Anda di halaman 1dari 12

NAMA : JUMRA

NIM : 210802500031

KELAS : SENDRATASIK C

TUGAS 4 PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGAJARAN

A. TEORI BELAJAR KOGNITIF

Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang mementingkan proses belajar daripada hasilnya.
Teori ini menggambarkan bahwa belajar adalah aktivitas internal yang terdiri dari beberapa
proses, seperti pemahaman, mengingat, mengolah informasi, problem solving, analisis, prediksi,
dan perasaan.

Contoh penerapan teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah guru bisa mendorong siswa
untuk berdiskusi terhadap materi yang telah disampaikan, meminta siswa untuk memberikan ide
atau pendapat yang mereka miliki, dan hal-hal lainnya yang membuat siswa terus bergerak atau
menggunakan logikanya dalam pembelajaran.

Teori Belajar Kognitif Menurut Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif Jean Piaget atau teori Piaget


menunjukkan bahwa kecerdasan berubah seiring dengan pertumbuhan
anak. Perkembangan kognitif seorang anak bukan hanya tentang
memperoleh pengetahuan, anak juga harus mengembangkan atau
membangun mentalnya.

Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang memberi
kerangka bagi interaksi awal anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan
ditentukan oleh skemata sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat
diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat di respons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu
akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi melalui pengalaman yang dialami anak,
skemata awal ini dimodifikasi.
Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah, dan memungkinkan
perkembangan pengalaman terus-menerus. Menurut Piaget pertumbuhan intelektual yang
dimulai dengan respons refleksif anak terhadap lingkungan akan terus berkembang sampai ke
titik di mana anak mampu memikirkan kejadian potensial dan mampu secara mental
mengeksplorasi kemungkinan akibatnya.

Teori Piaget jelas sangat relevan dalam proses perkembangan kognitif anak, karena dengan
menggunakan teori ini, manusia dapat mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu
pada kemampuan berpikir anak di levelnya. Dengan demikian bila dikaitkan dengan
pembelajaran kita bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi anak, misalnya dalam memilih
cara penyampaian materi bagi siswa sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir
yang dimiliki oleh anak.

Teori Piaget berfokus pada anak-anak, mulai dari lahir hingga remaja, dan menjelaskan berbagai
tahap perkembangan. Ada 4 tahapan perkembangan anak menurut Piaget yaitu:

1. Tahap Sensorimotor (Usia 0 Hingga 2 Tahun)

Tahap sensorimotor merupakan yang pertama dari empat tahap dalam teori perkembangan
kognitif Piaget. Teori ini meluas sejak lahir hingga sekitar 2 tahun, dan merupakan periode
pertumbuhan kognitif yang cepat. Di masa awal kehidupan bayi sejak mereka lahir sampai
usianya 2 tahun, mereka akan menggunakan indera dan juga gerakan tubuh untuk bisa
memahami dunia yang ada disekitarnya. Itulah sebabnya pada tahapan ini dikenal sebagai
tahapan sensorimotor.

Menurut Piaget, bayi hanya bisa menyadari apa yang ada di hadapan mereka. Dimana mereka
akan fokus pada apa yang mereka lihat, apa yang mereka lakukan, dan interaksi fisik dengan
lingkungan yang ada di dekat mereka. Bayi bisa menggunakan panca indera penglihatan,
penciuman, sentuhan, rasa, dan juga pendengaran untuk menjelajahi lingkungan dan tubuh
mereka.

Metode komunikasi pertama pada bayi yang baru saja lahir adalah melalui tindakan refleks dasar
seperti menghisap, menggelengkan kepala, dan mengayunkan lengan. Di masa-masa tersebut,
bayi sudah mulai mengumpulkan informasi dasar dan belajar cara membedakan antara orang,
tekstur, objek, dan pemandangan. Selama tahapan ini, anak-anak juga akan mulai memahami
konsep sebab dan akibat.

Mereka akan mulai mengingat bahwa tindakan tertentu akan mempunyai hasil tertentu dan
menggunakannya untuk merencanakan tindakan mereka sebelumnya. Antara usia 7 dan juga 9
bulan, bayi mulai menyadari bahwa suatu benda ada walaupun mereka tidak bisa melihatnya lagi.
Hal itu merupakan tanda bahwa memori mereka sedang berkembang. Setelah bayi mulai bisa
merangkak, berdiri, dan kemudian berjalan, peningkatan mobilitas fisik mereka akan mengarah
pada perkembangan kognitif yang lebih banyak.

Perkembangan utama selama tahap sensorimotor adalah pemahaman bahwa ada objek dan
peristiwa terjadi di dunia secara alami dari tindakannya sendiri. Misalnya, jika ibu meletakkan
mainan di bawah selimut, anak tahu bahwa main yang biasanya ada (dia lihat) kini tidak terlihat
(hilang), dan anak secara aktif mencarinya. Pada awal tahapan ini, anak berperilaku seolah
mainan itu hilang begitu saja.

2. Tahap Praoperasional (Usia 2 Hingga 7 Tahun)

Tahap pra-operasional merupakan tahap kedua dalam teori Piaget. Tahap ini dimulai sekitar 2
tahun dan berlangsung hingga kira-kira 7 tahun. Selama periode ini, anak berpikir pada tingkat
simbolik tapi belum menggunakan operasi kognitif.

Pemikiran anak selama tahap ini adalah sebelum operasi kognitif. Artinya, anak tidak bisa
menggunakan logika atau mengubah, menggabungkan, atau memisahkan ide atau pikiran.
Perkembangan anak terdiri dari membangun pengalaman tentang dunia melalui adaptasi dan
bekerja menuju tahap (konkret) ketika ia bisa menggunakan pemikiran logis. Selama akhir tahap
ini, anak secara mental bisa merepresentasikan peristiwa dan objek (fungsi semiotik atau tanda),
dan terlibat dalam permainan simbolik.

Selama tahap ini, Penggunaan bahasa mereka akan menjadi lebih dewasa. Selain itu, mereka juga
mengembangkan memori dan imajinasi yang memungkinkan mereka untuk memahami
perbedaan antara masa lalu dan masa depan. Namun pemikiran mereka ini didasarkan pada
intuisi dan masih belum sepenuhnya logis.
Mereka belum bisa memahami konsep yang lebih kompleks seperti misalnya konsep waktu,
sebab dan akibat, serta perbandingan. Melansir dari Medical News Today, ada lima perilaku
utama yang ditunjukkan oleh anak-anak selama tahap ini, antara lain:

-Imitasi

Pada tahap ini, anak-anak akan meniru tindakan orang lain, mulai dari orang tua, saudara, dan
orang-orang yang ada disekitarnya.

-Permainan Simbolik

Disini, anak-anak akan mulai memberikan karakteristik ataupun simbol pada objek. Mereka bisa
memproyeksikan properti dari satu objek ke objek yang lainnya. Contohnya, mereka berpura-
pura dan menganggap tongkat adalah sebuah pedang.

-Menggambar

Imitasi dan permainan simbolik ini adalah sebuah elemen penting dari menggambar. Hal tersebut
akan dimulai dalam bentuk coretan dan berkembang menjadi representasi objek dan orang yang
lebih akurat.

-Pencitraan Mental

Anak-anak sudah mulai bisa memvisualisasikan berbagai macam hal dalam pikiran mereka.
Umumnya, mereka akan lebih sering menanyakan nama dari banyak objek yang ditemui.

-Menjelaskan Peristiwa Secara Verbal

Perilaku ini akan menunjukkan bahwa anak-anak sudah bisa menggunakan kata-kata untuk
menggambarkan suatu peristiwa, orang, atau berbagai hal lainnya dari masa lalu.

3. Tahap Operasional Konkret (Usia 7 – 11 Tahun)

Tahap operasional konkret merupakan tahap ketiga dalam teori Piaget. Periode berlangsung
sekitar usia 7 hingga 11 tahun, dan ditandai dengan perkembangan pemikiran yang terorganisir
dan rasional. Piaget menganggap tahap konkret sebagai titik balik utama dalam perkembangan
kognitif anak, karena menandai awal pemikiran logis. Pada tahapan ini,mereka akan
menunjukkan penalaran yang lebih logis dan konkret. Mereka bisa memahami bahwa peristiwa
tidak selalu berkaitan dengan mereka dan bahwa orang lain juga mempunyai sudut pandang yang
berbeda. Akan tetapi, mereka belum bisa melakukan hal yang sama untuk konsep abstrak atau
hipotesis.

4. Tahap Operasional Formal (Usia 12 tahun ke atas)

Tahap operasional formal dimulai sekitar usia 12 tahun dan berlangsung hingga dewasa. Saat
remaja memasuki tahap ini, mereka memperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak
dengan memanipulasi ide di kepalanya, tanpa ketergantungan pada manipulasi konkret. Seorang
remaja bisa melakukan perhitungan matematis, berpikir kreatif, menggunakan penalaran abstrak,
dan membayangkan hasil dari tindakan tertentu.

Piaget percaya, bahwa kita semua melalui keempat tahap tersebut, meskipun mungkin setiap
tahap dilalui dalam usia berbeda. Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang
untuk memungkinkan logika jenis baru atau operasi. Semua manusia melalui setiap tingkat,
tetapi dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin saja seorang anak yang berumur 6 tahun
berada pada tingkat operasional konkrit, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun
masih pada tingkat pra-operasional dalam cara berfikir. Namun urutan perkembangan intelektual
sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk sebagai
bagian dari tingkat-tingkat berikutnya.

B. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi
antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami
siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi stimulus dan respon.

Contoh penerapan teori belajar behavioristik dalam pembelajaran adalah adanya sistem point
ketika siswa melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan di sekolah.
- Teori Belajar Behavioristik Menurut E.L. Thorndike

Menurut E.L. Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku,
teori behavioristik dikaitkan dengan belajar adalah proses interaksi antara
stimulus (yang berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang
juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan). Jelasnya menurut Thorndike,
perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat
diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa diamati).
Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur berbagai tingkah laku yang
non-konkret (pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah
laku), tetapi teori Thorndike telah memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang
sesudahnya. Teori Thorndike disebut sebagai aliran koneksionisme (connectionism).
Prosedur eksperimennya ialah membuat setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ketempat
makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung maka binatang itu sering melakukan
bermacam-macam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke sisi-sisi kotak, dan
cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang itu
akan lepas ke tempat makanan

- Teori Belajar Behavioristik Menurut B.F. Skinner

Menurut B.F. Skinner teori belajar behaviorisme adalah hubungan antara


stimulus dengan respon yang ditunjukkan individu atau subyek terjadi
melalui interaksi dengan lingkungan. Teori ini menekankan bahwa tingkah
laku yang ditunjukkan seseorang merupakan akibat dari interaksi antara
stimulus dengan respon.

Teori ini berkembang dan cenderung mengikuti aliran psikologi belajar, lantas menjadi dasar
pengembangan teori pendidikan dan pembelajaraan saat ini. Ciri dari implementasi sukses teori
belajar behavioristik ini adalah adanya perubahan perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah
mengalami kejadian di masa lampau. Seseorang dinyatakan belajar jika telah merespon suatu
kejadian dan menjadikannya pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di masa
depan, guna menghindari akibat yang pernah dialaminya.
Implementasi teori belajar behavioristik dalam dunia pendidikan ini terlihat dari beberapa contoh.
Misalkan: penerapan hukuman membersihkan halaman bagi siswa yang datang ke sekolah
terlambat, siswa disuruh lari lapangan jika tidak mengerjakan tugas atau PR. Teori ini cukup
menakutkan karena penekanan prinsip pemberian hukuman (punishment), akan tetapi teori ini
tak selamanya buruk. Pada kondisi tertentu siswa juga akan mendapatkan penguatan
(reinforcement) berupa pujian, hadiah atau penghargaan lainya jika menunjukkan sikap positif
dalam pembelajaran. Sehingga, teori behaviorisme dianggap merupakan pilihan metode
pembelajaran yang tepat dan dianggap mampu menghasilkan output yang diharapkan.

Teori behaviorisme ini hingga sekarang masih banyak ditemui di Indonesia. Hal ini nampak
mulai dari pembelajaran di Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Menengah,
bahkan sekolah tinggi. Pembentukan perilaku siswa dengan drill (pembiasaan) disertai
reinforcement dan punishment masih sering ditemui. Secara teori dan praktek yang telah
dilaksanakan, teori ini kurang menekankan aktivitas secara kognitif pada anak. Sehingga anak
cenderung belum dapat mengeksplorasi pegetahuan secara optimal. Teori behavioristik banyak
dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak
variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon. Selain itu, berdasarkan teori
behavioristik ini, potensi alami yang dimiliki oleh seorang anak seakan tidak dianggap bahkan
cenderung diabaikan.

C. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK

Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa peserta didik akan dapat menginterpretasi-kan
informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri,
pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya.

Contoh penerapan teori Konstruktivistik dalam pembelajaran adalah Saling berbagi pengetahuan
antara guru dan siswa, Kewenangan bersama antara guru dan siswa.
- Teori Belajar Konstruktivistik Menurut Lev Vygotsky

Lev Vygotsky merupakan tokoh dari teori belajar konstruktivistik yang


menekankan bahwa manusia secara aktif menyusun pengetahuan dan
memiliki fungsi-fungsi mental serta memiliki koneksi social. Beliau
berpendapat bahwa manusia mengembangkan konsep yang sistematis, logis
dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan seorang yang dianggap
ahli disekitarnya. Jadi dalam teori ini orang lain (social) dan bahasa memegang peranan penting
dalam perkembangan kognitif manusia.

Teori belajar kokonstruktivistik merupakan teori belajar yang di pelopori oleh Lev Vygotsky.
Teori belajar ko-kontruktinvistik atau yang sering disebut sebagai teori belajar sosiokultur
merupakan teori belajar yangtitik tekan utamanya adalah pada bagaimana seseorang belajar
dengan bantuan orang lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal
Developmen (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana anak dalam
perkembangannya membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan memecahkan masalah
yang dihadapinya.

Teori yang juga disebut sebagai teori konstruksi sosial ini menekankan bahwa intelegensi
manusia berasal dari masyarakat, lingkungan dan budayanya. Teori ini juga menegaskan bahwa
perolehan kognitif individu terjadi pertama kali melalui interpersonal (interaksi dengan
lingkungan sosial) intrapersonal (internalisasi yang terjadi dalam diri sendiri). Vygotsky
berpendapat bahwa menggunakan alat berfikir akan menyebabkan terjadinya perkembangan
kognitif dalam diri seseorang.

Inti dari teori belajar konstruktivistik ini adalah penggunaan alat berfikir seseorang yang tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan sosial budayanya. Lingkungan sosial budaya akan
menyebabkan semakin kompleksnya kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. Dengan
kata lain bahwa peserta didik itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan
memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lag. Teori belajar ini menekankan bahwa perubahan
kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memakai informasi-informasi baru. Teori belajar ini meliputi
tiga konsep utama, yaitu 1) hukum genetik tentang perkembangan, 2) Zona perkembangan
proksimal dan 3) mediasi.

D. TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Teori belajar humanistik adalah teori yang menyatakan bahwa manusia berhak mengenali dirinya
sendiri sebagai langkah untuk belajar, sehingga diharapkan mampu mencapai aktualisasi diri.
Itulah mengapa, teori ini beranggapan bahwa proses belajar dinilai lebih penting daripada hasil
belajar itu sendiri.

Contoh penerapan teori humanistik dalam pembelajaran adalah Guru memberikan motivasi
kepada murid agar tertarik mengikuti pembelajaran, Guru menjelaskan ulang untuk memastikan
murid benar-benar mengerti, Guru memahami karakter murid supaya mampu menyesuaikan
keinginan murid.

- Teori Belajar Humanistik Menurut Abraham Maslow

Dalam teori humanisme Maslow, teori ini menyerukan potensi siswa untuk
tumbuh dan berkembang, dan kebebasan untuk menemukan arah dalam hidup.

Teori humanistik juga memperlakukan siswa sebagai subjek mandiri yang


menetapkan tujuan hidupnya sendiri. Humanis juga percaya bahwa siswa
dituntun untuk memilih sifat bertanggung jawab atas kehidupan mereka
sendiri dan orang-orang di sekitar mereka.

Kajian humaniora lebih menitikberatkan pada kenyataan bahwa belajar itu paling penting untuk
dapat membangun komunikasi dan hubungan antar individu maupun antar individu dan
kelompok.

Pendidikan lebih dari sekedar menyediakan harta karun pengetahuan dan meningkatkan
kemampuan bahasa siswa, tetapi sebagai bentuk bantuan, memungkinkan siswa untuk menyadari
dirinya dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan.

Menurut humanisme Maslow, pendidikan yang berhasil adalah kemampuan menghadirkan


makna antara pendidik dan peserta didik guna mencapai tujuan menjadi pribadi yang baik dan
bijaksana. Artinya menuntut siswa untuk menerima pendidikan karakter.
Oleh karena itu, pendidik harus membantu peserta didik menggali, mengembangkan dan
menerapkan keterampilan yang dimilikinya untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya.

PRINSIP-PRINSIP MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN DALAM RPP :

1. Audience (A)

Kata Audience dapat di artikan sebagai pendengar atau peserta. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan audience dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yaitu Peserta didik. Audience
merupakan subjek sekaligus objek dalam pembelajaran. Maka, dalam tujuan pembelajaran harus
menempatkan peserta didik sebagai subjek sekaligus objek dalam kegiatan pembelajaran.

Salah satu contoh penggunaan item Audience pada tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut:

-Di berikan beberapa contoh gambar segitiga, peserta didik dapat menjelaskan jenis-jenis
segitiga.

Kata "Peserta didik" merupakan Audience.

2. Behaviour (B)

Kata Behavior dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku yang diharapkan dapat dilakukan oleh
peserta didik setelah selesai mengikuti proses pembelajaran atau dengan kata lain suatu aktivitas
yang di harapkan terjadi dari suatu proses.

Dalam konteks pembelajaran, Behavior nampak pada aktivitas peserta didik dalam pembelajaran.
Oleh sebab itu, pembelajaran tanpa adanya tingkah laku atau aktivitas dari peserta didik maka
tidak mungkin dapat dilakukan.

Dalam perumusan tujuan pembelajaran gambaran behavior dalam aktivitas peserta didik ditulis
menggunakan kata kerja operasional seperti: menyimak, menyebutkan, membedakan,
menjelaskan, dan masih banyak lagi. Penggunaan kata kerja operasional dalam suatu tujuan
pembelajaran tidak boleh lebih dari satu. Artinya dalam sebuah aktivitas pembelajaran, peserta
didik tidak boleh melakukan lebih dari satu perbuatan. Maka, peerta didik harus fokus pada satu
perbuatan agar pembelajaran lebih optimal.
Salah satu contoh penggunaan item Behaviour pada tujuan pembelajaran khususnya pada
pelajaran matematika adalah sebagai berikut:

-Peserta didik dapat mencontohkan himpunan dan bukan himpunan.

Kata " himpunan bukan merupakan salah satu bentuk tingkah harapkan dalam pembelajaran
tentang materi "Himpunan".

3. Condition (C)

Kata Condition dapat artikan sebagai kondisi atau suatu keadaan. Dalam kegiatan pembelajaran,
Condition yang dimaksud adalah keadaan speserta didik sebelum sesudah melakukan aktivitas
pembelajaran, agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai.

condition ditulis bentuk kerja. kerja dimaksud adalah aktivitas yang harus dilakukan peserta
didik tercapai suatu perubahan perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.

pada tujuan pembelajaran khususnya pada pelajaran matematika sebagai berikut:

-Diberikan pernyataan, dari pernyataan tersebut secara tepat.

Diberikan beberapa pernyataan" menunjukkan atau keadaan.

4. Degree (D)

Kata Degree dapat diartikan sebagai suatu pencapaian atau dengan kata lain dapat di artikan
sebagai suatu target yang harus di capai oleh peserta didik yang di tunjukkan dalam perilaku
hasil belajar.

Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang
dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu, siswa dianggap belum mencapai tujuan
pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.

Degree juga merupakan tingkat penampilan yang dapat dilakukan oleh peserta didik setelah
melalui suatu rangkaian proses pembelajaran. Tingkat degree bergantung pada bobot materi yang
akan disajikan, serta sejauh mana peserta didik harus menguasai suatu materi atau menunjukan
suatu tingkah laku.
Salah satu contoh penggunaan item Degree pada tujuan pembelajaran khususnya pada pelajaran
matematika adalah sebagai berikut:

-Setelah melakukan percobaan membuka jarring-jaring kubus, peserta didik dapat menentukan
rumus luas permukaan kubus dengan tepat.

Kata " dengan tepat" merupakan salah satu bentuk yang menunjukkan Degree atau hasil
pencapaian yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai