang yang cerdas, seorang yang menyukai sejarah, seorang yang
pandai dalam bidang matematika, dan sebagainya. Dalam pandangan Jerome Bruner
proses belajar sangat dipengaruhi dengan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
perilaku peserta didik.
Free discovery learning adalah teori belajar kognitif yang telah ditemukan dan
dikembangkan oleh Jerome Bruner. Ia menyatakan bahwa suatu proses belajar atau
pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan kreatif apabila seorang guru dapat
memberikan kesempatan pada peserta didik demi menemukan sebuah konsep, aturan,
teori, dan pemahaman yang berkaitan dengan kehidupan.

Selain itu, Jerome Bruner juga membagi perkembangan kognitif menjadi 3 tahap atau
model, yaitu:

a. Tahap Enaktif

Tahap enaktif adalah tahap kognitif yang di mana seseorang sudah bisa melakukan
berbagai macam aktivitas agar bisa memahami suatu lingkungan yang ada didekatnya.
Misalnya, peserta didik mampu untuk menendang bola, tetapi tidak mampu untuk
menggumpalkan atau menggambarkan kegiatan itu lewat kata-kata.

b. Tahap Ikonik

Tahap ikonik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah mengerti berbagai jenis
objek atau “dunianya” dengan melihat gambar-gambar atau visualisasi verbal. Dengan
kata lain, pada tahap kognitif ini seseorang akan memahami suatu hal melalui suatu
perumpamaan atau perbandingan. Misalnya, peserta didik sudah memiliki gambaran
tentang mobil yang sedang berjalan, tetapi mereka belum bisa mengungkapkan dalam
sebuah susunan kalimat.

c. Tahap Simbolik

Tahap simbolik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah memiliki kemampuan
untuk menciptakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang sifatnya abstrak dan biasanya
akan dipengaruhi dengan kemampuan yang dimilikinya, seperti kemampuan bahasa
dan kemampuan logika.

Contoh Kognitif
Supaya seorang guru lebih mudah untuk menerapkan teori belajar kognitif dalam
kegiatan pembelajaran, maka di bawah ini akan diberikan contoh kegiatan
pembelajaran dengan metode kognitif.

1. Bagi seorang guru, sebaiknya meminta kepada peserta didik untuk menggambarkan
pengalaman yang telah mereka lewati, kemudian dituangkan ke dalam bentuk kalimat.
Misalnya, menceritakan pengalaman ketika liburan sekolah.

2. Memberikan bantuan kepada peserta didik ketika sedang menghadapi suatu


masalah, dengan cara memberikan solusi-solusi dan menumbuhkan kemampuan
peserta didik untuk berpikir kritis.

3. Membantu peserta didik untuk memaksimalkan ide-ide atau gagasan-gagasannya


agar dapat terwujud.

4. Mengajak para peserta didik untuk membiasakan diri melakukan diskusi. Seorang
guru dapat melakukan hal ini dengan cara memberikan kepada peserta didik untuk
menyampaikan materi pembelajaran, kemudian peserta didik lainnya memberikan
pertanyaan.

5. Seorang guru dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik dengan cara
membuat permainan atau menyampaikan materi pembelajaran menggunakan
visualisasi gambar.

6. Selalu memotivasi peserta didik dan tidak terlalu memfokuskan kegiatan belajar
pada hapalan saja. Hal ini perlu dilakukan agar menciptakan kegiatan belajar yang
bermakna.

4. Teori Kognitif Menurut David Ausubel


Tokoh berpengaruh dalam dunia kognitif selanjutnya ialah David Ausubel (1918-
2008). Dia menjadi salah satu pakarnya teori kognitif ini dan memiliki peranan yang
cukup besar dalam perkembangannya.

Kiprahnya dalam sebagai ahli psikologi pendidikan ini mencetuskan sebuah konsep
pemahaman baru, tentang konsep belajar bermakna. Berdasarkan konsep milik
Ausubel ini, sebuah proses belajar yang baik akan tercipta apabila tenaga pendidik
memberikan materi yang bermakna.

Bermakna disini maksudnya adalah cara penyampaian materi dilakukan dengan baik
dan menarik, dengan definisi yang baik dan juga presentasi yang menarik. Dengan
begitu murid yang mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna ini akan
mengingat materi dengan baik juga.

Konsep pemikiran ini diklasifikasikan oleh Ausubel dalam dua dimensi seperti yang
dipaparkan di bawah ini.

 Dimensi pertama, merupakan proses belajar dimana pemahaman materi atau


ilmu pengetahuan dihadirkan dengan cara penemuan.
 Dimensi kedua, adalah suatu proses penyesuaian informasi dengan struktur
kognitif yang sudah ada.
Menurut ketiga ahli psikologi diatas dapat disimpulkan bahwa teori ini menunjukan
bahwa proses tidak akan pernah menghianati hasil, apabila dilakukan dengan sebaik
mungkin. Otak akan semakin berkembangn dengan baik apabila terus diasah dengan
kebiasaan atau proses yang baik juga.

Kesimpulan

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori belajar kognitif memiliki peranan
penting dalam mengubah mental dari peserta didik. Maka dari itu, teori belajar
kognitif lebih mengutamakan proses pembelajaran daripada hasil dari pembelajaran
itu sendiri. Seorang guru yang menerapkan teori belajar kognitif selalu percaya bahwa
proses belajar bisa mengubah mental dan cara berpikir yang cukup kompleks.
Sederhananya, teori belajar kognitif tidak harus dilihat dari perubahan tingkah laku
peserta didik, tetapi lebih mementingkan yang dimiliki oleh peserta didik dalam
melihat atau menilai suatu hal.

E. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Kognitif

Teori Belajar Kognitif lebih mementingkan proses daripada hasilnya. Pembelajaran


kognitif merupakan gaya belajar aktif yang fokusnya memaksimalkan potensi otak.
Melalui metode ini, peserta didik bisa lebih mudah menghubungkan informasi baru
dengan ide-ide yang sudah ada.

Secara umum, prinsip-prinsip dasar teori Belajar Kognitif antara lain:

 Belajar merupakan suatu bentuk perubahan akan informasi pengetahuan.

 Pembelajaran berfokus pada cara bagaimana peserta didik memperoleh,


memahami, dan menyimpan informasi dalam ingatannya.

 Pembelajaran menekankan pada proses berpikir yang kompleks.

 Kegiatan belajar mengajar melibatkan keaktifan peserta didik untuk


membangun pengalaman belajar.

 Hasil pembelajaran tidak hanya bergantung pada informasi yang diberikan


guru, tapi juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut.

F. Contoh Penerapan Teori Belajar Kognitif

Dalam menerapkan teori Belajar Kognitif, Bapak dan Ibu Guru perlu fokus pada
proses berpikir siswa dan memberikan strategi yang tepat berdasarkan fungsi kognitif
mereka.

Libatkan siswa dalam berbagai kegiatan, seperti memberikan waktu bagi mereka
untuk bertanya, kesempatan untuk membuat kesalahan dan memperbaikinya
berdasarkan, serta merefleksikan diri agar dapat membantu mereka dalam memahami
proses mental.
Siswa adalah peserta aktif dalam proses pembelajaran kognitif. (Dok. Freepik)
Nah, contoh kegiatan yang bisa Bapak dan Ibu Guru lakukan dalam pembelajaran
kognitif antara lain:

 Minta siswa untuk merefleksikan pengalaman mereka melalui pembuatan


jurnal atau laporan harian tentang kegiatan apa saja yang mereka lakukan.

 Mendorong diskusi berdasarkan apa yang diajarkan dengan meminta siswa


untuk menjelaskan materi pembelajaran di depan kelas dan ajak siswa lainnya
untuk mengajukan pertanyaan.

 Membantu siswa menemukan solusi baru untuk suatu masalah untuk


mengembangkan cara berpikir kritis.

 Minta siswa untuk memberikan penjelasan tentang ide atau pendapat yang
mereka miliki.

 Membantu siswa dalam mengeksplorasi dan memahami bagaimana ide-ide


bisa terhubung.

 Meningkatkan pemahaman dan ingatan siswa melalui penggunaan visualisasi


dan permainan dalam menyampaikan materi.
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIV

A. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme

Pengertian teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang mengedepankan


kegiatan mencipta serta membangun dari sesuatu yang telah dipelajari. Kegiatan
membangun (konstruktif) dapat memacu siswa untuk selalu aktif, sehingga
kecerdasannya akan turut meningkat.

Ada beberapa ahli yang mendefinisikan teori belajar konstruktivisme. Hill


memberikan pengertian bahwa teori belajar konstruktivisme adalah tindakan mencipta
suatu makna dari apa yang sudah dipelajari seseorang. Shymansky mengatakan bahwa
teori belajar konstruktivisme merupakan aktivitas yang aktif, ketika siswa melatih
sendiri pengetahuannya, mencari tahu apa yang sudah dipelajari, dan merupakan
proses menyelesaikan konsep dan ide baru dengan kerangka berpikir sendiri.

Ahli lainnya yang turut memberikan pengertian tentang teori belajar ini adalah Karli
dan Margareta. Menurut mereka teori belajar konstruktivisme adalah sebuah proses
belajar yang diawali dengan adanya konflik kognitif, sehingga akhirnya pengetahuan
dibangun sendiri oleh siswa lewat pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
sekitarnya. Sedangkan Samsul Hadi berpendapat bahwa teori belajar konstruktivisme
merupakan sebuah upaya membangun tata susunan hidup berbudaya modern.

B. Tujuan Teori Konstruktivisme

1. Merangsang berpikir inovatif

Tujuan teori konstruktivisme secara tidak langsung sebagai bentuk upaya untuk
merangsang kita berfikir inovatif dan kreatif. Berfikir inovatif memang tidak mudah,
butuh waktu dan proses yang panjang. Butuh waktu lama kita harus mengumpulkan
puzzle ilmu pengetahuan dari waktu ke waktu.
Inovasi akan lahir karena didukung adanya ilmu pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Tentu saja ilmu yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Ada orang yang memiliki
ilmu akademis dan ilmu non akademis. Orang yang mampu menyatukan antara ilmu
akademis dan non akademis yang mampu mendorong melahirkan pemikiran yang
inovatif dan menarik.

2. Mampu meningkatkan pengetahuan

Ketika berbicara ilmu pengetahuan, tidak melulu kita dapatkan di bangku formal.
Tetapi diperoleh dibangku nonformal. Bahkan saat kita bermain, piknik atau sedang
berkebun di halaman rumah sekalipun kita bisa menemukan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan dapat kita peroleh berdasarkan kepekaan kita terhadap lingkungan
sekitar. Contoh sederhana nya, si A dapat menemukan ilmu baru saat keluar dari
rumah. Sementara si B tidak mendapatkan ilmu apapun saat keluar dari rumah. Jadi,
dapat tidaknya ilmu pengetahuan tergantung dari kemampuan, keinginan dan
sensitivitas kita terhadap lingkungan.

3. Menemukan hal-hal baru

Teori konstruktivisme bertujuan untuk membantu kita menemukan hal-hal baru.


Dalam bentuk apapun itu. Contoh, banyak orang yang mencari kebahagiaan dengan
berbagai cara. Mulai ada yang membeli teman, misal berteman dengan siapa saja
dengan cara mentraktir semua teman. Pokoknya yang penting tidak sendirian dan
punya teman.

Ada juga yang mendefinisikan kebahagiaan memiliki barang-barang mewah. Tidak


peduli meskipun tidak memiliki uang, hutang sana sini atau banting tulang demi
mendapatkan barang-barang mewah tersebut.

Ada juga yang mendefinisikan kebahagiaan dengan mengikuti pergaulan teman-teman


di kanan kirinya. Meskipun gayanya mahal, tidak masalah asalkan bisa hangout, selfie
di tempat mewah meski isi dompet sangat mepet.
Sementara, banyak juga orang yang mendefinisikan kebahagiaan dengan cara
sederhana. Misal cukup berkebun di rumah sambil menunggu waktu panen tiba, tanpa
peduli memperhatikan definisi kebahagiaan yang sudah disebutkan di atas.

Dari uraian di atas menunjukan bahwa teori konstruktivisme tidak melulu menyuruh
kita mengikuti cara orang lain agar dapat menemukan hal-hal baru. Tetapi hal-hal
baru bisa dilakukan dengan cara kita masing-masing tanpa harus berpengaruh pada
definisikan orang di luar sana.

4. Membentuk keahlian sesuai dengan kemampuannya

Sadar atau tidak sadar, teori konstruktivisme tidak lain mengarahkan kita untuk
menemukan keahlian sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Seseorang yang
awalnya tidak memiliki ketertarikan di dunia menulis, setelah mempelajari tentang
kelebihan tulis menulis, mendorong orang tersebut ingin menjadi penulis.

Atau mungkin orang tersebut sebelumnya sudah memiliki bakat terpendam. Karena
ketidaktahuan bakat terpendam tersebut, maka dibutuhkan upgrade dan butuh
stimulus untuk mengaktifkan bakat. Sehingga bakat yang dimiliki terasah dan dapat
melahirkan kemampuan keterampilan yang sesuai dengan potensi di dalam dirinya.

5. Mendorong berpikir mandiri

Tujuan teori konstruktivisme yang terakhir mendorong kita berfikir lebih mandiri
dan out of the box. Setidaknya orang-orang yang memahami betul akan esensi ilmu
pengetahuan menjadi lebih terbuka hatinya dan lebih berfikir dewasa.

Bagi yang memiliki kemampuan berpikir matang, pemikiran mandiri mereka tidak
sekedar dalam bentuk pikiran saja. Tetapi juga dapat dilihat dari perilaku dan sikap
dalam kehidupan sehari-hari. Berkat kemandirian inilah yang justru akan mendorong
kualitas orang tersebut.

C. Keunggulan Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut Jasumayanti (2013:3) teori belajar konstruktivisme memiliki beberapa


kelebihan dan kekurangan.

 Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme


1. Melatih siswa supaya menjadi pribadi yang mandiri dan mampu memecahkan
masalah.

2. Menciptakan kreativitas dalam belajar sehingga tercipta suasana kelas yang lebih
nyaman dan kreatif.

3. Melatih siswa untuk bekerja sama dan terlibat langsung dalam melakukan kegiatan.

4. Menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna dan menumbuhkan kepercayaan


diri pada siswa karena memiliki kebanggaan dapat menemukan sendiri konsep yang
sedang dipelajari dan siswa juga merasa bangga dengan hasil temuannya.

5. Melatih siswa berpikir kritis dan kreatif.

 Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme

1. Sulitnya mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur menggunakan


pendekatan tradisional selama bertahun-tahun.

2. Dalam penerapan teori belajar konstruktivisme, Guru harus memiliki kreativitas


dalam merencakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media. Guru yang malas
dan tidak mau berkembang akan sulit menerapkan teori belajar Konstruktivisme.

3. Siswa dan orang tua memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan
mengajar yang baru.

D. Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar


konstruktivisme

1. Guru Pintar harus mampu membentuk pemikiran siswa bahwa bekerja secara
mandiri akan menghasilkan kegiatan belajar yang lebih bermakna.

2. Mengembangkan kegiatan inkuiri di semua topik pembelajaran.

3. Memunculkan rasa keingintahuan siswa terhadap suatu permasalahan melalui


bertanya.

4. Membentuk masyarakat belajar atau belajar dengan kelompok-kelompok tertentu.


E. Cara Belajar Konstruktivisme

Setelah mengetahui pengertian, tujuan dan manfaat teori konstruktivisme, mungkin


kamu penasaran, bagaimana sih cara mempelajari teori ini? Berikut beberapa tahap
atau caranya.

1. Orientasi

Fase orientasi adalah fase paling pertama yang memberikan ruang atau kesempatan
untuk individu mengembangkan motivasi sesuai dengan topik yang diangkat. Jika itu
tentang pembelajaran, ya konteksnya bisa di arahkan dalam pembelajaran.

2. Elisitasi

Tahap ini lebih menekankan pada cara seseorang menggali ide dan mendiskusikan
pengetahuan dasar melalui berbagai banyak bentuk. Bisa lewat tulisan, presentasi
ataupun bentuk yang lainnya.

3. Rekonstruksi ide

Di tahap rekonstruksi ide individu cukup melakukan klarifikasi ide yang diperoleh
dari berbagai perspektif. Jika perlu, bisa dilakukan dengan berdiskusi atau dengan
melakukan kajian literatur untuk merangsang gagasan yang tepat.

4. Aplikasi ide

Dari ide dan data yang sudah diperoleh, bisa diaplikasikan. Jadi ide yang abstrak,
menjadi lebih terlihat dan dapat dirasakan oleh orang lain.

5. Review

Jika ada bentuk yang ditampilkan, maka masuk ke tahap review. Atau tahap evaluasi
dan revisi. Tahap ini sebenarnya tahap paling penting, karena kita bisa tahu apa yang
salah dan yang sudah benar. Tahap review ini pulalah yang dapat merangsang kita
untuk melahirkan gagasan, ide baru lagi yang dapat dikembangkan.

F.Penerapan Konsep Teori Konstruktivisme di Dalam Kelas Secara Umum

1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar


Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa
berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa menemukan identitas sintelektual
mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian
menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab
terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi ”pemecah masalah” (problem
solvers).

2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu


kepada siswa untuk merespons.
Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan sering kalli atas dasar gagasan-
gagasan dan komentar orang Iain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara
siswa merespons atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun
keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.

3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi


Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para
siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respons-respons faktual
yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum
konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan
atau pemikirannya.

4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif
sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-
gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang
mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain, maka mereka akan mampu
membangun pengetahuan sendiri yang didasarkan atas pemahaman sendiri. Jika
merasa nyaman dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasan mereka, maka
dialog yang sangat bermakna akan tercipta di dalam kelas.

5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya


diskusi
Jika diberi kesempatan untuk menyusun berbagai macam prediksi, sering kali siswa
menghasilkan hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan
konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
siswa untuk menguji hipotesis mereka, terutama melalui diskusi kelompok dan
pengalaman nyata.

6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi


interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para
siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Guru
kemudian membantu siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran
tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
PERBEDAAN TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN TEORI BELAJAR
KONSTRUKTIV

Teori belajar kognitif memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses
informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian
menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah
ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Menurut teori kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.


Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku
yang bisa diamati (Hal ini berlawanan dengan teori behavioristik). Asumsi dasar teori
ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya.
Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.

Sedangkan teori konstruktivisme yaitu peserta didik akan aktif mencari untuk
membuat pengertian tentang apa yang ia pahami. Hal ini memiliki arti bahwa belajar
adalah sebuah kegiatan yang berbasis mencari tahu secara mandiri, menyelesaikan
masalah, menemukan.

Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat


diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak instan.

Anda mungkin juga menyukai