Anda di halaman 1dari 8

Tugas Tutorial Ke.

1
Mata Kuliah PDGK4202 Pembelajaran IPA di SD Tutor:
Oktari Pradina Anggi, M.Pd

Berdasarkan pertemuan Tuweb 1 dan 2 yang telah anda lakukan, jawablah pertanyaan
berikut ini:
1. Sebutkan dan jelaskan empat tahapan perkembangan mental anak menurut Teori Piaget

2. Sebutkan saran-saran yang diberikan oleh guru yang berpengalaman untuk guru yang
masih ragu dalam menerapkan pembelajaran penemuan (discovery learning) menurut
Model Belajar Bruner

3. Jelaskan masing-masing tahapan/sintaks dari model pembelajaran Discovery Learning, dan


jelaskan apa yang dilakukan oleh guru pada masing-masing tahapan/sintaks tersebut.

4. Apa yang dimaksud dengan Belajar Bermakna menurut Teori Belajar Ausebel

5. Buatlah sebuah Rancangan Pembelajaran IPA di SD menggunakan Pendekatan


Lingkungan, dengan petunjuk dibawah ini:
• Materi IPA SD silahkan anda pilih sendiri/dibebaskan sesuai keinginan anda
• Rancangan pembelajaran terdiri dari: Aspek, SK, KD, Prosedur, Evaluasi
• contoh Rancangan tidak diperbolehkan copy paste dari Modul atau dari internet
1. Jean Piaget/J. Piaget/Piaget adalah salah satu tokoh psikologi kognitif yang cukup ternama.
Latar belakang Jean Piaget adalah pakar biology dari Swiss yang hidup pada tahun 1897
sampai tahun 1980 (Harre dan Lamb, 1988). Menurut teorinya, terdapat 4 tahap
perkembangan anak berdasarkan usia dan kemampuan kognitif maupun motoriknya.
Teori-teorinya dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya
sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraannya dengan anak atau
antar anak-anak sendiri. Jean Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek
perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat fase, yaitu:
1. Tahap Sensorimotor (Usia 18 - 24 bulan)
Tahap sensorimotor adalah yang pertama dari empat tahap dalam teori Piaget mengenai
perkembangan kognitif anak Piaget. Selama periode ini, bayi mengembangkan
pemahaman tentang dunia melalui koordinasi pengalaman sensorik (melihat, mendengar)
dengan tindakan motorik (menggapai, menyentuh). Perkembangan utama selama tahap
sensorimotor adalah pemahaman bahwa ada objek dan peristiwa terjadi di dunia secara
alami dari tindakannya sendiri. Misalnya, jika ibu meletakkan mainan di bawah selimut,
anak tahu bahwa main yang biasanya ada (dia lihat) kini tidak terlihat (hilang), dan anak
secara aktif mencarinya. Pada awal tahapan ini, anak berperilaku seolah mainan itu hilang
begitu saja.
2. Tahap Praoperasional (Usia 2 - 7 Tahun)
Tahap ini dimulai sekitar 2 tahun dan berlangsung hingga kira-kira 7 tahun. Selama
periode ini, anak berpikir pada tingkat simbolik tapi belum menggunakan operasi kognitif.
Artinya, anak tidak bisa menggunakan logika atau mengubah, menggabungkan, atau
memisahkan ide atau pikiran. Perkembangan anak terdiri dari membangun pengalaman
tentang dunia melalui adaptasi dan bekerja menuju tahap (konkret) ketika ia bisa
menggunakan pemikiran logis. Selama akhir tahap ini, anak secara mental bisa
merepresentasikan peristiwa dan objek (fungsi semiotik atau tanda), dan terlibat dalam
permainan simbolik.
3. Tahap Operasional Konkret (Usia 7 - 11 Tahun)
Perkembangan kognitif anak di tahap ini berlangsung sekitar usia 7 hingga 11 tahun, dan
ditandai dengan perkembangan pemikiran yang terorganisir dan rasional. Piaget
menganggap tahap konkret sebagai titik balik utama dalam perkembangan kognitif anak,
karena menandai awal pemikiran logis. Pada tahapan ini, Si Kecil cukup dewasa untuk
menggunakan pemikiran atau pemikiran logis, tapi hanya bisa menerapkan logika pada
objek fisik. Anak mulai menunjukkan kemampuan konservasi (jumlah, luas, volume,
orientasi). Meskipun anak bisa memecahkan masalah dengan cara logis, mereka belum
bisa berpikir secara abstrak atau hipotesis.
4. Tahap Operasional Formal (Usia 12 tahun ke atas)
Perkembangan kognitif anak menurut tahap terakhir menurut Piaget dimulai sekitar usia 12
tahun dan berlangsung hingga dewasa. Saat remaja memasuki tahap ini, mereka
memperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak dengan memanipulasi ide di
kepalanya, tanpa ketergantungan pada manipulasi konkret. Seorang remaja bisa
melakukan perhitungan matematis, berpikir kreatif, menggunakan penalaran abstrak, dan
membayangkan hasil dari tindakan tertentu.

2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
1. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-
masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian
terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan
yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang
para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba
menemukan konsep atau prinsip yang mendasari masalah itu.
3. Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui
tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik
adalah didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar
yang mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-
bahasa.
4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya
berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi
hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru
hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis
besar belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan
sendiri konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi
pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke
dalam situsi baru dan situasi kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru
hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian
hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.

Langkah-langkah pembelajaran discovery learning menurut Bruner


Bruner mengajukan beberapa langkah-langkah pembelajaran, yaitu:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan
sebagainya)
3. Memilih materi pelajaran
4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
kegeneralisasi)
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan
sebagainya untuk dipelajari siswa
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang
konkrit kepada yang abstrak, atau dari tahap enaktik, ikonik sampai kepada tahap
simbolik melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Dasamping itu ada beberapa saran-saran tambahan yang berdasarkan pendekatan discovery


learning terhadap pengajaran.
1. Mendorong memberikan “dugaan sementara” dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan
2. Menggunakan berbagai alat peraga dan permainan
3. Guru harus mendorong siswa untuk memuaskan keingintahuan jika mereka ingin
mengembangkan pikirannya atau ide-ide yang kadang-kadang tidak langsung
berhubungan dengan mata pelajaran
4. Gunakan sejumlah contoh yang belawanan dengan mata pelajaran yang berhubungan
dengan topik.
Sebagai seorang guru ada baiknya menggunakan metode yang variatif dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas. Diantaranya dengan menggunakan teori belajar kognitif Bruner
dengan pendekatan discovery learning.
Dalam menerapkan belajar penemuan, tujuan-tujuan mengajar hendaknya dirumuskan
secara garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak
perlu sama. Dalam belajar penemuan guru tidak begitu mengendalikan proses belajar-
mengajar.guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah
selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu penyajian
enaktif, ekonik, dan simbolik.

3. Sintak Model Pembelajaran Discovery Learning


Seperti model pembelajaran lainnya, discovery learning memiliki sintaks, urutan, atau
tahap-tahap kegiatan belajar yang diistilahkan sebaga fase yang menggambarkan
bagaimana model tersebut dilaksanakan. Di bawah ini adalah langkah-langkah model
pembelajaran discovery learning.
Sintak discovery learning terdiri atas enam fase sebagai berikut.
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru juga dapat memulai dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.
b.  Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran berdasarkan hasil
stimulasi, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
c.  Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis. Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d.  Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh
para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Guru melakukan bimbingan pada saat
peserta didik melakukan pengolahan data.
e.  Verification (Pembuktian)
Tahap ini memberikan kesempatan siswa untuk melakukan pemeriksaan secara cermat
dalam membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Menurut Bruner, proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya. Verifikasi bertujuan agarproses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f.  Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap ini adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum
dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi. Guru dapat melihat hasil kesimpulandari hasil peserta didik.

4. Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa
melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana cara
siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur utama
ialah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada
tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa dalam bentuk
belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam
bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian
atau seluruh materi yang akan diajarkan. Dalam tingkat kedua, siswa menghubungkan atau
mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep atau lainnya) yang telah
dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Kedua dimensi, yaitu
penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna tidak menunjukkan dikotomi sederhana,
melainkan merupakan suatu kontinum. Inti teori Ausubel tentang belajar adalah belajar
bermakna (Ausubel, 1968). Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Dalam berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-
perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip
dengan informasi yang sedang dipelajari.

5. Rancangan Pembelajaran Menggunakan pendekatan Lingkungan


Kelas/Semester : VI/1
Aspek : Ciri-ciri Makhluk Hidup dengan lingkungan hidupnya
Standar Kompetensi : Kemampuan memahami hubungan antara ciri-ciri mkhluk
hidupdengan lingkungan hidupnya
Kompetensi Dasar : Peserta Didik mampu
- Mendsekripsikan ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan tempat
hidupnya
- Mengaitkan ciri khusus yang dimilikihewan dengan lingkungan hidupnya
Pendekatan dan prosedur :
1. Menggunakan lingkungan sekitar awkolah sebagai sumber belajar dengan
mengajak siswa menemukan hewan-hewan dengan ciri khusus disekitar sekolah
2. Menjelaskan tentang hewan-hewan dengan ciri khusus
3. Peserta didik melakukan pengamatan di lingkungan sekitar sekolah
4. Peserta didik dapatmenyebutkan contoh beberapa hewan dengan ciri khusus yang
ada disekitar lingkungan sekolah
5. Mendeskripsikan atau menyebutkan ciri khusus beberapa hewan yang ada
disekitar sekolah seperti kelelawar, cicak, dan bebek dengan benar.
6. Menjelaskan keterkaitan ciri khusus yang dimiliki hewan tertentu dengan
lingkungan hidupnya
Evaluasi : Dilakukan evaluasi formatif untuk memperbaiki program pembelajaran dan
memantapkan pemahaman, dan pengembangan sikap. Dilakukan evaluasi sumatif untuk
menilai pemahaman dan sikap. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan berbagai
instrumen, yaitu tes untuk konsep, pedoman observasi untuk perilaku, dan pengukuran
sikap

Anda mungkin juga menyukai