Tujuan:
1. Menjelaskan teori belajar behavioristik;
2. Menerapkan implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran;
3. Menjelaskan teori belajar kognitif;
4. Menerapkan implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran;
5. Menjelaskan teori belajar konstruktivistik;
6. Menerapkan implikasi teori belajar konstruktivistik dalam pembelajaran;
7. Menjelaskan teori belajar humanistic; dan
8. Menerapkan implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran.
A. Teori Behavioristik
1. Pengertian
Teori ini dikenal dengan teori belajar perilaku karena lebih mengutamakan
perubahan tingkah laku siswa sebagai akibat adanya stimulus dan respon.
Berikut adalah beberapa pendapat Ahli mengenai teori ini:
Robert
Behavioristik memandang bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antar stimulus dan respon.
Pavlov
Teori ini merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan antara satu stimulus dan
rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lain dalam mengembangkan
respon.
Skinner
Hubungan antara stimulus dan respons terjadi karena melalui interaksi dengan
lingkungan yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku.
Dengan demikian, teori belajar behavioristik lebih memfokuskan pada stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan oleh guru kepada siswa yang dapat
membantu belajar siswa misalnya ceramah, alat peraga, maupun buku ajar,
sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting dalam teori
belajar behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah
apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Contohnya:
“Ketika seseorang melihat setangkai bunga melati yang indah dan harum di taman,
dapat menjadi sebuah stimulus yang dapat mengakibatkan munculnya respons
untuk memetiknya.”
“Saat lampu merah menyala, ada beberapa pengendara motor yang masih bandel
menerobos namun ketika ada patroli polisi semua pengendara berhenti dan tidak
berani menerobos.”
Dari uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dalam hal ini bunga melati
merupakan stimulus, kemudian keinginan untuk memetik bunga tersebut adalah
respons. Begitu pula dengan orang yang mengendarai sepeda motor, lampu merah
merupakan stimulusnya, kemudian mengerem motor dan berhenti merupakan
respons yang diakibatkan ketika lampu merah menyala. Namun, dalam kasus yang
kedua terdapat reinforcement yaitu patroli polisi.
Apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan diukur. Oleh sebab itu, seseorang telah dianggap
belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Sebagai contoh,
anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun sudah giat berusaha, dan gurunya
pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat
mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar karena ia
belum menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Keterampilan Guru
Pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik, dengan demikian ia
akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum dan inklusif yang
mewadahi apa yang sedang diajarkan. Guru harus memiliki logika berpikir yang
baik, agar dapat memilah materi pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan
yang singkat dan padat serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang
logis dan mudah dipahami.
Implementasi
a. Model Ausubel ini dapat digunakan untuk mengajarkan hubungan antara
konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi sehingga perlu dirinci apa tujuan
pembelajarannya.
b. Mendiagnosis latar belakang pengetahuan peserta didik. Agar mampu
menghubungkan antara pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya
dengan pengetahuan baru maka guru perlu mendiagnosis latar belakang siswa.
Hal ini dapat diketahui melalui pretest, diskusi, atau pertanyaan.
c. Membuat struktur materi. Membuat struktur materi secara hierarkis
merupakan salah satu pendukung untuk melakukan rekonsiliasi integratif dari
teori Ausubel.
d. Memformulasikan advance organizer. Advance organizer dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu: 1) mengaitkan atau menghubungkan materi pelajaran
dengan struktur pengetahuan peserta didik. 2) mengorganisasikan materi yang
dipelajari peserta didik.
Implementasi
Berikut adalah implementasi tiga tahap Bruner dalam pembelajaran simetri lipat
matematika:
a. Enaktif
Guru menyediakan kertas karton berbentuk sebuah bangun datar yang
kemudian dilipat menjadi dua sama besar dan sama bentuknya melalui lipatan
yang dilakukan. Siswa bisa melihat secara langsung bahkan memegang hasil
lipatan kertas tersebut.
b. Ikonik
Guru menggambarkan bangun datar dan membaginya seperti gambar berikut
ini:
Gurupun bisa menjelaskan bahwa garis yang berada di tengah merupakan garis
lipatan sama seperti di kertas karton sebelumnya.
c. Simbolik
Pada tahap ini, guru bisa melanjutkan membuat sumbu simetri dan
menjelaskan kepada siswa berapa banyak sumbu simetri yang dimiliki sebuah
bangun.
Selanjutnya, Gagne menambahkan empat tipe belajar pertama (no. 1 s.d 4) kurang
relevan untuk belajar di sekolah, sedangkan empat tipe kedua (no. 5 s.d 8) lebih
menonjolkan pada belajar bidang kognitif yang memang diutamakan di sekolah
Implikasi
Dalam pembelajaran, guru bisa mengacu pada empat tipe kedua. Misalnya dalam
menjelaskan volume bangun ruang. Siswa harus mampu membedakan terlebih
dahulu setiap bangung ruang yang diajarkan seperti kerucut, prisma, dan limas (tipe
5), sebelum ia mampu mengategorikan tiap bangun ruang tersebut (tipe 6).
C. Teori Konstruktivistik
Konstruktivistik adalah teori yang memberikan kebebasan manusia untuk belajar atau
mencari kebutuhannya dengan bantuan fasilitas orang lain.
2. Tahap Pembelajaran
Tahapan dalam pembelajaran pendekatan konstruktivisme, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan pengetahuan
awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan
pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari
oleh peserta didik dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas.
Selanjutnya, peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan
mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.
b. Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan
penginterprestasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru.
Secara keseluruhan dalam hidup ini akan terpenuhi rasa keingintahuan peserta
didik tentang fenomena dalam lingkungannya.
c. Tahap ketiga, peserta didik melakukan penjelasan dan solusi yang didasarkan
pada hasil observasi peserta didik, ditambah dengan penguatan guru.
Selanjutnya peserta didik membangun pemahaman baru tentang konsep yang
sedang dipelajari.
d. Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun pemunculan masalah-masalah
yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan peserta didik tersebut.
D. Teori Humanistik
Hal mendasar dalam pendidikan humanistik adalah keinginan untuk mewujudkan
lingkungan belajar yang menjadikan peserta didik terbebas dari kompetisi yang hebat,
kedisiplinan yang tinggi, dan ketakutan gagal.
1) Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok yang bersifat mendasar.
Kadang kala disebut kebutuhan biologis. Kebutuhan tersebut biasanya
paling kuat dan memaksa sehingga harus dicukupi terlebih dahulu untuk
beraktivitas sehari-hari, misalnya makan, minum, kebutuhan seks.
2) Kebutuhan akan Rasa Aman
Sesudah kebutuhan fisiologis tercukupi, maka timbul kebutuhan akan rasa
aman. Manusia membutuhkan keseimbangan dan aturan yang baik serta
berupaya menjauhi hal-hal yang tidak dikenal dan tidak diinginkan.
3) Kebutuhan akan Kasih Sayang
Sebagai makhluk sosial, seseorang memerlukan rasa kasih sayang yang
diperoleh dari orang lain, misalkan keluarga, teman sekolah, guru, maupun
tempat kerja.
4) Kebutuhan akan Penghargaan
Kebutuhan tersebut berkaitan dengan keinginan untuk memiliki kesan
positif, serta mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari sesama
manusia.
5) Kebutuhan Aktualisasi-Diri (Self Actualization)
Kebutuhan tersebut diantaranya yaitu kebutuhan akan perkembangan
bakat dan potensi yang ada pada diri sendiri. Kebutuhan ini perlu dicukupi
untuk memberikan peluang berkembang, tumbuh, dan berkreasi guna
memperoleh tugas yang sesuai dan mendapat keberhasilan.
Referensi
Endang Komara. 2014. Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT Refrika Aditama.
Fauzia, E.N., 2018. PENERAPAN TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA PADA SISWA SMP NEGERI 8 YOGYAKARTA. Pend. Bahasa dan Sastra
Indonesia-S1, 7(5), pp.515-525.
Healthline. 2018 What Are Piaget’s Stages of Development and How Are They Used? Simply
Psychology.
https://www.healthline.com/health/piaget-stages-of-development#takeaway, diakses
pada 18 Juni 2021.
Lapono, N, dkk. 2008. Belajar Dan Pembelajaran SD. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi
Depdiknas.
Qodir, A., 2017. Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa.
PEDAGOGIK: Jurnal Pendidikan, 4(2).
Saguni, F. (2020). PENERAPAN TEORI KONSTRUKTIVIS DALAM PEMBELAJARAN. Paedagogia:
Jurnal Pendidikan, 8(2), 19-32.
Sumarsih. Implementasi Teori Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Mata
Kuliah Dasar-Dasar Bisnis. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia Vol. VIII. No. 1 – Tahun
2009 hal 54 - 62 .
Warsita, B., 2018. Teori Belajar Robert M. Gagne dan Implikasinya pada Pentingnya Pusat
Sumber Belajar. Jurnal teknodik, 12(1), pp.064-078.
Wasty Soemanto. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Karakteristik Peserta Didik
Tujuan
1. Menjelaskan pengertian karakteristik peserta didik;
2. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik;
3. Menjelaskan ragam/macam-macam karakteristik peserta didik; dan
4. Menentukan kegiatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan gaya belajar peserta
didik.
Selain angket, guru juga dapat menggunakan peta konsep untuk memahami
karakteristik anak. Caranya dengan menuliskan sebuah kata kunci utama tentang topik
yang akan dipelajari. Misalnya "Kebersihan". Berikutnya guru meminta siswa
menyebutkan atau menuliskan konsep-konsep yang relevan (berhubungan) dengan
Kebersihan. Seberapa pengetahuan awal yang dimiliki siswa dapat terlihat sewaktu
mereka bersama-sama membuat peta konsep di papan tulis.
C. Ragam Karakteristik Peserta Didik dan Strategi Pengajaran
Salah satu ragam karakteristik peserta didik adalah gaya belajar. Berdasarkan
preferensi sensori atau kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola
dan menyampaikan informasi, maka gaya belajar individu dapat dibagi dalam tiga
kategori. Ketiga kategori tersebut adalah gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik
yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu.
1) Gaya Belajar Visual
Peserta didik dengan macam gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan
untuk melihat buktinya terlebih dahulu sebelum mereka mempercayainya.
Ciri-ciri:
● rapi dan teratur;
● berbicara dengan tepat;
● perencana dan pengatur jangka panjang yang baik;
● teliti terhadap detail;
● mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi;
● pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka; mengingat apa yang dilihat daripada yang didengarkan;
mengingat dengan asosiasi visual;
● biasanya tidak terganggu oleh keributan;
● mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal, kecuali jika ditulis
dan sering kali meminta bantuan orang untuk mengulanginya;
● pembaca cepat dan tekun;
● lebih suka membaca daripada dibacakan;
● membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap
waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau
proyek; mencorat-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam
rapat;
● lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain;
● sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak;
● lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato; dan
● lebih suka lukisan daripada musik.
Strategi pembelajaran yang bisa dilakukan: menggunakan materi visual, seperti
gambar, diagram, dan peta; menggunakan warna untuk menandai hal-hal
penting; menggunakan multimedia, seperti komputer dan video; mengajak
peserta didik untuk membaca buku-buku berilustrasi; mengajak peserta didik
untuk mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
Referensi
Khoeron, I.R., Sumarna, N. and Permana, T., 2014. Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Prestasi
Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Produktif. Journal of Mechanical Engineering
Education, 1(2), pp.291-297.
Meriyati, M. P. 2015. Memahami Karakteristik Peserta Didik. Bandar Lampung: Fakta Press
lAIN Raden lntan Lampung.
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Tujuan
1. Menjelaskan konsep HOTS;
2. Merancang pembelajaran HOTS; dan
3. Menguraikan cara merumuskan indikator kompetensi.
A. Konsep HOTS
Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau istilah asingnya adalah Higher Order Thinking
Skill (HOTS) merupakan proses keterampilan berpikir secara mendalam dan
meluas yang melibatkan pengolahan informasi secara kritis dan kreatif dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah yang bersifat kompleks dan melibatkan
keterampilan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Tujuan utamanya adalah
bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih
tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir kritis dalam
menerima berbagai jenis informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah
menggunakan pengetahuan yang dimiliki, serta membuat keputusan dalam
situasi-situasi yang kompleks.
Taksonomi Bloom versi revisi telah membagi setiap aspek menjadi tiga level. Dua
aspek yang pertama yaitu mengingat (C1) dan menjelaskan (C2) merupakan Low Order
Thinking Skill (LOTS), aspek menerapkan (C3) termasuk ke dalam Middle Order
Thinking Skill (MOTS), serta menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta
(C6) merupakan Higher Order Thinking Skill (HOTS). Berikut adalah tabelnya:
Mengingat (C1)
LOTS
Menjelaskan (C2)
Menganalisis (C4)
Selain itu, HOTS juga mengacu kepada teori dimensi pengetahuan oleh Anderson dan
Krathwoll Berikut adalah penjelasannya:
1) Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen dasar yang harus diketahui para
peserta didik jika mereka akan dikenalkan dengan suatu disiplin atau untuk
memecahkan masalah apapun di dalamnya. Elemen-elemen biasanya
merupakan simbol - simbol yang berkaitan dengan beberapa referensi konkret,
atau "benang-benang simbol" yang menyampaikan informasi penting. Sebagian
terbesar, pengetahuan faktual muncul pada level abstraksi yang relatif rendah.
Dua bagian jenis pengetahuan faktual adalah:
a. Pengetahuan terminologi meliputi nama-nama dan simbol-simbol verbal
dan non-verbal tertentu (contohnya kata-kata, angka-angka, tanda-tanda,
dan gambar-gambar).
b. Pengetahuan yang detail dan elemen-elemen yang spesifik mengacu pada
pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat-tempat, orang-orang, tanggal,
sumber informasi, dan semacamnya.
2) Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model model mental, atau
teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologi kognitif yang
berbeda. Pengetahuan konseptual meliputi tiga jenis:
a. Pengetahuan klasifikasi dan kategori meliputi kategori, kelas, pembagian, dan
penyusunan spesifik yang digunakan dalam pokok bahasan yang berbeda.
b. Prinsip dan generalisasi untuk mempelajari fenomena atau memecahkan
masalah-masalah dalam disiplin ilmu.
c. Pengetahuan teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi bersama dengan
hubungan-hubungan diantara mereka yang menyajikan pandangan sistemis,
jelas, dan bulat mengenai suatu fenomena, masalah, atau pokok bahasan
yang kompleks.
3) Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan ini merupakan pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu.
Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk dari suatu rangkaian
langkah-langkah yang akan diikuti. Kadangkala langkah tersebut diikuti perintah
yang pasti; atau menuntut peserta didik untuk menentukan langkah mana yang
dilakukan selanjutmya.
4) Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan mengenai kesadaran secara
umum serta kewaspadaan dan pengetahuan tentang kesadaran pribadi
seseorang. Pengetahuan ini meliputi pengetahuan mengenai strategi-strategi
umum untuk pembelajaran, pemecahan masalah, serta pengetahuan
kontekstual dan kondisional.
Konsep berpikir HOTS merupakan dimensi pengetahuan konseptual, prosedural, dan
metakognitf. Oleh karena itu, jika dikombinasikan antara dimensi pengetahuan dan
Taksonomi Bloom versi revisi, maka berikut adalah tabel yang menggambarkan HOTS:
Tujuan:
1. Menjelaskan fungsi penilaian
2. Mengimplementasikan penilaian pada kurikulum 2013
3. Mengembangkan penilaian untuk peserta didik
A. Penilaian
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik. Pengukuran pencapaian hasil belajar haruslah
didasari informasi yang lengkap dan akurat agar hasil belajar dapat terukur dengan
tepat. Untuk itu, diperlukan teknik dan instrumen penilaian, serta prosedur analisis
sesuai dengan karakteristik penilaian.
Pada Kurikulum 2013, penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil belajar, namun juga
proses belajar. Peserta didik turut dilibatkan dalam proses penilaian terhadap dirinya
sendiri dan penilaian antar teman.
B. Fungsi Penilaian
Terdapat tiga pendekatan dalam melakukan penilaian, yaitu assessment of learning
(penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk
pembelajaran), dan assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran).
1. Assessment of Learning
Merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai.
Contohnya adalah ujian akhir sekolah, Ujian Nasional, dan berbagai penilaian sumatif
lainnya.
2. Assessment for Learning
Merupakan penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan
hasilnya biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar
mengajar. Pendidik dapat memberikan umpan balik untuk dapat meningkatkan
performa belajar peserta didik. Contohnya adalah penugasan, pemberian proyek,
kuis, dan berbagai penilaian formatif lainnya.
3. Assessment as Learning
Merupakan penilaian yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan
penilaian. Peserta didik dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian,
menentukan kriteria, juga pembuatan pedoman penilaian. Peserta didik juga diberi
kesempatan untuk belajar menjadi penilai untuk dirinya sendiri, misalnya dalam
kegiatan penilaian diri (self assessment); dan juga menilai temannya, misalnya dalam
kegiatan penilaian antar teman. Dengan demikian, peserta didik dapat mengetahui
apa yang harus mereka lakukan untuk memperoleh capaian belajar yang maksimal.