http://bdkpalembang.kemenag.go.id/elsy_5/
APLIKASI TEORI BRUNER DALAM PEMBELAJARAN IPA
Oleh
Elsy Zuriyani
Abstrak
Banyak teori belajar yang telah diadopsi oleh ahli pendidikan untuk mendesain
pelaksanaan pembelajaran, diantaranya adalah teori belajar behavorisme yang
memandang bahwa tingkah laku merupakan objek penting dalam belajar seperti
yang dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yaitu Thorndike, Ivan Pavlov dan
B.F Skiner, juga teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, Gagne
dll, yang menekankan pada aspek kognitif dengan memperhatikan tahapan
perkembangan si pembelajar. Teori belajar kognitif telah banyak dikembangkan
oleh para ahli pendidikan untuk mendesain strategi, model dan pendekatan
pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dapat menerapkan teori belajar ini
adalah pembelajaran IPA. Aplikasi teori beajar Bruner ini pada mata pelajaran IPA
dapat diaplikasikan dalam 1). Metode dan model pembelajaran serta 2) Langkahlangkah guru saat melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Key Word : Pembelajaran, Teori Belajar Bruner, Metode dan Media Pembelejaran
Pendahuluan
Upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa tentu melibatkan beberapa faktor,
diantaranya adalah kurikulum dan metode pembelajaran yang merupakan
komponen vital yang dapat membuat proses pembelajaran berlangsung secara
efektif dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu ciri dari
pembelajaran IPA masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada teori psikologi
pembelajaran.
Banyak teori belajar yang telah diadopsi oleh ahli pendidikan untuk mendesain
pelaksanaan pembelajaran, diantaranya adalah teori belajar behavorisme yang
memandang bahwa tingkah laku merupakan objek penting dalam belajar seperti
yang dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yaitu Thorndike, Ivan Pavlov dan
B.F Skiner, juga teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, Gagne
dll, yang menekankan pada aspek kognitif dengan memperhatikan tahapan
perkembangan si pembelajar. Teori belajar kognitif telah banyak dikembangkan
oleh para ahli pendidikan untuk mendesain strategi, model dan pendekatan
pembelajaran.
Pada pembelajaran IPA, teori belajar yang menekankan pada aspek kognitif akhirakhir ini sangat banyak dikembangkan seiring dengan munculnya pandangan
konstruktivisme dalam pembelajaran, seperti model pembelajaran penemuan
(discovery learning) yang dikembangkan oleh Bruner dimana siswa belajar melalui
keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong
siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang
memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip untuk diri mereka sendiri.
Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar IPA dalam sistem penyampaian
materi di kelas, sehingga setiap metode pembelajaran harus selalu disesuaikan
dengan teori belajar yang dikemukakan oleh ahli pendidikan. Tidak hanya tingkat
kedalam konsep yang diberikan pada siswa tetapi harus disesuaikan dengan
tingkat kemampuannya, cara penyampaian materi pun demikian pula. Guru harus
mengetahuai tingkat perkembangan mental siswa dan bagaimana pengajaran
yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap yang benar. Dalam tulisan ini
akan dipaparkan satu aplikasi teori pembelajar kognitif yang dikembangkan oleh J.
Brunner dalam pembelajaran IPA tingkat SD atau MI.
Teori Belajar Menurut j. Bruner
Bruner sebagai salah satu ahli psikologi dan pemikiran mengembangkan sebuah
teori ahli psikologi dan pemikiran mengembangkan sebuah teori belajar yang
berlandaskan pandangan konstruktivisme dan sangat berkaitan dengan teori
belajar kognitif. Teori konstruktivisme Brunner telah dipengaruhi oleh penelitianpenelitian tentang teori kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Lev
Vigotsky sebelum, teori ini mempercayai bahwa peserta didik dapat membangun
atau mengkonstruksi konsep-konsep atau ide-ide baru dari pengetahuan yang
sudah dia miliki. Proses belajar menjadi sangat aktif dan melibatkan transpormasi
informasi, menurunkan makna dari pengalaman, membentuk hipotesis dan
mengambil keputusan. Dalam teori ini peserta didik dianggap sebagai pencipta
dan pemikir dengan menggunakan informasi yang ada untuk menemukan konsep
dan pengalaman baru dalam belajar.
Dalam pengajaran disekolah, Bruner mengajukan bahwa dalam pembelajaran
hendaknya mencangkup:
a)
keterampilan
motorik
dan
b). Tahap Penampilan Ikonik sejajar dengan Tahapan Pre-Operasional pada Piaget
Pada tahapan ini penampilan mental anak sangat dipengaruhi oleh persepsinya,
dimana persepsi tersebut bersifat egosentris dan tidak stabil. Mereka belum
mengembangkan kontrol pada persepsinya yang memungkinkan mereka melihat
dirinya sendiri dengan suatu pola yang tetap.
c). Tahap Penampilan Simbolik sejajar dengan Tahapan Operasi Logis (Formal) pada
Piaget
Inti dari tahapan penampilan simbolik ini adalah pengembangan keterampilan
berbahasa dan kemampuan untuk mengartikan dunia luar dengan kata-kata dan
idenya. Anak yang memulai untuk secara simbolik memproses informasi.
Tidak seperti Piaget, pembagian tahapan oleh Bruner bukanlah merupakan suatu
hal yang kaku melainkan bersifat fleksibel tidak dimaksudkan untuk menentukan
kesiapan anak untuk belajar. Bruner beranggapan bahwa semenjak kecil secara
intuitif, manusia sudah dapat menangkap konsep-konsep IPA
Dalam
penerapannya
dalam
proses
pembelajaran
mengembangkan model pembelajaran penemuan
di
kelas,
Bruner
a). Model ini pada prinsipnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memperoleh informasi sendiri dengan bantuan guru dan biasanya menggunakan
barang yang nyata
b). Peranan guru dalam pembelajaran ini bukanlah sebagai pemberi informasi
melainkan seorang penuntun untuk mendapatkan informasi.
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
a). Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan
b). Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep
c). Berikan satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.
d). Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban
yang sebenarnya.
e). Tidak semua materi yang ada dalam IPA dapat dilakukan dengan metode
penemuan.
Aplikasi Teori Bruner pada Pembelajaran IPA
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada
siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam
pembelajaran IPA.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring tujuan
belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar
sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat
melatih kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan
memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh
pengetahuan melalui belajar penemuan.
Jadi kalau kita mengajar sains (IPA) misalnya, kita bukan akan menghasilkan
perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin
membuat anak-anak kita berpikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan
serta dalam proses pengetahuan Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu
produk.
2. Peran Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
a)
Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat
pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa
b) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukkan sebagai dasar bagi para siswa
untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang
sudah dikenal siswa. Kemudian guru mengemukan sesuatu yang berlawanan.
Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbul
masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu
Kesimpulan
Proses pembelajaran IPA di tingkat SD/MI depat dilaksanakan dengan menerapkan
atau mengimplementasikan teori belajar Bruner. Adapun pelaksanaan
implementasi teori ini dapat diaplikasikan pada metode dan model pembelajaran
serta tingkah laku seorang guru saat dalam kelas maupun luar kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset, 2005
Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta:
Bumi Aksara. 2000.
Amien, Moh. 1987, Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam
Menggunakan Metode Discovery Inquiry, Jakarta; Depdikbud
(IPA)
Dengan
itulah yang juga menolong pola berpikirnya. Ia sangat menaruh perhatian kepada; Apakah
yang diperbuat manusia dengan informasi yang diterimanya dan bagaimana mereka
menggunakan informasi untuk mencapai pengertian umum atau pemahaman
kemampuannya.
A. Proses Belajar Menurut Jerome Bruner
Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni (1)
informasi, (2) transformasi (3) evaluasi (pengkajian pengetahuan).
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi ada yang menambah
pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada
pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya,
misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap.
Transformasi, informasi itu harus dianalisis diubah atau ditransformasi kedalam bentuk
yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.
Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan
transformasi itu bisa dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar, ketiga episode selalu ada. Yang menjadi masalah ialah berapa
banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasikan. Lama tiap episode tidak
selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi
murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan
sendiri.
Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yang terkenal, yaitu enaktif,
ikonik dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal
peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan
kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang
peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga
tahapan, yakni:
(1) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau
memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
(2) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai
menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta
didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi
dengan menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan
gambar-gambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37).
(3) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak
ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian
ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak
dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan
sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai
pemahaman.
langsung) yaitu menyajikan bahan yang sedianya tidak dapat mereka peroleh secara
langsung di sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dan
sebagainya;
2) Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu
gejala misalnya model molekul, model bangun ruang;
3) Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film
tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang suatu idea atau gejala;
4) Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma yang
menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur dan memberikan balikan atau feedback
tentang respon siswa.
Telah banyak alat-alat yang tersedia bagi guru namun yang penting adalah bagaimana
menggunakan alat-alat itu sebagai suatu system yang terintegrasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jerome Bruner adalah tokoh psikologi belejar kognitif yang berpendapat bahwa belajar itu
memiliki tiga proses secara simultan yakni:
(a) diperolehnya informasi
(b) transformasi pengetahuan, dan
(c) pengkajian pengetahuan (evaluasi).
Informasi baru mungkin merupakan tambahan atau yang bertentangan dengan informasi
yang telah dimilikinya. Transformasi pengetahuan digunakanlebih lanjut melalui
intrapolasi dan ekstrapolasi atau mengubahnya dalam bentuk lain. Pengkajian
pengetahuan adalah menilai kembali ketetapan dan kelengkapan cara memanipulasi
informasi yang telah digunakannya. Bruner menamakan konsep ini dengan
konseptualisasi. Pengajaran yang baik hendaknya memperhatikan dan mencakup:
(a) pengalaman optimal dalam belajar siswa
(b) struktur pengetahuan yang dapat membentuk pengalaman optimal
(c) urutan penyajian bahan pelajaran
(d) peranan sukses dan gagal
(e) merangsang berpikir siswa.
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/10/07/teori-belajar-bruner/ diakses tanggal 19 april
2011
Sujana, Nana. Teori-Teori belajar untuk Pengajaran. LPFE UI. Jakarta: 1990.
Nasution. Berbagai Pendekatan dalam proses belajar mengajar. Bumi Aksara. Jakarta:
1995.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta: 1998
10
https://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajarjerome-bruner/
11
taraf.
1.
Fase pra-operasional , sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak
berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan
yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu
ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa
suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan
untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.
2.
2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu internalized, artinya
dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan
dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun
pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung
dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.
3.
3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi
berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung
dihadapinya sebelumnya.[1]
4.
Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar
Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
1.
Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan
mengenai materi yang sedang dipelajari.
12
1.
Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau
ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
1.
Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang
telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah
yang dihadapi.[2]
1.
Kurikulum spiral
J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.
Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan
dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih
tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak
dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan
konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan.
Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan
dengan tiga anggotanya.
Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3
contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.[3]
1.
B. Alat-Alat Mengajar
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
1.
2.
3.
4.
1.
alat untuk menyampaikan pengalaman vicarious . Yaitu menyajikan bahanbahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan
pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV,
rekaman suara dll.
Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip
suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau
demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami
suatu prinsip atau struktur pokok.
Alat dramatisasi , yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau
tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk
memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma,
yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau
feedback tentang responds murid.[4]
C. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dasar
Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal :
untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan
contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
2.
13
3.
Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya
sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4.
Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran
matematika di sekolah dasar.
1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang?
Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan
contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar
genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.
a. Tahap Enaktif.
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat
dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.
(a)
Untuk gambar
a ukurannya:
b ukurannya:
c ukurannya:
b. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana
pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan
anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya.
Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai
berikut.
c. Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol
atau lambang-lambang objek tertentu.
Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi
panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi
panjang L
maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan
Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
14
1.
Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
2.
3.
Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya
sendiri.
4.
5.
Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat dilakukan
dengan metode penemuan.
BAB III
ANALISIS
Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada
hasil belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery
learning ).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang
dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsipprinsip konstruktivitas.
Dalam Teori Bruner dengan metode Penemuan (discovery learning), kekurangannya tidak
bisa digunakan pada semua materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang
dapat digunakan dengan metode penemuan.
Teori belajar matematika menurut J.S. Bruner tidak jauh berbeda dengan teori J. Piaget.
Menurut teori J.S. Bruner langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan
melakukan penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep,
pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi
(model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang
dipelajari harus ada kaitannya
Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan
berlangsung secara optimal, dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat
diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang bersangkutan.Kemampuan tersebut
dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset. 2005
Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan
Mengajar , Jakarta:
Belajar ,..hal.110
15
Pendekatan . hal.15
https://8tunas8.wordpress.com/teori-belajar-mengajar-menurut-jerome-s-bruner/
16
17
18
disebutnya dengan discovery learning, atau dengan kata lain bagaimana cara orang
memilih mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan
inilah menurut Bruner inti dari berajar. Menurut Bruner dalam proses belajar ada
tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru dimana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi
yang berfungsi sebagai penambahan pengetahuan yang lama, memperluas dan
memperdalam dan kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan
informasi yang lama.
2.
Tahap tansformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, yaitu informasi harus dianalisis
dan ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konsetual agar
dapat digunakan dalam hal lebih luas.
3.
Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada
tahap ke dua benar atau tidak. Evaluasi kemudian dinilai sehingga diketahui
mana-mana pengetahuan yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan
untuk memahami gejala-gejala lain.
Pendewasaan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh
bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu
tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa
menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu
menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada
dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
B. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1. Empat Tema tentang Pendidikan
1.
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu
karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat,
bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan
satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan
terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang
dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih
tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan
intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif
tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasiformulasi itu merupakan kesimpulan yang benar atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan caracara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
19
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama
adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang
belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya
terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang
diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini
mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi
dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan
membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk
mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal
yang diketahui.
Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
1.
20
21
22
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne.
Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel
menekankan pada apsek pengelolaan (Advance Organizer) yang memiliki
pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan
untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner
bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu
jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual,
yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah
ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting
bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan
lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan
mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum
spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah
Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif
mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami
konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu
kesimpulan (discovery learning).
Bruner mempreskripsikan pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi
agar siswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen
untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan yang khas baginya. Sedangkan
Ausubel mempreskripsikan agar siswa dapat mengembangkan stuasi belajar,
memilih dan menstrukturkan isi, serta menginformasikannya dalam bentuk sajian
pembelajaran yang terorganisasi dari umum menuju kepada yang rinci dalam satu
satuan bahasan yang bermakna.
Teori pembelajaran Burner mementingkan pembelajaran melalui penemuan bebas
(Freediscovery learning) atau penemuan yang dibimbing, atau latihan penemuan.
Bruner mementingkan aspek-aspek berikut dalam teori pembelajarannya yaitu;
cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan pengalamannya,
perkembangan mental manusia dan pemikiran semasa proses pembelajaran,
pemikiran secara logika, penggunaan istilah untuk memahami susunan struktur
pengetahuan, pemikiran analisis dan intuitif, pembelajaran induktif untuk
menguasai konsep/kategori, dan pemikiran metakognitif. Teori-teori tersebut dapat
diaplikasikan dalam 10 cara sebagai berikut:
1.
Pembelajaran penemuan
2.
Pembelajaran melalui metode induktif
3.
Memberi contoh-contoh yarg berkaitan dan tidak berkaitan dengan konsep
23
4.
Membantu siswa melihat hubungan antar konsep
5.
Membiasakan siswa membuat pemikiran intuitif
6.
Melibatkan siswa
7.
Pengajaran untuk pelajar tahap rendah
8.
Menggunakan alat bantu mengajar
9.
Pembelajaran melalui kajian luar
10. Mengajar mengikuti kemampuan siswa
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang
discovery, yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu,
karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain
yang berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi
setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya
sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu
materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat
benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru
dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran
penemuan
Langkah-langkah discovery learning
1.
Siswa dihadapkan pada problem-problem yang menimbulkan suatu perasaan
gagal di dalam dirinya lni dimulai proses inquiry
2.
Siswa mulai menyelidiki problem itu secara individual
3.
Siswa berusaha memecahkan problem dengan menggunakan pengetahuan
yang sebelumnya
4.
Siswa menunjukkan pengertian dari generalisasi itu
5.
Siswa menyatakan konsepnya atau prinsip-prinsip dimana generalilisasi itu
didasarkan.
C. Penerapan Teori Kognitif Bruner dalam Dunia Pendidikan
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada
siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam dunia
pendidikan.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan
belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar
sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat
24
3.
4.
5.
25
untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi kehidupan nyata
sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses
pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan
pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan
penerapannya pada situasi yang baru.
3. Langkah-langkah pembelajaran discovery learning menurut Bruner
Bruner mengajukan beberapa langkah-langkah pembelajaran, yaitu:
1.
2.
26
hari
Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan
sistem yang belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis
murid didominasi hanya menerima dari guru
27
sumber : https://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori-belajar-menurutjerome-bruner/
28
Model Teori Belajar Bruner dan Ausubel | Teori Belajar dan Pembelajaran
29
yang telah dimiliki sebelumnya dapat dihubungkan dengan informasi yang baru.
Karenanya, Bruner sangat menekankan pentingnya memperhatikan struktur mata
pelajaran dalam pembuatan kurikulum dan menyajikan materi pembelajaran.
Menurut Bruner proses belajar akan lebih bermakna, berguna dan mudah diingat
oleh siswa bila difokuskan pada memahami struktur mata pelajaran yang akan
dipelajari.
2. Kesiapan untuk Belajar
Dalam belajar guru harus memperhatikan kesiapan siswa untuk mempelajari
materi baru atau yang bersifat lanjutan. Kesiapan belajar dapat terdiri atas
penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang telah dikuasai
terlebih dahulu dan yang memungkinkan seseorang untuk memahami dan
mencapai keterampilan yang lebih tinggi. Kesiapan belajar ini dipengaruhi oleh
kematangan psikologi dan pengalaman anak. Untuk mengetahui apakah siswa
telah memiliki kesiapan dalam mempelajari materi pelajaran tertentu maka perlu
diberi tes mengenai materi awal yang berhubungan dengan topik yang akan
diajarkan. Bila siswa dapat mengerjakan tes dengan baik, berarti ia telah siap. Bila
tidak mampu mengerjakan sekalipun ia telah bekerja keras ia dinyatakan belum
siap. Untuk menumbuhkan kesiapan anak seorang guru harus memberikan
pengalaman-pengalaman tertentu yang berhubungan dengan pengetahuan atau
keterampilan yang harus dikuasai.
3. Intuisi
Menurut Bruner yang dimaksud dengan intuisi adalah teknik-teknik intelektual
analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan
yang sahih atau tidak.
4. Motivasi
Motivasi adalah kondisi khusus untuk belajar. Motivasi merupakan yang dapat
mempengaruhi individu variabel penting, khususnya selama ;proses pembelajaran
yang dapat membantu mendorong kemauan belajar siswa. Karenanya, Bruner
percaya bahwa hampir semua anak mempunyai masa-masa pertumbuhan akan
"keinginan untuk belajar". Reinforcement dan reward dari dalam mungkin penting
untuk meningkatkan perbuatan tertentu at au untuk membuat mereka yakin
hingga mau mengulangi apa yang sudah dipelajari. Bruner menekankan
pentingnya motivasi intrinsik dibandingkan dengan motivasi eksternal. Contoh
motivasi intrinsik adalah rasa ingin tahu anak. Bahwa dunia ini akan dapat dikenal
dan dikuasai anak dengan menggunakan kesadaran "ingin tahu". Motivasi lain
yang dapat membawa kita pada dunia ini adalah dengan memiliki berbagai
kompetensi. Anak-anak menjadi tertarik untuk mempelajari hal-hal yang mereka
anggap biasa dan telah dikuasai. Satu hal yang tidak mungkin adalah memotivasi
anak agar menguasai sesuatu yang mereka tidak biasa dan tidak kuasai.
B. MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pandangan Bruner tentang pentingnya pengembangan berpikir dalam proses
pendidikan telah menghasilkan rekomendasi perlunya perancangan kembali
kurikulum untuk mengembangkan keterampilan berpikir (Bell Gedler; 1986 hal.
65). Bruner mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang akan
menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas dalam
rangka mengembangkan keterampilan berpikir. Seperti halnya John Dewey, Bruner
menggambarkan orang yang berpengetahuan sebagai orang yang terampil dalam
memecahkan masalah. Artinya, ia dapat berinteraksi dengan lingkungan dalam
mengkaji hipotesis dan menarik generalisasi. Model penyajian pelajaran atau
30
kurikulum yang baik harus dirancang ke arah penguasaan keterampilan yang lebih
kuat (Bruner 1964, dalam Margaret B. Gedler; 1986, hal 63-73). Konsep-konsep
yang ada dalam mata pelajaran harus didefinisikan terlebih dahulu dan digunakan
sebagai dasar pengembangan kurikulum. Dengan cara ini, menurut Bruner
memungkinkan orang untuk mengajarkan mata pelajaran apa pun secara efektif
kepada siapa pun pada tahap perkembangan apa pun. Perancangan kurikulum
yang seperti ini disebut kurikulum spiral.
Kurikulum yang dikembangkan dengan model ini diarahkan pada upaya mendidik
siswa untuk memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) dan menemukan
(diskoveri). Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual
anak maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap
perkembangan kognitif anak yang meliputi tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
Selanjutnya, ketiga tahap perkembangan kognitif ini oleh Bruner disebut sebagai
model dalam menyajikan pelajaran. Ketiga model penyajian ini digambamkan
sebagai berikut.
1. Penyajian Enaktif
Penyajian enaktif adalah penyajian yang dilakukan melalui tindakan, memiliki
karakter manipulasi yang tinggi. Penyajian seperti ini sangat diperlukan oleh anakanak yang mulai dapat memahami beberapa aspek real ita/kejadian tanpa
menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan dapat memahami sesuatu dari
berbuat atau melakukan sesuatu. Contohnya, seorang anak yang mengatur
keseimbangan timbangan dengan jalan menyesuaikan kedudukan badannya
walaupun anak itu mungkin tidak dapat menjelaskan prosedurnya.
2. Penyajian Ikonik
Penyajian Ikonik dilakukan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang
menggambarkan suatu konsep tetapi tidak mendefinisikannya. Penyajian ini
bergantung kepada visual organisasi sensorik anak. Bila mendekati masa remaja,
bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. Kemudian, pada masa
transisi penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan dilanjutkan dengan
penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak.
3. Penyajian Simbolik
Bahasa adalah dasar penyajian simbolik. Penyajian simbolik ini dibuktikan oleh
kemampuan seseorang untuk memikirkan proposisi dibandingkan objek,
memberikan struktur hierarkis pada konsep-konsep dan untuk memikirkan
alternatif yang mungkin dalam suatu cara kombinatunal. Pada tahap ini anak
mungkin dapat menerangkan cara bekerjanya neraca atau timbangan.
Salah satu penyebab kegagalan guru dalam menjanjikan materi pelajaran adalah
karena guru tidak berusaha untuk memahami siswa dengan baik, atau model
penyajian guru tidak sesuai dengan tingkat pengalaman dan pengetahuan anak.
Akibatnya, anak tidak dapat menangkap pesan pembelajaran yang ingin
disampaikan guru.
C. PENDEKATAN MODEL BELAJAR BRUNER
Pendekatan model belajar Bruner ini didasarkan pada dua asumsi, yaitu:
1. Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya,
pengetahuan akan diperoleh orang yang belajar (pebelajar) bila di dalam
pembelajaran yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya.
Pendekatan interaktif ini tidak saja menguntungkan dan memberi perubahan pada
pebelajar, tetapi juga berpengaruh dan memberi perubahan pada lingkungan di
31
mana,dia belajar.
2. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan
informasi yang tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam belajar hal-hal
yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberi
arti. Dengan demikian, setiap orang mempunyai model atau kekhususan dalam
dirinya untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan
antara hal yang telah diketahuinya. Dengan model ini seseorang dapat menyusun
hipotesis untuk memasukkan pengetahuan baru ke dalam struktur yang telah
dimiliki sehingga memperluas struktur yang telah dimilikinya atau
mengembangkan struktur baru.
D. BELAJAR PE14EMUAN DARI BRUNER, MANFAAT, DAN CONTOH PENERAPANNYA
DALAM PEMBELAJARAN
Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model
pembelajaran/belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner (1966). Menurut
Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Agar
belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus
aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan
hanya sekadar menerima penjelasan dari guru saja. (GagneBerliner, 319-320).
Bruner yakin bahwa belajar penemuan adalah proses belajar di mana guru harus
menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan
pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri, dan
melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan adalah guru
menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut sampai
dapat menemukan sendiri hubungan antarkonsep. Menurut Bruner, belajar
penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk
berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara
menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang
telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar. benar bermakna bagi
dirinya.
Saat ini model belajar penemuan menduduki peringkat atas dalam dunia
pendidikan modern. Salah satu yang banyak diterapkan dalam pembelajaran di
Indonesia adalah konsep belajar siswa aktif atau cara belajar siswa aktif (CBSA).
Dalam menerapkan model belajar penemuan ini, seorang guru dianjurkan untuk
tidak memberikan materi pelajaran secara utuh. Siswa cukup diberikan konsep
utama, untuk selanjutnya siswa dibimbing agar dapat menemukan sendiri sampai
akhirnya dapat mengorganisasikan konsep tersebut secara utuh. Untuk itu guru
perlu memberikan kesempatan seluasluasnya kepada siswa untuk mendapatkan
konsep-konsep yang belum disampaikan oleh guru dengan pendekatan belajar
problem solving.
32
33
(meaningful learning) dan belajar verbal yang dikenal dengan expository learning.
Pandangan Ausubel tentang belajar ini sangat bertentangan dengan ahli psikologi
kognitif lainnya, yaitu Bruner dan Piaget. Menurut Ausubel, pada dasarnya orang
memperoleh pengetahuan melalui penerimaan, bukan melalui penemuan. Konsepkonsep, prinsip, dan ide-ide yang disajikan pada siswa akan diterima oleh siswa.
Dapat juga konsep ini ditemukan sendiri oleh siswa. (Gagne/Berliner, 322). Suatu
konsep mempunyai arti bila sama dengan ide yang telah dimiliki, yang ada dalam
struktur kognitifnya. Agar konsepkonsep yang diajarkan berarti, harus ada
sesuatu di dalam kesadaran siswa yang bisa disamakan. Sesuatu itu adalah
"struktur kognitif'. Belajar bermakna adalah belajar yang disertai dengan
pengertian. Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima
siswa mempunyai kaitan erat dengan konsep yang sudah ada/diterima
sebelumnya dan tersimpan wan, struktur kognitifnya. Informasi baru ini juga dapat
diterima atau pelajari siswa tanpa menghubungkannya dengan konsep atau
pengetahuan a.ng sudah ada. Cara belajar seperti ini disebut belajar menghapal.
F. KLASIFIKASI BELAJAR AUSUBEL DAN CARA PENGAJARANNYA
Ausubel mengklasifikasikan makna belajar ke dalam dua dimensi seperti tampak
pada gambar berikut. Dimensi pertama berhubungan dengan cara bagaimana
informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa, apakah `melalui
penerimaan atau melalui penemuan. Belajar menurut dimensi ini `diperoleh
melalui pemberian informasi dengan cara dikomunikasikan kepada siswa. dalam
bentuk belajar penerimaan dan menyajikan informasi itu dalam bentuk final,
ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk
menemukan sendiri keseluruhan informasi yang harus diterimanya. Cara kedua
berhubungan dengan bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi yang diterima
dengan struktur kognitif yang sudah dimilikinya. Dalam hal ini siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi yang diterima dengan pengetahuan
yang telah dimilikinya, itulah yang dikatakan belajar bermakna. Siswa dapat juga
mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep
yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Itu disebut belajar menghapal.
Kedua dimensi itu tidak menunjukkan dikotomi yang sederhana, tetapi lebih
merupakan suatu kontinum, sebagai tampak dalam gambar berikut. Menurutnya,
belajar penerimaan tidak sama dengan belajar hapalan. Belajar penerimaan dapat
dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsepkonsep.
Gambar 3.1
Klasifikasi Belajar Menurut Ausubel dan Robinson 1969, dalam Ratna Wilis
(1989, 111)
G. STRUKTUR KOGNITIF
34
35
Gambar 3.2.
Contoh: Peta Konsep, Ratna Wilis (1989)
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah
latihan berikut!
1) Jelaskan pandangan Bruner tentang manusia!
2) Menurut Bruner, belajar bermakna dapat terjadi melalui belajar penemuan.
36
37
38
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan
dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus
mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
Sumber : http://emakalahonline.blogspot.co.id/2013/04/model-teori-belajar-brunerdan-ausubel.html
39
TEORI KOGNITIVISTIK
TEORI KOGNITIVISTIK
(RIFAI KARYAWANSAH, S.Pd.I)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain
yang harus dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif.
Menurut Zakiyah Daradjat, pada dasarnya ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu
kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara
mengajar.
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan
salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan
mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam
penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu
konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap,dan ketrampilan.
Menurut Herman Hudoyo Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman,
pengetahuan baru, sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Misalnya setelah belajar siswa
mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan dimana sebelumnya ia tidak dapat
melakukannya. dikutip dari pendapat Oemar Hamalik Belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.2 Belajar memegang peranan penting
didalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi
manusia.
Banyak teori belajar yang menginspirasi dan mendasari lahirnya macam-macam strategi pembelajaran
yang memuat classical interactionseperti teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori
konstruktivisme. Dilihat dari diterapkannya strategi dan metode pengajaran yang ilmiah, yang
mendasarkan pada pemahaman tentang teori-teori pembelajaran dan pertimbangan pendekatan
belajar siswa (student learning approach). Pemahaman tentang pengajaran (teaching) juga
berkembang, dari teacher centered, yang lebih menekankan pada content oriented, menjadi student
centered yang lebih berorientasi pada memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar (learning oriented).
Pada makalah ini penulis lebih dalam menjelaskna masalah teori kognitivisme, teori belajar kognitif
lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.
Seperti juga diungkapkan oleh Winkel bahwa Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan
berbekas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang
melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman,
tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik teori kognitivistik ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori kognitivistik ?
3. Bagaimana pandangan teori pembelajaran kognitivistik terhadap belajar mengajar dan
pembelajaran?
4. Bagimana implikasi teori pembelajaran kognitivistik dalam pembelajaran ?
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untukmengetahui :
40
1. Pengertian dan karakteristik teori kognitivistik
2. Tokoh-tokoh teori pembelajaran kognitivistik
3. Pandangan terhadap belajar mengajar dan pembelajaran
4. Implikasi teori pembelajaran kognitivistik dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Kognitif dan Karakteristiknya.
Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang
luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu
wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini
juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.
Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi,
yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif
1. Jean Piaget, teorinya disebut Cognitive Developmental
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir
sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog
developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan
umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas
mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan
intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan
mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi Jean Piaget
mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
1. Tahap sensory motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap
ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2. Tahap pre operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap
ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3. Tahap concrete operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak
sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif.
4. Tahap formal operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun.
Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan
menggunakan pola pikir kemungkinan.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan
melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang
diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya,
akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang
disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga
menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan
dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai
sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang
41
berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
2. Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa
muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive,iconic dan simbolic.Pembelajaran enaktif
mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif
adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek melakukan pengatahuan tersebut daripada
hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali
(melakukan kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas
tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak
mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat
mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka,
meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman
abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut.
Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran
yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan
sebagai berikut:
1. Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity(keingintahuan) untuk
mengadakan petualangan pengalaman.
2. Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental
tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
3. Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif,
ekonik, dan simbolik.
4. Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah
informatif.
5. Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan
kemajuan.
3. Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang
bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Pengertian belajar bermakna
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar
menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan
oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa
(meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep,
kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja
tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa
menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada
bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja,
tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam
mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa
tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan
dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam
hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu
dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki
42
peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur
kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di
asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu
diperlukan dua persyaratan :
a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat
perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting
dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka
tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur
oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di
mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya
dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat
pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi
oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima
atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar
penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception
learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi
penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.C. Pandangan Teori Kognitivisme terhadap
Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan
psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga
dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif
menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi
seseorang.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari
beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil
sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam
dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang samasama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam
proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari
sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang
kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa
cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan
koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas,
meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada
konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini
dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan
antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun
karakteristik peserta didiknya.
D. Implikasi Teori Kognitivistik dalam Pembelajaran
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini
yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini
dijabarkan sebagai berikut:
No 1 Teori Kognitif Piaget Brunner Ausubel
Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa.
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
43
a.Asimilasi
b.Akomodasi
c.Equilibrasi
No 2 teori kognitif Brunner
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan
oleh umur siswa
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a.Enaktif (aktivitas)
b.Ekonik (visual verbal)
c.Simbolik
No.3 Teori bermakna Ausubel.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengetahuan baru
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a.Memperhatikan stimulus yang diberikan
b.Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu
sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun
berdasarkan pola dan logika tertentu.
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian
penyajian.
Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:
1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam
proses belajar mengajar tidaklah mudah.
2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami struktur kognitif
yang ada dalam benak setiap siswa.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah
dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik, guru
ataupun apa namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab
mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa
yang mereka dengar ataupun mereka tangkap.,
Dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda, namun secara
umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa, dan ini
tidaklah mudah, Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa
disesuaikan sejauh mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran
bahasa arab hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah dipahami.
Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari yang paling sederhana ke
kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan,
tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar
menghafal kosakata.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang
44
luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan
Adapun tokoh-tokoh Teori Belajar Psikologi Kognitif adalah Jean Pieget, Jerome Bruner dan Ausubel.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah
dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Widodo Supriono. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ali Sadikin. (2009). Ranah Kognitif, Afektif dan Spikomotor. Jakarta: Pt. Grafisindo.
Bjorklund, D.F. (2000). Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed.
Bellmont, CA : Wadsworth.
Bruno. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Kalam Mulia.
Herman Hudoyo. (2008). Metode, Teknik, dan Strategi dalam Belajar. Bandung: Tarsito.
W.S Winkel. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Zakiyah Daradjat. (1995). Metodi Khusus Pengajaran Agama Islam. akarta: Bumi Aksara.
Diposkan oleh rifai karyawansah di 23.21 Tidak ada komentar:
teori behavioristik
TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK
TEORI BEHAVIORISTIK
RIFAI KARYAWANSAH, S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya
mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas
pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami
sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap,dan ketrampilan.
Banyak teori belajar yang menginspirasi dan mendasari lahirnya macam-macam strategi pembelajaran
yang memuat classical interactionseperti teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori
konstruktivisme. Dilihat dari diterapkannya strategi dan metode pengajaran yang ilmiah, yang
mendasarkan pada pemahaman tentang teori-teori pembelajaran dan pertimbangan pendekatan
belajar siswa (student learning approach). Pemahaman tentang pengajaran (teaching) juga
berkembang, dari teacher centered, yang lebih menekankan pada content oriented, menjadi student
centered yang lebih berorientasi pada memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar (learning oriented).
Pada makalah ini penulis lebih dalam menjelaskna masalah teori behavioristik, teori belajar
behavioristik lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon
yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak pada stimulus
respon (S-R).
B. Rumusan Masalah
45
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik teori behavioristik ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori behavioristik ?
3. Bagaimana pandangan teori pembelajaran behavioristik terhadap belajar mengajar dan
pembelajaran?
4. Bagimana implikasi teori pembelajaran behavioristik dalam pembelajaran ?
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untukmengetahui :
1. Pengertian dan karakteristik teori behavioristik
2. Tokoh-tokoh teori pembelajaran behavioristik
3. Pandangan teori pembelajaran behavioristik terhadap belajar mengajar dan pembelajaran
4. Implikasi teori pembelajaran behavioristik dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori behavioristik dan Karakteristiknya.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori belajar yang dicetuskan oleh Gage dan Berlinertentang
perubahan tingkah laku (Hasil Belajar) sebagai hasil dari pengalaman
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
(Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan
paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa
menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
46
Kelemahan Teori Behavioristik
a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar
Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.
B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Behavioristik
a) Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga
dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering disebut teori koneksionisme.
Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang melakukan
eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang
dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu
berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b) John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang berorientasi
pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan
proses interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat diamati dan diukur.
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup.
Dorongan belajar (stimulus) dianggap sebagai sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu
bertahan hidup.
d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
e) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya.
Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant Conditioningadalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang melakukan
eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
47
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan
musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah
perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam
classical conditioning.
C. Pandangan Teori Behavioristik terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku.
Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang
komplek (Paul, 1997).
Pandangan behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang
ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons
serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang
dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan
mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda
tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang
dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping,
yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar,
proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya
hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
(negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa
alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila
hukuman berlangsung lama;
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia
terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal
lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama
dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus)
agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif
(sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang
48
pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar
(sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong
pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari
penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif
adalah mengurangi agar memperkuat respons.
D. Implementasii Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Implementasi teori ini dalam pembelajaran tergantung tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk
pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Dalam hal ini pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa
(respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang
juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin
kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan..
Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan
uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan
pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak
boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Analisis Tentang teori Behavioristik Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang
pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak
yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang
mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka
pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan
dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar.
Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol
belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan
paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran Teori ini menekankan
49
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam teori ini yaitu melalui pengukuran, pengamatan.
Sebab seseorang dikatakan belajar bila telah mengalami perubahan perilaku. Akan tetapi perlu
diketahui bahwa tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.
Semua aspek materi juga tidak bisa diukur dengan teori ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir
dari penggunaan teori ini yaitu perubahan perilaku
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori belajar yang dicetuskan oleh Gage dan Berlinertentang
perubahan tingkah laku (Hasil Belajar) sebagai hasil dari pengalaman
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
(Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan
paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah
menyelesaikan tugas belajarnya.
RUJUKAN
Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally]
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of
Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and
Company
Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behaviori
Abu Ahmadi dan Widodo Supriono. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ali Sadikin. (2009). Ranah Kognitif, Afektif dan Spikomotor. Jakarta: Pt. Grafisindo.
Bjorklund, D.F. (2000). Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed.
Bellmont, CA : Wadsworth.
Diposkan oleh rifai karyawansah di 23.04 Tidak ada komentar:
50
TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
(constructivist theories of learning)
PENDAHULUAN
Menurut Zakiyah Daradjat, pada dasarnya Apembelajaran yang memuat classical interactionseperti
teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori konstruktivisme. Dilihat dari diterapkannya strategi dan
metode pengajaran yang ilmiah, yang mendasarkan pada pemahaman tentang teori-teori pembelajaran
dan pertimbangan pendekatan belajar siswa (student learning approach). Pemahaman tentang
Astudent centered yang lebih berorientasi pada memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar (learning
oriented).
Pada makalah ini penulis lebih dalam menjelaskna masalah teori konstruktivisme, teori belajar
kontruktif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah proses untuk membanguin pengetahuan
melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika
pengetahuan itu dibangu atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Evaluasi pembelajaran.
Dalam treori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui kualitas siswa dalam
memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan
proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan pendekatan
paedagogi yang mempromosikan learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik teori konstruktivistik ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori konstruktivistik ?
3. Bagaimana pandangan teori pembelajaran konstruktivistik terhadap belajar mengajar dan
pembelajaran?
4. Bagimana implikasi teori pembelajaran konstruktivistik dalam pembelajaran ?
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untukmengetahui :
1. Pengertian dan karakteristik teori konstruktivistik
2. Tokoh-tokoh teori pembelajaran konstruktivistik
3. Pandangan teori konstruktivistik terhadap belajar mengajar dan pembelajaran
4. Implikasi teori pembelajaran konstruktivistik dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
51
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal
sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang
mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan
proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan
sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti
membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu
upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas
anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan teori
Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin
belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain.
Adapun karakteristik/ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia
sebenar
2. Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan
merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif
4. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
5. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
6. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
7. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Dan yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan
kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna
dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme
mempunyai beberapa konsep umum seperti:
Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan
cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuanilmiah.
Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk
menarik minat pelajar.
52
B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivistik
JJ Piaget
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau
tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988:
133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu
terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut
dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan)
yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut
dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang
interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur
pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi
1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan
skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga
cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Vigotsky
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh
Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya
seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada
lingkungan sosial dalam belajar.
Tasker
Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut.
Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua
adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga
adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam
pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh
secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan
membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
53
Hanbury
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme,
Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1)
siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2)
pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4)
siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu
pengetahuan dengan temannya
.
C. Pandangan Teori Konstruktivistik terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah proses untuk membanguin pengetahuan
melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika
pengetahuan itu dibangu atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Evaluasi pembelajaran.
Dalam treori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui kualitas siswa dalam
memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan
proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan pendekatan
paedagogi yang mempromosikan learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal dari disiplin filsafat,
khususnya filsafat ilmu. Pada tataran filsafat, teori ini membahas mengenai bagaimana proses
terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori ini pembentukan pengetahuan terjadi sebagai hasil
konstruksi manusia atas realitas yang dihadapinya. Dalam perkembangan kemudian, teori ini mendapat
pengaruh dari disiplin psikologi terutama psikologi kognitif Piaget yang berhubungan dengan
mekanisme psikologis yang mendorong terbentuknya pengetahuan. Menurut kaum konstruktivis,
belajar merupakan proses aktif siswa mengkostruksi pengetahuan.
54
mendapat pengaruh dari psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga
neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun harus diakui bahwa stressing point teori ini
bukan terletak pada berberapa konsep psikologi kognitif yang diadopsinya (pengalaman, asimilasi, dan
internalisasi).melainkan pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan yang dimaksudkan
dalam pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas yang dilakukan setiap orang ketika
berinteraksi dengan lingkungan. Dalam konteks demikian, konstruksi atau pemaknaan terhadap realitas
adalah berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti ini, sebetulnya substansi konstrukvisme terletak pada
pengakuan akan hekekat manusia sebagai homo creator yang dapat mengkonstruksi realitasnya
sendiri.
Teori konstruksivisme membawa implikasi dalam pembelajaran yang harus bersifat kolektif atu
kelompok. Proses sosial masing-masing siswa harus bisa diwujudkan. C. Asri Budiningsih dalam buku
Pembelajaran Moral menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran social yang
ada dalam diri siswa. Dalam situasi sosial akan terjadi situasi saling berhubungan, terdapat tata
hubungan, tata tingkah laku dan sikap diantara sesame manusia. Konsekuensinya, siswa harus
memiliki keterampilan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) secara cepat.
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada
siswa, melainkan suatu penciptaan suasana yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi aktif guru bersama-sama siswa dalam membangun
pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi
mengajar adalah belajar itu sendiri. Menurut prinsip konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator
dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai
fasilitator dan mediator tugas guru dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam
merencanakan aktivitas belajar, proses belajar serta hasil belajar yang diperolehnya. Dengan demikian
menjadi jelas bahwa memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama guru. Memberikan sejumlah
kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan mendorong mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomukasikan-nya secara ilmiah;
b. Menyediakan sarana belajar yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Guru hendaknya
menciptakan rangsangan belajar melalui penyediaan situasi problematik yang memungkinkan siswa
belajar memecahkan masalah
c. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan tingkat perkembangan berpikir siswa. Guru dapat
menunjukkan dan mempertanyakan sejauh mana pengetahuan siswa untuk menghadapi persoalan
baru yang berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya. (Ditulis Oleh Drs.Agustinus Maniyeni, M.Pd
Dalam buku Wawasan Pembelajaran halaman 1-15)
Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan
tidak menentu. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas
kolaboratif dan refleksi dan interpretasi. Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang
berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam
menginterprestasikannya.
Teori ini lebih menekankan pada diri siswa dalam penyusun pengetahuan yang ingin diperoleh oleh
siswa tersebut. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlakukan guna menggembangkan
dirinya sendiri.Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.Konsep evaluasi pendidikan hampir
sama dengan konsep pada teori kognitivisme yaitu menitikberatkan pada proses. Proses yang
dimaksud disini merupakan sebuah pengalaman yang dialami sendiri oleh masing-masing siswa
(penyusunan pengetahuan oleh siswa itu sendiri).
55
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah
sebagai berikut: (a) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi, (b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan
masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan (c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat
situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal
berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang
merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme
pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran
guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari
teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang
anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh
Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru .
Teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pembinaan konsep yang asas sebelum konsep itu
dibangunkan dan kemudiannya diaplikasikan apabila diperlukan . (de Pai)
http://rifaikaryawansah.blogspot.co.id/2011_03_17_archive.html
56
A. Pendahuluan
Manusiadewasamempunyailebihdari100milyarneuron,yangsatusamalainberhubungan
secara spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar, berpikir,
kesadarandanlainlain(Schatz1992).Strukturotakterbentuksesuaidenganprogramyangsecara
biologis tersimpan dalam DNA, danorgan tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh
penataanyangrumittersebut.
Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi berat
otaknyahanya dariotakdewasa.Otakmenjadibertambahbesarkarenapembesaranneuron,
bertambahnyajumlahaksondandendritsesuaidenganperkembanganhubunganantarsesamanya.
Untuk menyempurnakan perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba,
speech(berbicara)danimages(dayahayal)(Bloom1988,Schatz1992).
MenurutBloom(1988)defenisibelajaradalahperubahantingkahlakuyangrelatifmenetap
sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses memperoleh
informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana manusia dan binatang
menyesuaikantingkahlakunyasebagaihasildaripengalaman.
Memoriingatanadalahprosesdimanainformasibelajardisimpandandapatdibacakembali
(dikeluarkan kembali). Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti ini. Memory adalah
prosesaktif,karenailmupengetahuanberubahterus,selaludiperiksadandiformulasiulangoleh
pikiranotakkita.MenurutJeromeBrunermanusiamempunyaikapasitasdankecendrunganuntuk
berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu
waktunyasangatsingkat(extremelyshortterm)/ingatansegera(immediatememory)(itemhanya
dapatdisimpandalambeberapadetik).Ingatanjangkapendek(shortterm)(itemsdapatditahan
dalambeberapamenit),ingatanjangkapanjang(longterm)(penyimpananberlangsungbeberapa
jamsampaiseumurhidup).
57
sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk
mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan
dilakukannya.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer
yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas
dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi
aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan.
2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian,
ekonomi dan kuasa.
3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan memperhatikan
faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan
perbedaan individu.
4. Bentuk dan pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat bahawa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsepkonsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda
mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang
murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk
konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk
bersisi empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam
kategori segitiga.
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam
hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu
tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu
tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
C. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1. Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu
karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana
fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri
atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan
seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi,
teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui
langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka
kesimpulan yang sahih atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara
yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama
adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan
penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan
lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri
orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh
58
sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali
struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi
berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang
mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan
antara hal-hal yang diketahui.
3. Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi
informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan
informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang
mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut
cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan
mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk
menyatakan kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang
disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah:
cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara
ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau katakata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon
motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan
sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik
dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan
daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan
timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan dan
menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih
jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan
timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. Bayangan timbangan
itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan
dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga
dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
4. Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang
discovery yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori
Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu
disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk
memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks,
dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara
terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga
siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda
berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada
merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep
yang lama melalui pembelajaran penemuan.
59
D. Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner
(1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap
bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan
sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar
melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan.
Diantaranya adalah:
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berfikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses
pembelajaran
sebelumnya. b. Belajar
melibatkan
adanya
proses
informasi
(active
learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d.Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan
pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku
yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para
peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan
kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah
ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga
peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek
pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep
tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar.
Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas
bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya
tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1. enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek,
siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan.
2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar
3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai gagasangagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan
pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai
anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik
maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral
dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan
tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik
menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif
kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).
Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata teori
kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori ini ada kaitan dengan
ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu pengetahuan yang diperolehi melalui
pengalaman atau pendidikan formal akan disimpan dan disusun melalui proses pengumpulan
pengetahuan supaya dapat digunakan kemudian.
60
Kognitif
Bruner
Bermakna
Ausubel
Karakteristik Teori
61
secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan.
Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah
yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan
masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Kemudian guru
mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian terjadi onflik dengn pengalaman
siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu
menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu,
menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip yang mendasari
masalah itu.
c.
Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui
tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik adalah
didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang mewakili
suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
d. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan
sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih
dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-saran bila
diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang
tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar
belajar penemuan ialah mempelajarai generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri
konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang
konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi
kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru
hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar
meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
Daftar Pustaka
Max Darsono, Prof. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratna Wilis Dahar, Prof. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
https://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-brunerbelajar-penemuan%E2%80%9D/
62
TEORI BELAJAR MENURUT JEROME BRUNER
Oleh Moh Ismail
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. Biografi Jerome S Bruner
Jerome Bruner dilahirkan pada tahun 1915. Beliau, bertugas sebagai profesor psikologi di
Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif
dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di
Amerika Syarikat.
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana
manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengeuan. Dasar pemikiran
teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner
menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
B. Konsep Belajar Menurut Jerome Bruner
Belajar merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya terjadi perubahan-perubahan
yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dan
lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Dalam konsep belajar penemuan menurut Jerome
Bruner ada tiga episode/tahap yang ditempuh oleh siswa, yaitu: tahap informasi (tahap penerimaan
materi), tahap transformasi (tahap pengubahan materi) dan tahap evaluasi (tahap penilaian
materi). [3] Dan konsep ini merupakan konsep belajar yang menentang konsep belajar aliran
behavioristik. Nasution menjelaskan bahwa ketiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner
tersebut saling berkaitan di antaranya:
Pertama tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tiap pelajaran kita proleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah
kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan
dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya , misalnya tidak ada energy yang
lenyap. Kedua, tahap transformasi (tahap pengubahan materi) Informasi itu harus dianalisis ,
diubah atau ditransformasi kebentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk
hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan. Ketiga, tahap evaluasi
63
(tahap penilaian materi) dinilai seberapa besar pengetahuan yang diproleh dan ditransformasikan
itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar ketiga tahapan ini selalu terjadi. Karena yang menjadi masalah ialah
berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Tiap tahapan tidak selalu sama. Hal
ini tergantung pada hasil yang diharapkan, seperti motivasi murid belajar, minat, keinginan
mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri. [4] Konsep ini juga menjelaskan bahwa
prinsip pembelajaran harus memperhatikan perubahan kondisi internal peserta didik yang terjadi
selama pengalaman belajar dibecrikan dikelas. Pengalaman yang diberikan dalam pembelajaran
harus bersifat penemuan yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh informasi dan
keterampilan baru dari pelajaran sebelumya. [5]
Oleh karena itu, konsep pembelajaran ini secara sadar mengembangkan proses belajar siswa
yang mengarah kepada aspek jiwa dan aspek raga. Sesuai dengan pengertian belajar itu sendiri yaitu
: Serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan linkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, dan
psikomotorik.[6]
64
Menurut Bruner belajar untuk sesuatu tidak usah ditunggu sampai peserta didik mencapai
tahap perkembangan tertentu, yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat
diberikan kepadanya. Dengan kata lain perkembangan kognetif seseorang dapat ditingkatkan
dengan jalan mengatur bahan belajar yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi
pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, tetapi
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Artinya menunutut adanya
pengulangan-pengulangan. Cara belajar terbaik menurut Bruner adalah dengan memahami konsep
arti, dan suatu kesimpulan free discovery lerning. Atau dapat dikatangan sebagai belajar
dengan menemukandiscovery [8]
Baca: CONTOH MODEL FASHION TERBARU
65
penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat
sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.
Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas
baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara
ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk
E. Penerapan Belajar Jerome Bruner Dalam Pembelajaran PAI
Menurut Djamarah dan Zain impliklasi konsep belajar discovery dalam pembelajaran
diantaranya : Petrama Simulation, guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan, atau
menyuruh anak didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuata uraian
permasalahan. Kedua Problem Statement, anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi
berbagai permasalahan. Sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel
untuk dipecahakan. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang di
ajukan. Ketiga Data collection, Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis ini, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relavan,
membaca literature,m mengamati obyek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri, dan sebagainya. Keempat Data prossesing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara
observasi, dan sebagainya, semunya diolah, diacak, diklasifikasikn, ditabulasi, bahkan apabila perlu
dihitung
dengan
cara
tertentu
serta
ditafsirkan
pada
tingkat
kepercayaan
tertentu. Kelima Verfication, atau pembuktian. Berasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau
informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Keenam. Generalization. Tahap
selanjutnya berdasarkan verfikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi
tertentu.
System belajar yang dikembangkan Brunner ini menggunakan landasan pemikiran
pendekatan belajar mengajar. Hasil belajar cara ini lebih mudah dihapal dan diingat, mudah
dtransfer untuk memecahkan masalah. Pengetahuan dan kecakapan anak didikbersangkutan lebih
jauhdapat menumbuhkan motivasi instrik, karena anak merasa puas atas penggunaannya
sendiri. [9]
Kemudian Oemar Halik dalam bukunya perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem, menjelaskan konsep belajar penemuan Bruner dapat diaplikasikan dalam pembelajaran
dalam bentuk pendekatan komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah, tergantung pada besarnya
kelas.
1. Sistem satu arah (ceramah Reflektif)
Pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu arah (penuangan/expotision) yang
dilakukan oleh guru. Struktur penyajiaannya dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan
proses penemuan (discovery) didepan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian
memecahkan masalah-masalah tersebut melalui discovery. Caranya adalah mengajukan pertanyaan
kepada kelas, memberikan kesempatan kepada kelas untuk melakukan refleksi. Selanjutkan guru
menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan itu. Dalam prosedur ini guru tidak menentukan atau
menunjukkan aturan-aturan yang harus digunakan oleh siswa. Guru mengharapkan agar siswa
secara keseluruhan berhasil melibatkan dirinya dalam proses pemecahan masalah, menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya secarareflektif. Dalam eadaan ini, sesungguhnya tidak ada
jaminan bahwa adanya penyajian oleh guru. Penggunaan discovery dalam kelompok kecil sangat
bergantung pada kemampuan dan pengalaman guru sendiri, serta waktu dan kemampuan
mengantisifikasi kesulitan siswa.
2. Sistem dua arah (discovery terbimbing)
System dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa
melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang tepat/benar. Sekalipun di
dalam kelas yang terdiri dari 20-3o orang siswa. Hanya beberapa orang saja yang benar-benar
melakukan discovery, sedangkan yang lainnya berpartisipasi dalam proses discovery misalnya
dalam system ceramah reflektif. Dalam kelompok yang lebih kecil, guru dapat melibatkan hamper
semua siswa dalam prose situ. Dalam system ini guru perlu memilki keterampilan memberikan
bimbingan, yakni mendiagnosis kesulitan kesulitan siswa dan memberikan bantuan dalam
66
memecahkan masalah yang dihadapi. Namun demikian, tidak berarti guru menggunakan metode
ceramah reflektif sebagaimana halnya pada strategi diatas. [10]
Adapun Menurut Ahmad Sabri pendekatan ini merupakan pendekatan mengajar yang
berusaha meletakkan dasar dan mengembangan berpikir cara ilmiah. Pendekatan ini menempatkan
siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreatifitas dalam memecahkan masalah. Siswa
betul-betul ditempatkan sebagai subyek yang belajar. Peranan guru dalam pendekatan ini adalah
pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu
dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Tiugas beriutnya dari guru adlah
menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam memecahkan masalah. Sudah tentu bimbingan dan
pengawasan dari guru masih tetap diperlukan, namun campur tangan interverensi terhadap kegiatan
siswa dalam pemecahan masalah, harus dikurangi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan modern, yang sangat didambakan untuk
dilaksanakann disetiap sekolah. Adanya tuduhan sekolah menciptakan kultur bisu, tiak akan terjadi
apabila pendekatan inidigunaka. Selanjutnya Ahmad Sabri menambahkan bahwa ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pendekatan ini.
Guru harus terampil memilih persoalan yang relavan untuk diajukan kepada kelas (persoalan
yang bersumber dari bahan pelajaran yang menantang siswa/problematik) dan sesuai dengan nalar
siswa. Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan penciptaan situasi belajar
yang menyenangkan. Adanya faslitas dan sumber belajar yang cukup lengkap sehingga dapat
memfalisitsi pendekatan ini. Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya dan berdiskusi.
Partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar, dan Guru tidak banyak campurtangan dan
intervensi terhadap kegiatan siswa.
Serta ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan ini, yakni:
Merumuskan masalah untuk dipecahkan siswa. Menetapkan jawaban sementara atau yang lebih
lebih dikenal dengan istilah hipiotesis. Siswa mencari informasi, data fakta yang diperlukan untuk
menjawab
permasalahn
atau
hipotesis.
Menarik
kesimpulan
jawaban
atau
generalisasi. Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru. [11]
F. Kelebihan dan kelemahan Belajar Penemuan Menurut Jerome Bruner
Menurut Djamarah dan Zain dalam bukunya strategi belajar mengajar menjelaskan bahwa
kelebihan dan kelemahan dalam konsep ini diantaranya, Kelebihan konsep ini membantu
peserta didik mengembangkan bakatnya, membentuk sifat kesiapan serta kemampuan keterampilan
dalam proses kognitif peserta didik. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang bersifat pribadi
sehingga pengetahuan tersebut dapat bertahan lama dalam diri peserta didik. Konsep ini
memberikan semangat belajar peserta didik, dimana dengan konsep belajar mencari dan
menemukan pengetahuan sendiri tentu rasa ingin tau itu timbul sehinnga akan membentuk belajar
yang ikhlas dan aktif. Konsep ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan kemampuannya dan keterampilannya sendiri sesuai dengan bakat dan hobi yang
dimilikinya. Konsep ini mampu membantu cara belajar peserta didik yang baik, sehingga peserta
memiliki motivasi yang kuat untuk tetap semangat dalam belajar. Memberikan kepercayaan
tersendiri bagi peserta didik karena mampu menemukan, mengolah, memilah dan mengembangkan
pengetahuan sendiri, Konsep ini berpusat pada peserta didik, dan guru hanya membantu saja.
Adapun kelemahan konsep belajar penemuan menurut Bruner, yaitu: memakan waktu
yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada
kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.[12]Konsep belajar ini menuntut peserta
didik untuk memiliki kesiapan dan kematangan mental. Peserta didik harus berani dan berkeinginan
mengetahuai keadaan disekitarnya. Jika tidak memiliki keberanian dan keinginan tentu proses
belajar akan gagal. Konsep ini kurang berhasil apabila di laksanakan didalam kelas yang
besar. Konsep ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi peserta didik. Konsep ini mungkin tidak
memberikan kesempatan untuk bepikir secara kretaif. [13]Dari beberapa penjelasan tentang
kelebihan dan kelemahan konsep penemuan menurut Bruner, tentu kita harus mampu
mempergunakan konsep belajar ini sesuai dengan keadaan dan tempatnya, sehingga nantinya dapat
67
memaksimalkan penggunaaan konsep ini dan tidak terjadinya kegalalan pembelajaran karena salah
dalam penggunaannya.
KESIMPULAN
Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dansimbolik. Ada tiga
tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu: Tahap informasi (tahap
penerimaan materi),Tahap transformasi (tahap pengubahan materi) dan Tahap evaluasi (tahap
penilaian materi)
Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Bruner ini,
yaitu:Pertama Tentang discovery itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini,
diamana teori ini mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah
dan dan mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang
belajar berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti
teori discovery Bruner ini. Kedua Konsep kurikulum spiral merupakan cirri khas dari
teori scovdiery Bruner ini. Dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan
terhadap penegetahuan yang sama namun diulang dengan pembahsan yang lebih luas dan
mendalam.
Kelebihan konsep ini yaitu belajar mengajar konsep ini sangat cocok untuk materi
pelajaran yang bersifat kognetif. Sedangkan kelemahannya adalah memakan waktu yang cukup
banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada kekacauan dan
kekaburan atas materi yang dipelajari. Impliklasi konsep belajar discovery dalam pembelajaran
yaitu: Simulation,
Problem
Statement,
Data collection, Data prossesing,
Verfication, atau pembuktian. Generalization.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Ciputat, Quantum Teaching,
2005.
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rienika Cipta, 2005.
Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002.
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasi, Jakarta, PT. Rineka Cipta,
2008.
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Nasution, Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, PT. Bumi
Aksara, 2006.
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta, PT.
Bumi Aksara, 2006.
Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001.
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008
http://makalahpendidikanislamismail.blogspot.co.id/2013/06/teori-belajar-menurutjerome-bruner.html
68
KONSEP BELAJAR
MENURUT JEROME S.
BRUNER
DI-AM.BLOGSPOT.COM WEDNESDAY, JUNE 12, 2013 MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Matematika adalah suatu bidang ilmu yang melatih penalaran supaya berpikir
logis
dan
belajar,
berpikir,
kesadaran
dan
lain-lain
(Schatz
1992). Struktur
otak terbentuk sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan dalam DNA,
dan organ tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit
tersebut.
Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi
berat
otaknya
hanya
dari
otak
dewasa.
Otak
menjadi
bertambah
besar
69
karena pembesaran neuron, bertambahnya jumlah akson dan dendrit sesuai dengan
perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk menyempurnakan perkembangan
maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba, speech (berbicara) dan images
(daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).
Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan
sebagai proses memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah
proses dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil
dari pengalaman .
Memori ingatan adalah proses di mana informasi belajar disimpan dan dapat
dibaca kembali (dikeluarkan kembali). Ingatan atau memori tidaklah sesederhana
seperti ini. Memori adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu
diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia
mempunyai
kapasitas
dan kecenderungan
untuk
berubah
karena
menghadapi
kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat
singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat
disimpan dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat
ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan
berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup).
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
C.
TUJUAN
1.
2.
3.
4.
70
D.
1.
MANFAAT PENULISAN
Bagi penulis dapat menambah penulis menjadi lebih tahu tentang teori pembelajaran
Jerome S. Bruner.
2.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
yang
terkenal
telah
banyak
menyumbang
dalam
penulisan
teori
sistem
simpanan
yang
sesuai
dengan
lingkungan.
Pertumbuhan
itu
71
menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya
sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Menurut
Bruner
belajar
bermakna
hanya
dapat
terjadi
melalui
belajar
dan
kemampuan
berfikir
secara
bebas
dan
melatih
keterampilan-
Perincian
urutan-urutan
penyajian
materi
pelajran
secara
optimal,
dengan
(1)
informasi,
(2)
transformasi
(3)
evaluasi
(pengkajian
pengetahuan).
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi ada yang menambah
72
pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya,
ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui
sebelumnya,
misalnya
bahwa
tidak
ada
energi
yang
lenyap.
Transformasi, informasi itu harus dianalisis diubah atau ditransformasi kedalam bentuk
yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih
luas.
Dalam
hal
ini
bantuan
guru
sangat
diperlukan.
Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan
transformasi
itu
bisa
dimanfaatkan
untuk
memahami
gejala-gejala
lain.
Dalam proses belajar, ketiga episode selalu ada. Yang menjadi masalah ialah berapa
banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasikan. Lama tiap episode
tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan,
motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk
menemukan sendiri.
Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yang terkenal, yaitu
enaktif, ikonik dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami
atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara
untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model
mental tentang peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang
terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:
(1) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau
memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
(2) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai
menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini,
peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat
memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep.
(3) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan
tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari penggunaan
penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem
berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan
dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan
diproses untuk mencapai pemahaman.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah
ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan
pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain
perkataan perkembangan
dengan
jalan
73
mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum
spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti
dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan
(discovery learning).
Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata
teori kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori ini
ada kaitan dengan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu
pengetahuan yang diperolehi melalui pengalaman atau pendidikan formal akan
disimpan dan disusun melalui proses pengumpulan pengetahuan supaya dapat
digunakan kemudian.
Penerapan model kognitif dalam pembelajaran:
Belajar
Karakteristik
Teori
Kogniti
f
Bruner
Menentukan tujuan-tujuan
instruksional
5.
Berma
kna
Ausub
el
Dalam
1. Menentukan tujuan-tujuan
aplikasinya
instruksional
menuntut
peserta didik 2. Mengukur kesiapan peserta
didik (minat, kemampuan,
belajar secara
struktur kognitif)baik melalui tes
deduktif (dari
awal, interviw, pertanyaan dll.
umum ke
khusus) dan
74
lebih
3. Memilih materi pelajaran dan
mementingkan
mengaturnya dalam bentuk
aspek struktur
penyajian konsep-konsep kunci
kognitif peserta
4. Mengidentifikasikan prinsipdidik
prinsip yang harus dikuasai
peserta didik dari materi tsb.
5.
6.
C.
75
dan
dunianya
bukan
semata-mata
makhluk
pasif
menerima
apa
adanya.
Selanjutnya Bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus mencakup lima aspek
utama yakni:
1.
Pengalaman
optimal
untuk
mempengaruhi
siswa
belajar
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar
sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran
manusia. Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi
juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan
masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya
pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.
2.
Struktur
pengetahuan
untuk
membentuk
pengetahuan
yang
optimal.
Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap
struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspekaspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi
siswa pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga
mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
3.
Spesifikasi
mengurutkan
Mengurutkan
bahan
penyajian
pengajaran
bahkan
agar
pelajaran
dapat
untuk
dipelajari
dipelajari
siswa
siswa
hendaknya
Peranan
sukses
dan
gagal
serta
hakikat
ganjaran
dan
hukuman
Ada dua alternatif yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugastugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternatif yang digunakan untuk
mendorong
perbuatan
belajar
adalah
ganjaran
dan
hukuman.
Ganjaran
Prosedur
untuk
merangsang
berpikir
siswa
dalam
lingkungan
sekolah
Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang
dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data
lebih lanjut untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak
76
dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah
harus dikembangkan di sekolah agar para siswa memiliki keterampilan bagaimana
mereka belajar yang
sebenarnya.
Melalui
metode pemecahan
masalah akan
menggunakan
informasi,
memanfaatkan
informasi
untuk
masalah
b.
c.
d.
77
78
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung
hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner,
1973).
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang
dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga
berlawanan
dengan
informasi
sebelumnya
yang
dimiliki
seseorang.
Dalam
sekumpulan
gambar-gambar
yang
mewakili
suatu
konsep,
tetapi
tidak
oleh
kemampuan
seseorang
lebih
memperhatikan
proposisi
atau
memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan
alternatif
dalam
suatu
cara
kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan
timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan
dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua
dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau
79
gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematika
dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
4. Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang
discovery yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Di samping itu, karena
teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang
berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat, kurikulum
spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang
sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu
saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih
kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu
pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui
struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan
melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru
dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.
80
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa
kebaikan. Diantaranya adalah:
1.
2.
BAB III
PENUTUP
81
A.
KESIMPULAN
Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap
yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan
simbolik yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.
Ada tiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu:
1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
3. Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)
Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu:
1. Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, dimana teori
ini mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah
dan dan mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik
yang belajar berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti
teori discovery Bruner ini.
2. Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori discovery Jerome Bruner ini.
Dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap
pengetahuan yang sama namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan
mendalam.
Kelebihan dan kelemahan konsep ini yaitu belajar mengajar konsep ini sangat cocok
untuk materi pelajaran yang bersifat kognetif. Kelemahannya adalah memakan waktu
yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat
menjerumus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari
82
DAFTAR PUSTAKA
Http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajarpenemuan%E2%80%9D/: akses April 2013
Http://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajar-jeromebruner/: akses April 2013
Http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/03/belajar-penemuan-bruner.html: akses April 2013
Http://www.anneahira.com/teori-kognitif-bruner.htm: akses April 2013
Max Darsono, 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
83
I.
PENDAHULUAN
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi
belajar kognitif yang telah banyak menulis tentang teori belajar, proses pembelajaran
dan filsafat pendidikan. Buku Bruner yang sangat diakui, The Process of Education,
yang ditulis pada tahun 1959-1960, mencerminkan pemikiran saat ini dari masyarakat
berkaitan dengan pendidikan dasar dan menengah. Dalam bukunya ini, Bruner
menjelaskan tentang pentingnya mengajarkan struktur disiplin, kesiapan untuk
belajar, berpikir intuitif dan analisis, dan motivasi untuk belajar. Bruner juga dikenal
dengan model instruksional kognitif yang dikenal dengan model belajar penemuan.
Makalah ini membahas tentang teori tahap-tahap belajar dari Jerome Bruner.
Pembahasan tersebut antara lain tentang Bruner dan teorinya dan tahap-tahap
pembelajaran Bruner.
II.
84
belajar yang sistematis (Wiranataputra dkk., 2008:3.13). Hal tersebut disebabkan
karena Bruner (1977:6) memandang bahwa manusia adalah pemroses, pemikir dan
pencipta informasi.
Dalam bukunya Process of Education, Bruner menekankan 4 hal penting
dalam pembelajaran. 4 hal tersebut antara lain:
1.
Dengan melalui penerapan spesifik untuk tugas-tugas yang mirip dengan apa yang
dipelajarinya atau biasa disebut dengan transfer (pergantian) pelatihan atau ekstensi
kebiasaan atau asosiasi.
Melalui transfer nonspesifik atau transfer prinsip-prinsip dan sikap pada pembelajaran
sebelumnya membuat kinerja selanjutnya lebih efisien. Transfer prinsip bergantung
pada penguasaan struktur materi pelajaran. Artinya, agar seseorang bisa mengenali
penerapan atau ketidakpenerapan suatu ide untuk situasi baru dan untuk memperluas
pembelajarannya sedemikian rupa, orang tersebut harus berpikir secara umum dari
situasi atau fenomena itu sendiri.
Ada 4 hal umum dalam pembelajaran struktur dasar mata pelajaran (Bruner,
1977:23-24), antara lain:
a.
Pemahaman dasar membuat mata pelajaran lebih mudah dipahami. Hal ini berlaku
tidak hanya berlaku dalam fisika dan matematika, tetapi juga ilmu sosial dan sastra.
b.
Memori (ingatan manusia). Dalam hal ini, pembelajaran struktur dasar memastikan
bahwa hilangnya ingatan manusia bukan berarti menjadi suatu kerugian total apabila
kita tetap merekonstruksi rincian-rincian ingatan yang diperlukan. Hal ini disebabkan
karena struktur dasar atau prinsip yang baik tidak hanya untuk memahami fenomena
saat ini saja akan tetapi juga untuk ingatan hari selanjutnya. Selain itu, berdasarkan
pendapat Bruner, Bell (1981:138) memperjelas bahwa dengan mengingat detail suatu
objek maka detail-detail tersebut akan menjadi suatu pola yang tentunya akan mudah
untuk diingat.
c.
Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar dan ide-ide yang menjadi jalan utama
dalam transfer pelatihan. Untuk memahami sesuatu sebagai contoh spesifik dari
kasus yang lebih umum adalah belajar bukan hanya pada hal tertentu saja, tetapi juga
memahami model lainnya yang mungkin ditemui.
d.
85
2.
a.
dari
suatu
kejadian
spesifik;
terus
dengan
meningkatnya
kemampuan
menangani
Proses
yang
kedua
adalah
transformasi,
yaitu
proses
manipulasi
pengetahuan untuk membuatnya sesuai dengan tugas-tugas baru. Proses yang ketiga
adalah evaluasi, yaitu memeriksa apakah cara seseorang dalam memanipulasi
informasi telah memadai atau belum.
c.
3.
langkah-langkah
yang
eksplisit
dan
biasanya
dlaporkan
secara
86
secara tiba-tiba memperoleh suatu jawaban, mungkin benar atau salah. Melalui
berpikir intuitif, seseorang sering mendapatkan solusi masalah yang mana belum
tercapai sebelumnya. Pencapaian menggunakan pemikiran intuitif selanjutnya harus
diperiksa menggunakan metode analitik karena pemikir intuitif biasanya dapat
menciptakan atau menemukan masalah yang tidak bisa ditemukan oleh pemikir
analisis. Seseorang yang berpikir intuitif mungkin sering mencapai solusi yang benar,
akan tetapi ia juga mungkin terbukti salah ketika dia atau orang lain memeriksa
kembali solusi hasil pemikirannya tersebut.
4.
III.
ini
bersifat
manipulatif
(Dahar,
2011:78).
Dalam
hal
ini
seseorang
badannya
walaupun
anak
itu
mungkin
tidak
dapat
menjelaskan
87
visualisasi verbal. Dalam hal ini anak tidak lagi memanipulasi objek secara langsung,
melainkan dengan menggunakan gambaran dari objek tersebut.
Contoh: Pada saat pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan cacah,
guru memberikan contoh dua mangga ditambah dua mangga. Dalam hal ini guru tidak
lagi harus menunjukkan buah mangga secara nyata, akan tetapi bisa juga
menggunakan gambar.
3.
Berikut ini merupakan salah satu bentuk teori instruksi dalam matematika yang
berupa teorema dalam pembelajaran matematika (Bell, 1981:143). Ada beberapa
teorema dalm teori insttruksi matematika ini, antara lain:
a.
Teorema konstruksi
Dalam teorema konstruksi, mengatakan bahwa jalan terbaik untuk siswa untuk
memulai
belajar
konsep
matematika,
prinsip
dan
aturan
adalah
dengan
b.
Teorema notasi
Dalam teorema nitasi menyatakan bahwa awal dari penyajian dan konstruksi
dapat dibuat secara lebih sederhana dan dapat dipahami oleh siswa jika berisi notasi
yang mana sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa.
c.
88
d.
Teorema konektifitas
Dalam teorema ini dinyatakan sebagai berikut: tiap konsep, prinsip, dan
keterampilan matematika adalah untuk menghubungkan dengan konsep, prinsip, atau
keterampilan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, F.H. 1981. Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Dubuque, Iowa:
Wm. C. Brown Company.
Bruner, J.S. 1977. The Process of Education. USA: Harvard University Press.
Kristinsdottir,
S.B.
2008.
Jerome
Bruner.
89
90
Lebih lanjut makalah sederhana ini akan membahas siapa itu Jerome Bruner,
apa teorinya? Apa materi pembelajarannya? bagaimana proses belajar-mengajar
menurutnya?, lalu bagaimana peranan guru, siswa, dan teman-temanya? serta
kelebihan dan kelemahan teorinya ? perbedaan teori belajar Brunner dan ahli teori
kognitif lainnya?
B. Pembahasan
1.
pada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.
Pada masa-masa awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan
bagaimana siswa mengelolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai kepada respon
tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun, lambat laun perhatian ini
mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru
berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan (Bell,1991:11). Proses ini tidak berjalan
terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, berkesinambungan, dan
menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik orang ini tidak memahami not-not balok
terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai suatu
kesatuan yang secara utuh masuk kepikiran dan keperasaannya. Seperti juga ketika anda
membaca tulisan ini, bukan alfabet-alfabet yang terpisah-pisah yang dapat diserap dan dikunyah
dalam pikiran, tetapi adalah kata, kalimat, paragrap yang kesemuanya itu seolah jadi
satu,mengalir, melebur secara total bersamaan.
Menurut aliran kognitif, belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara
langsung. Perubahan perilaku seseorang yang tampak sesungguhnya hanyalah refleksi dari
perubahan internalisasi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang sedang diamati dan dipikirkannya.
Sedangkan fungsi stimulus yang datang dari luar direspon sebagai activator kerja memori otak
untuk membentuk dan mengembangkan struktur kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi
yang terus-menerus di perbaharui, sehingga akan selalu saja ada sesuatu yang baru dalam
memori dari setiap akhir kegiatan belajar (Hamzah,2008:53).
Dalam pandangan psikologi kognitif, peran guru atau dosen menjadi semakin menentukan
apabila variabel perbedaan karakter individu dihargai dalam bentuk penyajian variasi pola struktur
kegiatan belajar mengajar (Hamzah,2008:53).
91
Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam tahap-tahap perkembangan yang
diusulkan oleh Jean Piaget belajar bermaknanya Ausebel dan belajar penemuan secara
bebas(Free Discovery Learning) oleh Jerome Bruner. Masalah yang sering muncul pada tahap
aplikasi
teori-teori
kognitif
di
bidang
pembelajaran
adalah
dalam
kaitannya
dengan
pengorganisasian isi pesan atau bahan belajar dan penstrukturan kegiatan belajar-mengajar
(Hamzah,2008:53). Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa penelitian dan pengembangan paketpaket program pembelajaran pada berbagai jenis cabang disiplin keilmuan dan keahlian ternyata
tidak menunjukkan hasil yang konsisten. Salah satu faktor yang dominan pengaruhnya terhadap
variasi keefektifan pembelajaran adalah struktur bangunan disiplin ilmu yang dipelajari
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan kognitivism ini, titik fokusnya pada proses
pemahaman (knowing), sedangkan variabel kuncinya terletak pada cara pembuat keputusan,
proses pemahaman, struktur kognitif, persepsi, proses informasi, dan pengingat. Kegunaan
pendekatan kognitivisme untuk guru adalahexplains, development of understanding, emphasizes,
importance of meaningfulness, dan organization.
2.
Seymour Jerome Bruner lahir pada 1 oktober 1915 di New York City, Amerika Serikat.
Memperoleh pendidikan di BA, Duke University, 1937. PhD, Harvard, 1941 (psikologi).
Profesor psikologi di Harvard (1952-1972). Profesor psikologi di Oxford (1972-1980).
Penghargaan yang pernah diperoleh yaitu CIBA Medali Emas, 1974, karena "dan asli
penelitian khusus." Balzan Prize pada tahun 1987 untuk "kontribusi untuk memahami
pikiran manusia." Dan Fellow American Academy of Arts and Sciences. Selain itu juga
bruner
pernah
bekerja
di
berbagai
tempat
92
7) Bruner, JS (1986). Aktual Minds, Possible Worlds. Cambridge, MA: Harvard University
Press.
8) Bruner, JS (1990). Kisah Arti. Cambridge, MA: Harvard University Press.
3. Teori kognitifisme menurut Jerome Bruner
a. Materi Pembelajaran Pada Teori Belajar Bruner
Ada
empat
tema
(www.teori_bruner.com)
dalam
tema
pendidikan
pertama
yang
dikembangkan
mengemukakan
pentingnya
oleh
bruner
arti struktur
pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa
untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan,
dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan
terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat
mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan
intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa
melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu
merupakan
kesimpulan
yang
sahih
atau
tidak.
Tema
keempat
adalah
tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para
guru untuk merangsang motivasi itu.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi kognitif (1915) yang memberi
dorongan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya pengembangan
berfikir.Penelitiannya yang sering dilakukan Bruner meliputi persepsi manusia,
motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia
sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Ia menandai perkembangan
kognitif manusia sebagai berikut (Budiningsih,2008:40-41) :
1) Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi
rasangsangan.
2) Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system penyimpanan
informasi secara realis.
93
3) Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri
sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah
dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan
pada diri sendiri .
4) Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru dan orang tua dengan anak
diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
5) Bahasa
adalah
kunci
perkembangan
kognitif,
karena
bahasa
merupakan
alat
kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut (Free
discovery learning) (Budiningsih,2008:40-41). Ia mengatakan bahwa proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siwa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contohcontoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara
induktif untuk memahami suatu kebenaran umum untuk memahami konsep kejujuran,
misalnya
siwa
pertama-tama
tidak
menghafal
definisi
kata
kejujuran,
tetapi
ditinjau
dari
arti
menemukan
dan
94
mental yang dilakukan, misalnya mengamati, menggolongkan, mengukur, menduga
dan mengambil kesimpulan.
Selain itu Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif,
yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi
dan ketepatan pengetahuan. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat
bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan
sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan
menjadi tiga tahap (Muhbidin Syah,2006:10). Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap
informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
(2) tahap
transformasi,
yaitu tahap
menganalisis
mengemukakan
perlunya
ada
teori
pembelajaran
yang
akan
maksimum
seorang
anak
untuk
belajar
penjumlahan,
sedangkan
teori
teknik
pendekatan
pemecahan
masalah.
Secara
garis
besar,
(pemberian
perangsang/stimuli) : Kegiatan
belajar
dimulai
dengan
95
2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah) : Memberikan kesempatan kepada si
belajar untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan
bahan belajar kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban
sementara dari masalah tersebut).
3) Data Collection (pengumpulan data) : Memberikan kesempatan kepada para si belajar
untuk
mengumpulkan
informasi
yang
relevan
sebanyak-banyaknya
untuk
96
Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara
menyusun mata pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan
orang tersebut. Gagasanya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai
suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjuk cara
mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum dan
kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan
yang lebih rinci. (Budiningsih,2008:42).
Pendekatan penataan materi dan umum ke rinci yang dikemukakannya dalam
model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi dipelajari
dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar. Sejalan dengan pernyataan
di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai
tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik
maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya
Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap
pembelajaran yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu : Enaktif, Ikonik
dan simbolik (Budiningsih,2008:41).
a. Tahap
enaktif,
seseorang
melakukan
aktivitas-aktivitas
dalam
upayanya
untuk
97
enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah
satu bukti masih diperlukannnya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan
timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan
dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua
dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau
gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar.
Contoh Penerapan
Teori
Belajar
Bruner
dalam
Pembelajaran dalam
contoh
dan
non
contoh
dari
konsep-konsep
yang
anda
ajarkan.
Contoh :
1) Misalnya dalam mengajarkan mamalia contohnya : manusia, ikan paus, kucing, atau
lumba-lumba.
2) Sedangkan non contohnya adalah ayam, ikan, katak atau buaya dan lain-lain.
b. Bantu
si
belajar
untuk
melihat
adanya
hubungan
antara
konsep-konsep.
Contoh :
Beri pertanyaan kepada si belajar seperti berikut ini apakah ada sebutan lain dari
kata rumah? (tempat tinggal) dimanfaatkan untuk apa rumah? (untuk istirahat,
berkumpulnya keluarga dan lain-lain) adakah sebutan lainnya dari kata rumah
tersebut?
c. Beri satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk berusaha mencari jawabannya sendiri.
Contoh :
1) Bagaimana terjadinya embun?
2) Apakah ada hubungan antara Kabupaten dan Kotamadya?
d. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Contoh :
98
1) Beri si belajar suatu peta Yunani Kuno dan tanyakan di mana letak kota-kota utama
Yunani.
Jangan berkomentar terlebih dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berfikir dan mencari jawaban yang
sebenarnya dan lain-lain.
Jadi dapat disimpulkan dalam proses mengajar menurut Bruner adanya
pendekatan spiral atau lebih dikenal dengan a apiral curriculum, yaitu mengurutkan
materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum kemudian secara
berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci,
dengan memperhatikan tahapan perkembangan kognitif seseorang (enaktif, ikonik,
dan simbolik).
d.
99
Perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik,
jadi demikian pula harapan tentang urutan pengajaran.
4) Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara teoretis, guru hendaknya
berperan
sebagai
seorang
pembimbing
atau
tutor.
Guru
hendaknya
jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia
hendaknya rnemberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru
sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai
perbaikan hendaknya diberikan dengan cara demikian rupa, hingga siswa tidak tetap
tergantung pada pertolongan guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi
tutor itu.
5) Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti kita
ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan itu
tidak diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu
seiring. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasigeneralisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.
Di lapangan, pnilaian basil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang
prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk
menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat
berupa tes objektif atau tes essai.
Jadi dapat disimpulkan peran guru menurut Bruner, guru biasa menjadi tutor,
fasilitator, motivator dan evaluator. Dengan kata lain dalam belajar penemuan, guru
tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan
pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi
tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
e.
teori Bruner ini lebih menekankan agar siswa dalam proses belajar-mengajarnya lebih
berperan aktif , dan memberikan kesempatan kepada siwa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam
kehidupannya. Maka itu dalam belajar guru perlu mengusahakan agar setiap siswa
berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk
mencapai tujuan tertentu (Slameto,2003:12).
100
Sementara peran teman dalam proses belajar Discovery Learning cukup
diperlukan, dimana mereka bisa saling bertukar informasi dari apa yang mereka
pelajari dan temukan sendiri, selain itu teori ini bisa disajikan dalam bentuk diskusi
kelas, demonstrasi, kegiatan laboratorium, kertas kerja siswa, dan evaluasi-evaluasi
(Ahmadi,2005:78).
Pada diskusi, guru harus merumuskan lebih dahulu yang akan dicapai,
mengenai konsep-konsep, prinsip-prinsip tau kemampuan apa saja yang dapat
dikembangkan siswa. Prinsip-prinsip itu diusahakan tersaji dalam bentuk masalah.
Siswa diharapkan dapat merumuskan, mengolahnya, kemudian memecahkannya,
sehingga mereka dapat menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip sesuai
dengan yang telah direncanakan guru.
Jadi dapat disimpulkan peran teman dan siswa dianggap penting, terutama
pada proses belajar mengajar, peran siswa harus lebih aktif dalam menemukan dan
mengembangkan sendiri materi yang diajarakan. Sementara peran teman sebagai
sosok yang dapat membantu memberikan tambahan informasi selain guru, demi
tercapainya tujuan pembelajaran.
C. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Penemuan Bruner
Kelebihan dari Teori Belajar Penemuan (Free Dicovery Learning) adalah :
1) Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
2) Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan tertinggal lama dan mudah diingat.
3) Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam
belajar agar si belajar dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
4) Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh si belajar daripada
disajikan dalam bentuk jadi.
5) Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi
belajar.
6) Meningkatkan
penalaran
si
(www.teori_belajar_kognitif.com)
belajar
dan
kemampuan
untuk
berfikir
secara
bebas.
101
Kelemahan dari Kelebihan dari Teori Belajar Penemuan (Free Discovery Learning) adalah
(Ahmadi,2005:79) :
1) Belajar Penemuan ini memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila kurang cerdas, hasilnya
kurang efektif
2) Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang terpimpin atau kurang
terarah dapat menyebabkan kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari
D. Perbedaan Teori Belajar Bruner dari Ahli Teori Kognitif Lainnya
Brunner lebih menekankan pada pemberikan kesempatan kepada siwa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang dijumpai dalam kehidupannya, yang lebih dikenal dengan teori Free Discovery
Learning.Sementara
Ausebel
mengemukakan
konsep
belajar
bermaknanyan
yaitu belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar bermakna ini akan terjadi
apabila informasi baru yang diterimanya mempunyai hubungan dengan konsep yang
sudah ada dan diterima oleh siswa(Advance Organizers). Sementara Jean Piaget
mengeluarkan teori Cognitive Developmentkarena penelitiannya mengenai tahaptahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan
belajar individu. (Soemanto,1998:130)
E. Konsep Dalil Naqli terhadap Teori Kognitipisme Jerome Bruner
Dalam teori kognitivisme Jerome brunner terkenal dengan teori belajarnya yaitu
belajar penemuan (free discovery learnig) yakni menekankan pada pemberikan
kesempatan kepada siwa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahamannya sendiri. Teori ini sebenarnya telah lebih dulu dijelaskan di dalam AlQuran dalam surat ar-Radu ayat 11, dimana manusia harus menemukan nasib
mereka sendiri.
3 c) !$# w it $tB BQqs)/ 4Lym (#rit $tB
NkRr'/
Sesengguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan mereka sendiri
Sementara tahapan dalam proses mengajar menurut Jerome Brunner yaitu : Stimulus,
Problem
Statement,
data
collection,
data
processing,
verifikasi,
dan
terakhir
102
generalisasi yang penjelasannya telah dijelaskan di atas. Hal ini sejalan dengan AlQuran dalam ayat Al-Insyiroh : 7 serta Al-Insyiqoq :19
x.tIs9 $)t7s `t 9,t7s
sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat ( dalam kehidupan)
F. Kesimpulan
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang
Discovery Learning yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu,
karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain
yang berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral (a Spiral Curriculum). Secara
singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap
demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang
sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam
suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.Menurut Bruner cara menyajikan
pelajaran harus disesuaikan dengan derajat berfikir anak. Ada tiga tahap berfikir anak
yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. dan Joko Tri Prasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. CV. Pustaka Setia :
Bandung.
Bell, Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan, seri pustaka teknologi pendidikan PT.
Rajawali : Jakarta
Budininsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta : Jakarta.
Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Akasara :
Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. PT. Rineka Cipta : Jakarta
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. PT.Rineka Cipta : Jakarta.
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
103
Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. PT.Bumi Aksara :
Jakarta.
http ://(www.teori_belajar_kognitif.com)
http://(www.Jeremo_bruner.com)
http;//(www.gogle_terjemahan_biografi_jerome_bruner.com)
http://eka-yanuarti.blogspot.co.id/2010/12/teori-kognitifisme-jerome-bruner.html
104