Anda di halaman 1dari 29

TEORI BELAJAR

SIBERNETIK
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pembimbing: Dr. H. Iskandar Zulkarnain, M. Si.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7 :

A1C115044 AVIKA AGUSTINA UTAYA

A1C115049 ELMA FITRIANA

A1C115208 GEOVANNY FAIZAL PUTRA

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

2016
TEORI BELAJAR
SIBERNETIK
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pembimbing: Dr. H. Iskandar Zulkarnain, M. Si.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7 :

A1C115044 AVIKA AGUSTINA UTAYA

A1C115049 ELMA FITRIANA

A1C115208 GEOVANNY FAIZAL PUTRA

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

2016

i
Daftar Isi
BAB I PEMBAHASAN .................................................................................................... 1

1.1 Teori Belajar Sibernetik ......................................................................................... 1

1.2 Teori Proses Informasi ........................................................................................... 2

1.3 Pendapat Para Pakar ............................................................................................... 7

1.4 Keunggulan dan Kelemahan Teori Sibernitik dalam Kegiatan Pembelajaran ....... 8

1.5 Aplikasi Teori Belajar Sibernetik........................................................................... 9

1.6 Model Pembelajaran yang Sesuai dengan Aliran Sibernetik ............................... 12

1.7 Contoh Kasus Pelaksanaan Pembelajaran Sibernetik .......................................... 13

BAB II PENUTUP .......................................................................................................... 25

2.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 25

ii
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Teori Belajar Sibernetik


Teori belajar sibernetik adalah yang paling baru dari semua teori belajar
yang telah dikenal. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu
informasi. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi (Uno, 2008;17).
Teori ini memiliki kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses.
Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun, yang lebih penting adalah
sistem informasi yang diproses karena informasi akan menentukan proses.

Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada


komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan
antarsistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan
lingkungan.

Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para


ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media
untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga
dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi,
mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan,
bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu
menghargai adanya perbedaan, bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan
dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan
waktu.

Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan


pengajaran (teaching approach) dan metode pembelajaran, yang sudah banyak
diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, e-learning dan lain lain.

1
2

Asumsi lain teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar
pun yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk semua siswa. Oleh karena
itu, sebuah informasi akan dipelajari oleh siswa dengan satu macam proses belajar
dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses
belajar yang berbeda. Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini telah
dikembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan
heuristik), Pask dan Scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist
dan tipe serial atau serialist).

Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini


mempunyai kesamaan dengan teori kognitif, yaitu mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik.
Namun, yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang akan dipelajari
siswa. Asumsi lain teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun
yang ideal untuk situasi dan cocok untuk semua siswa. Sebab, cara belajar sangat
ditentukan oleh informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh
seorang siswa dengan satu macam proses belajar dan informasi yang sama
mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.

1.2 Teori Proses Informasi


Dalam implementasinya, teori belajar sibernetik telah dikembangkan
oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah pendekatan - pendekatan yang
berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gagne dan
Berline, Biehler, Showman, Baine dan Tennyson. Teori pemrosesan informasi
umumnya berpijak pada tiga asumsi berikut:

1. Antara stimulus dan respon berpijak pada asumsi, yaitu pemrosesan


informasi ketika pada masing - masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu
tertentu.
2. Stimulus yang diproses melalui tahap - tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isinya.
3. Salah satu tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
3

Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen,


yaitu komponen struktur dan pengatur alur pemprosesan informasi (proses
kontrol). Komponen - komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan
perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya "lupa".
Ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sensory Receptor ( SR )
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima
dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan
dalam waktu sangat singkat dan informasi tadi mudah terganggu atau
berganti.

2. Working Memory ( WM )
Working Memory ( WM ) diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberi perhatian oleh individu. Karekteristik WM adalah memiliki kapasitas
terbatas ( informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa
pengulangan ) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari
stimulus aslinya. Artinya, agar informasi dapat bertahan dalam WM,
upayakan informasi tidak melebihi kapasitas, disamping melakukan
pengulangan.

3. Long Term Memory ( LTM )


Dalam Long Term Memory ( LTM ), diasumsikan bahwa:
a. Berisi semua pengetahuan yang dimiliki individu.
b. Mempunyai kapasitas tidak terbatas.
c. Sekali informasi disimpan didalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus
atau hilang.
d. Persoalan lupa pada tahap ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan
memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
4

Pada taraf aplikasi, teori sibernetik dalam pembelajaran telah banyak


dikembangkan, diantaranya adalah pendekatan - pendekatan yang berorientasi
pada pemprosesan informasi. Berdasarkan pendekatan ini, Reigeluth, Bunderson
dan Merril mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran
berdasarkan empat hal, yakni pemilihan (selection), penataan urutan (sequencing),
rangkuman (summary) dan sintesis (synthesizing).

Menurut mereka, jika isi pelajaran ditata dengan menggunakan urutan


umum ke rinci, materi pembelajaran pada tingkat umum akan menjadi kerangka
untuk mengkaitkan isi isi lain yang lebih rinci. Hal ini sesuai dengan struktur
representasi informasi di dalam Long Term Memory sehingga akan mempermudah
proses penelusuran kembali informasi. Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam
stategi penataan materi pembelajaran, akan berfungsi untuk menunjukkan kepada
pembelajar informasi yang perlu diberi perhatian, di samping itu juga menghemat
kapasitas Working Memory.

Prinsip prinsip belajar berdasarkan teori belajar yang telah


dikembangkan, banyak teraplikasi dalam pembelajaran dengan multimedia
pembelajaran. Maka, bukan hal yang aneh ketika banyak multimedia
pembelajaran hadir di ruang ruang kelas. Hal ini karena multimedia dianggap
merupakan representasi dari berbagai teori belajar lainnya, termasuk behavioristic
dan kognitif, misalnya compact disk.

Penerapan teori behavioristic terlihat jelas dari pemberian stimulus pada


peserta didik dalam menggunakan multimedia, semisal dengan cara membuka
program, memilih menu materi, mengerjakan latihan dan lain sebagainya.
Sedangkan, aplikasi teori belajar kognitif dalam multimedia pembelajaran akan
dikembangkan pada perolehan pengetahuan baru yang didesain secara khusus bagi
peserta didik. Pengetahuan lama akan diperkuat oleh pengetahuan baru tersebut
sehingga dapat berkesinambungan dan klop.
5

Aplikasi teori belajar sibernetik dalam multimedia sejalan dengan


perkembangan teknologi dan informasi. Peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu
TI yang didapat dengan cara menggunakan multimedia pembelajaran serta dengan
peanataan sistem informasi dari materi yang akan disajikan pada peserta didik dan
dapat diperoleh secara lengkap.

Dengan multimedia pembelajaran, peserta didik dapat belajar sesuai


kebutuhan, kecepatan, keluwesan dan dapat memilih materi yang ingin diperoleh.
Multimedia pembelajaran juga bisa digunakan secara individual dan dapat
dilakukan secara berulang jika belum memahami pada materi tertentu. Disinilah
terlihat keunggulan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran walau bagi
sebagian orang masih dianggap lebih banyak kerugian dari pada manfaat.

Sejalan dengan teori pemprosesan informasi, Ausbel mengemukakan


bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang
telah dimiliki individu. Dengan berpijak pada kajian di atas, Reigeluth dan Stein
mengatakan bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur kognitif secara hirarkis.
Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang terlebih dahulu
diperoleh individu untuk mempermudah memperoleh pengetahuan baru yang
rinci.

Proses pengelolaan informasi dalam ingatan dimulai dari proses


penyedian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage)
dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi informasi yang telah
disimpan dalam ingatan (retrival). Teori belajar pemprosesan informasi
mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup
beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam pristiwa pembelajaran sebagai cara
cara eksternal yang berpotensi mendukung proses proses internal dalam
kegiatan belajar adalah sebagai berikut :

1. Menarik perhatian.
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
3. Merangsang ingatan pada pra syarat belajar.
4. Menyajikan bahan rangsangan.
5. Memberikan bimbingan belajar.
6

6. Mendorong untuk kerja.


7. Memberikan balikan informatif.
8. Menilai unjuk kerja.
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar.

Teori pemprosesan informasi memiliki keunggulan dalam strategi


pembelajaran, yaitu:

1. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.


2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai.
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6. Control belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing masing
individu.
7. Balikan informatif memberikan rambu rambu yang jelas tentang tingkat
unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan.

Implementasi teori belajar sibernetik yang berikutnya dalam kegiatan


pembelajaran dikembangkan oleh konsepsi Landa dalam model pendekatannya
yang disebut algoritmik dan heuristik juga termasuk teori sibernetik. Pask dan
Scott yang membagi siswa menjadi tipe menyeluruh wholist dan tipe serial atau
serialist juga menganut teori sibernetik sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya.
7

1.3 Pendapat Para Pakar


1. Landa
Landa merupakan salah seorang psikologi yang beraliran sibernetik. Menurut
Landa, ada dua macam proses berpikir, yaitu sebagai berikut:
a. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linear, konvergen dan
lurus menuju ke satu target tertentu. Contoh : kegiatan menelpon,
menjalankan mesin mobil dan lain - lain.
b. Cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir divergen menuju ke beberapa
target sekaligus. Contoh : operasi pemilihan atribut geometri, penemuan
cara cara pemecahan masalah dan lain lain.

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak
dipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan atau sistem informasi
yang akan dipelajari diketahui ciri - cirinya. Satu hal lebih tepat apabila
disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi keleluasaan siswa untuk
berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami sebuah
rumus matematika, akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus
tersebut disajikan secara algoritmik. Alasannya adalah sebuah rumus
matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur
dan mengarah ke satu target tertentu. Namun, untuk memahami makna suatu
konsep luas dan banyak memiliki interpretasi, akan lebih baik jika proses
berpikir siswa dibimbing kearah yang menyebar (heuristic), dengan harapan
pemahaman mereka terhadap konsep ini tidak tunggal, monoton, dogmatis
dan linear (Uno, 2008: 18).

2. Pask dan Scott


Pask dan Scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut
mereka ada dua macam cara berpikir, yaitu cara berpikir serialis dan cara
berpikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya
memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang
dikatakan sebagai cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan cara
berpikir heuristik. Bedanya, cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang
cenderung melompat ke dalam, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem
8

informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih


dahulu, melainkan seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-
bagian yang lebih detail. Sedangkan cara berpikir heuristik yang
dikemukakan oleh Landa adalah cara berpikir divergen mengarah ke beberapa
aspek sekaligus.

Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi


menekankan beberapa hal seperti ingatan jangka pendek (short term
memory), ingatan jangka panjang (long term memory) dan sebagainya, yang
berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak dalam proses pengolahan
informasi. Namun, menurut teori ini, agar proses belajar berjalan seoptimal
mungkin, bukan hanya cara kerja otak kita yang perlu dipahami, melainkan
juga lingkungan yang memenuhi mekanisme itu pun diketahui.

1.4 Keunggulan dan Kelemahan Teori Sibernetik dalam Kegiatan


Pembelajaran
1. Keunggulan
a. Kesemua teori belajar dalam aliran - aliran yang menekankan aspek yang
berbeda - beda ini sebelumnya memiliki kesamaan karena melihat bahwa
belajar adalah suatu proses yang berlangsung pada diri seseorang yang
melalui tahapan - tahapan tertentu.
b. Isi proses belajar adalah sistem informasi yang diperoleh melalui
pengalaman akan sesuatu kejadian tertentu yang disusun sebagai suatu
konsep, teori, atau informasi umum.
c. Hasil proses teori belajar ini adalah adanya perubahan, baik yang dilihat
sebagai perubahan tingkah laku maupun secara kemampuan pada ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik.

2. Kelemahan
Teori aliran ini dikritik karena secara tidak langsung membahas
proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini
cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat
9

mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme


ini sangat terbatas, terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.

Pada akhirnya, masing - masing aliran teori belajar ini mengandung


keunggulan - keunggulan dan kelemahan - kelemahannya sendiri yang harus kita
ketahui untuk dapat mengombinasikan dalam penerapannya dengan pendekatan
belajar yang lain sehingga tercapai hasil proses belajar yang lebih baik.

1.5 Aplikasi Teori Belajar Sibernetik


Aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irwan dapat ditetapkan
dengan langkah - langkah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan - tujuan pembelajaran.


2. Menentukan materi pembelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pembalajaran.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
tersebut (apakah algoritmik atau heuristik).
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan materi pelajaran.

Sebelumnya, banyak orang menyakini bahwa pembelajaran merupakan


perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia telah mampu
menunjukkan perubahan tingkah lakunya dari tidak mengerti menjadi mengerti,
dari yang belum mengenal apa dan bagaimana sesuatu menjadi mengerti terhadap
apa dan bagaimana yang harus diperlakukan sesuatu tersebut.

Dalam pemahanam ini, yang terpenting adalah input (masukan) berupa


stimulus dan output (keluaran) berupa respon. Selanjutnya, dikenal sebagai teori
behavioristik. Sesuai nama yang diambil dari kata behavior yang berarti tingkah
laku. Teori didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran seharusnya didesain
untuk menghasilkan tingkah laku peserta didik yang dapat diobservasi. Dengan
10

kata lain, perubahan tingkah laku dalam teori ini dapat diukur dan perubahan yang
dapat dilihat secara jelas. Seperti yang dikemukakan oleh Simonson dan
Thomson, Behaviorism is based on the principle that instruction should be
designed to produce observable and quantifiable behaviors in the learner
(behaviorisme didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran seharusnya didesain
untuk menghasilkan tingkah laku pembelajar yang dapat diamati dan diukur).

Dalam perjalanannya, ketika banyak bermunculan kritik terhadap teori


behavioristik, muncul juga teori yang bernama teori kognitif. Istilah cognitive
berasal dari kata cognition yang padanannya adalah kata knowing yang berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition ialah perolehan, penataan dan
penggunaan pengetahuan.

Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ini menjadi popular sebagai


salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengolahan, informasi, pemecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan. Ranah
kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Teori belajar kongnitif
memandang peserta didik sebagai sumber rencana, perhatian, tujuan, gagasan,
ingatan dan emosi yang secara aktif digunakan untuk memperhatikan, menyeleksi
dan membentuk makna dari stimulus dan pengetahuan dari pengalaman.

Teori belajar kognitif belajar adalah perubahan presepsi dan pemahaman.


Asumsi dasar teori ini adalah bahwa setiap orang memiliki pengalaman dan
pengetahuan pada dirinya. Pengalaman dan pengetahuan tersebut tertata dalam
bentuk struktur kognitif. Oleh karena itu, proses belajar yang baik adalah apabila
materi pembelajaran yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang sudah
dimiliki oleh peserta didik.

Piaget sebagai salah satu penganut aliran kognitif menjelaskan bahwa


proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi dan
ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan atau
pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
peserta didik. Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke situasi
11

yang baru. Sedangkan, proses akuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan


antara asimilasi dan akomodasi. Misalnya, peserta didik yang sudah mengetahui
prinsip penjumlahan. Jika guru memperkenalkan prinsip perkalian, proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan yang sudah ada di benak peserta didik
dan prinsip perkalian sebagai informasi baru proses ini yang disebut asimilasi.

Akan tetapi, jika peserta didik diberi soal perkalian, situasi ini disebut
akomodasi yang dalam hal ini berarti pemakaian prinsip perkalian tersebut dalam
situasi yang baru dan spesifik. Menurut teori ini, proses pembelajaran akan
berjalan baik bila materi pembelajaran yang baru beradaptasi (bersinambungan)
secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya.

Seperti yang pernah dikemukakan Piaget, perkembangan intelektual


sebagai produk dari adaptasi, Intelligence is an adaptation life is a continuous
creation of increasingly complex forms and a progressives balancing of these
forms with the environment (kecerdasan adalah sebuah adaptasikehidupan
dimaknai sebagai sebuah penciptaan yang berkelanjutan dari bentuk - bentuk
kompleks yang terus bertambah dan berkesinambungan kemajuan dari bentuk ini
dengan lingkungan).

Senada dengan perkembangan teori - teori belajar lain, teori kognitif pun
kini dianggap masih belum mewakili zaman saat ini. Ketika era teknologi mulai
merembak dan merambah ke berbagai wilayah, termasuk dalam dunia pendidikan,
munculah teori belajar baru bernama teori sibernetik.

Teori sibernetik relatif baru dengan teori - teori belajar yang lain.
Menurut teori sibernetik, dijelaskan bahwa belajar adalah pengolahan informasi.
Dalam teori sibernetik, proses belajar memegang peranan penting, namun yang
lebih penting adalah pengolahan sistem informasi. Dengan kata lain, sistem
informasi dipandang memegang peranan penting dalam memudahkan
penyampaian materi pembelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik.

Asumsi lain teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar
mana pun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk semua peserta didik
karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Teori ini sangat
12

relevan dan menjadi landasan pengembangan multimedia yang berkembang di


dunia pendidikan.

1.6 Model Pembelajaran yang Sesuai dengan Aliran Sibernetik


Menurut teori sibernetik dikatakan proses belajar sangat ditentukan oleh
sistem informasi yang dipelajari.

Hal ini diasumsikan bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal
untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat
ditentukan oleh sisitem informasi.

Maka dari itu pemilihan model sebagai sarana pengolahan informasi


harus melihat karakteristik siswa yang dihadapi.

Contoh : Materi segiempat (SMP kelas VIII) diajarkan menggunakan


model Jigsaw jika karakter peserta didik bisa bekerja secara mandiri, namun lebih
baik menggunakan STAD jika siswanya belum bisa bekerja secara mandiri.

Model pembelajaran yang sesuai dengan aliran sibernetik, antara lain:

a. Model Pembelajaran Kooperatif (Kooperative Learning)

Dalam pembelajaran kooperatif, guru memberikan stimulus berupa


kuis atau pertanyaan-pertanyaan sebagai tes kemampuan prasyarat siswa,
sehingga siswa aktif berfikir. Dan belajar menurut sibernetik adalah
pengolahan informasi oleh siswa. Pengolahan informasi ini terjadi karena
adanya stimulus dari guru yang berupa informasi.

b. Model Pembelajaran Open-Ended

Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut Nohda (dalam


Suherman, 2003: 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan
kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving secara
simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa
harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap
siswa. Hal yang harus digarisbawahi adalah perlunya memberi kesempatan
13

siswa untuk berfikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya
akan memacu kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa.

Ini sejalan dengan hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori


belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan
belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa,
terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses
pengolahan informasi.

1.7 Contoh Kasus Pelaksanaan Pembelajaran Sibernetik


Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik melalui
pembelajaran sibernetik teori - praktik pada siswa kelas X 1 SMA Haluoleo:

1. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan mata pelajaran yang berperan penting, baik
penerapannya dalam kehidupan sehari - hari maupun dalam pengembangan
ilmu pengetahuan lain. Akan tetapi, kenyataannya, banyak siswa yang masih
beranggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit,
manakutkan dan membosankan karena sifatnya yang abstrak. Hal ini dapat
mengakibatkan siswa menjadi malas dan kurang berminat mempelajari
matematika. Keadaan tersebut akan berimplikasi pada rendahnya kemampuan
berpikir kritis siswa dan selanjutnya dapat mengakibatkan kurangnya
kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan konsep - konsep
matematika yang telah dipelajari.

2. Kemampuan Berfikir Kritis Matematika


a. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis Matematika
Proses berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialamai
seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau suatu situasi
yang harus dipecahkan. Dalam proses berpikir, tentunya diperlukan daya
nalar yang memadai untuk menganalisis masalah yang dihadapi. Menurut
Ruggiero, proses berpikir adalah suatu aktivitas mental untuk membantu
memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu
14

keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (Siswono, 2009). Hal ini


senada dengan pengertian berpikir yang dikemukakan oleh Liputo dalam
Maulana (2008) bahwa berpikir merupakan kegiatan mental yang disadari
dan diarahkan untuk membangun dan memperoleh pengetahuan,
mengambil keputusan, membuat perencanaan, memecahkan masalah, serta
untuk menilai tindakan.

Berdasarkan keseluruhan pendapat tersebut, dapat disimpulkan


bahwa proses belajar adalah suatu kegiatan mental siswa melalui penalaran
sebagai upaya pemecahan masalah, membuat suatu keputusan, atau untuk
memenuhi hasrat keingintahuan siswa.

Fisher mengasumsikan berpikir sebagai proses kognisi dalam


usaha memperoleh pengetahuan. Selanjutnya, Fisher mendiskripsikan
bahwa paling sedikit ada tiga aspek penting keterampilan berpikir, yaitu
berpikir kritis, berpikir kreatif dan problem solving. Ketiga aspek tersebut
berbeda, tetapi saling berhubungan. Problem solving perlu penemuan
masalah dan pernyataan - pernyataan untuk menyelidiki (berpikir kreatif)
dan mengevaluasi solusi yang diusahakan (berpikir kritis). Proses berpikir
kritis perlu mengorganisasi keterampilan berpikir seseorang ke dalam
suatu kombinasi sebagai alat kerja (berpikir kreatif) dan pada akhirnya
berpikir kreatif perlu berfikir kritis.

Selanjutnya, Matindas dalam Siswono mengungkapkan bahwa


banyak orang yang tidak terlalu membedakan antara berpikir kritis dan
berpikir logis, padahal ada perbedaan besar antara keduanya, yakni bahwa
berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan. Sedangkan, berpikir
logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pada dasarnya,
pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan
mengambil keputusan.
15

b. Fase - Fase dalam Berpikir Kritis


Dalam usaha meningkatkan kemampuan berpikir kritis, harus
memperhatikan fase - fase kemampuan berfikir kritis. Oleh karena itu,
selanjutnya akan diuraikan fase - fase kemampuan berpikir kritis menurut
beberapa pakar:

1) Brookfield
Mengidentifikasi lima fase berpikir kritis , yaitu:
a) Trigger event (cepat tanggap terhadap peristiwa), yaitu
pengenalan suatu peristiwa tak terduga yang mengakibatkan
terjadinya konflik kognisi internal.
b) Appraisal (penaksiran), yaitu menilai situasi dan mulai bekerja
secara teliti, menghadapi peristiwa tak terduga dengan berbagai
cara, mengklarifikasi dan mengidentifikasi pengertian orang lain
dalam menghadapi situasi serupa.
c) Exploration (eksplorasi), yaitu mencari makna ke resolusi, atau
cara dalam menjelaskan pertentangan untuk mengurangi konflik
kognisi, mendorong seseorang untuk mencari maksud/arti,
menyelidiki cara berpikir dan bertindak.
d) Develovment alternative perspective (mengembangkan alternative
prerspektif), yaitu mengembangkan cara pikir baru yang
membantu seseorang menyesuaikan kepada peristiwa yang
ditampilkan. Transisi ini melibatkan suatu usaha untuk
mengurangi ketidaksesuaian dalam hidup seseorang.
e) Iintegration (integrasi), yaitu menegosiasikan prespektif baru
untuk menfasilitasi integrasi perubahan hidup seseoang,
melibatkan pengintegrasian konflik kognisi secara internal atau
eksternal untuk mencapai suatu resolusi.
16

2) Norris dan Ennis


Mengidentifikasikan lima fase berfikir kritis, yaitu:

a) Elementary clarification (klarifikasi tingkat rendah), yaitu


memusatkan pencapaian klarifikasi umum suatu masalah melalui
analisis argumentasi, pertanyaan, atau jawaban.
b) Basic support (pendukung dasar), yaitu memutuskan sumber yang
kredibel; membuat dan memutuskan hasil pengamatan sendiri;
serta melibatkan informasi yang berbeda, kesimpulan yang
diterima dan latar belakang pengetahuan.
c) Inference (kesimpulan), yaitu membuat dan memutuskan
kesimpulan secara induktif dan deduktif.
d) Advanced clarification (klarifikasi tingkat tinggi), yaitu
membentuk dan mendefinisikan terminologi, memutuskan dan
mengevaluasi definisi, serta menentukan konteks definisi
berdasarkan alasan yang tepat.
e) Strategy and tactics (strategi dan cara - cara), yaitu berinteraksi
dengan orang lain untuk memutuskan tindakan yang sesuai;
mendefinisikan masalah, menaksir kemungkinan solusi dan
mengkonstruksi alternatif solusi; mengawasi keseluruhan proses
pengambilan keputusan.

3) Bullen
a) Clarification (klarifikasi), yaitu menilai/memahami sifat alami
pada poin - poin pandangan yang berbeda pada isu, dilema, atau
masalah.
b) Assessing evidence (menilai fakta), yaitu memutuskan kredibilitas
sumber, menaksir bukti untuk mendukuung kesimpulan dan
menetapkan dasar menarik kesimpulan.
c) Making and judging inference (membuat dan menarik
kesimpulan), yaitu menduga secara induktif dan deduktif, serta
menilai keputusan. Pengambilan keputusan dengan pertimbangan
bukti yang cukup untuk mendukung argumentasi.
17

d) Using appropriate strategies and tactics (menggunakan strategi


dan cara - cara yang tepat), yaitu menggunakan heuristik atau
strategi untuk mengarahkan pikiran dalam proses pencapai
kesimpulan, membuat suatu keputusan, atau pemecahan masalah
secara efektif.

4) Knedler
a) Mengidentifikasi isu - isu atau permasalahan pokok,
membandingkan kesamaan dan perbedaan-perbedaan, memilih
informasi yang relevan dan merumuskan masalah.
b) Menilai informasi yang relevan yang di dalamnya terdapat lima
langkah, yaitu menyeleksi fakta, opini dan hasil nalar.
c) Mengecek konsistensi, mengidentifikasi asumsi, mengenali
kemungkinan bias karena salah penafsiran dan perbedaan
orientasi nilai dan ideologi.
d) Pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan.

5) Garrison, Anderson dan Archer


a) Trigger event (cepat tanggap terhadap peristiwa), yaitu
mengidentifikasi atau mengenali suatu isu, masalah, dilema dari
pengalaman seseorang, yang diucapkan instruktur, atau pelajar
lainnya.
b) Exploration (eksplorasi), yaitu memikirkan ide personal dan
sosial dalam rangka membuat persiapan keputusan.
c) Integration (integrasi), yaitu mengkonstruksi maksud/arti dari
gagasan dan mengintegrasikan informasi relevan yang telah
ditetapkan pada tahap sebelumnya.
d) Resolution (mengulangi penyelesaian), yaitu mengusulkan solusi
secara hipotesis atau menerapkan solusi secara langsung kepada
isu, dilema, atau masalah serta menguji gagasan dan hipotesis.
18

3. Konsep Pembelajaran Sibernetik


a. Teori belajar sibernetik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi,
teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif, yaitu
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Namun, yang lebih
penting lagi bagi teori sibernetik adalah sistem informasi yang diproses
akan dipelajari siswa. Asumsi lain teori sibernetik adalah bahwa tidak
ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi yang cocok
untuk semua siswa sebab belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah


dikembangkan oleh beberapa tokoh. Salah satunya adalah pendekatan
yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh
Gage dan Berliner, Biehler, Snowman, Baine dan Tennyson. Komponen
pemrosesan informasi dipilih menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya lupa. Ketiga
komponen tersebut adalah:

1) Sensory Receptor (SR)


Sensory receptor merupakan sel tempat pertama kali informasi
diterima dari luar.

2) Working memory (WM)


Working memory diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diperhatikan oleh individu.

3) Long Term Memory (LTM)


Long term memory diasumsikan berisi semua pengetahuan yang
dimiliki oleh individu, mempunyai kapasitas terbatas dan bahwa
sekali informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus
dan hilang.
19

b. Kelebihan pembelajaran sibernetik


Berpijak pada teori pemrosesan informasi adalah:

1) Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.


2) Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3) Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4) Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin
dicapai.
5) Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya.
6) Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing
- masing individu.
7) Balikan informatif memberikan rambu - rambu yang jelas tentang
tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori


sibernetik menekankan pada pemrosesan informasi dengan memperhatikan
sistem informasi yang akan diolah tersebut dan bertujuan untuk
menciptakan daya ingat yang kuat atas informasi yang diterima oleh siswa.
Melalui pemrosesan informasi, siswa akan dapat mengembangkan
kemampuan berpikirnya dalam memahami informasi atau konsep yang
diterimanya.

c. Pembelajaran Teori - Praktik Sibernetik


Seorang guru, dalam melaksanakan pembelajaran matematika
seyogyanya selalu berupaya menciptakan pembelajaran yang efektif
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pembelajaran
teori - praktik sibernetik merupakan salah satu pembelajaran yang
menyatukan antara teori dan praktik (laboratorium komputasi). Menurut
Engstrom, komputasi tidak saja dapat digunakan untuk pengolah data,
database, presentasi dan alat komunikasi, tetapi dapat juga digunakan
sebagai suatu alat untuk merangsang dan meningkatkan kemampuan
20

berpikir kritis matematika pada siswa serta untuk menciptakan dan


membangun pengetahuan baru siswa.

Laboratorium komputasi dapat dimanfaatkan sebagai suatu jalan,


cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam
pencapaian tujuan pembelajaran dengan memanfaatkan komputer sebagai
media pembelajaran. Selanjutnya, pembelajaran sibernetik teori - praktik
menurut Sukamto adalah suatu pembelajaran yang memadukan suatu
keterampilan dengan penampilan praktik, umpan balik, latihan, sampai
dengan dikuasainya keterampilan itu.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran sibernetik teori - praktik


dalam pembelajaran Matematika adalah suatu pembelajaran yang
mementingkan sistem informasi yang diterima oleh siswa dan pemrosesan
informasi tersebut. Dalam kegiatan pemrosesan informasi ini, siswa
diarahkan untuk berpikir dan mengolah informasi yang diberikan melalui
praktik, umpan balik dan latihan dengan menggunakan software
pembelajaran sebagai alat bantu.

Langkah - langkah yang dapat dilakukan dalam pembelajaran


sibernetik yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan ada enam,
yaitu:
1) Menentukan tujuan - tujuan pembelajaran.
2) Menentukan materi pembelajaran.
3) Mengkaji sistem informasi yang terkandung di dalam materi
pembelajaran.
4) Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
tersebut.
5) Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya.
6) Menyesuaikan materi pelajaran dan membimbing siswa belajar dengan
pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
21

d. Alur Pembelajaran Sibernetik Teori - Praktik


Menurut Simundza, langkah - langkah pembelajaran sibernetik teori -
praktik adalah:

1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dalam


bekerja secara matematik menggunakan teknologi komputer.
2) Mengorganisasikan siswa ke dalam beberapa kelompok bekerja dan
belajar yang masing - masing berjumlah 2 - 3 orang.
3) Menyajikan informasi berupa teori dan latihan melalui LKS.
4) Membimbing kelompok belajar dan bekerja siswa dalam
menyelesaikan LKS.
5) Mengarahkan siswa dalam melakukan manipulasi - manipulasi
matematis dengan menggunakan software pembelajaran untuk
memahami konsep matematika secara utuh.
6) Mendiskusikan hasil manipulasi tersebut dan dijadikan sebagai bahan
untuk mengonstruksi pengetahuan konseptual matematika.
7) Memberi penghargaan kepada kelompok yang telah mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya.

e. Materi Pembelajaran Fungsi Kuadrat


Materi pembelajaran fungsi sangat erat kaitannya dengan relasi
karena sering definisi fungsi diturunkan dari definisi relasi. Oleh karena
itu, sebelum memberikan definisi fungsi, terlebih dahulu akan dipaparkan
tentang definisi relasi.

Menurut Ruseffendi, relasi dari himpunan A ke himpunan B


adalah himpunan pasangan berurutan yang merupakan himpunan bagian
dari A B. Daerah asal, daerah definisi, atau domain dari suatu relasi
adalah himpunan yang anggotanya terdiri dari unsur - unsur pertama dari
pasangan berurutan itu, sedangkan daerah hasil dari suatu relasi adalah
himpunan yang anggotanya terdiri dari unsur - unsur kedua dari pasangan
berurutan itu. Hal senada diungkapkan dalam anonim bahwa relasi
himpunan A ke himpunan B adalah suatu himpunan bagian dari A x B.
sedangkan, relasi antara dua himpunan menurut Suyanto adalah aturan
22

yang memasangkan anggota - anggota suatu himpunan dengan anggota


himpunan yang lain. Selain itu, Yahya mengemukakan bahwa jika R
adalah suatu cara yang mmenghubungkan/mengaitkan elemen A dan
elemen B, dikatakan terdapat suatu relasi antara A dan B.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa


relasi adalah suatu aturan pemasangan/padanan yang menghubungkan
anggota daerah asal (domain) dengan anggota daerah kawan (kodomain).

Suatu fungsi F adalah suatu aturan padanan yang menghubungkan


tiap objek X dalam satu himpunan, yang disebut daerah asal, dengan
sebuah objek nilai unik F (X) dari himpunan kedua. Himpunan nilai yang
diperoleh secara demikian disebut daerah nilai (jelajah) fungsi tersebut.
Aturan padanan merupakan pusat dari suatu fungsi, tetapi sebuah fungsi
belum lengkap ditentukan sampai daerah asalnya diberikan. Daerah asal
adalah himpunan elemen - elemen tempat fungsi itu mendapat nilai.
Daerah nilai adalah himpunan nilai - nilai yang diperoleh secara
demikian/menurut aturan itu. Untuk memberi nama fungsi, dipakai sebuah
huruf tunggal seperti F (G atau F). Maka, F(X), yang dibaca f dari x atau
f pada x, menunjukkan nilai yang diberikan oleh F kepada X.
Selanjutnya, Yahya mengungkapkan bahwa fungsi himpunan A ke
himpunan B adalah suatu relasi yang mengaitkan setiap elemen A dengan
satu dan hanya satu elemen B. Hal senada diungkapkan oleh Ruseffendi
bahwa fungsi adalah relasi ketika setiap undur dari daerah asalnya
dipasangkan dengan tepat satu unsur dari daerah hasilnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa


fungsi adalah suatu aturan pemasangan/padanan yang menghubungkan
setiap anggota daerah asal (domain) dengan tepat satu anggota daerah
kawan (kodomain). Misalkan A, B dan C bilangan real dan A 0, fungsi
yang dirumuskan oleh F(X) = AX2 + BX + C dinamakan fungsi kuadrat
dalam peubah X. Grafik fungsi kuadrat itu adalah sebuah parabola dengan
persamaan Y = AX2 + BX + C 2006
23

Suatu fungsi yang mempunyai variabel dengan pangkat tertinggi


dua, disebut fungsi kuadrat. Bentuk umumnya F(X) = AX2 + BX + C, A =
0 dan A, B, C bilangan riil. Suatu fungsi kuadrat mempunyai grafik
berbentuk parabola yang ditentukan oleh Y = AX2 + BX + C. Fungsi
kuadrat adalah sejenis fungsi yang berbentuk F(X) = AX2 + BX + C. A, B,
C serta A 0. Grafik fungsi kuadrat berbentuk parabola.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, fungsi kuadrat adalah suatu


fungsi yang variabelnya mempunyai pangkat tertinggi dua, dengan bentuk
umum F(X) = AX2 + BX + C. A 0 dan A, B, C bilangan riil. Grafik
fungsi kuadrat berbentuk parabola dengan persamaan y = ax2 + bx + c.

Sketsa grafik fungsi kuadrat (parabola) dapat dibuat dengan


menentukan terlebih dahulu:

1) Keterbukaan parabola.
2) Titik potong terhadap sumbu X.
3) Titik potong terhadap sumbu Y.
4) Letak sumbu simetri.
5) Titik puncak.

Isyanto mengemukakan bahwa untuk membuat sketsa grafik


fungsi kuadrat, langkah - langkah yang harus ditempuh adalah
menentukan:

1) Titik potong dengan sumbu X (jika ada).


2) Titik potong dengan sumbu Y.
3) Persamaan sumbu simetri.
4) Titik puncak (titik balik maksimum/minimum).

Hal senada diungkapkan oleh Sartono bahwa sketsa grafik fungsi


kuadrat secara umum dapat digambarkan dengan cara menentukan terlebih
dahulu:

1) Titik potong dengan sumbu X dan Y.


2) Titik puncak atau titik balik parabola dan persamaan sumbu simetri.
24

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan sketsa


grafik fungsi kuadrat dapat digambarkan dengan terlebih dahulu
menentukan:

1) Titik potong dengan sumbu X.


2) Titik potong dengan sumbu Y.
3) Titik puncak.
4) Persamaan sumbu simetri.
5) Keterbukaan parabola.

Fungsi kuadrat sering digunakan dalam penyelesaian masalah -


masalah fisika, matematika, ekonomi maupun bidang ilmu lainnya.
Penerapan ini berkaitan dengan nilai ekstremnya, yaitu maksimum dan
minimum.
BAB II
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan teori - teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan informasi. Teori ini mementingkan sistem informasi
dari pesan atau materi yang dipelajari. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi
bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab
cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masing - masing


aliran teori belajar ini memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga kita dapat
mengombinasikannya dengan teori yang lain dalam penerapannya sehingga
tercapai hasil proses belajar yang lebih baik.

Teori ini kemudian dikembangkan oleh tokoh - tokoh aliran teori


sibernetik antara lain Landa, Pask dan Scott berdasarkan konsepsi - konsepsinya.
Konsepsi Landa dengan model pendekatan tipe serialist dan whoslist. Selanjutnya,
teori sibernetik dipertegas melalui aplikasi teori pengelohan informasi dalam
pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne yang mendeskripsikan
adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran dan pengorganisasian/urutan
pembelajaran.

25
Daftar Pustaka
Aprizal, d. (2014, Maret 21). Retrieved Oktober 4, 2016, from
https://www.scribd.com:
https://www.scribd.com/doc/215419203/Makalah-Teori-Belajar-
Sibernetik-dan-Penerapannya-dalam-Pembelajaran

Thobroni, M. (2015). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

iii

Anda mungkin juga menyukai