Anda di halaman 1dari 28

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

MATERI TRAPESIUM DAN LAYANG-LAYANG DENGAN


MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
PADA SISWA KELAS V SDN 7 MARGA PUNDUH
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

Oleh
WELLY HASVINDO
856966874
haspindowelly@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan yaitu rendahnya


hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas V SDN 7 Marga Punduh
Pesawaran, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya guru masih
menggunkan model konvensional sehingga proses pembelajaran menjadi
membosankan yang meyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Tujuan penelitian
adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran yang
digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Jenis penelitian ini
menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari dua siklus yaitu siklus
1 dan siklus 2. Setiap siklus memiliki empat tahapan, yaitu (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran Matematika. Hal ini dapat dilihat pada hasil
Penilaian Simulasi Merencanakan Perbaikan Pembelajaran yang menunjukkan
perbaikan pada setiap siklusnya. Namun demikian terdapat kekurangan dan
kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di penerapan dalam
pembelajaran

Kata kunci : Hasil Belajar, Model pembelajaran kooperatif tipe STAD,


Matematika.

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki
kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar
juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencairan
makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi personal.
Setelah melakukan proses belajar, biasanya seseorang akan menjadi
lebih respek dan memiliki pemahaman yang lebih baik (sensitive) terhadap
objek, makna, dan peristiwa yang dialami. Melalui belajar, seseorang akan
menjadi lebih responsif dalam melakukan tindakan (Snelbecker, 1974).
Definisi lain yang dikemukakan oleh Gagne (1977) bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan
manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yakni
peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance
(kinerja). Perubahan tingkah laku tersebut harus dapat bertahan selama jangka
waktu tertentu. Dengan demikian, belajar pada dasarnya dapat dipandang
sebagai suatu proses perubahan positif-kualitatif yang terjadi pada tingkah laku
siswa sebagai subjek didik akibat adanya peningkatan pengetahuan,
keterampilan, nilai, sikap, minat, apresiasi, kemampuan berpikir logis dan
kritis, kemampuan interaktif, dan kreativitas yang telah dicapainya
Matematika adalah salah satu dasar penguasaan ilmu dan teknologi,
baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya. Salah satu ciri utama
matematika adalah penggunaan simbol-simbol. Untuk menyatakan sesuatu
misalnya menyatakan suatu fakta, konsep operasi ataupun prinsip/aturan.
Dengan simbol-simbol yang terkandung didalamnya itu sehingga mampulah
matematika bertindak sebagai bahan keilmuan. Penguasaan matematika harus
lebih mengarah pada pemahaman matematika yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Ada dua hal yang mendukung arah penguasaan

2
matematika untuk anak didik sekarang ini, yaitu: (1) Matematika diperlukan
sebagai alat bantu untuk memahami terjadinya peristiwa-peristiwa alam dan
sosial, (2) Matematika telah memiliki semua kegiatan manusia, baik untuk
keperluan sehari-hari maupun keperluan profesional (Abdullah,2008).
Sebagai tenaga pengajar/pendidik yang secara langsung terlibat dalam
proses belajar mengajar, maka guru memegang peranan penting dalam
menentukan peningkatan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar yang akan
dicapai siswanya. Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh
pendidik dalam hal ini adalah bagaimana mengajarkan matematika dengan baik
agar tujuan pengajaran dapat dicapai semaksimal mungkin. Dalam hal ini
penguasaan materi dan cara pemilihan pendekatan atau teknik pembelajaran
yang sesuai dengan menentukan tercapainya tujuan pengajaran. Demikian juga
halnya dengan proses pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran,
perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa
suatu strategi yang cocok, model yang tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan
dapat tercapai (Abdullah,2008).
Karena pentingnya peranan matematika dan peranan guru, berbagai
usaha telah dilakukan kearah peningkatan hasil belajar dalam proses belajar
matematika. Salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai macam
model pembelajaran matematika. Namun sampai saat ini masih banyak keluhan
dari berbagai pihak tentang rendahnya kualitas pendidikan pada umumnya dan
pendidikan matematika pada khususnya.
Berbagai model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada
umumnya untuk membantu siswa agar mampu memahami  dan mengerti apa
yang dipelajarinya. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa, salah satu
model pembelajaran  yang menjadi alternatif adalah dengan menggunakan atau
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran
dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat
kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota
saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

3
Terdapat beberapa penelitian yang menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe STAD sangat baik diterapkan di kelas.
Dari hasil yang di dapatkan pada tahun pelajaran 2020/2021 bahwa
nilai ulangan harian matematika peserta didik kelas V SD N 7 Marga Punduh
masih dibawa KKM yang telah ditentukan, ini dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 1.1 Data Nilai Ulangan Harian Matematika Siswa Kelas V SDN 7
Marga Punduh Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2020/2021
No Rentang nilai frekuensi Presentase ( %)
1 80-84 2 8,7
2 75-79 3 13,0
3 70-74 1 4,3
4 65-69 2 8,7
5 60-64 2 8,7
6 55-59 6 26,1
7 50-54 4 17,4
8 45-49 3 13,0
Jumlah 23 100
Sumber : Rekapitulasi Nilai Guru Kelas

Tabel diatas menunjukan bahwa dari 23 siswa, yang tuntas hanya 6


orang atau 26% siswa, sisanya 17 orang atau 74% siswa belum tuntas atau
masih dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah
yaitu 70. Hal tersebut terjadi karena metode dan teknik yang digunakan
cenderung monoton kepada murid, dimana guru aktif menyampaikan informasi
dan murid pasif menerima. Kesempatan bagi murid untuk melakukan refleksi
melalui interaksi antara murid dengan murid, dan murid dengan guru kurang
dikembangkan. Dengan pembelajaran tersebut murid tidak mendapat
kesempatan untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan menemukan berbagai
alternatif pemecahan masalah, tetapi mereka menjadi sangat tergantung pada
guru, tidak terbiasa melihat alternatif lain yang mungkin dapat dipakai
menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien.  Diduga salah satu faktor
yang menyebabkan kondisi tersebut adalah kurang tepatnya model
pembelajaran yang digunakan oleh guru.

4
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka penulis mengadakan
penelitian untuk melihat sejauh mana hasil belajar siswa melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan menggunakan model
pembelajaran ini, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
pelajaran matematika khususnya pada materi menghitung luas trapesium dan
layang-layang.

1. Identifikasi Masalah                               


Pembelajaran yang telah penulis laksanakan  beberapa masalah yang
penulis temukan dalam pembelajaran matematika kelas V SDN 7 Marga
Punduh, materi menghitung luas trapesium dan layang-layang, peneliti
mengidentifikasi masalah diantaranya :
1. Rendahnya hasil belajar matematika materi menghitung luas trapesium
dan layang-layang.
2. Guru terlalu cepat dalam menyampaikan materi pelajaran, sehingga tidak
memberi kesempatan bertanya pada murid tentang materi yang belum
jelas.
3. Siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran.
4. Siswa belum hafal rumus luas trapesium dan layang-layang
5. Guru tidak memberi PR diakhir pembelajaran.

2. Analisis Masalah
Berdasarkan data dan fakta yang telah penulis uraikan dan kemukakan
di atas dan didukung melalui diskusi dengan teman sejawat dapat ditentukan
beberapa faktor penyebab siswa kurang mampu menghitung luas trapesium
dan layang-layang yang telah diajarkan adalah sebagai berikut :
1. Guru terlalu cepat dalam menyampaikan materi pelajaran, sehingga
tidak memberi kesempatan pada murid untuk bertanya tentang materi
yang belum jelas.
2. Guru kurang variatif dalam menggunakan metode pembelajaran.
3. Guru tidak menggunakan media dalam pembelajaran.

5
Hal inilah yang membuat penulis berkeinginan untuk mengangkat
masalah ini sebagai bahan laporan. Disamping untuk meningkatkan
motivasi siswa dalam pembelajaran Matematika ,jugauntuk memenuhi tugas
mata kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional( PKP).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebuah
masalah sebagai berikut :”Apakah Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dapat Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Menghitung Luas Trapesium dan Layang-Layang Kelas V SDN
7 Marga Punduh Kecamatan Marga Punduh Tahun Pelajaran 2020/2021?”.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sejauhmana peningkatan hasil belajar siswa pada materi
menghitung luas trapesium dan layang-layang dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas V SD N 7 Marga Punduh
Kecamatan Marga Punduh Kabupaten Pesawaran.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Siswa yaitu:
Hasil belajar siswa meningkat khususnya pada materi menghitung luas
trapesium dan layang-layang karena menjadikan matematika sebagai
aktivitas sehari-hari dan tidak lagi dianggap sebagai pelajaran yang sulit
dan menakutkan.
2. Bagi Guru yaitu:
Sebagai masukan, strategi dan solusi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
3. Bagi Sekolah yaitu :

6
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu, proses, dan hasil
belajar siswa.

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, hasil adalah sesuatu yang di dapat
dari jeri payah yang dilakukan, sedangkan belajar adalah berusaha untuk
memperoleh ilmu atau menguasai suatu keterampilan.
Menurut Skinner, belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang
harus terukur. Bila pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon
bertambah, tetapi bila tidak belajar maka responpun berkurang, sehingga
secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur.
Menurut Gagne (1972) belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi
yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga
perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang
kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu
bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefenisikan
dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks.
Gagne (1972) mendefenisikan belajar adalah mekanisme dimana
seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks.
Kompetensi itu meliputi skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai
yang diperlukan oleh manusia sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai
macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas (outcome).
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang
terus-menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan
kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami pembelajar mulai anak-
anak sampai dewasa. 

7
B. Pengertian matematika
Menurut Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins (Erman
Suherman, 2001), matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung
pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang
menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.
Mustafa (Tri Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika
adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama
adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan
lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik
secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada
matematika terapan.
Berdasarkan Elea Tinggih (Erman Suherman, 2001), matematika
berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini
dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan
tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio
(penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi
atau eksperiment disamping penalaran.
James dan James (Erman Suherman, 2001), mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah
yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan
geometri. Namun ada pula kelompok lain yang beranggapan bahwa
matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk matematika itu sendiri.
Ilmu adalah untuk ilmu, dan matematika adalah ilmu yang dikembangkan
untuk kepentingan sendiri. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang
bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan ketat.
Dengan memperhatikan definisi matematika di atas, maka menurut
Asep Jihad (Destiana Vidya Prastiwi, 2011: 33-34) dapat diidentifikasi bahwa
matematika jelas berbeda dengan mata pelajaran lain dalam beberapa hal
berikut, yaitu :

8
a. objek pembicaraannya abstrak, sekalipun dalam pengajaran di
sekolah anak diajarkan benda kongkrit, siswa tetap didorong untuk
melakukan abstraksi;
b. pembahasan mengandalkan tata nalar, artinya info awal berupa
pengertian dibuat seefisien mungkin, pengertian lain harus
dijelaskan kebenarannya dengan tata nalar yang logis;
c. pengertian/konsep atau pernyataan sangat jelas berjenjang sehingga
terjaga konsistennya;
d. melibatkan perhitungan (operasi);
e. dapat dipakai dalam ilmu yang lain serta dalam kehidupan sehari-
hari.
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti serta
dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan.

C. Pembelajaran Matematika
1. Trapesium
Trapesium adalah bangun datar segi empat dua dimensi yang dibentuk
oleh 4 buah rusuk yang dua diantaranya saling sejajar.
Ada 3 jenis trapesium, yaitu:
1. Trapesium sembarang, yaitu trapesium yang keempat rusuknya tidak
sama panjang.
2. Trapesium sama kaki, yaitu trapesium yang mempunyai sepasang
rusuk yang sama panjang, di samping mempunyai sepasang rusuk
yang sejajar.
3. Trapesium siku-siku, yaitu trapesium yang mana dua di antara
keempat sudutnya merupakan sudut siku-siku. Rusuk-rusuk yang
sejajar tegak lurus dengan tinggi trapesium.

9
Rumus Trapesium

 Luas = ½ x (s1 + s2) x t

dengan s1 dan s2 = sisi-sisi sejajar pada trapesium, dan t = tinggi


trapesium.

2. Layang-Layang

Layang-layang adalah bangun datar dua dimensi yang dibentuk oleh dua
pasang rusuk yang masing-masing pasangannya sama panjang dan saling
membentuk sudut.
Layang-layang dengan keempat rusuk yang sama panjang disebut belah
ketupat.

Panjang AD = DC dan AB = BC
Sudut ∠ A = ∠C
Luas = ½ x diagonal 1 x diagonal 2
= ½ x AC x BD
Keliling = jumlah keempat sisi layang-layang
= AB+BC+CD+AD

D. Hakikat Belajar
Banyak pengertian belajar telah dikemukan oleh para ahli. Hampir
semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsiran tentang
“belajar”. Seringkali pula perumusan dan tasiran itu berbeda satu sama

10
lain.Oleh karena itu penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baik
mungkin tentang proses belajar. agar guru selaku pendidik dan pembimbing
benar-benar dapat menberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan
belajar yang tepat dan serasi bagi murid-murid.
Menurut W.Burton (1952 :29 dalam Oemar Hamalik 2008) belajar
bukan suatu tujuan. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil tujuan . Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih
luas dari itu yakni mengalami. Hasil bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan pengubah kelakuan. Pengertian ini sangat berbeda dengan
pengertian lama tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah
memperoleh pengetahuan, bahwa belajar adalah latihan-latihan pembentu kan
kebiasaan secara otomatis dan seterusnya.
Definisi lain tentang belajar menurut Winkel (1996 : 53 dalam Dahar
1989) belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pamahaman ,keterampilan, nilai dan sikap. Hal yang
senada juga dinyatakan oleh Abrorr (1993 : 67, dalam Dahar 1989 ) bahwa
belajar menimbulkan perubahan tingkah laku, kapasitas yang relatif tetap.
Perubahan itu pada pokoknya memberikan perbedaan sebelum dan sesudah
belajar. William Burton, menyatakan bahwa pengalaman adalah sebagai
sumber pengetahuan dan keterampilan .
Orang yang bertindak belajar, artinya mengalami proses
meningkatkan mentalnya.Belajar merupakan kegiatan peningkatan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotrik (Dimyati dan Muldjiono,
2002:12 dalam IGA Wardhani, 2007). Jadi, belajar tersebut harus membawa
perubahan yang positif, dalam arti ada perubahan yang lebih baik pada diri
seseorang baik berupa kemampuan berpikir, sikap, perasaan dan tingkah laku
yang lebih baik.

11
E. Model Pembelajaran
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran
dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat
kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota
saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori
belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky
yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni
bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan
atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi
terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya
susunan kelas berbentuk kooperatif.
Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model
pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran
kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa
memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya
anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol
secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk
mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa
kelompok bawah maupun kelompok atas untuk kerja bersama menyelesaikan
tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa
kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang
memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa
kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi

12
pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang
hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana
banyak orang sebagian besar melakukan dalam organisasi yang saling
bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin
beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang
dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering
pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau
betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk
berada dalam situasi kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja.
Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang
disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di
bangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok
sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota
kelompok selama kegiatan.
Menurut Lundgren (Sukarmin, 2002:2), Unsur-unsur dasar yang
perlu ditanamkan pada diri siswa agar cooperative learning lebih efektif
adalah sebagai berikut :
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
    berenang bersama”.
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain
dalam, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki
   tujuan yang sama.
d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama
    besarnya diantara anggota kelompok.

13
e. Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang
akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota
kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
    keterampilan bekerja sama selama belajar.
g.Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sementara itu, menurut Nur (2001: 3) pembelajaran yang
menggunakan model cooperative learning pada umumnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif umtuk
menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
    sedang dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa,
suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

F. Model Cooperative Learning


Pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement
Division) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan adanya
kerjasama antara siswa. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok secara
heterogen.
    Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model
cooperative learning :
a. Student teams achievement division (STAD)
Langkah-langkah:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang.
2) Guru menyajikan materi pelajaran.

14
3) Guru memberi tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang
mengetahui    jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota
kelompok.
4) Guru memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab
pertanyaan/kuis   dengan tidak saling membantu.
5) Guru memberikan kesimpulan
Keterampilan keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut
( Lundgren, 1994)
1. Keterampilan kooperatif tingkat awal
Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontribusi;
(c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok;
(e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang
orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya;
dan (i) menghormati perbedaan individu.
2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; ( b)
mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c)
mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f)
menafsirkan; (g) mengatur dan mengorganisir; (h) menerima,
tanggung jawab; (i) mengurangi ketegangan
3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Meliputi: (a) mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c)
menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; (e) berkompromi
4. Tingkah Laku mengajar ( Sintaks)
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan pembeiajaran kooperatif, pelajaran di mulai dengan
guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar.
Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan
bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke
dalam tim tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat
siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka.

15
Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir
kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari
dan memberi penghargaan terhadap usaha usaha kelompok maupun
individu.

III . PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek Penelitian

1. Subjek Penelitian
Subjek dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas V dengan
mata pelajaran yang menjadi substansi penelitian yaitu mata pelajaran
matematika tentang penjumlahan pecahan. Siswa kelas V di SD Negeri 7
Marga Punduh berjumlah 23 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan
8 siswa perempuan.

2. Tempat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 7 Marga Punduh

Kecamatan Marga Punduh Kabupaten Pesawaran, yang beralamat di


Dusun Sidodadi Desa Maja Kecamatan Marga Punduh Kabupaten
Pesawaran Provinsi Lampung di semester ganjil tahun pelajaran
2019/2020.

3. Materi
Materi yang digunakan adalah pelajaran Matematika kelas 5 SD

4. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan 2 siklus, yaitu
siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober 2020 dan siklus 2
dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2017, dengan waktu pelaksanaan
sebagai tertera dalam tabel 3.1.

16
Tabel 3.1
Jadwal Pelaksanaan Perbaikan
No Hari/Tanggal Mata Pelajaran Keterangan

1. Jumat, 23 Oktober 2020 Matematika Siklus I

2. Jumat, 26 Oktober 2020 Matematika Siklus II

B. Deskripsi Per Siklus


Kegiatan pengembangan ini dilaksanakan dua siklus yang masing-
masing siklus terdiri dari empat hari pembelajaran. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Tiap siklus terdiri
dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Langkah-langkah penelitian untuk setiap siklus diilustrasikan dalam Gambar
3.1 sebagai berikut :
Perencanaan

Refleksi Siklus I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi Siklus II Pelaksanaan

Pengamatan

Siklus Berikutnya

Gambar 3.1

17
Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Siklus I
1. Perencanaan
a. Menelaah kurikulum SD kelas V pada mata pelajaran matematika.
b. Membuat model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan
c. langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menyatakan kegiatan atau topik utama pembelajaran yang
diberikan, berupa standar kompetensi, kompetensi dasar,
kelas/semester dan alokasi waktu.
2) Menyatakan tujuan umum pembelajaran (indikator pencapaian
hasil belajar).
3) Merinci media untuk mendukung pembelajaran atau topik tersebut.
Dalam hal ini media yang akan digunakan adalah media LCD yang
isinya mencakup materi yang akan disajikan.
4) Membuat skenario pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
d. Menyiapkan media /alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran.
e. Menyiapkan pembentukan kelompok-kelompok kecil untuk kerja
kelompok, dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Pada
pembentukan kelompok siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 6-7 orang, yang dibagi berdasarkan nomor
urut absen.
f. Membuat pedoman observasi untuk merekam proses pembelajaran
dikelas.
g. Membuat soal-soal yang disusun berdasarkan materi –materi yang telah
diajarkan.

2. Pelaksanaan
a. Pada awal setiap pertemuan, hal yang pertama dilakukan adalah
memberikan penjelasan singkat tentang materi yang dipelajari dengan

18
mengkaitkan dengan kehidupan nyata siswa atau kehidupan sehari-hari
serta memperlihatkan gambar yang ada di LCD.
b. Setelah guru menjelaskan, siswa diberikan tugas sesuai dengan bahan
yang telah dikembangkan, baik secara individual maupun secara
kelompok. Pada pembentukan kelompok siswa dibagi menjadi 4
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang yang dibagi
berdasarkan nomor urut absen.
c. Tiap pertemuan guru mencatat semua kejadian yang dianggap penting
seperti kehadiran siswa, keaktifan dalam mengerjakan tugas, bertanya,
memberikan tanggapan, serta keseriusan dalam kerjasama dengan
kelompoknya.
d. Memberi tes akhir siklus I
e. Melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, dengan berbagai cara
seperti pengukuran proses bekerja, hasil karya, penampilan, PR, kuis,
hasil tes tulis dan demonstrasi

3. Pengamatan
a. Berdiskusi dengan guru pendamping sesuai dengan pengamatan;
b. Guru pendamping melakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran;
c. Membuat catatan kelemahan dan kelebihan dalam proses pembelajaran;
d. Bersama guru pendamping berdiskusi mengenai kelemahan/kelebihan
dalam proses pembelajaran.

4. Refleksi
a. Analisis hasil pengamatan teman sejawat dalam proses pembelajaran;
b. Analisis mengenai kelemahan dan kelebihan dalam proses
pembelajaran;
c. Refleksi hasil pengamatan, kelemahan dan kelebihan serta hasil belajar
siswa dalam pembelajaran.

19
Siklus II
Pada siklus II ini juga prosedur pelaksanaan disusun sama dengan
siklus I yang terdiri dari :

1. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran pada siklus II direncanakan dan disusun oleh
guru dan guru pendamping berdasarkan hasil refleksi hasil pembelajaran
pada siklus I.

2. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas yang sama sesuai
dengan rencana perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil refleksi siklus I.

3. Pengamatan (Observasi)
Guru dan guru pendamping melakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran yang berlangsung sesuai dengan perbaikan pembelajaran
yang akan dilaksanakan pada siklus I.

4. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan di kelas V pada siklus II, guru melakukan refleksi terhadap
proses pembelajaran yang telah berlangsung. Dari hasil refleksi dan
diskusi dengan guru pendamping menganalisis pelaksanaan pembelajaran
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
untuk membuat kesimpulan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa

kelas V SDN 7 Marga Punduh terhadap pembelajaran Matematika.

20
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Siklus
1. Deskripsi Hasil Siklus 1
Tahap perencanaan dalam siklus 1 peneliti merancang kegiatan satu
siklus dan rencana kegiatan pembelajaran disertai dengan skenarionya.
Adapun rancangan satu siklus, untuk siklus 1 hari pertama dalam
kegiatan pertama perbaikan ini dengan materi Menghitung luas trapesium
dan layang-layang, dilaksanakan tanggal 23 Oktober 2020. Tujuan
Perbaikan ini adalah meningkatkan hasil belajar Matematika khususnya
materi luas bangun datar bentuk trapesium dan layang-layang pada siswa
kelas 5 SDN 7 Marga Punduh, Kecamatan Marga Punduh Kabupaten
Pesawaran Tahun 2020/2021
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan guru mengucapkan
salam ,menanyakan kehadiran siswa, pada apersepsi guru memberikan
pertanyaan yang berhubungan dengan pemahaman siswa dengan pelajaran
matematika untuk menghitung luas bangun datar sederhana dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah, memberikan motivasi
dengan menuliskan materi dipapan tulis , menyampaikan tujuan
pembelajaran , memperlihatkan media/alat peraga berupa bangun datar
trapesium dan layang-layang, serta menjelaskan langkah-langkah
pembelajaran
Berdasarkan pelaksanaan simulasi Siklus 1 maka refleksinya
adalah 1) Pada kegiatan pembuka yaitu Mengelola ruang dan fasilitas
belajar, 2) Pada kegiatan inti, yaitu Mengelola interaksi kelas, 3) pada
kegiatan penutup yaitu melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar,
Kesan umum pelaksanaan pembelajaran.

21
2. Deskripsi Siklus 2
Siklus II dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2020. Pada pukul
09.30 - 10.40 Wib. Adapun materi yang diajarkan pada siklus I yaitu
menemukan rumus luas trapesium dan layang-layang dan pada siklus II ini
materi yang diberikan adalah menghitung luas trapesium dan layang-
layang.
Tujuan Perbaikan ini adalah meningkatkan hasil belajar
Matematika khususnya materi luas bangun datar bentuk trapesium dan
layang-layang pada siswa kelas 5 SDN 7 Marga Punduh, Kecamatan
Marga Punduh Kabupaten Pesawaran Tahun 2020/2021
Perbaikan pembelajaran pada siklus 2 guru memperbaiki
kelemahan dan kekurangan pada siklus 1, yaitu guru lebih menefektifkan
waktu, melibatkan siswa dalam pembelajaran, lebih banyak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan memberikan materi secara
berulang-ulang.
Berdasarkan pelaksanaan simulasi Siklus 2 maka refleksinya
adalah 1) Pada kegiatan inti, yaitu mengelola interaksi kelas perlu
ditingkatkan.

3. Pelaksanaan Simulasi
Pelaksanaan Simulasi dalam perbaikan pembelajaran ini dilakukan
dalam dua siklus. Dalam masing-masing siklus dilakukan dalam empat
kali pertemuan dengan kegiatan seperti yang direncanakan dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran. Pada simulasi video 1 guru seperti biasa
mengondisikan siswa pada pembelajaran yang kondusif dengan cara
berdoa, mengabsen, dan menyuruh siswa untuk mempersiapkan alat tulis.
Dilanjutkan dengan apersepsi kemudian menjelaskan materi pembelajaran
sehingga perhatian siswa lebih terfokus kepada kegiatan pembelajaran
memotivasi siswa dengan mengadakan tanya jawab supaya kegiatan
pembelajaran menjadi hidup siswa aktif dan ikut berpartisifasi dalam

22
kegiatan pembelajaran, siswa secara berkelompok mengerjakan soal
latihan pada lembar kerja siswa (LKS), guru bersama siswa membahas
hasil pekerjaan seluruh kelompok, menyimpulkan materi secara bersama-
sama, mengadakan evaluasi/latihan per individu, sebagai tindak lanjut guru
memberikan pesan moral kepada siswa sebagai pemahaman supaya siswa
rajin belajar di rumah.
Perbaikan pembelajaran pada simulasi siklus 2 guru memperbaiki
kelemahan dan kekurangan pada siklus 1, yaitu guru lebih menefektifkan
waktu, melibatkan siswa dalam pembelajaran, lebih banyak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan memberikan materi secara
berulang-ulang. Setelah memperbaiki kegiatan pembelajaran yang ada di
siklus 1 maka pelaksanaan pada siklus 2 sudah membuat rancangan
yang lebih baik sehingga mengalami kemajuan dan peningkatan. Hal ini
terbukti dengan perbandingan nilai evaluasi pada siklus 1 dan siklus 2.
Pelaksanaan simulasi perbaikan pembelajaran di laksanakan di
SDN 7 Marga Punduh, yang beralamat di Desa Maja Kecamatan Marga
Punduh Kabupaten Pesawaran

B. Pembahasan dari Setiap Siklus


Simulasi pembelajaran menggunakan media kertas bergambar di
SDN 7 Marga Punduh, dilaksanakan dengan panduan RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran) dengan materi menghitung luas trapesium dan
layang-layang. Media yang digunakan berupa kertas dengan gambar
trapesium dan layang-layang. Simulasi yang dilakukan dengan durasi 04.19
menit ini dapat menemukan rumus luas Trapesium dan Layang-Layang serta
menghitung luas Trapesium dan Layang-Layang.

1. Pembahasan hasil simulasi Siklus 1


Setelah dilaksanakan Simulasi perbaikan pembelajaran pada siklus
1 maka dapat dilihat hasil kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan

23
dari supervisor 1, yaitu ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam
kegiatan simulasi siklus 1.
Secara keseluruhan kelebihan dalam kegiatan simulasi
pengembangan yang dilakukan disiklus 1 adalah 1) Guru mengucap salam
sebelum dan sesudah kegiatan; 2) Guru mengajak anak berdoa sebelum
memulai pelajaran; 3) Guru mengabsen siswa, dan menyuruh siswa untuk
mempersiapkan alat tulis; 4) Guru memberikan apersepsi; 5) Guru
menjelaskan materi pembelajaran sehingga perhatian siswa lebih terfokus
kepada kegiatan pembelajaran; 6) memotivasi siswa dengan mengadakan
tanya jawab supaya kegiatan pembelajaran menjadi hidup siswa aktif dan ikut
berpartisifasi dalam kegiatan pembelajaran; 7) siswa secara berkelompok
mengerjakan soal latihan pada lembar kerja siswa (LKS); 8) guru bersama
siswa membahas hasil pekerjaan seluruh kelompok; 9) Guru dan siswa
menyimpulkan materi secara bersama-sama; 10) mengadakan evaluasi/latihan
per individu, sebagai tindak lanjut guru memberikan pesan moral kepada
siswa sebagai pemahaman supaya siswa rajin belajar di rumah.
Secara keseluruhan kelemahan dalam kegiatan simulasi
pengembangan yang dilakukan di siklus 1 adalah 1) Pada kegiatan
pembukaan guru tidak melakukan kegiatan fisik motorik untuk pemanasan;2)
Pada kegiatan pembukaan yaitu guru belum maksimal mengelola ruang dan
fasilitas belajar, 2) Pada kegiatan inti, yaitu guru masih kurang dalam
mengelola interaksi kelas, 3) pada kegiatan penutup yaitu guru belum
maksimal dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar, kesan
umum pelaksanaan pembelajaran belum maksimal.

2. Pembahasan hasil simulasi Siklus 2


Pada siklus 2 guru memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada
siklus 1, setelah dilaksanakan Simulasi perbaikan pembelajaran pada siklus 1
maka dapat dilihat hasil kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan dari
supervisor 1, yaitu ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam kegiatan
simulasi siklus 2.

24
Secara keseluruhan kelebihan dalam kegiatan simulasi
pengembangan yang dilakukan disiklus 2 adalah 1) Guru lebih
mengefektifkan waktu; 2) Guru lebih sering melibatkan siswa dalam
pembelajaran; 3) Guru lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya; 4) Guru lebih sering memberikan materi secara berulang-
ulang sehingga siswa lebih paham; 5) Guru melakukan penguatn untuk anak
agar tidak minder srta termotivasi untuk bisa; 6) Guru memberikan reward
bagi anak yang sudah bisa melakukan kegiatan, agar anak terus termotivasi
untuk terus mengikuti kegiatan.
Secara keseluruhan kelemahan dalam kegiatan simulasi
pengembangan yang dilakukan di siklus 2 adalah 1) Pada kegiatan inti, yaitu
mengelola interaksi kelas perlu ditingkatkan.

KESIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi , penulis menarik kesimpulan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe STAD mata pelajaran  metematika pada
materi menghitung luas trapesium dan layang-layang dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
1. Secara keseluruhan kelebihan dalam kegiatan simulasi pengembangan
yang dilakukan disiklus 1 adalah 1) Guru mengucap salam sebelum dan
sesudah kegiatan; 2) Guru mengajak anak berdoa sebelum memulai
pelajaran; 3) Guru mengabsen siswa, dan menyuruh siswa untuk
mempersiapkan alat tulis; 4) Guru memberikan apersepsi; 5) Guru
menjelaskan materi pembelajaran sehingga perhatian siswa lebih terfokus
kepada kegiatan pembelajaran; 6) memotivasi siswa dengan mengadakan
tanya jawab supaya kegiatan pembelajaran menjadi hidup siswa aktif dan
ikut berpartisifasi dalam kegiatan pembelajaran; 7) siswa secara
berkelompok mengerjakan soal latihan pada lembar kerja siswa (LKS); 8)
guru bersama siswa membahas hasil pekerjaan seluruh kelompok; 9) Guru

25
dan siswa menyimpulkan materi secara bersama-sama; 10) mengadakan
evaluasi/latihan per individu, sebagai tindak lanjut guru memberikan
pesan moral kepada siswa sebagai pemahaman supaya siswa rajin belajar
di rumah. Secara keseluruhan kelemahan dalam kegiatan simulasi
pengembangan yang dilakukan di siklus 1 adalah 1) Pada kegiatan
pembukaan guru tidak melakukan kegiatan fisik motorik untuk
pemanasan; 2) Pada kegiatan pembukaan yaitu guru belum maksimal
mengelola ruang dan fasilitas belajar, 2) Pada kegiatan inti, yaitu guru
masih kurang dalam mengelola interaksi kelas, 3) pada kegiatan penutup
yaitu guru belum maksimal dalam melaksanakan penilaian proses dan
hasil belajar, kesan umum pelaksanaan pembelajaran belum maksimal.
2. Pada siklus 2 guru memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada siklus
1, setelah dilaksanakan Simulasi perbaikan pembelajaran pada siklus 1
maka dapat dilihat hasil kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan
dari supervisor 1, yaitu ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam
kegiatan simulasi siklus 2. Secara keseluruhan kelebihan dalam kegiatan
simulasi pengembangan yang dilakukan disiklus 2 adalah 1) Guru lebih
mengefektifkan waktu; 2) Guru lebih sering melibatkan siswa dalam
pembelajaran; 3) Guru lebih banyak memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya; 4) Guru lebih sering memberikan materi secara
berulang-ulang sehingga siswa lebih paham; 5) Guru melakukan penguatn
untuk anak agar tidak minder srta termotivasi untuk bisa; 6) Guru
memberikan reward bagi anak yang sudah bisa melakukan kegiatan, agar
anak terus termotivasi untuk terus mengikuti kegiatan. Secara keseluruhan
kelemahan dalam kegiatan simulasi pengembangan yang dilakukan di
siklus 2 adalah 1) Pada kegiatan inti, yaitu mengelola interaksi kelas perlu
ditingkatkan.

B. SARAN

26
Adapun saran-saran yang penulis ajukan setelah menerapkan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika,
diharapkan guru mata pelajaran matematika menerapkan metode mengajar
yang mudah diterima oleh siswa.
2. Diharapkan kepada guru mata pelajaran matematika dalam memberikan
soal-soal latihan kepada siswa, hendaknya soal-soal tersebut berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa bahwa matematika
itu memang sangat penting dalam kehidupan mereka.
3. Kepada pihak sekolah agar memaksimalkan sarana dan prasarana yang ada
disekolah. Khusus untuk buku-buku yang berkaitan dengan matematika
lebih diperhatikan lagi,  demikian pula pengadaan media dan alat peraga
yang sangat membantu siswa dalam memahami pelajaran matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Aderusliana.2003. http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana Teori Belajar,(online),


diakses 21 Juli 2008

Dahar, Ratna Willis. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit
Erlangga.

Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Isjoni. 2016. Cooperative Learning. Bandung: Alfhabeta

Iskandar, Dadang dan Narsim (2015). Penelitian Tindakan Kelas dan


Publikasinya. Cilacap: Ihya Media

Muhsetyo, Gatot, I. (2007). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas


Terbuka

Rusman, (2011), Model-Medel Pembelajaran, Penerbit PT. RajaGrafindo, Jakarta

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Bandung : Kencana.

27
Suherman, Erman, dkk.(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA-UPI.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA–

Universitas Pendidikan Indonesia.

Suprijono,Agus. 2015. Cooperative learning terori dan aplikasi paikem.


Yogyakarta : Pustaka Belajar

Wahyudin, E. (2008). Pembelajaran dan Model – Model Pembelajaran. Bandung:

UPI.

28

Anda mungkin juga menyukai