Anda di halaman 1dari 104

1

http://bdkpalembang.kemenag.go.id/elsy_5/
APLIKASI TEORI BRUNER DALAM PEMBELAJARAN IPA
Oleh
Elsy Zuriyani
Abstrak
Banyak teori belajar yang telah diadopsi oleh ahli pendidikan untuk mendesain
pelaksanaan pembelajaran, diantaranya adalah teori belajar behavorisme yang
memandang bahwa tingkah laku merupakan objek penting dalam belajar seperti
yang dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yaitu Thorndike, Ivan Pavlov dan
B.F Skiner, juga teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, Gagne
dll, yang menekankan pada aspek kognitif dengan memperhatikan tahapan
perkembangan si pembelajar. Teori belajar kognitif telah banyak dikembangkan
oleh para ahli pendidikan untuk mendesain strategi, model dan pendekatan
pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dapat menerapkan teori belajar ini
adalah pembelajaran IPA. Aplikasi teori beajar Bruner ini pada mata pelajaran IPA
dapat diaplikasikan dalam 1). Metode dan model pembelajaran serta 2) Langkahlangkah guru saat melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Key Word : Pembelajaran, Teori Belajar Bruner, Metode dan Media Pembelejaran
Pendahuluan
Upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa tentu melibatkan beberapa faktor,
diantaranya adalah kurikulum dan metode pembelajaran yang merupakan
komponen vital yang dapat membuat proses pembelajaran berlangsung secara
efektif dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu ciri dari
pembelajaran IPA masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada teori psikologi
pembelajaran.
Banyak teori belajar yang telah diadopsi oleh ahli pendidikan untuk mendesain
pelaksanaan pembelajaran, diantaranya adalah teori belajar behavorisme yang
memandang bahwa tingkah laku merupakan objek penting dalam belajar seperti
yang dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yaitu Thorndike, Ivan Pavlov dan
B.F Skiner, juga teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, Gagne
dll, yang menekankan pada aspek kognitif dengan memperhatikan tahapan
perkembangan si pembelajar. Teori belajar kognitif telah banyak dikembangkan
oleh para ahli pendidikan untuk mendesain strategi, model dan pendekatan
pembelajaran.
Pada pembelajaran IPA, teori belajar yang menekankan pada aspek kognitif akhirakhir ini sangat banyak dikembangkan seiring dengan munculnya pandangan
konstruktivisme dalam pembelajaran, seperti model pembelajaran penemuan
(discovery learning) yang dikembangkan oleh Bruner dimana siswa belajar melalui
keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong
siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang
memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip untuk diri mereka sendiri.
Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar IPA dalam sistem penyampaian
materi di kelas, sehingga setiap metode pembelajaran harus selalu disesuaikan
dengan teori belajar yang dikemukakan oleh ahli pendidikan. Tidak hanya tingkat

kedalam konsep yang diberikan pada siswa tetapi harus disesuaikan dengan
tingkat kemampuannya, cara penyampaian materi pun demikian pula. Guru harus
mengetahuai tingkat perkembangan mental siswa dan bagaimana pengajaran
yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap yang benar. Dalam tulisan ini
akan dipaparkan satu aplikasi teori pembelajar kognitif yang dikembangkan oleh J.
Brunner dalam pembelajaran IPA tingkat SD atau MI.
Teori Belajar Menurut j. Bruner
Bruner sebagai salah satu ahli psikologi dan pemikiran mengembangkan sebuah
teori ahli psikologi dan pemikiran mengembangkan sebuah teori belajar yang
berlandaskan pandangan konstruktivisme dan sangat berkaitan dengan teori
belajar kognitif. Teori konstruktivisme Brunner telah dipengaruhi oleh penelitianpenelitian tentang teori kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Lev
Vigotsky sebelum, teori ini mempercayai bahwa peserta didik dapat membangun
atau mengkonstruksi konsep-konsep atau ide-ide baru dari pengetahuan yang
sudah dia miliki. Proses belajar menjadi sangat aktif dan melibatkan transpormasi
informasi, menurunkan makna dari pengalaman, membentuk hipotesis dan
mengambil keputusan. Dalam teori ini peserta didik dianggap sebagai pencipta
dan pemikir dengan menggunakan informasi yang ada untuk menemukan konsep
dan pengalaman baru dalam belajar.
Dalam pengajaran disekolah, Bruner mengajukan bahwa dalam pembelajaran
hendaknya mencangkup:
a)

Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar

b) Pensturkturasi pengetahuan untuk pemahaman optimal


Dalam penyajian materi ada 3 tahapan penting yang harus diperhatikan dalam
mengaplikasikan teori ini yaitu:
a). Tahapan Penampilan Enaktif sejajar dengan Tahapan Sensori Motor pada Piaget
Dimana anak pada dasarnya mengembangkan
kesadaran dirinya dengan lingkungannya.

keterampilan

motorik

dan

b). Tahap Penampilan Ikonik sejajar dengan Tahapan Pre-Operasional pada Piaget
Pada tahapan ini penampilan mental anak sangat dipengaruhi oleh persepsinya,
dimana persepsi tersebut bersifat egosentris dan tidak stabil. Mereka belum
mengembangkan kontrol pada persepsinya yang memungkinkan mereka melihat
dirinya sendiri dengan suatu pola yang tetap.
c). Tahap Penampilan Simbolik sejajar dengan Tahapan Operasi Logis (Formal) pada
Piaget
Inti dari tahapan penampilan simbolik ini adalah pengembangan keterampilan
berbahasa dan kemampuan untuk mengartikan dunia luar dengan kata-kata dan
idenya. Anak yang memulai untuk secara simbolik memproses informasi.
Tidak seperti Piaget, pembagian tahapan oleh Bruner bukanlah merupakan suatu
hal yang kaku melainkan bersifat fleksibel tidak dimaksudkan untuk menentukan
kesiapan anak untuk belajar. Bruner beranggapan bahwa semenjak kecil secara
intuitif, manusia sudah dapat menangkap konsep-konsep IPA

Dalam
penerapannya
dalam
proses
pembelajaran
mengembangkan model pembelajaran penemuan

di

kelas,

Bruner

a). Model ini pada prinsipnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memperoleh informasi sendiri dengan bantuan guru dan biasanya menggunakan
barang yang nyata
b). Peranan guru dalam pembelajaran ini bukanlah sebagai pemberi informasi
melainkan seorang penuntun untuk mendapatkan informasi.
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
a). Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan
b). Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep
c). Berikan satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.
d). Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban
yang sebenarnya.
e). Tidak semua materi yang ada dalam IPA dapat dilakukan dengan metode
penemuan.
Aplikasi Teori Bruner pada Pembelajaran IPA
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada
siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam
pembelajaran IPA.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring tujuan
belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar
sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat
melatih kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan
memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh
pengetahuan melalui belajar penemuan.
Jadi kalau kita mengajar sains (IPA) misalnya, kita bukan akan menghasilkan
perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin
membuat anak-anak kita berpikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan
serta dalam proses pengetahuan Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu
produk.
2. Peran Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
a)
Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat
pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa
b) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukkan sebagai dasar bagi para siswa
untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang
sudah dikenal siswa. Kemudian guru mengemukan sesuatu yang berlawanan.
Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbul
masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu

kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu,


menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip yang
mendasari masalah itu.
c)
Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif
adalah melalui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning
by doing). Ikonik adalah didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan
melalui gambar-gambar yang mewakili suatu konsep. Simbolik adalah
menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
d) Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru
hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya
jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari,
tetapi hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan. Sebagai seorang tutor,
guru hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
e)
Menilaia hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan.
Secara garis besar belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi
dengan menemukan sendiri konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar
penemuan meliputi pemehaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk
menerapkan konsep itu ke dalam situasi baru dan situasi kehidupan nyata seharihari pada siswa.
f)
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses
pembelajara. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan
pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang dasar dan
penerapannya pada situasi yang baru.

Kesimpulan
Proses pembelajaran IPA di tingkat SD/MI depat dilaksanakan dengan menerapkan
atau mengimplementasikan teori belajar Bruner. Adapun pelaksanaan
implementasi teori ini dapat diaplikasikan pada metode dan model pembelajaran
serta tingkah laku seorang guru saat dalam kelas maupun luar kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset, 2005
Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta:
Bumi Aksara. 2000.
Amien, Moh. 1987, Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam
Menggunakan Metode Discovery Inquiry, Jakarta; Depdikbud

(IPA)

Dengan

TEORI BELAJAR JEROME BRUNER


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan belajar yang paling utama adalah apa yang dipelajari itu berguna dikemudian hari,
yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Hal ini
dikenal sebagai transfer belajar. Apa yang kita pelajari dalam situasi tertentu
memungkinkan kita untuk memahami hal-hal lain. Transfer inilah yang menjadi inti
dalam proses belajar.
Demikian pula dengan tujuan pelajaran bukan hanya penguasaan prinsip-prinsip yang
fundamental, melainkan juga mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar,
penelitian, penemuan, serta pemecahan masalah atas kemampuan sendiri. Menyajikan
konsep-konsep yang fundamental saja tidak dengan sendirinya menimbulkan sikap
demikian. Masih perlu penelitian dalam soal ini. Namun dianggap proses menemukan
sendiri akan menimbulkan sikap demikian.
Untuk itu penulis akan mengemukakan salah satu metode belajar yakni teori belajar
Jerome Bruner yang sekiranya mampu mengatasi hal-hal diatas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses belajar menurut Jerome Bruner?
2. Bagaimana Teori pengajaran menurut Jerome Bruner?
3. Apa saja alat mengajar menurut Jerome Bruner?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses-proses belajar menurut Jerome Bruner
2. Untuk mengetahui teori pengajaran menurut Jerome Bruner
3. Untuk mengetahui alat- alat mengajar menurut Jerome Bruner
BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan psikologi kognitif dalam teori pengajaran dipelopori oleh Jerome Bruner
(1915-) seorang ahli psikologi belajar dan psikologi perkembangan. Bruner banyak
melakukan penelitian psikologi terutama mengenai persepsi, motivasi, belajar dan
berpikir. Bruner menganggap manusia sebagi pengolah informasi, pemikir dan pencipta.
Mahaguru Universitas Harvard ini pernah mendirikan pusat penelitian untuk mempelajari
kognitif dan juga menjadi pimpinannya. Penelitian dan ide-idenya dipengaruhi oleh Piaget
terutama mengenai perkembangan kognitif manusia. Ia juga memperluas kontribusi
psikologi dengan mengintegrasikan pengetahuan dari berbagai bidang seperti Biologi,
Antropologi, Sosiologi, Linguistik, Filsafat dan lain-lain. Sungguhpun demikian ia
mengakui bahwa pikiran-pikirannya berkat sumbangan dari banyak pemikir. Sumbangan

itulah yang juga menolong pola berpikirnya. Ia sangat menaruh perhatian kepada; Apakah
yang diperbuat manusia dengan informasi yang diterimanya dan bagaimana mereka
menggunakan informasi untuk mencapai pengertian umum atau pemahaman
kemampuannya.
A. Proses Belajar Menurut Jerome Bruner
Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni (1)
informasi, (2) transformasi (3) evaluasi (pengkajian pengetahuan).
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi ada yang menambah
pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada
pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya,
misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap.
Transformasi, informasi itu harus dianalisis diubah atau ditransformasi kedalam bentuk
yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.
Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan
transformasi itu bisa dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar, ketiga episode selalu ada. Yang menjadi masalah ialah berapa
banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasikan. Lama tiap episode tidak
selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi
murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan
sendiri.
Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yang terkenal, yaitu enaktif,
ikonik dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal
peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan
kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang
peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga
tahapan, yakni:
(1) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau
memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
(2) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai
menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta
didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi
dengan menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan
gambar-gambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37).
(3) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak
ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian
ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak
dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan
sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai
pemahaman.

B. Teori Pengajaran Menurut Jerome Bruner


Bruner berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai (a) hakikat seseorang
sebagai pengenal (b) hakekat dari pengetahuan, dan (c) hakekat dari proses mendapatkan
pengetahuan. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lain
memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya dan kemampuan berbahasa. Dengan dua
kemampuan tersebut maka manusia dapat mengembangkan kemampuan yang ada
padanya. Dorongan dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui dunia dan lingkungan
alamnya menyebabkan manusia mempunyai kebudayaan dalam bentuk konsepsi, gagasan,
pengetahuan, maupun karya-karyanya. Kemampuan yang ada dalam dirinya
mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah dimilikinya.
Kondisi dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar dalam
mengembangkan proses pengajaran. Dengan demikian guru harus memandang siswa
sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan
dunianya bukan semata- mata makhluk pasif menerima apa adanya.
Selanjutnya bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus mencakup lima aspek
utama yakni:
a) Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar
sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran
manusia. Kefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga
belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Oleh
sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan
mempengaruhi cara belajar.
b) Struktur pengetahuan untuk membentuk pengetahuan yang optimal
Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap
struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspe-aspeknya
dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah member siswa
pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat
membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
c) Spesifikasi mengurutkan penyajian bahkan pelajaran untuk dipelajari siswa
Mengurutkan bahan pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya
mempertimbangkan criteria sebagi berikut; kecepatan belajar, daya tahan untuk
mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi baru, bentuk penyajian
mengekspresikan bahan-bahan yang telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya
mempunyai nilai ekonomis, apa yang telah dipelajari memilii kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.
d) Peranan sukses dan gagal serta hakekat ganjaran dan hukuman
Ada dua alternative yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-tugas
belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternative yang digunakan untuk
mendorong perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya

dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan kegagalan.


e) Prosedur untuk merangsang berpikir siswa dalam lingkungn sekolah
Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat
dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut
untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan
kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan
disekolah agar para siswa memiliki ketrampilan bagaimana mereka belajar yang
sebenarnya. Melaui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam
pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi,
memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.
Berdasarkan pemikiran diatas Bruner menganjurkan penggunaan metode discovery
learning, inquiry learning, dan problem solving.
Metode discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning dan
expository teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus
mempelajari semua bahan atau informasi itu.
Banyak pendapat yang mendukung discovery learning itu, diantaranya J. Dewey (1993)
dengan complete art of reflective activity atau terkenal dengan problem solving. Ide Bruner
itu ditulis dalam bukunya Process of Education. Didalam buku ini ia melaporkan hasil dari
suatu konferensi diantara para ahli science, ahli sekolah atau pengajar dan pendidik
tentang pengajran science. Dalam hal ini ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata
pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat
diberikan melalui cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapatkan pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan program
pengajaran yang lebih efektif bagi anak yang muda? Jawaban Bruner adalah dengan
mengkoordinasikan metode penyajian bahan dengan cara dimana anak dapat mempelajari
bahan itu yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari
tingkat representasi sensori (enactive) ke representasi konkret (iconic) dan akhirnya
ketingkat representasi abstrak (symbolic). Demikian juga dalam penyusunan kurikulum.
The act of discovery dari Bruner:
Adanya suatu kenaikan didalam potensi intelektual
Ganjaran instrinsik lebih ditekankan daripada ganjaran ekstrensik
Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode
discovery learning
Murid lebih senang mengingat-ingat informasi
C. Alat Mengajar Menurut Jerome Bruner
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya
antara lain:
1) Alat untuk menyampaikan pengalaman vicaorus (sebagai pengganti pengalaman yang

langsung) yaitu menyajikan bahan yang sedianya tidak dapat mereka peroleh secara
langsung di sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dan
sebagainya;
2) Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu
gejala misalnya model molekul, model bangun ruang;
3) Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film
tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang suatu idea atau gejala;
4) Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma yang
menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur dan memberikan balikan atau feedback
tentang respon siswa.
Telah banyak alat-alat yang tersedia bagi guru namun yang penting adalah bagaimana
menggunakan alat-alat itu sebagai suatu system yang terintegrasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jerome Bruner adalah tokoh psikologi belejar kognitif yang berpendapat bahwa belajar itu
memiliki tiga proses secara simultan yakni:
(a) diperolehnya informasi
(b) transformasi pengetahuan, dan
(c) pengkajian pengetahuan (evaluasi).
Informasi baru mungkin merupakan tambahan atau yang bertentangan dengan informasi
yang telah dimilikinya. Transformasi pengetahuan digunakanlebih lanjut melalui
intrapolasi dan ekstrapolasi atau mengubahnya dalam bentuk lain. Pengkajian
pengetahuan adalah menilai kembali ketetapan dan kelengkapan cara memanipulasi
informasi yang telah digunakannya. Bruner menamakan konsep ini dengan
konseptualisasi. Pengajaran yang baik hendaknya memperhatikan dan mencakup:
(a) pengalaman optimal dalam belajar siswa
(b) struktur pengetahuan yang dapat membentuk pengalaman optimal
(c) urutan penyajian bahan pelajaran
(d) peranan sukses dan gagal
(e) merangsang berpikir siswa.
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/10/07/teori-belajar-bruner/ diakses tanggal 19 april
2011
Sujana, Nana. Teori-Teori belajar untuk Pengajaran. LPFE UI. Jakarta: 1990.
Nasution. Berbagai Pendekatan dalam proses belajar mengajar. Bumi Aksara. Jakarta:
1995.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta: 1998

10
https://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajarjerome-bruner/

11

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT


JEROME S. BRUNER
by: Tunas Fuaidah
Unduh file klik
TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER
1.
A. Biografi J. S. Bruner
Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang
memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya
pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan
kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan
mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia
sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal
baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
1.
B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata
pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual
kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan
sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak.
Berhubungan dengan hal itu, antara lain:
1.
Perkembangan intelektual anak
Menurut penelitian

J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga

taraf.
1.
Fase pra-operasional , sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak
berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan
yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu
ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa
suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan
untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.
2.
2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu internalized, artinya
dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan
dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun
pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung
dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.
3.
3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi
berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung
dihadapinya sebelumnya.[1]
4.
Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar
Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
1.

Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan
mengenai materi yang sedang dipelajari.

12

1.

Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)

Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau
ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
1.

Tahap evaluasi

Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang
telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah
yang dihadapi.[2]
1.
Kurikulum spiral
J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.
Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan
dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih
tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak
dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan
konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan.
Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan
dengan tiga anggotanya.
Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3
contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.[3]
1.
B. Alat-Alat Mengajar
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
1.

2.

3.

4.

1.

alat untuk menyampaikan pengalaman vicarious . Yaitu menyajikan bahanbahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan
pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV,
rekaman suara dll.
Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip
suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau
demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami
suatu prinsip atau struktur pokok.
Alat dramatisasi , yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau
tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk
memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma,
yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau
feedback tentang responds murid.[4]
C. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dasar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:


1.

Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal :
untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan
contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

2.

Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya


berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini apakah nama bentuk ubin
yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin
yang dapat digunakan?

13

3.

Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya
sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?

4.

Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan


intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang
sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran
matematika di sekolah dasar.
1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang?
Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan
contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar
genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.
a. Tahap Enaktif.
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat
dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.
(a)
Untuk gambar

a ukurannya:

Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan

b ukurannya:

Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan

c ukurannya:

Panjang = 5 satuan , Lebar = 4 satuan

b. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana
pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan
anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya.
Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai
berikut.
c. Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol
atau lambang-lambang objek tertentu.
Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi
panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi
panjang L
maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan
Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

14

1.

Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.

2.

Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.

3.

Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya
sendiri.

4.

Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan


intuisinya.Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang
sebenarnya.

5.

Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat dilakukan
dengan metode penemuan.

BAB III
ANALISIS
Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada
hasil belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery
learning ).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang
dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsipprinsip konstruktivitas.
Dalam Teori Bruner dengan metode Penemuan (discovery learning), kekurangannya tidak
bisa digunakan pada semua materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang
dapat digunakan dengan metode penemuan.
Teori belajar matematika menurut J.S. Bruner tidak jauh berbeda dengan teori J. Piaget.
Menurut teori J.S. Bruner langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan
melakukan penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep,
pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi
(model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang
dipelajari harus ada kaitannya
Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan
berlangsung secara optimal, dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat
diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang bersangkutan.Kemampuan tersebut
dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset. 2005
Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan

Mengajar , Jakarta:

Bumi Aksara. 2000


Simanjutak, Lisnawaty, Metode

Mengajar Matematika , Jakarta: PT Rineka Cipta. 1993


Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan ,
Jakarta: PT Rineka Cipta. 1998
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006
http://www.manmodelgorontalo.com
[1] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan
Mengajar(Jakarta: Bumi Aksara. 2000) hal.7-8
[2] Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi

dalam Proses Belajar dan

Belajar ,..hal.110

15

[3] Dra. Lisnawaty Simanjutak, dkk., Metode


Rineka Cipta. 1993) hal.70-71
[4] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai

Mengajar Matematika (Jakarta: PT

Pendekatan . hal.15

https://8tunas8.wordpress.com/teori-belajar-mengajar-menurut-jerome-s-bruner/

TEORI BELAJAR MENURUT JEROME BRUNER


Posted on Juni 21, 2010by tujuhkoto

Jerome Bruner secara ekstensif telah menulis tentang


proses pemikiran manusia dan bagaimana cara pemikiran tersebut muncul dan
bagaimana cara yang seharusnya dialami oleh kemunculan tersebut selama
proses instruksi berjalan. Tulisan-tulisannya tentang dunia pendidikan
menunjukkan kecendrungan filisofis Piaget dan merupakan harta karun yang
penuh dengan gagasan.meskipun pembuktian eksperimental yang ada di masingmasing gagasan tidak memiliki tekanan yang cukup dibandingkan dengan yang
biasa terjadi dalam dalam teori-teori kognitif lainnya.Teori belajar dari
perkembangan psikologi pendidikan dengan tiga aliran (teori behavioristik, teori
kognitif dan teori humanistik) yaitu: teori belajar dari psikologi behavioristik, yang
berpendapat tingkah laku manusia dikendalikan ganjaran (reward) dan penguatan
(reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavior dengan slimulasi, teori
belajar dari psikologi kognitif yang beranggapan bahwa tingkah laku seseorang
selalu didasarkan pada kognisi, tindakan mengenal atau memikirkan situasi
dimana tingkah laku itu terjadi, jadi kaum kognitif berpandangan tingkah laku
seseorang lebih bergantung kepada pemahaman (insight) terhadap hubunganhubungan yang ada di dalam suatu situasi, teori telajar dari psikologi humanistik
menekankan pada bagaimana individu dipengaruhi dan dibimbing pribadi yang
mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri atau dengan
kata lain pandangan ini berusaha untuk memahami prilaku seseorang dari sudut
perilaku( behaver). Bukan dari pengamat (observer).

16

Teori belajar Bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya


yaitu, enaktif, ikonik dansimbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu
mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat
menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam
pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya.
A. Riwayat Singkat Jerome Bruner
Jerome Bruner lahir di New York tahun l915. Pada usia dua tahun ia menderita
penyakit katarak dan harus dioperasi. Ayahnya meninggal ketika ia berusia 12
tahun yang menyebabkan ia harus pindah ke rumah familinya dan kerap kali putus
sekolah dan pindah-pindah sekolah. Meskipun demikian prestasinya cukup baik
ketika masuk Duke University Durham, New York City ia memperoleh gelar B.A
pada tahun 1937 dan memperoleh Ph.D dari Harvard University tahun 1941. Bruner
juga seorang profesor psikologi di Harvard University 1952-1972 dan di Oxford
University 1972-1980. la menghabiskan waktunya di New York University School of
Law dan New School For Social Research di New York City. Lebih 45 tahun Bruner
menekuni psikologi kognitif sebagai suatu alternatif teori behavioristik dalam
psikologi sejak pertengahan abad 20. Pendekatan kognitif Bruner menjadikan
reformasi pendidikan di Amerika Serikat dan juga di Inggris. Selain sebagai
psikolog, ia juga termasuk Dewan Penasehat Presiden bidang sains pada masa
Pesiden Jhon F. Kennedy dan Jhonson serta banyak menerima penghargaan dan
kehormatan termasuk International Baldan Prize, medali emas CIBA untuk riset
dari Asosiasi Psikologi Amerika. Bruner juga seorang penulis produktif. Dantara
karya tulisnya antara lain:
1.
Acts of Meaning (Harvard University Press, l99l)
2.
The Culture of Education (Harvard University press, 1996)
3.
The Process of Education (Harvard University press. 1960)
4.
Toward a Theory of Instruction (Harvard Univenity press, 1966)
5.
Beyond the Information Given; Studies in the Psychology of
Knowing (Norton, 1973)
6.
Childs Talk: Learning to Use Language (Norton, 1983)
7.
Actual Minds, Possible Worlds (Harvard, University press, 1986)
Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Harvard University di Amerika Serikat
dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga
1972, dan memainkan peranan penting dalam Structur Projek Madison di Amerika
Serikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Oxford University
di Inggris.
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi
belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya
yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir.
Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir
dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji

17

relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya


sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu
pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai
kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan
bagi orang itu.
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para
penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model berajar behavioristik
yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model
belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai
model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi
dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat
kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang
diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan
terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalamanpengalaman sebelumnya.
Bruner ternyata tidak mengambangkan suatu teori belajar yang sistematis. Yang
penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan
mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut bruner inti dari
belajar. Oleh karena itu Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang
dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya
sesudah memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang
memberikan kemampuan padanya.
Jerome Bruner (1915), seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi
belajar kognitif, yang menjabat sebagai direktur pusat untuk studi kognitif di
Harvard University. Teori Bruner tidak mengembangkan suatu teori bulat tentang
belajar sebagaimana yang dilakukan oleh Robert M. Gagne. Refleksinya berkisar
pada manusia pengolah aktif terhadap informasi yang diterimanya untuk
memperoleh Pemahaman.
Yang menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner,
murid mengorganisir bahan yang dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini

18

disebutnya dengan discovery learning, atau dengan kata lain bagaimana cara orang
memilih mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan
inilah menurut Bruner inti dari berajar. Menurut Bruner dalam proses belajar ada
tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru dimana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi
yang berfungsi sebagai penambahan pengetahuan yang lama, memperluas dan
memperdalam dan kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan
informasi yang lama.
2.
Tahap tansformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, yaitu informasi harus dianalisis
dan ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konsetual agar
dapat digunakan dalam hal lebih luas.
3.
Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada
tahap ke dua benar atau tidak. Evaluasi kemudian dinilai sehingga diketahui
mana-mana pengetahuan yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan
untuk memahami gejala-gejala lain.
Pendewasaan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh
bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu
tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa
menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu
menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada
dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
B. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1. Empat Tema tentang Pendidikan
1.
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu
karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat,
bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan
satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan
terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang
dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih
tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan
intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif
tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasiformulasi itu merupakan kesimpulan yang benar atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan caracara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori

19

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama
adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang
belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya
terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang
diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini
mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi
dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan
membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk
mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal
yang diketahui.
Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
1.

Perkembangan intelektul ditandai dengan adanya kemajuan dalam


menanggapi suatu rangsangan.
2.
Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem
penyimpanan informasi secara realis
3.
Perkembangan intelekual meliputi perkembangan kemampuan berbicara
pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang
apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan
dengan kepercayaan pada diri sendiri.
4.
Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan
anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya
5.
Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat
komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada
diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep
ke pada oraag lain.
6.
Perkembaagan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan
beberapa alternatif secara simultan. memilih tindakan yang tepat, dapat
memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi
3. Belajar sebagai Proses Kognitif
1.
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung
hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan
dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi

20

pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas


baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan,
apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk
menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu
adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner.
Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Ia menekankan cara-cara
manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara
mendalam. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang
ditentukan cara melihat lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun),
dan simbolik (5-7 tahun).
1.

Tahap enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam


upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami
dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui
gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.
2.
Tahap ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya
melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami
dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan
perbandingan (komperasi)
3.
Tahap simbolik (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau
gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam
berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui
simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya
dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang
seseorang dalam proses pemikirannya, semakin dominan sistem simbolnya.
Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi sistem enaktif dan ikonik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti
masih diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan
cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang
lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak
mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga tidak menyatakan
konsep kesegitigaan.

21

Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik


dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau
pernyataan dari pada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsepkonsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu
cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan
timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip
timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia
tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat.
Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan
suatu model atau gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang
terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan
menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara
matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome
Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner
menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling
baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi
aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang
mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa
kebaikan. Diantaranya adalah:
1.
2.
3.

Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.


Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal
dari proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses
informasi (active learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d. Proses
kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori
perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui
upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.

22

Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne.
Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel
menekankan pada apsek pengelolaan (Advance Organizer) yang memiliki
pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan
untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner
bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu
jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual,
yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah
ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting
bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan
lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan
mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum
spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah
Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif
mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami
konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu
kesimpulan (discovery learning).
Bruner mempreskripsikan pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi
agar siswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen
untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan yang khas baginya. Sedangkan
Ausubel mempreskripsikan agar siswa dapat mengembangkan stuasi belajar,
memilih dan menstrukturkan isi, serta menginformasikannya dalam bentuk sajian
pembelajaran yang terorganisasi dari umum menuju kepada yang rinci dalam satu
satuan bahasan yang bermakna.
Teori pembelajaran Burner mementingkan pembelajaran melalui penemuan bebas
(Freediscovery learning) atau penemuan yang dibimbing, atau latihan penemuan.
Bruner mementingkan aspek-aspek berikut dalam teori pembelajarannya yaitu;
cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan pengalamannya,
perkembangan mental manusia dan pemikiran semasa proses pembelajaran,
pemikiran secara logika, penggunaan istilah untuk memahami susunan struktur
pengetahuan, pemikiran analisis dan intuitif, pembelajaran induktif untuk
menguasai konsep/kategori, dan pemikiran metakognitif. Teori-teori tersebut dapat
diaplikasikan dalam 10 cara sebagai berikut:
1.
Pembelajaran penemuan
2.
Pembelajaran melalui metode induktif
3.
Memberi contoh-contoh yarg berkaitan dan tidak berkaitan dengan konsep

23

4.
Membantu siswa melihat hubungan antar konsep
5.
Membiasakan siswa membuat pemikiran intuitif
6.
Melibatkan siswa
7.
Pengajaran untuk pelajar tahap rendah
8.
Menggunakan alat bantu mengajar
9.
Pembelajaran melalui kajian luar
10. Mengajar mengikuti kemampuan siswa
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang
discovery, yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu,
karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain
yang berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi
setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya
sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu
materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat
benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru
dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran
penemuan
Langkah-langkah discovery learning
1.
Siswa dihadapkan pada problem-problem yang menimbulkan suatu perasaan
gagal di dalam dirinya lni dimulai proses inquiry
2.
Siswa mulai menyelidiki problem itu secara individual
3.
Siswa berusaha memecahkan problem dengan menggunakan pengetahuan
yang sebelumnya
4.
Siswa menunjukkan pengertian dari generalisasi itu
5.
Siswa menyatakan konsepnya atau prinsip-prinsip dimana generalilisasi itu
didasarkan.
C. Penerapan Teori Kognitif Bruner dalam Dunia Pendidikan
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada
siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam dunia
pendidikan.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan
belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar
sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat

24

melatih kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan


memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh
pengetahuan melalui belajar penemuan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction yang diambil dari buku
Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis Dahar, Bruner mengatakan:
We teach a subject not to produce litle living libraries on the subject, but rather to
get a student to think mathematically for him self, to consider matters as an
historian does, to take part in the process of knowledge-getting. Knowing is a
process, not aproduct.
Jadi kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan
perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin
membuat anak-anak kita berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan
serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses,
bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
1.
2.

3.

4.

5.

Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat


pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa
untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang
sudah dikenal siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatau yang berlawanan.
Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbulah
masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan
suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu,
menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip
yang mendasari masalah itu.
Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif
adalah melaui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan
(learning by doing). Ikonik adalah didasarkan atas pikiran internal.
Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang mewakili suatu konsep.
Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru
hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya
jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan
dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan. Sebagai
seorang tutor, guru hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan.
Secara garis besar belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi
dengan menemukan sendiri konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil
belajar penemuan meliputi pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan

25

untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi kehidupan nyata
sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses
pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan
pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan
penerapannya pada situasi yang baru.
3. Langkah-langkah pembelajaran discovery learning menurut Bruner
Bruner mengajukan beberapa langkah-langkah pembelajaran, yaitu:
1.
2.

Menentukan tujuan pembelajaran


Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar dan sebagainya)
3.
Memilih materi pelajaran
4.
Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari
contoh-contoh kegeneralisasi)
5.
Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa
6.
Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kepada yang kompleks,
dari yang konkrit kepada yang abstrak, atau dari tahap enaktik, ikonik sampai
kepada tahap simbolik melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Dasamping itu ada beberapa saran-saran tambahan yang berdasarkan
pendekatandiscovery learning terhadap pengajaran.
1.
Mendorong memberikan dugaan sementara dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan
2.
Menggunakan berbagai alat peraga dan permainan
3.
Guru harus mendorong siswa untuk memuaskan keingintahuan jika mereka
ingin mengembangkan pikirannya atau ide-ide yang kadang-kadang tidak
langsung berhubungan dengan mata pelajaran
4.
Gunakan sejumlah contoh yang belawanan dengan mata pelajaran yang
berhubungan dengan topik.
5.
D. Keistimewaan dan Kelemahan Discovery Learning
Dalam setiap teori pastilah ada keistimeaan dan kelemahan. Begitu juga halnya
dengan teori discovery learning yang cetuskan oleh Jerome Bruner. Ada beberapa
keistimewaandiscovery learning itu, antara lain:
& Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi
mereka untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawabanjawaban.
& Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara
mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi
informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja

26

Hasilnya lebih berakar dari pada cara belajar yang lain.


Lebih mudah dan cepat ditangkap
Dapat dimanfaatkan dalam bidang sudi lain atau dalam kehidupan sehari-

hari

berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik


Sedangkan kelemahan teori Discovey Learning Jerome Bruner antara lain:

Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan
sistem yang belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis
murid didominasi hanya menerima dari guru

Discovery learning belum tentu semua murid mahir untuk menerapkannya

Discavery learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir, sebab


pengetahuan yang ia peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang
sempurna tapi baru sebatas coba-coba.
Kesimpulan
Dalam usaha meningkatkan pendidikan pada umumnya Bruner mengemukakan
empat tema, yaitu; struktur, kesiapan, intuisi dan motivasi. Bruner menganggap
bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu; memperoleh informasi baru,
transformasi ilmu pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Pandangannya terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme
instrumental didasarkan pada dua prinsip, yaitu; pengetahuan orang tentang alam
didasarkan pada model-model menganai kenyataan yang dibangunnya, dan modelmodel itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian modelmodel itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya
ketidakbergantungan respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada
bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa- peristiwa menjadi suatu sistem
simpanan yang sesuai dengan lingkungan.pertumbuhan itu menyangkut
peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri
atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu; cara enaktif,
ekonik, dan cara simbolik. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi
melalui belajar penemuan (discovery learning). Pengetahuan yang diperoleh
melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih
baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan dan berfikir
secara bebas, dan memilih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan
dan memecahkan masalah.
Saran-saran
Sebagai seorang guru ada baiknya menggunakan metode yang variatif dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas. Diantaranya dengan menggunakan teori belajar
kognitif Bruner dengan pendekatan discovery learning.

27

Dalam menerapkan belajar penemuan, tujuan-tujuan mengajar hendaknya


dirumuskan secara garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk
mencapai tujuan tidak perlu sama. Dalam belajar penemuan guru tidak begitu
mengendalikan proses belajar-mengajar.guru hendaknya mengarahkan pelajaran
pada penemuan dan pemecahan masalah selain itu guru diminta pula untuk
memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu penyajian enaktif,
ekonik, dan simbolik. Semoga Bermanfaat.. JJJ
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu., dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
1991
Bell Gredler, Margareth E., Belajar dan Membelajarkan. terj. Munandir. Jakarta:
Rajawali. 1991
Budiningsih, Asri., Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2005
Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara. 1995
Seifert, Kelvin., Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan (Manajemen
Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik). terj. Yusuf Anas. Jogjakarta: IRCiSod.
2008
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta. 1995
Soemanto, Wasti., Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 1998
Sudjana, Nana., Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: LP. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. 1991
Uno, Hamzah B., Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi
Aksara. 2008
Wilis Dahar, Ratna., Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. 1989
Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran. Jakarta: Media Abadi. 2005
Internet:
http://www.semipalar.net/artikel/artikel35.html
http://www.zanariah2.tripod.com/tugasan2A.htm
http://www.geocities.com/masterptvpsikologi/psikologikognitif.pdf

sumber : https://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori-belajar-menurutjerome-bruner/

28
Model Teori Belajar Bruner dan Ausubel | Teori Belajar dan Pembelajaran

Model Teori Belajar Bruner dan Ausubel


A. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR BRUNER
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi kognitif (1915-) yang memberi
dorongan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya pengembangan
berpikir.
Bruner tidak mengembangkan teori belajar yang sistematis. Dasar pemikiran
teorinya memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir, dan
pencipta informasi. Oleh karenanya, yang terpenting dalam belajar adalah caracara bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan
informasi yang diterimanya secara aktif. Sehubungan dengan itu Bruner sangat
memberi perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi
yang diterima itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan
berpikir pada siswa.
Menurut Bruner pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi
dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1)
proses perolehan informasl baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang
diterirna, dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuarz. Perolehan
infornrasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan
penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengar/melihat
audiovisual, dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat penghalusan dari
informasi sebelumnya yang telah dimiliki atau informasi itu bersifat berlawanan
(berbeda) dengan informasi yang sudah dimiliki. Sedangkan proses trarzsformasi
pengetahuan merupakan ~suatu proses bagaimana kita memperlakukan
pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang
diterima dianalisis, diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar
suatu saat dapat dimanfaatkan. Transformasi pengetahuan ini dapat terjadi
dengan cara ekstrapolasi, yaitu mengubah dalam bentuk lain yang diperlukan.
Proses ini akan lebih baik bila mendapat bimbingan dari guru. Tahap selanjutnya
adalah rnenguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi yang telah
diterima, agar dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswa
dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, agar proses belajar berjalan lancar menurut Bruner di dalam bukunya
Process of Education ada tiga faktor yang sangat ditekankan dan harus menjadi
perhatian para guru di dalam menyelenggarakan pembelajaran, yaitu (a)
pemutgrtva ntemahami struktur mats pelajaran, (b) pentinguya belajar aktif
scrpaya seseorang dapat menemukart sencliri konsep-konsep sebagai dasar untuk
memahami dengau benar, dan (c) pentingnya nilai dari berpikir incluktif.
Berdasarkan pandangan Bruner ini maka ada empat aspek utama yang harus
menjadi perhatian dalam pembelajaran, yaitu pentingnya struktur mata pelajaran,
kesiapan, intuisi, dan motivasi.
1. Struktur Mata Pelajaran
Struktur mata pelajaran berisi ide-ide, konsep-konsep dasar, hubungan
antarkonsep, atau contoh-contoh dari bidang tersebut yang dianggap penting.
Struktur penting dari suatu ide dapat disajikan secara sederhana dalam bentuk
diagram, serangkaian prinsip atau formula. Bila siswa telah menguasai konsepkonsep dasar maka ia akan dengan mudah menguasai mata pelajaran yang
sejenis atau hampir sama. Dengan struktur pengetahuan kita dapat menolong
para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada
hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, demikian pula informasi

29

yang telah dimiliki sebelumnya dapat dihubungkan dengan informasi yang baru.
Karenanya, Bruner sangat menekankan pentingnya memperhatikan struktur mata
pelajaran dalam pembuatan kurikulum dan menyajikan materi pembelajaran.
Menurut Bruner proses belajar akan lebih bermakna, berguna dan mudah diingat
oleh siswa bila difokuskan pada memahami struktur mata pelajaran yang akan
dipelajari.
2. Kesiapan untuk Belajar
Dalam belajar guru harus memperhatikan kesiapan siswa untuk mempelajari
materi baru atau yang bersifat lanjutan. Kesiapan belajar dapat terdiri atas
penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang telah dikuasai
terlebih dahulu dan yang memungkinkan seseorang untuk memahami dan
mencapai keterampilan yang lebih tinggi. Kesiapan belajar ini dipengaruhi oleh
kematangan psikologi dan pengalaman anak. Untuk mengetahui apakah siswa
telah memiliki kesiapan dalam mempelajari materi pelajaran tertentu maka perlu
diberi tes mengenai materi awal yang berhubungan dengan topik yang akan
diajarkan. Bila siswa dapat mengerjakan tes dengan baik, berarti ia telah siap. Bila
tidak mampu mengerjakan sekalipun ia telah bekerja keras ia dinyatakan belum
siap. Untuk menumbuhkan kesiapan anak seorang guru harus memberikan
pengalaman-pengalaman tertentu yang berhubungan dengan pengetahuan atau
keterampilan yang harus dikuasai.
3. Intuisi
Menurut Bruner yang dimaksud dengan intuisi adalah teknik-teknik intelektual
analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan
yang sahih atau tidak.
4. Motivasi
Motivasi adalah kondisi khusus untuk belajar. Motivasi merupakan yang dapat
mempengaruhi individu variabel penting, khususnya selama ;proses pembelajaran
yang dapat membantu mendorong kemauan belajar siswa. Karenanya, Bruner
percaya bahwa hampir semua anak mempunyai masa-masa pertumbuhan akan
"keinginan untuk belajar". Reinforcement dan reward dari dalam mungkin penting
untuk meningkatkan perbuatan tertentu at au untuk membuat mereka yakin
hingga mau mengulangi apa yang sudah dipelajari. Bruner menekankan
pentingnya motivasi intrinsik dibandingkan dengan motivasi eksternal. Contoh
motivasi intrinsik adalah rasa ingin tahu anak. Bahwa dunia ini akan dapat dikenal
dan dikuasai anak dengan menggunakan kesadaran "ingin tahu". Motivasi lain
yang dapat membawa kita pada dunia ini adalah dengan memiliki berbagai
kompetensi. Anak-anak menjadi tertarik untuk mempelajari hal-hal yang mereka
anggap biasa dan telah dikuasai. Satu hal yang tidak mungkin adalah memotivasi
anak agar menguasai sesuatu yang mereka tidak biasa dan tidak kuasai.
B. MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pandangan Bruner tentang pentingnya pengembangan berpikir dalam proses
pendidikan telah menghasilkan rekomendasi perlunya perancangan kembali
kurikulum untuk mengembangkan keterampilan berpikir (Bell Gedler; 1986 hal.
65). Bruner mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang akan
menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas dalam
rangka mengembangkan keterampilan berpikir. Seperti halnya John Dewey, Bruner
menggambarkan orang yang berpengetahuan sebagai orang yang terampil dalam
memecahkan masalah. Artinya, ia dapat berinteraksi dengan lingkungan dalam
mengkaji hipotesis dan menarik generalisasi. Model penyajian pelajaran atau

30

kurikulum yang baik harus dirancang ke arah penguasaan keterampilan yang lebih
kuat (Bruner 1964, dalam Margaret B. Gedler; 1986, hal 63-73). Konsep-konsep
yang ada dalam mata pelajaran harus didefinisikan terlebih dahulu dan digunakan
sebagai dasar pengembangan kurikulum. Dengan cara ini, menurut Bruner
memungkinkan orang untuk mengajarkan mata pelajaran apa pun secara efektif
kepada siapa pun pada tahap perkembangan apa pun. Perancangan kurikulum
yang seperti ini disebut kurikulum spiral.
Kurikulum yang dikembangkan dengan model ini diarahkan pada upaya mendidik
siswa untuk memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) dan menemukan
(diskoveri). Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual
anak maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap
perkembangan kognitif anak yang meliputi tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
Selanjutnya, ketiga tahap perkembangan kognitif ini oleh Bruner disebut sebagai
model dalam menyajikan pelajaran. Ketiga model penyajian ini digambamkan
sebagai berikut.

1. Penyajian Enaktif
Penyajian enaktif adalah penyajian yang dilakukan melalui tindakan, memiliki
karakter manipulasi yang tinggi. Penyajian seperti ini sangat diperlukan oleh anakanak yang mulai dapat memahami beberapa aspek real ita/kejadian tanpa
menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan dapat memahami sesuatu dari
berbuat atau melakukan sesuatu. Contohnya, seorang anak yang mengatur
keseimbangan timbangan dengan jalan menyesuaikan kedudukan badannya
walaupun anak itu mungkin tidak dapat menjelaskan prosedurnya.
2. Penyajian Ikonik
Penyajian Ikonik dilakukan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang
menggambarkan suatu konsep tetapi tidak mendefinisikannya. Penyajian ini
bergantung kepada visual organisasi sensorik anak. Bila mendekati masa remaja,
bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. Kemudian, pada masa
transisi penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan dilanjutkan dengan
penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak.
3. Penyajian Simbolik
Bahasa adalah dasar penyajian simbolik. Penyajian simbolik ini dibuktikan oleh
kemampuan seseorang untuk memikirkan proposisi dibandingkan objek,
memberikan struktur hierarkis pada konsep-konsep dan untuk memikirkan
alternatif yang mungkin dalam suatu cara kombinatunal. Pada tahap ini anak
mungkin dapat menerangkan cara bekerjanya neraca atau timbangan.
Salah satu penyebab kegagalan guru dalam menjanjikan materi pelajaran adalah
karena guru tidak berusaha untuk memahami siswa dengan baik, atau model
penyajian guru tidak sesuai dengan tingkat pengalaman dan pengetahuan anak.
Akibatnya, anak tidak dapat menangkap pesan pembelajaran yang ingin
disampaikan guru.
C. PENDEKATAN MODEL BELAJAR BRUNER
Pendekatan model belajar Bruner ini didasarkan pada dua asumsi, yaitu:
1. Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya,
pengetahuan akan diperoleh orang yang belajar (pebelajar) bila di dalam
pembelajaran yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya.
Pendekatan interaktif ini tidak saja menguntungkan dan memberi perubahan pada
pebelajar, tetapi juga berpengaruh dan memberi perubahan pada lingkungan di

31

mana,dia belajar.
2. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan
informasi yang tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam belajar hal-hal
yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberi
arti. Dengan demikian, setiap orang mempunyai model atau kekhususan dalam
dirinya untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan
antara hal yang telah diketahuinya. Dengan model ini seseorang dapat menyusun
hipotesis untuk memasukkan pengetahuan baru ke dalam struktur yang telah
dimiliki sehingga memperluas struktur yang telah dimilikinya atau
mengembangkan struktur baru.
D. BELAJAR PE14EMUAN DARI BRUNER, MANFAAT, DAN CONTOH PENERAPANNYA
DALAM PEMBELAJARAN
Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model
pembelajaran/belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner (1966). Menurut
Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Agar
belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus
aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan
hanya sekadar menerima penjelasan dari guru saja. (GagneBerliner, 319-320).
Bruner yakin bahwa belajar penemuan adalah proses belajar di mana guru harus
menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan
pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri, dan
melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan adalah guru
menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut sampai
dapat menemukan sendiri hubungan antarkonsep. Menurut Bruner, belajar
penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk
berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara
menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang
telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar. benar bermakna bagi
dirinya.
Saat ini model belajar penemuan menduduki peringkat atas dalam dunia
pendidikan modern. Salah satu yang banyak diterapkan dalam pembelajaran di
Indonesia adalah konsep belajar siswa aktif atau cara belajar siswa aktif (CBSA).
Dalam menerapkan model belajar penemuan ini, seorang guru dianjurkan untuk
tidak memberikan materi pelajaran secara utuh. Siswa cukup diberikan konsep
utama, untuk selanjutnya siswa dibimbing agar dapat menemukan sendiri sampai
akhirnya dapat mengorganisasikan konsep tersebut secara utuh. Untuk itu guru
perlu memberikan kesempatan seluasluasnya kepada siswa untuk mendapatkan
konsep-konsep yang belum disampaikan oleh guru dengan pendekatan belajar
problem solving.

1. Manfaat Belajar Penemuan


a. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah
bermakna.
b. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dan mudah diingat.
c. Belajar penemuan sangat dip?rlukan dalam pemecahan masalah sebab yang
diinginkan adalah agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang
diterimanya.
d. Transfer dapat ditingkatkan setelah generalisasi ditemukan sendiri oleh siswa.
e. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam
menciptakan motivasi belajar.

32

f. Belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk


berpikir secara bebas.
2. Tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan
a. Stimulus (pemberian perangsang/stimuli); kegiatan belajar dimulai dengan
memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan
mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah.
b. Problem statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara dari masalah tersebut).
c. Data collection (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada siswa
mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan
benar tidaknya hipotesis tersebut
d. Data processing (pengolahan data); mengolah data yang telah diperoleh siswa
melalui kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Data tersebut kemudian
ditafsirkan.
e. Verifikasi; mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan pengolahan
data.
f. Generalisasi; mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum
yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan
memperhatikan hasil verifikasi: (Muhibbin Syah 1995, hal: 245)
3. Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran
a. Sajikan contoh dan noncontoh konsep-konsep yang Anda ajarkan, misalnya
pembelajaran mamalia.
Contoh:
1) contohnya: manusia, ikan paus, kucing, atau lumba-lumba.
2) noncontohnya: ayam, ikan, katak atau buaya.
b. Bantu siswa untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
Contoh:
Beri pertanyaan kepada siswa seperti berikut ini "apakah ada sebutan lain
dari !:ata "rumah"? (tempat tinggal), "dimanfaatkan untuk apa rumah?" (untuk
istirahat, berkumpulnya keluarga, dan lain-lain), adakah sebutan lainnya dari kata
rumah tersebut?
c. Beri satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk berusaha mencari jawabannya.
Contoh:
1) Bagaimana terjadinya embun?
2) Apakah ada hubungan antara kabupaten dan kotamadya?
d. Ajak dan beri semangat siswa untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya.
Contoh:
1) Beri siswa peta Yunani kuno dan tanyakan di mana letak kota-kota utama di
Yunani.
2) Jangan berkomentar dulu atas jawaban siswa, gunakan pertanyaan yang
memandu siswa untuk mengarahkan mereka kepada jawaban yang sebenarnya
dan lain-lain. (Anita.W., 1995)
E. BELAJAR BERMAKNA DARI AUSUBEL
David Ausubel banyak mencurahkan perhatiannya pada pentingnya
mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna

33

(meaningful learning) dan belajar verbal yang dikenal dengan expository learning.
Pandangan Ausubel tentang belajar ini sangat bertentangan dengan ahli psikologi
kognitif lainnya, yaitu Bruner dan Piaget. Menurut Ausubel, pada dasarnya orang
memperoleh pengetahuan melalui penerimaan, bukan melalui penemuan. Konsepkonsep, prinsip, dan ide-ide yang disajikan pada siswa akan diterima oleh siswa.
Dapat juga konsep ini ditemukan sendiri oleh siswa. (Gagne/Berliner, 322). Suatu
konsep mempunyai arti bila sama dengan ide yang telah dimiliki, yang ada dalam
struktur kognitifnya. Agar konsepkonsep yang diajarkan berarti, harus ada
sesuatu di dalam kesadaran siswa yang bisa disamakan. Sesuatu itu adalah
"struktur kognitif'. Belajar bermakna adalah belajar yang disertai dengan
pengertian. Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima
siswa mempunyai kaitan erat dengan konsep yang sudah ada/diterima
sebelumnya dan tersimpan wan, struktur kognitifnya. Informasi baru ini juga dapat
diterima atau pelajari siswa tanpa menghubungkannya dengan konsep atau
pengetahuan a.ng sudah ada. Cara belajar seperti ini disebut belajar menghapal.
F. KLASIFIKASI BELAJAR AUSUBEL DAN CARA PENGAJARANNYA
Ausubel mengklasifikasikan makna belajar ke dalam dua dimensi seperti tampak
pada gambar berikut. Dimensi pertama berhubungan dengan cara bagaimana
informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa, apakah `melalui
penerimaan atau melalui penemuan. Belajar menurut dimensi ini `diperoleh
melalui pemberian informasi dengan cara dikomunikasikan kepada siswa. dalam
bentuk belajar penerimaan dan menyajikan informasi itu dalam bentuk final,
ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk
menemukan sendiri keseluruhan informasi yang harus diterimanya. Cara kedua
berhubungan dengan bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi yang diterima
dengan struktur kognitif yang sudah dimilikinya. Dalam hal ini siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi yang diterima dengan pengetahuan
yang telah dimilikinya, itulah yang dikatakan belajar bermakna. Siswa dapat juga
mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep
yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Itu disebut belajar menghapal.
Kedua dimensi itu tidak menunjukkan dikotomi yang sederhana, tetapi lebih
merupakan suatu kontinum, sebagai tampak dalam gambar berikut. Menurutnya,
belajar penerimaan tidak sama dengan belajar hapalan. Belajar penerimaan dapat
dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsepkonsep.

Gambar 3.1
Klasifikasi Belajar Menurut Ausubel dan Robinson 1969, dalam Ratna Wilis
(1989, 111)
G. STRUKTUR KOGNITIF

34

Struktur kognitif didefinisikan sebagai struktur organisasional yang ada dalam


ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang
terpisah ke dalam suatu unit konseptual. Struktur kognitif berisi konsep-konsep
yang telah tersusun secara hierarki dan tetap berada dalam kesadaran siswa.
Konsep yang paling inklusif terletak di atas lalu berangsur-angsur pada konsep
yang spesifik sampai pada yang terakhir. Sehubungan dengan itu agar bahan
pelajaran mudah dipelajari, Ausubel (1963) berpendapat bahwa pengetahuan
diorganisasikan dalam ingatan seseorang secara hierarki. Oleh karena itu, ia
menyarankan supaya materi pelajaran disusun secara berurutan dari atas ke
bawah, dari yang paling inklusif/umum/abstrak hingga yang paling spesifik
(terinci); pembelajaran harus berjalan dari yang paling umum dan inklusif hingga
rinci, disertai contoh yang khas. Dengan pandangannya itu, Ausubel menolak
pendapat yang mengatakan bahwa belajar verbal akan mendorong siswa untuk
cenderung menghapal (bersifat verbalisme) atau mengulang-ulang hapalan secara
rutin. Untuk itu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar belajar
menjadibermakna. geberapa syarat/strategi tersebut di antaranya adalah dengan
melakukan advance organizer; progressive differentiation, integrative
reconciliation, dan consolidation.
Pengaturan awal (advance organizer). Pengaturan awal ini berisi konsep-konsep
atau ide-ide yang diberikan kepada siswa jauh sebelum materi pelajaran yang
sesungguhnya diberikan. Berdasarkan suatu penelitian, pengaturan awal dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap berbagai macam materi pelajaran.
Pengaturan awal sangat berguna dalam mengajarkan materi pelajaran yang sudah
mempunyai struktur yang teratur. Ada tiga hal yang dapat dicapai dengan '
menggunakan pengaturan awal, yaitu (1) pengaturan awal memberikan kerangka
konseptual untuk belajar yang bakal terjadi berikutnya; (2) dapat menjadi
penghubung antara informasi yang sudah dimiliki siswa saat ini dengan informasi
baru yang akan diterima/dipelajari; (3) berfungsi sebagai jembatan penghubung
sehingga memperlancar proses pengkodean pada siswa.
Pengaturan awal itu bermacam-macam bentuknya tetapi fungsinya dalam sama,
yaitu meningkatkan kemampuan siswa untuk mengorganisasikan materi, belajar,
dan mengingat. Kebanyakan advance organizer berisi materi lama yang sudah
dikenal, baik oleh siswa namun masih mempunyai hubungan dengan materi yang
baru. Ada dua bentuk organizer, yaitu expository organizer menyajikan gambar
konsep yang relevan dan comparative organizer menyajikan persamaan dan
perbedaan antara dua materi dari struktur kognitif yang sudah dimiliki.
Progressive differentiation. Menurut Ausubel pengembangan konsep berlangsung
paling baik bila dimulai dengan cara menjelaskan terlebih dahulu hal-hal yang
umum terus sampai kepada hal-hal yang khusus dan rinci disertai dengan
pemberian contoh-contoh. Untuk menerapkan strategi mengajar atau menyajikan
materi seperti ini perlu dilakukan analisis konsep. Analisis konsep dilakukan untuk
menemukan kemudian menghubungkan konsep-konsep utama dari suatu mata
pelajaran sehingga dapat diketahui mana konsep yang paling utama dan
superordinat dan mana konsep yang lebih khusus dan subordinat. Konsep yang
diajarkan kepada siswa akan diterima dan diasosiasikan dengan konsep yang ada
dalam struktur kognitifnya, kemudian konsep ini akan mengalami diferensiasi.
Rekonsiliasi integratif (integrative reconciliation). Guru menjelaskan dan
menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan
materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai siswa. Dengan
demikian siswa akan mengetahui alasan dan manfhat mated yang akan dijelaskan
tersebut.
Konsolidasi (consolidation). Guru memberikan pemantapan atas materi pelajaran
yang telah diberikan untuk memudahkan siswa memahami dan mempelajari

35

materi selanjutnya (Barlow;1985; dalam Muhibbin. Syah, 1995,245-246)


H. PENERAPAN BELAJAR BERMAKNA
Inti teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna (meaningfiil learning).
Belajar bermakna merupakan suatu proses untuk mengaitkan informasi baru
dengan konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Dalam menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, guru dianjurkan untuk
mengetahui terlebih dahulu kondisi awal siswa. Hal ini sesuai dengan pandangan
bahwa ada satu faktor yang sangat mempengaruhi belajar, yaitu pengetahuan
yang telah diterima siswa. Pandangan Ausubel ini diharapkan menjadi kerangka
berpikir dalam menerapkan teori tersebut dalam belajar di samping memahami
konsep dan prinsip-prinsip lain yang harus diperhatikan, yaitu adanya pengaturan
awal, adanya proses diferensiasi progresif, rekonsiliasi integratif, dan belajar
subordinat.
Dalam perkembangannya, belajar bermakna dapat diterapkan melalui berbagai
cara pengajaran, misalnya pengajaran dengan menggunakan peta konsep.
Penerapan peta konsep dalam pembelajaran dapat dilakukan untuk menguji dan
mengetahui penguasaan siswa terhadap pokok materi yang akan diberikan, serta
untuk mengetahui konsep esensial apa saja yang perlu diajarkan.
Adapun cara pembelajarannya adalah sebagai berikut.
1. Pilih suatu bacaan atau salah satu bab dari sebuah buku pelajaran.
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan dari topik yang akan atau sudah
diajarkan.
3. Urutkan konsep-konsep tersebut dari yang paling inklusif ke yang paling tidak
inklusif berikut contoh-contohnya.
4. Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas dari konsep yang paling inklusif ke
konsep yang tidak inklusif secara berurutan dari atas ke bawah.
5. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata sehingga menjadi sebuah peta
konsep seperti contoh berikut.

Gambar 3.2.
Contoh: Peta Konsep, Ratna Wilis (1989)
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah
latihan berikut!
1) Jelaskan pandangan Bruner tentang manusia!
2) Menurut Bruner, belajar bermakna dapat terjadi melalui belajar penemuan.

36

Jelaskan bagaimana caranya!


3) Faktor apa saja yang harus diperhatikan guru dalam pembelajaran!
4) Apakah yang dimaksud dengan belajar bermakna?
5) Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi agar belajar menjadi bermakna?
Tugas
Buatlah peta konsep dari mata pelajaran yang Anda ajarkan!
Petunjuk Jawaban Latihan
1) Bahwa manusia adalah makhluk pemroses, pemikir dan pencipta informasi.
2) Belajar penemuan adalah proses belajar di rpana guru harus menciptakan
situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaanpertanyaan yang jawabannya harus dicari sendiri oleh siswa.
3) Belajar bermakna adalah belajar yang disertai pengertian. Belajar bermakna
akan terjadi bila informasi baru yang akan diberikan kepada yang sudah dimiliki
siswa dikaitkan dengan konsep/informasi dalam struktur kognitifnya.
4) Faktor yang harus diperhatikan guru dalam mempelajaran adalah memahami
struktur bidang studi, pentingnya belajar aktif supaya seseorang dapat
menemukan berpikir induktif.
5) Agar belajar menjadi bermakna maka beberapa hal berikut harus dilakukan:
melakukan pengaturan awal, progressive differentiation, integrative reconciliation,
dan consolidation.
RANGKUMAN
1. Menurut Bruner ada tiga proses kognitif dalam belajar, yaitu perolehan informasi
baru, mentransformasikan informasi yang d'iterima, dan menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan.
2. Faktor-faktor penting dalam belajar menuruf Bruner, yaitu pentingnya
memahami struktur mata pelajaran; pentingnya belajar aktif dan pentingnya nilai
berpikir induktif.
3. Hal-hal yang diperhatikan dalam pembelajaran, yaitu pentingnya
struktur.bidang studi, kesiapan, intuisi, dan motivasi
4. Menurut Bruner, cara menyajikan pelajaran harus disesuaikan dengan derajat
berpikir anak yang terdiri dari tiga tahap berpikir, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan
simbolik
5. Ada dua pendekatan model belajar Bruner, yaitu bahwa perolehan pengetahuan
merupakan proses interaktif dan orang mengkonstruksikan pengetahuannya
dengan cara menghubungkan informasi yang tersimpan yang telah diterima
sebelumnya.
6. Belajar bermakna adalah belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar
bermakna ini akan terjadi apabila informasi baru yang diterima mempunyai
hubungan dengan konsep yang sudah diterima oleh siswa.
TES FORMATIF 2
Petunjuk: Nomor 1 sampai dengan 9, pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Untuk mengetahui kesiapan belajar siswa, guru perlu memberikan ....
A. Tes awal
B. Berbagai pengalaman belajar
C. Reinforcement dan reward
D. Motivasi
2) Pengembangan konsep yang dilakukan dengan cara menjelaskan materi yang
umum terlebih dahulu, kemudian baru yang khusus disertai dengan contoh-

37

contohnya disebut ....


A. Expository organizer
B. Comparative organizer
C. Integrative reconciliation
D. Progressive differentiation
3) Penyajian pelajaran yang dilakukan dengan cara memperagakan atau
menunjukkan suatu tindakan disebut model penyajian ....
A. Enaktif
B. Ikonik
C. Simbolik
D. Spiral
4) Faktor yang sering menyebabkan guru gagal dalam menyajikan pelajaran
dengan model penyajian simbolik adalah karcna ia kurang memperhatikan ....
A. Afektif anak
B. Motivasi anak
C. Kesiapan anak
D. Tingkat pengalaman anak
5) Menurut Bruner agar keterampilan intelektual anak berkembang, faktor berikut
perlu diperhatikan pada saat akan menyajikan pelajaran ....
A. Kurikulum
B. Struktur pelajaran
C. Perkembangan kognitif anak
D. Kemampuan awal anak
6) Belajar penemuan akan terjadi bila datam proses belajar, guru ....
A. Menyajikan contoh-contoh
B. Tidak menyajikan materi secara utuh
C. Menciptakan situasi belajar yang problematis
D. Meminta siswa menemukan dan menghubungkan konsep-konsep yang ada
7) Pada dasarnya orang memperoleh pengetahuan dengan cara belajar
penerimaan. Pandangan ini dikemukakan oleh ....
A. Ausubel
B. Bruner
C. Gagne
D. Jean Piaget
8) Proses kognitif yang berupa penyelesaian pengetahuan seseorang dengan
kebutuhannya disebut proses ....
A. Menguji relevansi
B. Perolehan informasi
C. Transformasi
D. Berpikir
9) Dalam pembelajaran bermakna, analisis konsep perlu dilakukan dengan tujuan
untuk ....
A. Menemukan konsep utama dan hubungannya dengan konsep-konsep lain dari
suatu mata pelajaran
B. Membuat proses belajar menjadi lebih bermakna
C. Membuat proses belajar lebih mudah dimengerti dipahami siswa
D. Mengetahui konsep-konsep yang harus diajarkan

38

Petunjuk nomor 10, jawablah:


A. Jika pernyataan benar alasan benar dan keduanya menunjukkan hubungan
sebab akibat
B. Jika pernyataan benar, alasan benar tetapi tidak menunjukkan hubungan sebab
akibat
C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan salah, alasan benar
D. Jika pernyataan dan alasan salah
10) Menurut Ausubel materi pelajaran harus disusun secara berurutan dari atas ke
bawah atau dari umum ke khusus.
Sebab
Pengetahuan diorganisasikan denganingatan seseorang secara hierarki.
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan
Belajar 2.

80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan
dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus
mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
Sumber : http://emakalahonline.blogspot.co.id/2013/04/model-teori-belajar-brunerdan-ausubel.html

39

TEORI KOGNITIVISTIK
TEORI KOGNITIVISTIK
(RIFAI KARYAWANSAH, S.Pd.I)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain
yang harus dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif.
Menurut Zakiyah Daradjat, pada dasarnya ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu
kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara
mengajar.
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan
salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan
mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam
penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu
konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap,dan ketrampilan.
Menurut Herman Hudoyo Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman,
pengetahuan baru, sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Misalnya setelah belajar siswa
mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan dimana sebelumnya ia tidak dapat
melakukannya. dikutip dari pendapat Oemar Hamalik Belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.2 Belajar memegang peranan penting
didalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi
manusia.
Banyak teori belajar yang menginspirasi dan mendasari lahirnya macam-macam strategi pembelajaran
yang memuat classical interactionseperti teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori
konstruktivisme. Dilihat dari diterapkannya strategi dan metode pengajaran yang ilmiah, yang
mendasarkan pada pemahaman tentang teori-teori pembelajaran dan pertimbangan pendekatan
belajar siswa (student learning approach). Pemahaman tentang pengajaran (teaching) juga
berkembang, dari teacher centered, yang lebih menekankan pada content oriented, menjadi student
centered yang lebih berorientasi pada memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar (learning oriented).
Pada makalah ini penulis lebih dalam menjelaskna masalah teori kognitivisme, teori belajar kognitif
lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.
Seperti juga diungkapkan oleh Winkel bahwa Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan
berbekas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang
melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman,
tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik teori kognitivistik ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori kognitivistik ?
3. Bagaimana pandangan teori pembelajaran kognitivistik terhadap belajar mengajar dan
pembelajaran?
4. Bagimana implikasi teori pembelajaran kognitivistik dalam pembelajaran ?
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untukmengetahui :

40
1. Pengertian dan karakteristik teori kognitivistik
2. Tokoh-tokoh teori pembelajaran kognitivistik
3. Pandangan terhadap belajar mengajar dan pembelajaran
4. Implikasi teori pembelajaran kognitivistik dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Kognitif dan Karakteristiknya.
Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang
luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu
wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini
juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.
Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi,
yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif
1. Jean Piaget, teorinya disebut Cognitive Developmental
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir
sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog
developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan
umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas
mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan
intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan
mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi Jean Piaget
mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
1. Tahap sensory motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap
ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2. Tahap pre operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap
ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3. Tahap concrete operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak
sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif.
4. Tahap formal operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun.
Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan
menggunakan pola pikir kemungkinan.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan
melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang
diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya,
akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang
disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga
menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan
dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai
sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang

41
berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
2. Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa
muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive,iconic dan simbolic.Pembelajaran enaktif
mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif
adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek melakukan pengatahuan tersebut daripada
hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali
(melakukan kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas
tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak
mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat
mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka,
meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman
abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut.
Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran
yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan
sebagai berikut:
1. Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity(keingintahuan) untuk
mengadakan petualangan pengalaman.
2. Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental
tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
3. Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif,
ekonik, dan simbolik.
4. Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah
informatif.
5. Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan
kemajuan.
3. Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang
bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Pengertian belajar bermakna
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar
menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan
oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa
(meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep,
kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja
tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa
menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada
bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja,
tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam
mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa
tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan
dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam
hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu
dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki

42
peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur
kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di
asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu
diperlukan dua persyaratan :
a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat
perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting
dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka
tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur
oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di
mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya
dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat
pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi
oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima
atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar
penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception
learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi
penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.C. Pandangan Teori Kognitivisme terhadap
Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan
psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga
dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif
menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi
seseorang.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari
beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil
sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam
dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang samasama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam
proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari
sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang
kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa
cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan
koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas,
meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada
konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini
dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan
antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun
karakteristik peserta didiknya.
D. Implikasi Teori Kognitivistik dalam Pembelajaran
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini
yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini
dijabarkan sebagai berikut:
No 1 Teori Kognitif Piaget Brunner Ausubel
Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa.
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

43
a.Asimilasi
b.Akomodasi
c.Equilibrasi
No 2 teori kognitif Brunner
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan
oleh umur siswa
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a.Enaktif (aktivitas)
b.Ekonik (visual verbal)
c.Simbolik
No.3 Teori bermakna Ausubel.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengetahuan baru
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a.Memperhatikan stimulus yang diberikan
b.Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu
sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun
berdasarkan pola dan logika tertentu.
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian
penyajian.
Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:
1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam
proses belajar mengajar tidaklah mudah.
2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami struktur kognitif
yang ada dalam benak setiap siswa.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah
dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik, guru
ataupun apa namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab
mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa
yang mereka dengar ataupun mereka tangkap.,
Dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda, namun secara
umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa, dan ini
tidaklah mudah, Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa
disesuaikan sejauh mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran
bahasa arab hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah dipahami.
Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari yang paling sederhana ke
kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan,
tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar
menghafal kosakata.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang

44
luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan
Adapun tokoh-tokoh Teori Belajar Psikologi Kognitif adalah Jean Pieget, Jerome Bruner dan Ausubel.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah
dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Widodo Supriono. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ali Sadikin. (2009). Ranah Kognitif, Afektif dan Spikomotor. Jakarta: Pt. Grafisindo.
Bjorklund, D.F. (2000). Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed.
Bellmont, CA : Wadsworth.
Bruno. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Kalam Mulia.
Herman Hudoyo. (2008). Metode, Teknik, dan Strategi dalam Belajar. Bandung: Tarsito.
W.S Winkel. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Zakiyah Daradjat. (1995). Metodi Khusus Pengajaran Agama Islam. akarta: Bumi Aksara.
Diposkan oleh rifai karyawansah di 23.21 Tidak ada komentar:

teori behavioristik
TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK
TEORI BEHAVIORISTIK
RIFAI KARYAWANSAH, S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya
mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas
pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami
sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap,dan ketrampilan.
Banyak teori belajar yang menginspirasi dan mendasari lahirnya macam-macam strategi pembelajaran
yang memuat classical interactionseperti teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori
konstruktivisme. Dilihat dari diterapkannya strategi dan metode pengajaran yang ilmiah, yang
mendasarkan pada pemahaman tentang teori-teori pembelajaran dan pertimbangan pendekatan
belajar siswa (student learning approach). Pemahaman tentang pengajaran (teaching) juga
berkembang, dari teacher centered, yang lebih menekankan pada content oriented, menjadi student
centered yang lebih berorientasi pada memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar (learning oriented).
Pada makalah ini penulis lebih dalam menjelaskna masalah teori behavioristik, teori belajar
behavioristik lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon
yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak pada stimulus
respon (S-R).
B. Rumusan Masalah

45
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik teori behavioristik ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori behavioristik ?
3. Bagaimana pandangan teori pembelajaran behavioristik terhadap belajar mengajar dan
pembelajaran?
4. Bagimana implikasi teori pembelajaran behavioristik dalam pembelajaran ?
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untukmengetahui :
1. Pengertian dan karakteristik teori behavioristik
2. Tokoh-tokoh teori pembelajaran behavioristik
3. Pandangan teori pembelajaran behavioristik terhadap belajar mengajar dan pembelajaran
4. Implikasi teori pembelajaran behavioristik dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori behavioristik dan Karakteristiknya.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori belajar yang dicetuskan oleh Gage dan Berlinertentang
perubahan tingkah laku (Hasil Belajar) sebagai hasil dari pengalaman
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
(Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan
paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa
menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.

46
Kelemahan Teori Behavioristik
a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar
Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.
B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Behavioristik
a) Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga
dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering disebut teori koneksionisme.
Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang melakukan
eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang
dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu
berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b) John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang berorientasi
pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan
proses interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat diamati dan diukur.
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup.
Dorongan belajar (stimulus) dianggap sebagai sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu
bertahan hidup.
d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
e) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya.
Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant Conditioningadalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang melakukan
eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

47
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan
musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah
perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam
classical conditioning.
C. Pandangan Teori Behavioristik terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku.
Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang
komplek (Paul, 1997).
Pandangan behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang
ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons
serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang
dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan
mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda
tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang
dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping,
yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar,
proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya
hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
(negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa
alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila
hukuman berlangsung lama;
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia
terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal
lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama
dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus)
agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif
(sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang

48
pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar
(sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong
pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari
penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif
adalah mengurangi agar memperkuat respons.
D. Implementasii Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Implementasi teori ini dalam pembelajaran tergantung tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk
pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Dalam hal ini pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa
(respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang
juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin
kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan..
Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan
uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan
pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak
boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Analisis Tentang teori Behavioristik Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang
pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak
yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang
mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka
pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan
dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar.
Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol
belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan
paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran Teori ini menekankan

49
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam teori ini yaitu melalui pengukuran, pengamatan.
Sebab seseorang dikatakan belajar bila telah mengalami perubahan perilaku. Akan tetapi perlu
diketahui bahwa tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.
Semua aspek materi juga tidak bisa diukur dengan teori ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir
dari penggunaan teori ini yaitu perubahan perilaku

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori belajar yang dicetuskan oleh Gage dan Berlinertentang
perubahan tingkah laku (Hasil Belajar) sebagai hasil dari pengalaman
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
(Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan
paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah
menyelesaikan tugas belajarnya.
RUJUKAN

Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally]
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of
Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and
Company
Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behaviori
Abu Ahmadi dan Widodo Supriono. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ali Sadikin. (2009). Ranah Kognitif, Afektif dan Spikomotor. Jakarta: Pt. Grafisindo.
Bjorklund, D.F. (2000). Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed.
Bellmont, CA : Wadsworth.
Diposkan oleh rifai karyawansah di 23.04 Tidak ada komentar:

teori konstruktivisme / konstruktivistik

50
TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
(constructivist theories of learning)

rifai karyawansah, nganjuk


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Zakiyah Daradjat, pada dasarnya Apembelajaran yang memuat classical interactionseperti
teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori konstruktivisme. Dilihat dari diterapkannya strategi dan
metode pengajaran yang ilmiah, yang mendasarkan pada pemahaman tentang teori-teori pembelajaran
dan pertimbangan pendekatan belajar siswa (student learning approach). Pemahaman tentang
Astudent centered yang lebih berorientasi pada memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar (learning
oriented).
Pada makalah ini penulis lebih dalam menjelaskna masalah teori konstruktivisme, teori belajar
kontruktif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah proses untuk membanguin pengetahuan
melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika
pengetahuan itu dibangu atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Evaluasi pembelajaran.
Dalam treori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui kualitas siswa dalam
memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan
proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan pendekatan
paedagogi yang mempromosikan learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik teori konstruktivistik ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori konstruktivistik ?
3. Bagaimana pandangan teori pembelajaran konstruktivistik terhadap belajar mengajar dan
pembelajaran?
4. Bagimana implikasi teori pembelajaran konstruktivistik dalam pembelajaran ?

C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untukmengetahui :
1. Pengertian dan karakteristik teori konstruktivistik
2. Tokoh-tokoh teori pembelajaran konstruktivistik
3. Pandangan teori konstruktivistik terhadap belajar mengajar dan pembelajaran
4. Implikasi teori pembelajaran konstruktivistik dalam pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN

51

A. Pengertian Teori Konstruktivistik dan Karakteristiknya.

Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal
sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang
mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan
proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan
sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti
membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu
upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas
anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan teori
Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin
belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain.
Adapun karakteristik/ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia
sebenar
2. Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan
merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif
4. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
5. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
6. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
7. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Dan yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan
kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna
dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme
mempunyai beberapa konsep umum seperti:
Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan
cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuanilmiah.
Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk
menarik minat pelajar.

52
B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivistik

Driver dan Bell


Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
(1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu
yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi
pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar
dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

JJ Piaget
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau
tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988:
133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu
terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut
dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan)
yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut
dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang
interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur
pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi
1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan
skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga
cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Vigotsky
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh
Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya
seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada
lingkungan sosial dalam belajar.

Tasker
Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut.
Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua
adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga
adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam
pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh
secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan
membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

53
Hanbury
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme,
Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1)
siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2)
pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4)
siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu
pengetahuan dengan temannya

.
C. Pandangan Teori Konstruktivistik terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran

Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah proses untuk membanguin pengetahuan
melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika
pengetahuan itu dibangu atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Evaluasi pembelajaran.
Dalam treori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui kualitas siswa dalam
memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan
proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan pendekatan
paedagogi yang mempromosikan learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal dari disiplin filsafat,
khususnya filsafat ilmu. Pada tataran filsafat, teori ini membahas mengenai bagaimana proses
terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori ini pembentukan pengetahuan terjadi sebagai hasil
konstruksi manusia atas realitas yang dihadapinya. Dalam perkembangan kemudian, teori ini mendapat
pengaruh dari disiplin psikologi terutama psikologi kognitif Piaget yang berhubungan dengan
mekanisme psikologis yang mendorong terbentuknya pengetahuan. Menurut kaum konstruktivis,
belajar merupakan proses aktif siswa mengkostruksi pengetahuan.

Proses tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:


1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar,
rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
2. Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur hidup.
3. Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi pada pengembangan
berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil dari
perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan yang menuntun penemuan
dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang
merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk belajar
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa.
6. Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu
proses mekanis untuk mengumpulkan fakta. Dalam konteks yang demikian, belajar yang bermakna
terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian dan selalu terjadi pembaharuan terhadap
pengertian yang tidak lengkap.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah inferensi bahwa menurut teori
konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi
pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun
realitas sosial. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial. Proses ini
adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan awal,
kemampuan kognitif dan lingkungan sangat berpengaruh dalam proses konstruksi makna.Argumentasi
para konstruktivis memperlihatkan bahwa sebenarnya teori belajar konstrukvisme telah banyak

54
mendapat pengaruh dari psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga
neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun harus diakui bahwa stressing point teori ini
bukan terletak pada berberapa konsep psikologi kognitif yang diadopsinya (pengalaman, asimilasi, dan
internalisasi).melainkan pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan yang dimaksudkan
dalam pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas yang dilakukan setiap orang ketika
berinteraksi dengan lingkungan. Dalam konteks demikian, konstruksi atau pemaknaan terhadap realitas
adalah berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti ini, sebetulnya substansi konstrukvisme terletak pada
pengakuan akan hekekat manusia sebagai homo creator yang dapat mengkonstruksi realitasnya
sendiri.

D. Implikasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran

Teori konstruksivisme membawa implikasi dalam pembelajaran yang harus bersifat kolektif atu
kelompok. Proses sosial masing-masing siswa harus bisa diwujudkan. C. Asri Budiningsih dalam buku
Pembelajaran Moral menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran social yang
ada dalam diri siswa. Dalam situasi sosial akan terjadi situasi saling berhubungan, terdapat tata
hubungan, tata tingkah laku dan sikap diantara sesame manusia. Konsekuensinya, siswa harus
memiliki keterampilan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) secara cepat.
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada
siswa, melainkan suatu penciptaan suasana yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi aktif guru bersama-sama siswa dalam membangun
pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi
mengajar adalah belajar itu sendiri. Menurut prinsip konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator
dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai
fasilitator dan mediator tugas guru dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam
merencanakan aktivitas belajar, proses belajar serta hasil belajar yang diperolehnya. Dengan demikian
menjadi jelas bahwa memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama guru. Memberikan sejumlah
kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan mendorong mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomukasikan-nya secara ilmiah;
b. Menyediakan sarana belajar yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Guru hendaknya
menciptakan rangsangan belajar melalui penyediaan situasi problematik yang memungkinkan siswa
belajar memecahkan masalah
c. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan tingkat perkembangan berpikir siswa. Guru dapat
menunjukkan dan mempertanyakan sejauh mana pengetahuan siswa untuk menghadapi persoalan
baru yang berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya. (Ditulis Oleh Drs.Agustinus Maniyeni, M.Pd
Dalam buku Wawasan Pembelajaran halaman 1-15)
Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan
tidak menentu. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas
kolaboratif dan refleksi dan interpretasi. Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang
berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam
menginterprestasikannya.
Teori ini lebih menekankan pada diri siswa dalam penyusun pengetahuan yang ingin diperoleh oleh
siswa tersebut. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlakukan guna menggembangkan
dirinya sendiri.Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.Konsep evaluasi pendidikan hampir
sama dengan konsep pada teori kognitivisme yaitu menitikberatkan pada proses. Proses yang
dimaksud disini merupakan sebuah pengalaman yang dialami sendiri oleh masing-masing siswa
(penyusunan pengetahuan oleh siswa itu sendiri).

55
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah
sebagai berikut: (a) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi, (b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan
masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan (c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat
situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Jadi teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal
berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang
merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme
pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran
guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari
teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang
anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh
Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru .
Teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pembinaan konsep yang asas sebelum konsep itu
dibangunkan dan kemudiannya diaplikasikan apabila diperlukan . (de Pai)
http://rifaikaryawansah.blogspot.co.id/2011_03_17_archive.html

56

JEROME BRUNER: BELAJAR PENEMUAN


Filed under: Uncategorized 7 Komentar
Juli 29, 2008

A. Pendahuluan
Manusiadewasamempunyailebihdari100milyarneuron,yangsatusamalainberhubungan
secara spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar, berpikir,
kesadarandanlainlain(Schatz1992).Strukturotakterbentuksesuaidenganprogramyangsecara
biologis tersimpan dalam DNA, danorgan tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh
penataanyangrumittersebut.
Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi berat
otaknyahanya dariotakdewasa.Otakmenjadibertambahbesarkarenapembesaranneuron,
bertambahnyajumlahaksondandendritsesuaidenganperkembanganhubunganantarsesamanya.
Untuk menyempurnakan perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba,
speech(berbicara)danimages(dayahayal)(Bloom1988,Schatz1992).
MenurutBloom(1988)defenisibelajaradalahperubahantingkahlakuyangrelatifmenetap
sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses memperoleh
informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana manusia dan binatang
menyesuaikantingkahlakunyasebagaihasildaripengalaman.
Memoriingatanadalahprosesdimanainformasibelajardisimpandandapatdibacakembali
(dikeluarkan kembali). Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti ini. Memory adalah
prosesaktif,karenailmupengetahuanberubahterus,selaludiperiksadandiformulasiulangoleh
pikiranotakkita.MenurutJeromeBrunermanusiamempunyaikapasitasdankecendrunganuntuk
berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu
waktunyasangatsingkat(extremelyshortterm)/ingatansegera(immediatememory)(itemhanya
dapatdisimpandalambeberapadetik).Ingatanjangkapendek(shortterm)(itemsdapatditahan
dalambeberapamenit),ingatanjangkapanjang(longterm)(penyimpananberlangsungbeberapa
jamsampaiseumurhidup).

B. Bruner dan Teorinya.


Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang
terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan
falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif kanak-kanak
adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan
pembelajaran secara penemuan iaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak
dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme).
Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan
dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan
memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di Amerika Syarikat. Setelah itu,
beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Universiti Oxford di England.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif.Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu
meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia
menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap,
bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi
pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang
disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan
orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan
model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh
bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada
bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan yang

57

sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk
mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan
dilakukannya.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer
yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas
dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi
aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan.
2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian,
ekonomi dan kuasa.
3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan memperhatikan
faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan
perbedaan individu.
4. Bentuk dan pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat bahawa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsepkonsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda
mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang
murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk
konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk
bersisi empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam
kategori segitiga.
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam
hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu
tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu
tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
C. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1. Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu
karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana
fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri
atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan
seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi,
teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui
langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka
kesimpulan yang sahih atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara
yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama
adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan
penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan
lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri
orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh

58

sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali
struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi
berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang
mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan
antara hal-hal yang diketahui.
3. Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi
informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan
informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang
mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut
cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan
mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk
menyatakan kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang
disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah:
cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara
ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau katakata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon
motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan
sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik
dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan
daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan
timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan dan
menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih
jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan
timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. Bayangan timbangan
itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan
dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga
dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
4. Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang
discovery yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori
Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu
disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk
memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks,
dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara
terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga
siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda
berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada
merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep
yang lama melalui pembelajaran penemuan.

59

D. Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner
(1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap
bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan
sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar
melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan.
Diantaranya adalah:
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berfikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses
pembelajaran
sebelumnya. b. Belajar
melibatkan
adanya
proses
informasi
(active
learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d.Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan
pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku
yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para
peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan
kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah
ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga
peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek
pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep
tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar.
Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas
bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya
tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1. enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek,
siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan.
2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar
3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai gagasangagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan
pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai
anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik
maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral
dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan
tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik
menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif
kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).
Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata teori
kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori ini ada kaitan dengan
ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu pengetahuan yang diperolehi melalui
pengalaman atau pendidikan formal akan disimpan dan disusun melalui proses pengumpulan
pengetahuan supaya dapat digunakan kemudian.

60

Penerapan Model Kognitif dalam pembelajaran:


Belajar

Kognitif
Bruner

Bermakna
Ausubel

Karakteristik Teori

Penerapan Dalam pembelajaran


1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
Model ini sangat
3. Menentukan topik-topik yang akan
membebaskan peserta
dipeserta didiki
didik untuk belajar
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi
sendiri. Teori ini
dsbnya., yang dapat digunakan peserta
mengarahkan peserta
didik untuk bahan belajar
didik untuk belajar
5. Mengatur topik peserta didik dari
secara discovery
konsep yang paling kongkrit ke yang
learning.
abstrak, dari yang sederhana ke
kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat,
kemampuan, struktur kognitif)baik
melalui tes awal, interviw, pertanyaan
dll.
3. Memilih materi pelajaran dan
mengaturnya dalam bentuk penyajian
konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip
yang harus dikuasai peserta didik dari
Dalam aplikasinya
materi tsb.
menuntut peserta
5. Menyajikan suatu pandangan secara
didik belajar secara
menyelurh tentang apa yang harus
deduktif (dari umum
dikuasai pesertadidik
ke khusus) dan lebih
6. Membuat dan menggunakan advanced
mementingkan aspek
organizer paling tidak dengan cara
struktur kognitif
membuat rangkuman terhadap materi
peserta didik
yang baru disajikan, dilengkapi dengan
uraian singkat yang menunjukkan
relevansi (keterkaiatan) materi yang
sudah diberikan dengan yang akan
diberikan
7. Mengajar peserta didik untuk memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
sudah ditentukan dengan memberi fokus
pada hubungan yang terjalin antara
konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

D. Penerapan dalam Pembelajaran IPA


Pada bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau
dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam pembelajaran IPA.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan belajar
bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya ialah untuk
memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual siswa dan
merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud
dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan.
Jadi kalau kita mengajar sains (IPA) misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaanperpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berfikir

61

secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan.
Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah
yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan
masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Kemudian guru
mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian terjadi onflik dengn pengalaman
siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu
menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu,
menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip yang mendasari
masalah itu.

c.

Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui
tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik adalah
didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang mewakili
suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
d. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan
sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih
dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-saran bila
diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang
tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar
belajar penemuan ialah mempelajarai generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri
konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang
konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi
kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru
hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar
meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.

Daftar Pustaka
Max Darsono, Prof. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratna Wilis Dahar, Prof. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
https://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-brunerbelajar-penemuan%E2%80%9D/

62
TEORI BELAJAR MENURUT JEROME BRUNER
Oleh Moh Ismail

PENDAHULUAN

Dalam hal pendidikan, tentu tidak akan terlepas


dari kata belajar, dimana belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan
masyarakat. Bagi pelajar atau mahasiswa kata belajar merupakan kata yang tidak asing. Bahkan
sudah merupakan bagian yang tidak terpisah dari semua kegiatan mereka dalam menunut ilmu
dilembaga pendidikan formal. Kegiatan belajar mengajar mereka lakukan setiap waktu sesuai
dengan keinginan. Entah malam hari, sore hari atau pagi hari. [1]
Dari dulu hingga sekarang para ahli psikologi dan pendidikan tidak bosan-bosannya
membicarakan masalah belajar. Penelitian demi penilitian sudah pula dilakukan. Berbagai teori
belajar sudah tercipta sebagai hasil dari penelitian. [2] Dari beberapa teori yang terdcipta tersebut
ada teori belajar yang dikembangkan oleh Jerome Bruner, diamana pada saat ini teori merupakan
salah satu teori yang baik untuk dikembangkan di era globalisasi.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini akan menjelaskan mengenai beografi Jerome
Bruner, konsep belajar menurut jerome bruner, belajar penemuan menurut
jerome bruner, ciri khas teori pembelajaran menurut bruner, penerapan
belajar jerome bruner dalam pembelajaran pai dan kelebihan serta
kekurangannya.

PEMBAHASAN
A. Biografi Jerome S Bruner
Jerome Bruner dilahirkan pada tahun 1915. Beliau, bertugas sebagai profesor psikologi di
Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif
dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di
Amerika Syarikat.
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana
manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengeuan. Dasar pemikiran
teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner
menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
B. Konsep Belajar Menurut Jerome Bruner
Belajar merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya terjadi perubahan-perubahan
yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dan
lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Dalam konsep belajar penemuan menurut Jerome
Bruner ada tiga episode/tahap yang ditempuh oleh siswa, yaitu: tahap informasi (tahap penerimaan
materi), tahap transformasi (tahap pengubahan materi) dan tahap evaluasi (tahap penilaian
materi). [3] Dan konsep ini merupakan konsep belajar yang menentang konsep belajar aliran
behavioristik. Nasution menjelaskan bahwa ketiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner
tersebut saling berkaitan di antaranya:
Pertama tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tiap pelajaran kita proleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah
kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan
dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya , misalnya tidak ada energy yang
lenyap. Kedua, tahap transformasi (tahap pengubahan materi) Informasi itu harus dianalisis ,
diubah atau ditransformasi kebentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk
hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan. Ketiga, tahap evaluasi

63

(tahap penilaian materi) dinilai seberapa besar pengetahuan yang diproleh dan ditransformasikan
itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar ketiga tahapan ini selalu terjadi. Karena yang menjadi masalah ialah
berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Tiap tahapan tidak selalu sama. Hal
ini tergantung pada hasil yang diharapkan, seperti motivasi murid belajar, minat, keinginan
mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri. [4] Konsep ini juga menjelaskan bahwa
prinsip pembelajaran harus memperhatikan perubahan kondisi internal peserta didik yang terjadi
selama pengalaman belajar dibecrikan dikelas. Pengalaman yang diberikan dalam pembelajaran
harus bersifat penemuan yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh informasi dan
keterampilan baru dari pelajaran sebelumya. [5]
Oleh karena itu, konsep pembelajaran ini secara sadar mengembangkan proses belajar siswa
yang mengarah kepada aspek jiwa dan aspek raga. Sesuai dengan pengertian belajar itu sendiri yaitu
: Serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan linkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, dan
psikomotorik.[6]

C. Belajar Penemuan Menurut Jerome Bruner


Bruner adalah tokoh yang mencetuskan konsep belajar penemuan (discovery), Beliau
juga seseorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif,
dan menandai perkembangan kognitif menusia sebagai berikut:
Pertama Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu
rangsangan. kedua Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system
penyimpanan informasi secara realis. ketiga Perkembangan intelektual meliputi perkembangan
kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang
apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan
pada diri sendiri.keempat Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua
dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya. kelima Bahasa adalah kunci
perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Bahasa
diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.keenam Perkembangan
kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternative secara simultan,
memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai
situasi. [7]
Teori free discovery learning bertitik tolak pada teori belajar kognitif, yang menyatakan
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan ini tidak selalu berbentuk perubahan
tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif ini adalah setiap orang memiliki telah
memiliki pengetahuan dan penglaman dalam dirinya. Pengalaman dan pengetauan ini tertata dalam
bentuk struktur kognetif. Maka dari itu Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi
pelajaran yang baru, beradaptasi atau berkesinambungan secara klop dengan struktur kognetif
yang sudah dimilki oleh peserta didik.
Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan
dengan cara melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik.
Tahap enaktif pada tahap ini anak didik melakukan aktivitas-aktivitas dalam usaha
memahami lingkungan sekitarnya. Peserta didik melakukan observasi dengan cara mengalami
secara langsung suatu realitas. Artinya, dalam memahami dunia sekitar, anak menggunakan
pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainnya.
Tahap ikonik pada tahap ini anak didik melihat dunia melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal, dalam memahami dunia sekitarnya. Anak belajar melalui bentuk perumpamaan
(tampil) dan perbandingan (komparasi).
Tahap simbolik pada tahap ini peserta didik anak didik mempunyai gagasan-gagasan abstrak
yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika serta komunikasi dilakukan dengan pertolongan sistem
symbol. Semakin dewasa seseorang maka system symbol ini semakin dominan. Peserta didik telah
mampu memahami gagasan-gagasan abstrak. Peserta didik membuat abstraksi berupa teoti-teori,
penafsiran, analisis dan sebagainya terhadap realitas yang telah diamati dan dialami.

64

Menurut Bruner belajar untuk sesuatu tidak usah ditunggu sampai peserta didik mencapai
tahap perkembangan tertentu, yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat
diberikan kepadanya. Dengan kata lain perkembangan kognetif seseorang dapat ditingkatkan
dengan jalan mengatur bahan belajar yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi
pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, tetapi
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Artinya menunutut adanya
pengulangan-pengulangan. Cara belajar terbaik menurut Bruner adalah dengan memahami konsep
arti, dan suatu kesimpulan free discovery lerning. Atau dapat dikatangan sebagai belajar
dengan menemukandiscovery [8]
Baca: CONTOH MODEL FASHION TERBARU

D. Ciri Khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner


Terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Bruner ini, diantaranya:
Pertama tentang discovery itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, diamana teori
ini mengarahkan agar peserta didik mampu dalam menemukan, mengolah, memilah dan
mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar
berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya. kedua konsep kurikulum spiral
dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap penegetahuan yang
sama namun diulang dengan pembahsan yang lebih luas dan mendalam. Seperti pengetahuan
tentang Ilmu Pengetahuan Sosial yang di ajarkan pada sekolah dasar, kemudian ilmu pengetahuan
tersebut masih dapat diajarkan di perguruan Tinggi seperti Psikologi Belajar. Psikologi belajar
merupakan pengetahuan yang sama dengan Ilmu Pengetahuan Sosial namun pembahasan psikologi
belajar lebih mendalam.
Adapun ciri khasnya yaitu:
1. Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena
dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang
kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.Tema kedua adalah
tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilanketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilanketrampilan yang lebih tinggi.Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses
pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi
tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu
merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan
untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

2. Model dan Kategori


Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah
bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut
teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara
aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Asumsi
kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang
masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of
the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang
khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk
suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau
membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.
3. Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan
(3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973). Informasi baru dapat merupakan

65

penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat
sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.
Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas
baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara
ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk
E. Penerapan Belajar Jerome Bruner Dalam Pembelajaran PAI
Menurut Djamarah dan Zain impliklasi konsep belajar discovery dalam pembelajaran
diantaranya : Petrama Simulation, guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan, atau
menyuruh anak didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuata uraian
permasalahan. Kedua Problem Statement, anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi
berbagai permasalahan. Sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel
untuk dipecahakan. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang di
ajukan. Ketiga Data collection, Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis ini, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relavan,
membaca literature,m mengamati obyek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri, dan sebagainya. Keempat Data prossesing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara
observasi, dan sebagainya, semunya diolah, diacak, diklasifikasikn, ditabulasi, bahkan apabila perlu
dihitung
dengan
cara
tertentu
serta
ditafsirkan
pada
tingkat
kepercayaan
tertentu. Kelima Verfication, atau pembuktian. Berasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau
informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Keenam. Generalization. Tahap
selanjutnya berdasarkan verfikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi
tertentu.
System belajar yang dikembangkan Brunner ini menggunakan landasan pemikiran
pendekatan belajar mengajar. Hasil belajar cara ini lebih mudah dihapal dan diingat, mudah
dtransfer untuk memecahkan masalah. Pengetahuan dan kecakapan anak didikbersangkutan lebih
jauhdapat menumbuhkan motivasi instrik, karena anak merasa puas atas penggunaannya
sendiri. [9]
Kemudian Oemar Halik dalam bukunya perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem, menjelaskan konsep belajar penemuan Bruner dapat diaplikasikan dalam pembelajaran
dalam bentuk pendekatan komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah, tergantung pada besarnya
kelas.
1. Sistem satu arah (ceramah Reflektif)
Pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu arah (penuangan/expotision) yang
dilakukan oleh guru. Struktur penyajiaannya dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan
proses penemuan (discovery) didepan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian
memecahkan masalah-masalah tersebut melalui discovery. Caranya adalah mengajukan pertanyaan
kepada kelas, memberikan kesempatan kepada kelas untuk melakukan refleksi. Selanjutkan guru
menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan itu. Dalam prosedur ini guru tidak menentukan atau
menunjukkan aturan-aturan yang harus digunakan oleh siswa. Guru mengharapkan agar siswa
secara keseluruhan berhasil melibatkan dirinya dalam proses pemecahan masalah, menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya secarareflektif. Dalam eadaan ini, sesungguhnya tidak ada
jaminan bahwa adanya penyajian oleh guru. Penggunaan discovery dalam kelompok kecil sangat
bergantung pada kemampuan dan pengalaman guru sendiri, serta waktu dan kemampuan
mengantisifikasi kesulitan siswa.
2. Sistem dua arah (discovery terbimbing)
System dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa
melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang tepat/benar. Sekalipun di
dalam kelas yang terdiri dari 20-3o orang siswa. Hanya beberapa orang saja yang benar-benar
melakukan discovery, sedangkan yang lainnya berpartisipasi dalam proses discovery misalnya
dalam system ceramah reflektif. Dalam kelompok yang lebih kecil, guru dapat melibatkan hamper
semua siswa dalam prose situ. Dalam system ini guru perlu memilki keterampilan memberikan
bimbingan, yakni mendiagnosis kesulitan kesulitan siswa dan memberikan bantuan dalam

66

memecahkan masalah yang dihadapi. Namun demikian, tidak berarti guru menggunakan metode
ceramah reflektif sebagaimana halnya pada strategi diatas. [10]
Adapun Menurut Ahmad Sabri pendekatan ini merupakan pendekatan mengajar yang
berusaha meletakkan dasar dan mengembangan berpikir cara ilmiah. Pendekatan ini menempatkan
siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreatifitas dalam memecahkan masalah. Siswa
betul-betul ditempatkan sebagai subyek yang belajar. Peranan guru dalam pendekatan ini adalah
pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu
dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Tiugas beriutnya dari guru adlah
menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam memecahkan masalah. Sudah tentu bimbingan dan
pengawasan dari guru masih tetap diperlukan, namun campur tangan interverensi terhadap kegiatan
siswa dalam pemecahan masalah, harus dikurangi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan modern, yang sangat didambakan untuk
dilaksanakann disetiap sekolah. Adanya tuduhan sekolah menciptakan kultur bisu, tiak akan terjadi
apabila pendekatan inidigunaka. Selanjutnya Ahmad Sabri menambahkan bahwa ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pendekatan ini.
Guru harus terampil memilih persoalan yang relavan untuk diajukan kepada kelas (persoalan
yang bersumber dari bahan pelajaran yang menantang siswa/problematik) dan sesuai dengan nalar
siswa. Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan penciptaan situasi belajar
yang menyenangkan. Adanya faslitas dan sumber belajar yang cukup lengkap sehingga dapat
memfalisitsi pendekatan ini. Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya dan berdiskusi.
Partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar, dan Guru tidak banyak campurtangan dan
intervensi terhadap kegiatan siswa.
Serta ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan ini, yakni:
Merumuskan masalah untuk dipecahkan siswa. Menetapkan jawaban sementara atau yang lebih
lebih dikenal dengan istilah hipiotesis. Siswa mencari informasi, data fakta yang diperlukan untuk
menjawab
permasalahn
atau
hipotesis.
Menarik
kesimpulan
jawaban
atau
generalisasi. Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru. [11]
F. Kelebihan dan kelemahan Belajar Penemuan Menurut Jerome Bruner
Menurut Djamarah dan Zain dalam bukunya strategi belajar mengajar menjelaskan bahwa
kelebihan dan kelemahan dalam konsep ini diantaranya, Kelebihan konsep ini membantu
peserta didik mengembangkan bakatnya, membentuk sifat kesiapan serta kemampuan keterampilan
dalam proses kognitif peserta didik. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang bersifat pribadi
sehingga pengetahuan tersebut dapat bertahan lama dalam diri peserta didik. Konsep ini
memberikan semangat belajar peserta didik, dimana dengan konsep belajar mencari dan
menemukan pengetahuan sendiri tentu rasa ingin tau itu timbul sehinnga akan membentuk belajar
yang ikhlas dan aktif. Konsep ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan kemampuannya dan keterampilannya sendiri sesuai dengan bakat dan hobi yang
dimilikinya. Konsep ini mampu membantu cara belajar peserta didik yang baik, sehingga peserta
memiliki motivasi yang kuat untuk tetap semangat dalam belajar. Memberikan kepercayaan
tersendiri bagi peserta didik karena mampu menemukan, mengolah, memilah dan mengembangkan
pengetahuan sendiri, Konsep ini berpusat pada peserta didik, dan guru hanya membantu saja.
Adapun kelemahan konsep belajar penemuan menurut Bruner, yaitu: memakan waktu
yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada
kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.[12]Konsep belajar ini menuntut peserta
didik untuk memiliki kesiapan dan kematangan mental. Peserta didik harus berani dan berkeinginan
mengetahuai keadaan disekitarnya. Jika tidak memiliki keberanian dan keinginan tentu proses
belajar akan gagal. Konsep ini kurang berhasil apabila di laksanakan didalam kelas yang
besar. Konsep ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi peserta didik. Konsep ini mungkin tidak
memberikan kesempatan untuk bepikir secara kretaif. [13]Dari beberapa penjelasan tentang
kelebihan dan kelemahan konsep penemuan menurut Bruner, tentu kita harus mampu
mempergunakan konsep belajar ini sesuai dengan keadaan dan tempatnya, sehingga nantinya dapat

67

memaksimalkan penggunaaan konsep ini dan tidak terjadinya kegalalan pembelajaran karena salah
dalam penggunaannya.
KESIMPULAN
Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dansimbolik. Ada tiga
tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu: Tahap informasi (tahap
penerimaan materi),Tahap transformasi (tahap pengubahan materi) dan Tahap evaluasi (tahap
penilaian materi)
Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Bruner ini,
yaitu:Pertama Tentang discovery itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini,
diamana teori ini mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah
dan dan mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang
belajar berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti
teori discovery Bruner ini. Kedua Konsep kurikulum spiral merupakan cirri khas dari
teori scovdiery Bruner ini. Dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan
terhadap penegetahuan yang sama namun diulang dengan pembahsan yang lebih luas dan
mendalam.
Kelebihan konsep ini yaitu belajar mengajar konsep ini sangat cocok untuk materi
pelajaran yang bersifat kognetif. Sedangkan kelemahannya adalah memakan waktu yang cukup
banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada kekacauan dan
kekaburan atas materi yang dipelajari. Impliklasi konsep belajar discovery dalam pembelajaran
yaitu: Simulation,
Problem
Statement,
Data collection, Data prossesing,
Verfication, atau pembuktian. Generalization.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Ciputat, Quantum Teaching,
2005.
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rienika Cipta, 2005.
Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002.
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasi, Jakarta, PT. Rineka Cipta,
2008.
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Nasution, Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, PT. Bumi
Aksara, 2006.
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta, PT.
Bumi Aksara, 2006.
Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001.
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008
http://makalahpendidikanislamismail.blogspot.co.id/2013/06/teori-belajar-menurutjerome-bruner.html

68

KONSEP BELAJAR
MENURUT JEROME S.
BRUNER
DI-AM.BLOGSPOT.COM WEDNESDAY, JUNE 12, 2013 MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG
Matematika adalah suatu bidang ilmu yang melatih penalaran supaya berpikir
logis

dan

sistematis dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Mempelajarinya


memerlukan cara tersendiri karena matematika bersifat khas, yaitu abstrak, konsisten,
hierarki, dan berpikir deduktif. Oleh karena itu, pengajaran matematika hendaknya
diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan masalah-masalah lain
yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika. Begitu pentingnya
pengetahuan teori belajar matematika dalam sistem penyampaian materi di kelas,
sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan materi belajar.
Dengan memahami kekhasan matematika dan karakteristik siswa, dapat
diupayakan cara-cara yang sesuai agar tujuan pembelajaran, baik yang bersifat
kognitif, psikomotorik, dan afektif dapat tercapai dengan optimal.
Manusia dewasa mempunyai lebih dari 100 milyar neuron, yang satu sama lain
berhubungan secara spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat,
melihat,

belajar,

berpikir,

kesadaran

dan

lain-lain

(Schatz

1992). Struktur

otak terbentuk sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan dalam DNA,
dan organ tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit
tersebut.
Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi
berat

otaknya

hanya

dari

otak

dewasa.

Otak

menjadi

bertambah

besar

69
karena pembesaran neuron, bertambahnya jumlah akson dan dendrit sesuai dengan
perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk menyempurnakan perkembangan
maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba, speech (berbicara) dan images
(daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).
Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan
sebagai proses memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah
proses dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil
dari pengalaman .
Memori ingatan adalah proses di mana informasi belajar disimpan dan dapat
dibaca kembali (dikeluarkan kembali). Ingatan atau memori tidaklah sesederhana
seperti ini. Memori adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu
diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia
mempunyai

kapasitas

dan kecenderungan

untuk

berubah

karena

menghadapi

kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat
singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat
disimpan dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat
ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan
berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup).

B.

RUMUSAN MASALAH

1.

Siapakah tokoh Jerome S. Bruner?

2.

Bagaimanakah proses dan penerapan belajar menurut Jerome S. Bruner ?

3.

Bagaimanakah Teori Pengajaran Menurut Jerome Bruner?

4.

Bagaimanakah ciri khas teori pembelajaran menurut Bruner?

C.

TUJUAN

1.

Untuk mengenal tokoh Jerome S. Bruner.

2.

Untuk mengetahui proses dan penerapan belajar menurut Jerome S. Bruner.

3.

Untuk mengetahui Teori Pengajaran Menurut Jerome Bruner.

4.

Untuk mengetahui ciri khas teori pembelajaran menurut Bruner?

70
D.
1.

MANFAAT PENULISAN
Bagi penulis dapat menambah penulis menjadi lebih tahu tentang teori pembelajaran
Jerome S. Bruner.

2.

Bagi pembaca:untuk mengetahui materi tentang teori pembelajaran Jerome S.


Bruner guna memperluas ilmu pengetahuan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

MENGENAL LEBIH DEKAT JEROME S. BRUNER


Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli
psikologi

yang

terkenal

telah

banyak

menyumbang

dalam

penulisan

teori

pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan


Piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak adalah melalui peringkat-peringkat
tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara
penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam
keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme).
Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika
Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961
sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Proyek Madison di
Amerika Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Universiti
Oxford di England.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi
belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang
demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam
mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya
sebagai konseptualisme

instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu

pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan


yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh
bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu
tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi
suatu

sistem

simpanan

yang

sesuai

dengan

lingkungan.

Pertumbuhan

itu

71
menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya
sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Menurut

Bruner

belajar

bermakna

hanya

dapat

terjadi

melalui

belajar

penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama,


dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan
penalaran

dan

kemampuan

berfikir

secara

bebas

dan

melatih

keterampilan-

keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.


Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau
dari segi aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan.
2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara
penyajian, ekonomi dan kuasa.
3.

Perincian

urutan-urutan

penyajian

materi

pelajran

secara

optimal,

dengan

memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat


materi pelajaran dan perbedaan individu.
4. Bentuk dan pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui
struktur konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan
mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan
pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan
mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat
kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam
kategori segitiga.
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan
berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga
tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk
baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
B.

PROSES DAN PENERAPAN BELAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER


Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode,
yakni

(1)

informasi,

(2)

transformasi

(3)

evaluasi

(pengkajian

pengetahuan).

Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi ada yang menambah

72
pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya,
ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui
sebelumnya,

misalnya

bahwa

tidak

ada

energi

yang

lenyap.

Transformasi, informasi itu harus dianalisis diubah atau ditransformasi kedalam bentuk
yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih
luas.
Dalam

hal

ini

bantuan

guru

sangat

diperlukan.

Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan
transformasi

itu

bisa

dimanfaatkan

untuk

memahami

gejala-gejala

lain.

Dalam proses belajar, ketiga episode selalu ada. Yang menjadi masalah ialah berapa
banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasikan. Lama tiap episode
tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan,
motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk
menemukan sendiri.
Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yang terkenal, yaitu
enaktif, ikonik dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami
atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara
untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model
mental tentang peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang
terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:
(1) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau
memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
(2) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai
menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini,
peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat
memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep.
(3) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan
tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari penggunaan
penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem
berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan
dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan
diproses untuk mencapai pemahaman.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah
ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan
pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain
perkataan perkembangan

kognitif seseorang dapat ditingkatkan

dengan

jalan

73
mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum
spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti
dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan
(discovery learning).
Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata
teori kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori ini
ada kaitan dengan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu
pengetahuan yang diperolehi melalui pengalaman atau pendidikan formal akan
disimpan dan disusun melalui proses pengumpulan pengetahuan supaya dapat
digunakan kemudian.
Penerapan model kognitif dalam pembelajaran:
Belajar

Karakteristik
Teori

Penerapan Dalam pembelajaran

Kogniti
f
Bruner

Model ini sangat


1.
membebaskan
peserta didik
untuk belajar 2.
sendiri. Teori ini3.
mengarahkan
peserta didik
untuk belajar 4.
secara discovery
learning.

Menentukan tujuan-tujuan
instruksional

5.

Memilih materi pelajaran


Menentukan topik-topik yang
akan dipeserta didiki
Mencari contoh-contoh, tugas,
ilustrasi dsbnya., yang dapat
digunakan peserta didik untuk
bahan belajar
Mengatur topik peserta didik
dari konsep yang paling kongkrit
ke yang abstrak, dari yang
sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan
hasil belajar

Berma
kna
Ausub
el

Dalam
1. Menentukan tujuan-tujuan
aplikasinya
instruksional
menuntut
peserta didik 2. Mengukur kesiapan peserta
didik (minat, kemampuan,
belajar secara
struktur kognitif)baik melalui tes
deduktif (dari
awal, interviw, pertanyaan dll.
umum ke
khusus) dan

74
lebih
3. Memilih materi pelajaran dan
mementingkan
mengaturnya dalam bentuk
aspek struktur
penyajian konsep-konsep kunci
kognitif peserta
4. Mengidentifikasikan prinsipdidik
prinsip yang harus dikuasai
peserta didik dari materi tsb.
5.

Menyajikan suatu pandangan


secara menyelurh tentang apa
yang harus dikuasai pesertadidik

6.

Membuat dan menggunakan


advanced organizer paling
tidak dengan cara membuat
rangkuman terhadap materi yang
baru disajikan, dilengkapi dengan
uraian singkat yang
menunjukkan relevansi
(keterkaiatan) materi yang sudah
diberikan dengan yang akan
diberikan

7. Mengajar peserta didik untuk


memahami konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang sudah
ditentukan dengan memberi
fokus pada hubungan yang
terjalin antara konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil
belajar

C.

TEORI PENGAJARAN MENURUT JEROME BRUNER


Bruner berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai (a) hakikat
seseorang sebagai pengenal (b) hakikat dari pengetahuan, dan (c) hakikat dari proses
mendapatkan pengetahuan. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia di antara
makhluk-makhluk lain memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya dan kemampuan
berbahasa. Dengan dua kemampuan tersebut maka manusia dapat mengembangkan
kemampuan yang ada padanya. Dorongan dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui
dunia dan lingkungan alamnya menyebabkan manusia mempunyai kebudayaan dalam
bentuk konsepsi, gagasan, pengetahuan, maupun karya-karyanya. Kemampuan yang
ada dalam dirinya mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah dimilikinya.
Kondisi dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar
dalam mengembangkan proses pengajaran. Dengan demikian guru harus memandang
siswa sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan

75
dan

dunianya

bukan

semata-mata

makhluk

pasif

menerima

apa

adanya.

Selanjutnya Bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus mencakup lima aspek
utama yakni:
1.

Pengalaman

optimal

untuk

mempengaruhi

siswa

belajar

Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar
sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran
manusia. Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi
juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan
masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya
pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.
2.

Struktur

pengetahuan

untuk

membentuk

pengetahuan

yang

optimal.

Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap
struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspekaspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi
siswa pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga
mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
3.

Spesifikasi

mengurutkan

Mengurutkan

bahan

penyajian

pengajaran

bahkan
agar

pelajaran

dapat

untuk

dipelajari

dipelajari

siswa

siswa

hendaknya

mempertimbangkan kriteria sebagi berikut; kecepatan belajar, daya tahan untuk


mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi baru, bentuk penyajian
mengekspresikan bahan-bahan yang telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya
mempunyai nilai ekonomis, apa yang telah dipelajari memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.
4.

Peranan

sukses

dan

gagal

serta

hakikat

ganjaran

dan

hukuman

Ada dua alternatif yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugastugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternatif yang digunakan untuk
mendorong

perbuatan

belajar

adalah

ganjaran

dan

hukuman.

Ganjaran

penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan


kegagalan.
5.

Prosedur

untuk

merangsang

berpikir

siswa

dalam

lingkungan

sekolah

Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang
dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data
lebih lanjut untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak

76
dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah
harus dikembangkan di sekolah agar para siswa memiliki keterampilan bagaimana
mereka belajar yang

sebenarnya.

Melalui

metode pemecahan

masalah akan

merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari


informasi,

menggunakan

informasi,

memanfaatkan

informasi

untuk

masalah

pemecahan lebih lanjut.


Berdasarkan pemikiran di atas, Bruner menganjurkan penggunaan metode
discovery learning, inquiry learning, dan problem solving.
Metode discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning
dan expository teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus
mempelajari semua bahan atau informasi itu.
Banyak pendapat yang mendukung discovery learning itu, di antaranya J.
Dewey (1993) dengan complete art of reflective activity atau terkenal dengan problem
solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of Education. Didalam buku ini ia
melaporkan hasil dari suatu konferensi di antara para ahli science, ahli sekolah atau
pengajar dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini ia mengemukakan
pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk
intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Bruner mendapatkan pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan
program pengajaran yang lebih efektif bagi anak yang muda? Jawaban Bruner adalah
dengan mengkoordinasikan metode penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat
mempelajari bahan itu yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat
kemajuan anak dari tingkat representasi sensori (enactive) ke representasi konkret
(iconic) dan akhirnya ke tingkat representasi abstrak (symbolic).
The Wat of Discovery dari Bruner
a.

Adanya satu kenaikan di dalam potensi intelektual.

b.

Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada ganjaran ekstrinsik.

c.

Murid mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode


discovery learning.

d.

Murid lebih senang mengingat-ingat informasi.

77

D. CIRI KHAS TEORI PEMBELAJARAN MENURUT BRUNER


1. Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini
perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat,
bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan
satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan
terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat
mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan
intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa
melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu
merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan caracara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi
pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan penganut teori perilaku Bruner yakin bahwa orang yang belajar
berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di
lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang
diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini
mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya.
Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu
struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu
atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.
3. Belajar sebagai Proses Kognitif

78
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung
hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner,
1973).
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang
dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga
berlawanan

dengan

informasi

sebelumnya

yang

dimiliki

seseorang.

Dalam

transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan


tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan,
apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan
untuk menyatakan kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu
adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner
(1966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan
cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang
lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan
oleh

sekumpulan

gambar-gambar

yang

mewakili

suatu

konsep,

tetapi

tidak

mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep


kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik
dibuktikan

oleh

kemampuan

seseorang

lebih

memperhatikan

proposisi

atau

pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep


dan

memperhatikan

kemungkinan-kemungkinan

alternatif

dalam

suatu

cara

kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan
timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan
dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua
dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau

79
gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematika
dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
4. Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang
discovery yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Di samping itu, karena
teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang
berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat, kurikulum
spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang
sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu
saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih
kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu
pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui
struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan
melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru
dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.

Belajar Penemuan berdasarkan teori Jerome s. Bruner


Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome
Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning).
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.

80
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa
kebaikan. Diantaranya adalah:
1.

Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.

2.

Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.

3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan


untuk berpikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru
berasal dari proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses
informasi (active learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d.Proses kegiatan
belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap
teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui
upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan
pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne.
Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel
menekankan pada aspek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama
terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan
struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada
pengelompokan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas
bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan

BAB III
PENUTUP

81

A.

KESIMPULAN
Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap
yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan
simbolik yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.
Ada tiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu:
1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
3. Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)
Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu:
1. Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, dimana teori
ini mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah
dan dan mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik
yang belajar berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti
teori discovery Bruner ini.
2. Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori discovery Jerome Bruner ini.
Dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap
pengetahuan yang sama namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan
mendalam.
Kelebihan dan kelemahan konsep ini yaitu belajar mengajar konsep ini sangat cocok
untuk materi pelajaran yang bersifat kognetif. Kelemahannya adalah memakan waktu
yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat
menjerumus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari

82

DAFTAR PUSTAKA
Http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajarpenemuan%E2%80%9D/: akses April 2013
Http://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajar-jeromebruner/: akses April 2013
Http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/03/belajar-penemuan-bruner.html: akses April 2013
Http://www.anneahira.com/teori-kognitif-bruner.htm: akses April 2013

Max Darsono, 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Ratna Wilis Dahar, 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.


http://di-am.blogspot.co.id/2013/06/konsep-belajar-menurut-jerome-s-bruner.html

83

Teori Tahap-Tahap Pembelajaran dari Jerome Bruner


TARSUDIN RD TEORI BELAJAR

Teori Tahap-Tahap Pembelajaran dari Jerome


Bruner

I.

PENDAHULUAN
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi

belajar kognitif yang telah banyak menulis tentang teori belajar, proses pembelajaran
dan filsafat pendidikan. Buku Bruner yang sangat diakui, The Process of Education,
yang ditulis pada tahun 1959-1960, mencerminkan pemikiran saat ini dari masyarakat
berkaitan dengan pendidikan dasar dan menengah. Dalam bukunya ini, Bruner
menjelaskan tentang pentingnya mengajarkan struktur disiplin, kesiapan untuk
belajar, berpikir intuitif dan analisis, dan motivasi untuk belajar. Bruner juga dikenal
dengan model instruksional kognitif yang dikenal dengan model belajar penemuan.
Makalah ini membahas tentang teori tahap-tahap belajar dari Jerome Bruner.
Pembahasan tersebut antara lain tentang Bruner dan teorinya dan tahap-tahap
pembelajaran Bruner.

II.

BRUNER DAN TEORINYA


Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang akan dilakukan
manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah
memperoleh informasi yang diskret itu mencapai pemahaman yang memberikan
kemampuan padanya (Dahar, 2011:74). Selain itu Bruner tidak mengembangkan teori

84
belajar yang sistematis (Wiranataputra dkk., 2008:3.13). Hal tersebut disebabkan
karena Bruner (1977:6) memandang bahwa manusia adalah pemroses, pemikir dan
pencipta informasi.
Dalam bukunya Process of Education, Bruner menekankan 4 hal penting
dalam pembelajaran. 4 hal tersebut antara lain:
1.

Pentingnya suatu struktur


Ada dua cara dimana pembelajaran berfungsi untuk masa depan (Bruner,
1977:17) yaitu:

Dengan melalui penerapan spesifik untuk tugas-tugas yang mirip dengan apa yang
dipelajarinya atau biasa disebut dengan transfer (pergantian) pelatihan atau ekstensi
kebiasaan atau asosiasi.
Melalui transfer nonspesifik atau transfer prinsip-prinsip dan sikap pada pembelajaran
sebelumnya membuat kinerja selanjutnya lebih efisien. Transfer prinsip bergantung
pada penguasaan struktur materi pelajaran. Artinya, agar seseorang bisa mengenali
penerapan atau ketidakpenerapan suatu ide untuk situasi baru dan untuk memperluas
pembelajarannya sedemikian rupa, orang tersebut harus berpikir secara umum dari
situasi atau fenomena itu sendiri.
Ada 4 hal umum dalam pembelajaran struktur dasar mata pelajaran (Bruner,
1977:23-24), antara lain:
a.

Pemahaman dasar membuat mata pelajaran lebih mudah dipahami. Hal ini berlaku
tidak hanya berlaku dalam fisika dan matematika, tetapi juga ilmu sosial dan sastra.

b.

Memori (ingatan manusia). Dalam hal ini, pembelajaran struktur dasar memastikan
bahwa hilangnya ingatan manusia bukan berarti menjadi suatu kerugian total apabila
kita tetap merekonstruksi rincian-rincian ingatan yang diperlukan. Hal ini disebabkan
karena struktur dasar atau prinsip yang baik tidak hanya untuk memahami fenomena
saat ini saja akan tetapi juga untuk ingatan hari selanjutnya. Selain itu, berdasarkan
pendapat Bruner, Bell (1981:138) memperjelas bahwa dengan mengingat detail suatu
objek maka detail-detail tersebut akan menjadi suatu pola yang tentunya akan mudah
untuk diingat.

c.

Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar dan ide-ide yang menjadi jalan utama
dalam transfer pelatihan. Untuk memahami sesuatu sebagai contoh spesifik dari
kasus yang lebih umum adalah belajar bukan hanya pada hal tertentu saja, tetapi juga
memahami model lainnya yang mungkin ditemui.

d.

Penekanan pada struktur dan prinsip-prinsip megajar adalah dengan terus-menerus


memeriksa kembali materi yang diajarkan di sekolah dasar dan menengah sebagai
suatu karakter dasar.
Berdasarkan penjabaran Bruner, Dahar (2011:74) mengemukakan bahwa
hendaknya kurikulum memerhatikan struktur pengetahuan karena dapat menolong
para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak memiliki
hubungan dapat dihubungkan satu dengan yang lain dan pada informasi yang telah
mereka miliki.

85
2.

Kesiapan untuk belajar


Ada tiga hal dalam kesiapan untuk belajar ini (Bruner, 1977:33), yaitu:

a.

Perkembangan intelektual. Penelitian tentang perkembangan intelektual anak


menyoroti fakta bahwa pada setiap tahap perkembangan anak memiliki cara
karakteristik untuk memandang dunia dan menjelaskan kepada dirinya sendiri. Dan
menurut Bruner (Bell, 1981:139-140) perkembangan intelektual ditandai dengan enam
karakteristik, yang pertama, terus meningkatnya kemampuan seseorang untuk
memisahkan antara tanggapan dan stimuli spesifiknya; yang kedua, berkembangnya
kemampuan menganalisis peristiwa eksternal ke dalam suatu struktur mental yang
mana sesuai dengan lingkungan pelajar dan bantuan pelajar yang mana merupakan
generalisasi

dari

suatu

kejadian

spesifik;

karakteristik ketiga adalah

terus

meningkatnya kemampuan untuk menggunakan lambang dan kata-kata untuk


mempresentasikan sesuatu yang mana telah dilaksanakan atau akan dilaksanakan di
masa depan; yang keempat, pengembangan mental bergantung pada sistematis dan
interaksi struktur antara para guru dan pelajar, siswa lain, orang tua, para guru
sekolah, atau seseorang yang memilih untuk menjadi pelajar; yang kelimaadalah
mengajar dan belajar sangat dimudahkan dengan adanya penggunaan bahasa;
karakteristikkeenam ditunjukkan

dengan

meningkatnya

kemampuan

menangani

beberapa variabel secara serempak.


b.

Tindakan pembelajaran. Belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung secara


bersamaan. Yang pertama adalah proses memperoleh informasi baru, seringkali
informasi tersebut merupakan pengalaman seseorang secara implisit maupun
eksplisit.

Proses

yang

kedua

adalah

transformasi,

yaitu

proses

manipulasi

pengetahuan untuk membuatnya sesuai dengan tugas-tugas baru. Proses yang ketiga
adalah evaluasi, yaitu memeriksa apakah cara seseorang dalam memanipulasi
informasi telah memadai atau belum.
c.

Spiral kurikulum. Banyak kurikulum yang direncanakan menggunakan panduan yang


telah ditentukan. Akan tetapi pada saat kurikulum telah diputuskan, telah berkembang
dan mengalami perubahan seringkali kurikulum tersebut akan kehilangan bentuk atau
ide awalnya. Hal inilah yang menyebabkan perlu adanya peninjauan ulang terhadap
tujuan kurikulum sehingga diharapkan adanya kesinambungan dengan idea atau
bentuk awalnya.

3.

Berpikir intuitif dan analitis


Dalam Matematika, intuisi digunakan dalam dua arti yang berbeda. Di satu sisi,
seseorang dikatakan berpikir intuitif ketika setelah bekerja pada waktu yang lama
pada satu masalah dan secara tiba-tiba mendapatkan suatu solusi walaupun belum
memberikan bukti formal. Di sisi lain, seorang individu dikatakan ahli matematika
intuitif jika ketika seseorang bertanya maka dia bisa dengan cepat memberikan
jawaban akan pertanyaan itu. Secara karakteristik, berpikir analisis terjadi serentak
menggunakan

langkah-langkah

yang

eksplisit

dan

biasanya

dlaporkan

secara

memadai oleh pemikir ke individu lain.


Berbeda dengan pemikiran analitik, berpikir intuitif tidak melalui langkahlangkah yang telah ditetapkan. Pemikir intuitif cenderung melihat suatu masalah
berdasarkan apa yang tampak pada persepsi implisitnya. Pemikir intuitif biasanya

86
secara tiba-tiba memperoleh suatu jawaban, mungkin benar atau salah. Melalui
berpikir intuitif, seseorang sering mendapatkan solusi masalah yang mana belum
tercapai sebelumnya. Pencapaian menggunakan pemikiran intuitif selanjutnya harus
diperiksa menggunakan metode analitik karena pemikir intuitif biasanya dapat
menciptakan atau menemukan masalah yang tidak bisa ditemukan oleh pemikir
analisis. Seseorang yang berpikir intuitif mungkin sering mencapai solusi yang benar,
akan tetapi ia juga mungkin terbukti salah ketika dia atau orang lain memeriksa
kembali solusi hasil pemikirannya tersebut.

4.

Motivasi untuk belajar


Motivasi berkaitan erat dengan keinginan untuk belajar dan bagaimana hal
tersebut bisa dirangsang.

III.

TAHAP-TAHAP PEMBELAJARAN BRUNER


Ada tiga tahap pembelajaran menurut Bruner, yaitu:
1.

Tahap Enaktif (Konkret)


Tahapan

ini

bersifat

manipulatif

(Dahar,

2011:78).

Dalam

hal

ini

seseorang

mengetahui suatu aspek kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata


dimana dalam proses belajarnya menggunakan atau memanipulasi obek-objek secara
langsung. Tahapan ini berkaitan dengan bagaimana seseorang melakukan sesuatu dan
serangkaian tindakan dalam mencapai suatu hasil (Kristinsdottir, 2008). Dimana
tindakan tersebut merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan seseorang (seperti
melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya) dalam upaya memahami
lingkungan sekitar.
Contoh:
Dalam pembelajaran materi penjumlahan dua bilangan cacah, guru menyuruh siswa
menggabungkan 3 mangga dengan 2 mangga kemudian menghitung banyaknya
semua kelereng tersebut.
Seorang anak yang mengatur keseimbangan timbangan dengan jalan menyesuaikan
kedudukan

badannya

walaupun

anak

itu

mungkin

tidak

dapat

menjelaskan

prosedurnya (Wiranataputra, 2008:3.16).


Seorang anak dapat berjalan walaupun belum mengetahui bagaimana seseorang
dapat berjalan.
2.

Tahap Ekonik (Semi Konkret)


Berdasarkan pada pikiran internal (Dahar, 2011:78). Pada tahap ini menyatakan
bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari
objek-objek, dimana seseorang memahami objek-objek melalui gambar-gambar atau

87
visualisasi verbal. Dalam hal ini anak tidak lagi memanipulasi objek secara langsung,
melainkan dengan menggunakan gambaran dari objek tersebut.
Contoh: Pada saat pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan cacah,
guru memberikan contoh dua mangga ditambah dua mangga. Dalam hal ini guru tidak
lagi harus menunjukkan buah mangga secara nyata, akan tetapi bisa juga
menggunakan gambar.
3.

Tahap Simbolik (Abstrak)


Berdasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer dan lebih fleksibel (Dahar,
2011:78). Dalam tahap ini anak memanipulasi symbol-simbol secara langsung dan
tidak ada kaitannya dengan objek-objek.pada tahapan ini anak telah mencapai transisi
dari tahap ekonik ke tahap simbolik yang diasarkan pada system berpikir abstrak dan
lebih fleksibel. Pada tahapan ini dapat dikatakan bahwa seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa logika. Dalam pemahamannya, seseorang belajar
mealui symbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasi pada tahapan
ini menggunakan banyak system symbol. Walaupun begitu, bukan berarti dalam
tahapan ini seseorang masih menggunakan system enaktof dan ikonik.
Contoh: Pada saat pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan cacah,
guru tidak lagi memberikan contoh berupa gambar, melainkan sudah menggunakan
symbol seperti 1+2 = 3.

Berikut ini merupakan salah satu bentuk teori instruksi dalam matematika yang
berupa teorema dalam pembelajaran matematika (Bell, 1981:143). Ada beberapa
teorema dalm teori insttruksi matematika ini, antara lain:
a.

Teorema konstruksi
Dalam teorema konstruksi, mengatakan bahwa jalan terbaik untuk siswa untuk
memulai

belajar

konsep

matematika,

prinsip

dan

aturan

adalah

dengan

mengkonstruksikan penyajiannya itu sendiri. Pada awal tahapan pembelajaran konsep,


pemahaman bergantung pada aktifitas konkrit dimana siswa mengkonstruksi setiap
representasi konsep.

b.

Teorema notasi
Dalam teorema nitasi menyatakan bahwa awal dari penyajian dan konstruksi
dapat dibuat secara lebih sederhana dan dapat dipahami oleh siswa jika berisi notasi
yang mana sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa.

c.

Teorema perbandingan dan variasi


Dalam teorema ini menyatakan bahwa prosedur berasal dari penyajian konsep
konkrit ke penyajian yang lebih abstrak.

88
d.

Teorema konektifitas
Dalam teorema ini dinyatakan sebagai berikut: tiap konsep, prinsip, dan
keterampilan matematika adalah untuk menghubungkan dengan konsep, prinsip, atau
keterampilan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, F.H. 1981. Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Dubuque, Iowa:
Wm. C. Brown Company.

Bruner, J.S. 1977. The Process of Education. USA: Harvard University Press.

Dahar, R.W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Kristinsdottir,

S.B.

2008.

Jerome

Bruner.

http://mennta.hi.is/starfsfolk/solrunb/jbruner.htm_3.htm.Diakses tanggal 12 Februari


2014.

Wiranataputra, U.S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas


Terbuka.
http://math-succes.blogspot.co.id/2015/01/teori-tahap-tahap-pembelajaranjerome.html

89

TEORI KOGNITIFISME JEROME BRUNER


Ditulis Oleh : Eka Yanuarti. M.Pd.I
A. Pendahuluan
Salah satu ruang lingkup kajian psikologi pendidikan adalah berusaha untuk
menjawab pertanyaan bagaimana cara belajar yang tepat agar bisa mencapai tujuan
belajar dengan baik. Untuk menjawab pertanyaan di atas melahirkan berbagai
pemikiran ahli mengenai teori-teori belajar.
Secara umum, pemikiran-pemikiran para ahli tersebut bisa digolongkan menjadi
empat aliran teori belajar dimana masing-masing aliran mempunyai tokohnya sendiri.
Keempat aliran tersebut adalah aliran behavioristik, kognitif, humanistik dan sibernatik
(Hamzah,2008:6).
Keempat teori belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, yakni aliran
behavioristik menekankan pada hasil dari pada proses belajar. Aliran kognitif
menekankan pada proses belajar. Aliran humanistik menekankan pada isi atau apa
yang dipelajari. Aliran sibernatik menekankan pada sistem informasi yang dipelajari.
Sejalan dengan upaya menerapkan falsafah teknologi pembelajaran tutwuri
handayani pada semua jenjang pendidikan formal, pendekatan kogitif mulai menjajaki
keberadaan pendekatan perilaku sejak pertengahan dekade 80-an. Padahal, dibelahan
bumi barat telah dimulai pada dekade sebelumnya, melalui pembaharuan kurikulum
lokal di masing-masing lembaga dan pusat penelitian dan pengembangan pendidikan
yang mereka miliki.
Pendekatan kognitif itu sendiri berangkat pada teori Gesalt yang memposisikan
bahwa keseluruhan bukan penjumlahan dari bagian-bagiannya. Artinya, setiap
kejadian hanya dapat dipahami setelah diilhami lebih dahulu pola strukturnya, baru
kemudian pada susunan unsur-unsur dan komponen-komponen serta interelasi antar
komponen dari unsur itu sehingga terbentuk gambaran mental sebagai satu kesatuan
persepsi yang disebutInsight. (Hamzah,2008:52)
Setelah itu banyak dikembangkan teori belajar dan pembelajaran setelah
Gesalt. Dalam bidang teori belajar kognitif, mulailah bermunculan para tokoh-tokoh
yang mengeluarkan teori tentang itu, diantaranya Ausebel, Jerome Bruner, Robert
Gagne dan lainnya.

90
Lebih lanjut makalah sederhana ini akan membahas siapa itu Jerome Bruner,
apa teorinya? Apa materi pembelajarannya? bagaimana proses belajar-mengajar
menurutnya?, lalu bagaimana peranan guru, siswa, dan teman-temanya? serta
kelebihan dan kelemahan teorinya ? perbedaan teori belajar Brunner dan ahli teori
kognitif lainnya?
B. Pembahasan
1.

Teori Belajar Kognitif


Teori belajar kognitif merupakan suatu teori yang lebih mementingkan proses belajar dari

pada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.
Pada masa-masa awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan
bagaimana siswa mengelolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai kepada respon
tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun, lambat laun perhatian ini
mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru
berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan (Bell,1991:11). Proses ini tidak berjalan
terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, berkesinambungan, dan
menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik orang ini tidak memahami not-not balok
terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai suatu
kesatuan yang secara utuh masuk kepikiran dan keperasaannya. Seperti juga ketika anda
membaca tulisan ini, bukan alfabet-alfabet yang terpisah-pisah yang dapat diserap dan dikunyah
dalam pikiran, tetapi adalah kata, kalimat, paragrap yang kesemuanya itu seolah jadi
satu,mengalir, melebur secara total bersamaan.
Menurut aliran kognitif, belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara
langsung. Perubahan perilaku seseorang yang tampak sesungguhnya hanyalah refleksi dari
perubahan internalisasi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang sedang diamati dan dipikirkannya.
Sedangkan fungsi stimulus yang datang dari luar direspon sebagai activator kerja memori otak
untuk membentuk dan mengembangkan struktur kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi
yang terus-menerus di perbaharui, sehingga akan selalu saja ada sesuatu yang baru dalam
memori dari setiap akhir kegiatan belajar (Hamzah,2008:53).
Dalam pandangan psikologi kognitif, peran guru atau dosen menjadi semakin menentukan
apabila variabel perbedaan karakter individu dihargai dalam bentuk penyajian variasi pola struktur
kegiatan belajar mengajar (Hamzah,2008:53).

91
Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam tahap-tahap perkembangan yang
diusulkan oleh Jean Piaget belajar bermaknanya Ausebel dan belajar penemuan secara
bebas(Free Discovery Learning) oleh Jerome Bruner. Masalah yang sering muncul pada tahap
aplikasi

teori-teori

kognitif

di

bidang

pembelajaran

adalah

dalam

kaitannya

dengan

pengorganisasian isi pesan atau bahan belajar dan penstrukturan kegiatan belajar-mengajar
(Hamzah,2008:53). Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa penelitian dan pengembangan paketpaket program pembelajaran pada berbagai jenis cabang disiplin keilmuan dan keahlian ternyata
tidak menunjukkan hasil yang konsisten. Salah satu faktor yang dominan pengaruhnya terhadap
variasi keefektifan pembelajaran adalah struktur bangunan disiplin ilmu yang dipelajari
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan kognitivism ini, titik fokusnya pada proses
pemahaman (knowing), sedangkan variabel kuncinya terletak pada cara pembuat keputusan,
proses pemahaman, struktur kognitif, persepsi, proses informasi, dan pengingat. Kegunaan
pendekatan kognitivisme untuk guru adalahexplains, development of understanding, emphasizes,
importance of meaningfulness, dan organization.
2.

Riwayat Hidup Bruner

Seymour Jerome Bruner lahir pada 1 oktober 1915 di New York City, Amerika Serikat.
Memperoleh pendidikan di BA, Duke University, 1937. PhD, Harvard, 1941 (psikologi).
Profesor psikologi di Harvard (1952-1972). Profesor psikologi di Oxford (1972-1980).
Penghargaan yang pernah diperoleh yaitu CIBA Medali Emas, 1974, karena "dan asli
penelitian khusus." Balzan Prize pada tahun 1987 untuk "kontribusi untuk memahami
pikiran manusia." Dan Fellow American Academy of Arts and Sciences. Selain itu juga
bruner

pernah

bekerja

di

berbagai

tempat

(www.gogla_terjemahan_biografi_bruner.com) diantaranya adalah :


1) Bruner, JS (1965/1960). Proses pendidikan. Cambridge, MA: Harvard University Press.
2) Bruner, JS, Goodnow, J,. & Austin, A. (1956). Studi tentang Berpikir. New York: Wiley
3) Bruner, JS, Greenfield, P. dan Olver, R (1966). Studi kognitif dalam pertumbuhan.
Cambridge, MA: Havard University Press.
4) Bruner, JS (1966). Menuju Teori Instruksi. Cambridge, MA: Harvard University Press.
5) Bruner, JS (1973). Going Beyond Mengingat Informasi. New York: Norton.
6) Bruner, JS (1983). Anak Bicara: Belajar Gunakan Bahasa. New York: Norton.

92
7) Bruner, JS (1986). Aktual Minds, Possible Worlds. Cambridge, MA: Harvard University
Press.
8) Bruner, JS (1990). Kisah Arti. Cambridge, MA: Harvard University Press.
3. Teori kognitifisme menurut Jerome Bruner
a. Materi Pembelajaran Pada Teori Belajar Bruner
Ada

empat

tema

(www.teori_bruner.com)

dalam

tema

pendidikan

pertama

yang

dikembangkan

mengemukakan

pentingnya

oleh

bruner

arti struktur

pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa
untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan,
dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan
terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat
mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan
intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa
melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu
merupakan

kesimpulan

yang

sahih

atau

tidak.

Tema

keempat

adalah

tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para
guru untuk merangsang motivasi itu.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi kognitif (1915) yang memberi
dorongan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya pengembangan
berfikir.Penelitiannya yang sering dilakukan Bruner meliputi persepsi manusia,
motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia
sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Ia menandai perkembangan
kognitif manusia sebagai berikut (Budiningsih,2008:40-41) :
1) Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi
rasangsangan.
2) Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system penyimpanan
informasi secara realis.

93
3) Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri
sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah
dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan
pada diri sendiri .
4) Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru dan orang tua dengan anak
diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
5) Bahasa

adalah

kunci

perkembangan

kognitif,

karena

bahasa

merupakan

alat

komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan


bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang
lain.
6) Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa
alternatif secra stimulant, memilih tindakan tepat, dan dapat memberikan prioritas
yang berurutan dalam berbagai stituasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa materi pembelajaran pada teori Bruner meliputi struktur
pengetahuan, kesiapan untuk belajar, nilai intuisi dalam proses pendidikan, dan
motivasi atau keinginan belajar.
b.

Proses Belajar Menurut Teori Bruner


Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan adanya pengaruh

kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut (Free
discovery learning) (Budiningsih,2008:40-41). Ia mengatakan bahwa proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siwa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contohcontoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara
induktif untuk memahami suatu kebenaran umum untuk memahami konsep kejujuran,
misalnya

siwa

pertama-tama

tidak

menghafal

definisi

kata

kejujuran,

tetapi

mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa


dibimbing untuk mendefinisikan kata kejujuran.
Sementara

ditinjau

dari

arti

katanya discover berarti

menemukan

dan

discoveryadalah penemuan. Robert B. menyatakan bahwa discovery adalah proses


mental di mana anak/individu mengasilmilasi konsep dan prinsip (Ahmadi,2005:76).
Jadi, seseorang siswa dikatakan melakukan discovery bila anak terlihat menggunakan
proses mentalnya dalam usaha menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Proses

94
mental yang dilakukan, misalnya mengamati, menggolongkan, mengukur, menduga
dan mengambil kesimpulan.
Selain itu Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif,
yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi
dan ketepatan pengetahuan. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat
bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan
sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan
menjadi tiga tahap (Muhbidin Syah,2006:10). Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap
informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
(2) tahap

transformasi,

yaitu tahap

memahami, mencerna dan

menganalisis

pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin


bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah
hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Jadi dapat disimpulkan proses belajar menurut Bruner adalah suatu proses yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Teori belajar
Bruner dikenal dengan teori Free Discovery learning
c.

Proses Mengajar dalam Teori Bruner


Brunner

mengemukakan

perlunya

ada

teori

pembelajaran

yang

akan

menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran efektif di kelas. Menurut


pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat deskriftif, sedangkan teori
pembelajaran itu bersifat prespektif, misalnya, teori belajar memprediksikan berapa
usia

maksimum

seorang

anak

untuk

belajar

penjumlahan,

sedangkan

teori

pembelajaran menguraikan bagaiman cara-cara mengajarkan penjumlahan.


Dalam mengajar guru tidak menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk
final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan
menggunakan

teknik

pendekatan

pemecahan

masalah.

Secara

garis

besar,

prosedurnya (Ahmadi,2005: 22-23) sebagai berikut :


1) Stimulus

(pemberian

perangsang/stimuli) : Kegiatan

belajar

dimulai

dengan

memberikan pertanyaan yang merangsang berfikir si belajar, menganjurkan dan


mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.

95
2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah) : Memberikan kesempatan kepada si
belajar untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan
bahan belajar kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban
sementara dari masalah tersebut).
3) Data Collection (pengumpulan data) : Memberikan kesempatan kepada para si belajar
untuk

mengumpulkan

informasi

yang

relevan

sebanyak-banyaknya

untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.


4) Data Processing (pengolahan data) : Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui
kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5) Verifikasi : Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar dan
tidaknya hipotesis yang diterapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing.
6) Generalisasi : Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil
verifikasi.
Selain itu Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut
fungsinya (Nasution,2000:15) sebagai berikut :
1) Alat untuk menyampaikan pengalaman vicarious, yaitu menyajikan bahan-bahan
kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman
langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara
dll.
2) Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu
gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau
demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami
suatu prinsip atau struktur pokok.
3) Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh,
film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi
pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4) Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma, yang
menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau
feedback tentang responds murid.

96
Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara
menyusun mata pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan
orang tersebut. Gagasanya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai
suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjuk cara
mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum dan
kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan
yang lebih rinci. (Budiningsih,2008:42).
Pendekatan penataan materi dan umum ke rinci yang dikemukakannya dalam
model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi dipelajari
dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar. Sejalan dengan pernyataan
di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai
tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik
maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya
Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap
pembelajaran yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu : Enaktif, Ikonik
dan simbolik (Budiningsih,2008:41).
a. Tahap

enaktif,

seseorang

melakukan

aktivitas-aktivitas

dalam

upayanya

untuk

memahami lingkungan sekitar, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak


menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan,
dan sebagainya.
b. Tahap Ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar
atau visualisasi verbal. Maksudnya dalam memhami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
c. Tahap Simbolik, seseorang telah mampu memilki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak
yang sangat dipengaruhi oleh kemampuananya dalam berbahasa dan logika. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika
dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem
simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan
sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem

97
enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah
satu bukti masih diperlukannnya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan
timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan
dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua
dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau
gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar.
Contoh Penerapan

Teori

Belajar

Bruner

dalam

Pembelajaran dalam

(www.Jeremo_bruner.com) sebagai berikut :


a. Sajikan

contoh

dan

non

contoh

dari

konsep-konsep

yang

anda

ajarkan.

Contoh :
1) Misalnya dalam mengajarkan mamalia contohnya : manusia, ikan paus, kucing, atau
lumba-lumba.
2) Sedangkan non contohnya adalah ayam, ikan, katak atau buaya dan lain-lain.
b. Bantu

si

belajar

untuk

melihat

adanya

hubungan

antara

konsep-konsep.

Contoh :
Beri pertanyaan kepada si belajar seperti berikut ini apakah ada sebutan lain dari
kata rumah? (tempat tinggal) dimanfaatkan untuk apa rumah? (untuk istirahat,
berkumpulnya keluarga dan lain-lain) adakah sebutan lainnya dari kata rumah
tersebut?
c. Beri satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk berusaha mencari jawabannya sendiri.
Contoh :
1) Bagaimana terjadinya embun?
2) Apakah ada hubungan antara Kabupaten dan Kotamadya?
d. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Contoh :

98
1) Beri si belajar suatu peta Yunani Kuno dan tanyakan di mana letak kota-kota utama
Yunani.
Jangan berkomentar terlebih dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berfikir dan mencari jawaban yang
sebenarnya dan lain-lain.
Jadi dapat disimpulkan dalam proses mengajar menurut Bruner adanya
pendekatan spiral atau lebih dikenal dengan a apiral curriculum, yaitu mengurutkan
materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum kemudian secara
berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci,
dengan memperhatikan tahapan perkembangan kognitif seseorang (enaktif, ikonik,
dan simbolik).
d.

Peran Guru dalam Teori Bruner


Dalam belajar penemuan (Discovery Learning), peranan guru dapat dirangkum

sebagai berikut (www. Teori_belajar_kognitif.com) :


1) Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalahmasalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.
2) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada
pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan penggunaan
fakta-fakta yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah
dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan.
Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah
masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu
kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun
hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip
yang mendasari masalah itu.
3) Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga cara
penyajian yang telah dibahas terdahulu. Cara cara penyajian itu ialah cara enaktif,
cara ikonik, dan cara simbolik. Contoh cara-cara penyajian ini telah diberikan dalam
uraian terdahulu. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan
menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa.
Disarankan agar guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu simbolik.

99
Perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik,
jadi demikian pula harapan tentang urutan pengajaran.
4) Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara teoretis, guru hendaknya
berperan

sebagai

seorang

pembimbing

atau

tutor.

Guru

hendaknya

jangan

mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia
hendaknya rnemberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru
sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai
perbaikan hendaknya diberikan dengan cara demikian rupa, hingga siswa tidak tetap
tergantung pada pertolongan guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi
tutor itu.
5) Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti kita
ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan itu
tidak diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu
seiring. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasigeneralisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.
Di lapangan, pnilaian basil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang
prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk
menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat
berupa tes objektif atau tes essai.
Jadi dapat disimpulkan peran guru menurut Bruner, guru biasa menjadi tutor,
fasilitator, motivator dan evaluator. Dengan kata lain dalam belajar penemuan, guru
tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan
pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi
tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
e.

Peran Teman dan Siswa dalam Teori Bruner


Peran teman dan siswa dianggap penting, sebagaimana kita ketahui bahwa

teori Bruner ini lebih menekankan agar siswa dalam proses belajar-mengajarnya lebih
berperan aktif , dan memberikan kesempatan kepada siwa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam
kehidupannya. Maka itu dalam belajar guru perlu mengusahakan agar setiap siswa
berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk
mencapai tujuan tertentu (Slameto,2003:12).

100
Sementara peran teman dalam proses belajar Discovery Learning cukup
diperlukan, dimana mereka bisa saling bertukar informasi dari apa yang mereka
pelajari dan temukan sendiri, selain itu teori ini bisa disajikan dalam bentuk diskusi
kelas, demonstrasi, kegiatan laboratorium, kertas kerja siswa, dan evaluasi-evaluasi
(Ahmadi,2005:78).
Pada diskusi, guru harus merumuskan lebih dahulu yang akan dicapai,
mengenai konsep-konsep, prinsip-prinsip tau kemampuan apa saja yang dapat
dikembangkan siswa. Prinsip-prinsip itu diusahakan tersaji dalam bentuk masalah.
Siswa diharapkan dapat merumuskan, mengolahnya, kemudian memecahkannya,
sehingga mereka dapat menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip sesuai
dengan yang telah direncanakan guru.
Jadi dapat disimpulkan peran teman dan siswa dianggap penting, terutama
pada proses belajar mengajar, peran siswa harus lebih aktif dalam menemukan dan
mengembangkan sendiri materi yang diajarakan. Sementara peran teman sebagai
sosok yang dapat membantu memberikan tambahan informasi selain guru, demi
tercapainya tujuan pembelajaran.
C. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Penemuan Bruner
Kelebihan dari Teori Belajar Penemuan (Free Dicovery Learning) adalah :
1) Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
2) Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan tertinggal lama dan mudah diingat.
3) Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam
belajar agar si belajar dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
4) Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh si belajar daripada
disajikan dalam bentuk jadi.
5) Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi
belajar.
6) Meningkatkan

penalaran

si

(www.teori_belajar_kognitif.com)

belajar

dan

kemampuan

untuk

berfikir

secara

bebas.

101
Kelemahan dari Kelebihan dari Teori Belajar Penemuan (Free Discovery Learning) adalah
(Ahmadi,2005:79) :
1) Belajar Penemuan ini memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila kurang cerdas, hasilnya
kurang efektif
2) Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang terpimpin atau kurang
terarah dapat menyebabkan kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari
D. Perbedaan Teori Belajar Bruner dari Ahli Teori Kognitif Lainnya
Brunner lebih menekankan pada pemberikan kesempatan kepada siwa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang dijumpai dalam kehidupannya, yang lebih dikenal dengan teori Free Discovery
Learning.Sementara

Ausebel

mengemukakan

konsep

belajar

bermaknanyan

yaitu belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar bermakna ini akan terjadi
apabila informasi baru yang diterimanya mempunyai hubungan dengan konsep yang
sudah ada dan diterima oleh siswa(Advance Organizers). Sementara Jean Piaget
mengeluarkan teori Cognitive Developmentkarena penelitiannya mengenai tahaptahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan
belajar individu. (Soemanto,1998:130)
E. Konsep Dalil Naqli terhadap Teori Kognitipisme Jerome Bruner
Dalam teori kognitivisme Jerome brunner terkenal dengan teori belajarnya yaitu
belajar penemuan (free discovery learnig) yakni menekankan pada pemberikan
kesempatan kepada siwa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahamannya sendiri. Teori ini sebenarnya telah lebih dulu dijelaskan di dalam AlQuran dalam surat ar-Radu ayat 11, dimana manusia harus menemukan nasib
mereka sendiri.
3 c) !$# w it $tB BQqs)/ 4Lym (#rit $tB
NkRr'/
Sesengguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan mereka sendiri
Sementara tahapan dalam proses mengajar menurut Jerome Brunner yaitu : Stimulus,
Problem

Statement,

data

collection,

data

processing,

verifikasi,

dan

terakhir

102
generalisasi yang penjelasannya telah dijelaskan di atas. Hal ini sejalan dengan AlQuran dalam ayat Al-Insyiroh : 7 serta Al-Insyiqoq :19
x.tIs9 $)t7s `t 9,t7s
sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat ( dalam kehidupan)
F. Kesimpulan
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang
Discovery Learning yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu,
karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain
yang berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral (a Spiral Curriculum). Secara
singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap
demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang
sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam
suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.Menurut Bruner cara menyajikan
pelajaran harus disesuaikan dengan derajat berfikir anak. Ada tiga tahap berfikir anak
yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. dan Joko Tri Prasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. CV. Pustaka Setia :
Bandung.
Bell, Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan, seri pustaka teknologi pendidikan PT.
Rajawali : Jakarta
Budininsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta : Jakarta.
Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Akasara :
Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. PT. Rineka Cipta : Jakarta
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. PT.Rineka Cipta : Jakarta.
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

103
Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. PT.Bumi Aksara :
Jakarta.
http ://(www.teori_belajar_kognitif.com)
http://(www.Jeremo_bruner.com)
http;//(www.gogle_terjemahan_biografi_jerome_bruner.com)
http://eka-yanuarti.blogspot.co.id/2010/12/teori-kognitifisme-jerome-bruner.html

104

Anda mungkin juga menyukai