Anda di halaman 1dari 11

TUGAS RANGKUMAN BACAAN

NAMA : SHINTA DWI MAHARANI


NIM : 20029142
MATKUL : PSIKOLGI PENDIDIKAN
PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA

TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN


PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

A. Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Kognitif

Berdasarkan teori kognitif, belajar bukan hanya sekedar melibatkan hubungan stimulus
dan respon, tetapi belajar pada hakekatnya melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks.
Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru ke dalam struktur berfikir yang sudah
dimiliki individu, sehingga membentuk struktur kognitif baru yang lebih mantap sebagai hasil
belajar. Teori kognitif juga beranggapan bahwa, tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada
kognisi, yaitu suatu perbuatan atau tingkahlaku individu ditentukan oleh persepsi atau
pemahamannya tentang diri dan situasi yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Dalam teori kognitif, belajar pada prinsipnya adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang
tidak selalu dapat dilihat sebagai perubahan tingkah laku yang kongkrit. Di sisi lain, teori
belajar kognitif lebih menekankan bahwa, belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam
akal pikiran manusia. Seperti diungkapkan oleh Winkel bahwa “belajar adalah suatu aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan
sikap, perubahan itu bersifat relatif dan berbekas”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa belajar adalah suatu
proses atau usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan
dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, nilai dan sikap yang
bersifat relatif dan berbekas. Objek-objek yng diamatinya dihadirkan dalam diri seseorang
melalui tanggapan, gagasan, atau lambing yang merupakan sesuatu yang bersifat mental.
Misalnya, seseorang mengamati sesuatu ketika dalam perjalanan. Dalam pengamatan
tersebut terjadi aktifitas mental. Kemudian ia menceritakan pengalaman tersebut kepada
temannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat
menghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Maka dengan demikian,
telah terjadi proses belajar, dan terjadi perubahan terutama terhadap pengetahuan dan
pemahaman. Jika pengetahuan dan pemahaman tersebut mengakibatkan perubahan sikap, maka
telah terjadi perubahan sikap, dan seterusnya.
Tokoh-Tokoh Aliran Kognitif

1. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Piaget yang dikenal seorang tokoh pendidikan dengan karya teori tersohornya
“Advance Organizer”, dan teori “Appersepsi” adalah sorang tokoh yang mampu
mempengaruhi alam pikiran tokoh-tokoh pendidikan lain pada zamannya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang adalah suatu proses yang bersifat
genetik. Artinya proses belajar itu di dasarkan atas mekanisme biologis perkembangan
sistem syaraf. Oleh sebab itu makin bertambahnya umur seseorang, mengakibatkan
makin kompleksnya susunan sel-sel syaraf dan juga makin meningkatkan
kemampuannya, khususnya dalam bidang kualitas intelektual (kognitif). Ketika seseorang
berkembang dalam proses menuju kedewasaan, seseorang itu pasti melakukan atau
mengalami proses adaptasi biologis dengan lingkungannya sehingga terjadi proses
perubahan-perubahan secara kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat
perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia
menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda
pula secara kualitatif.

Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang).
1) Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke
dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Contoh : seorang siswa yang
mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip
perkalian. maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang
sudah dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru yang akan
dipahami anak)
2) Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru. Contohnya : siswa ditelaah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya
memberikan sebuah soal perkalian
3) Proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.

Contoh lain mengenai tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi yaitu seorang
anak sudah memahami prinsip pengurangan. Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka
terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang sudah dikuasainya dengan
prinsip pembagian (informasi baru). Inilah yang disebut proses asimilasi. Jika anak tersebut
diberikan soal-soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya, anak tersebut
sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang
baru dan spesifik.
Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangan sesuai dengan umurnya. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif
menjadi beberapa tahap, yaitu :

a. Tahap Sensorimotor (Umur 0 – 2 tahun)


Tahap ini yang menonjol adalah kegiatan motorik dan persepsi yang sangat sederhana
secara umum ciri dalam tahapan ini adalah:
1) Melakukan rangsangan melalui sinar dan suara yang datan kedalam dirinya;
2) Suka memperhatikan sesuatu, kemudian dijadikan idola secara verbalis (membabi
buta).
3) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya sesuai dengan persepsinya
sendiri.
4) Selalu ingin atau segala obyek sehingga meiliki kecendrungan untuk melakukan
perubahan (merubah).

b. Tahap Pra-operasional (Umur 2 – 7 atau 8 tahun)


Tahap ini lebih ditandai dengan penggunaan simbol atau bahasa isyarat (tanda). Tahap
ini juga dimulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini memiliki dua macam
tahapan yaitu: preoperasional (umur 2 – 4 tahun), tahap ini akan muali mampu
menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep, yang dimiliki walaupun konsep itu
masih sederhana. Akibatnya anak sering melakukan kesalahan dalam memahami objek
yang dilihat.Tahap ini memiliki beberapa ciri khusus:
1) Self counternya sangat dominan.
2) Mampu melakukan klasifikasi objek yang bersifat sederhana.
3) Belum mampu memusatkan perhatian terhadap berbagai objek yang bervariasi atau
berbeda-beda.
4) Memiliki kemampuan untuk mengumpulkan benda atau barang menurut kriteria
yang benar serta memiliki kemampuan menyusun benda-benda meskipun mereka
belum mampu menjelaskan makna dari benda-benda tersebut.

c. Tahap intuitif (umur 4 – 7 atau 8 tahun).


Pada tahap ini anak mampu memperoleh pengetahuan atau informasi yang didasarkan
terhadap kesan, makna, konsep yang bersifat abstraks. Tahap ini memiliki beberapa
karakteristik:
1) Memiliki kemampuan untuk membentuk kelas-kelas atau katagori dari sebuah
objek.
2) Memiliki kemampuan mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang
lebih kompleks.
3) Memiliki kemampuan melakukan tindakan terhadap berbagai fenomena atau ide
yang kompleks.
4) Memilki kemampuan memperoleh prinsip-prinsip secara tepat dan benar.
d. Tahap Operasional Konkret (Umur 7 atau 8 – 11 atau 12 tahun)
Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan menggunakan aturan-aturan yang
sistematis, logis dan empiris. Operation sering kali dimaknai suatu tipe tindakan yang
mampu maemanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Tahap ini adalah
tahap melakukan transformasi informasi kedalam dirinya sehingga tindakan lebih efektif.
Tahap ini diharapkan tidak ada proses trial and eror (coba-coba). Karena coba-coba
cenderung membuat kesalahan, tahap ini anak diasumsikan sudah dapat berfikir dengan
menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Anak dapat
menggunakan atau mengaplikasikan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Dengan kata
lain, anak memiliki kemampuan menyelesaikan atau menangani sistem klasifikasi.

e. Tahap Operasional Formal (Umur 11 atau12 ke atas)


Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan anak dalam berpikir abstrak dan logis,
serta memiliki kemampuan menggunakan pola berfikir “kemungkinan”, mampu berpikir
ilmiah dengan pendekatan hipothetico-deductive dan inductive. Tahap ini memiliki ciri
khusus sebagai berikut:
1) Memiliki kemampuan bekerja secar efektif, sistematis, logis, dan realistis.
2) Mampu melakukan analisis secara kombinasi.
3) Mampu berpikir secara proposional.
4) Mampu menarik generalisasi secara mendasar terhadap suatu objek.

2. Teori Belajar Menurut Jerome Brunner

Bruner mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning, ia mengatakan


bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa
dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan
pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi
kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan
adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan
keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.
Teori belajar Bruner ini dalam aplikasinya sangat membebaskan siswa untuk belajar
sendiri. Karena itulah teori Bruner ini dianggap sanagt cenerung bersifat discovery (belajar
dengan cara menemukan). Disamping itu karena teori Bruner ini banyak menuntut
pengulangan-pengulangan maka desain yang berulang-ulang ini lazim disebut sebagai
kurikulum spiral Bruner. Kurikulum piral menuntut guru untuk member materi
pembelajaran setahap-demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana suatu
materi yang sebelumnyasudah diberikan, suatu saat muncul kembali, secara terintegrasi, di
dalam suatu materi baru yang lebih kempleks.
Dalam teori belajar, Bruner juga berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
1) Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman
baru. Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca,
mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau
mendengarkan/melihat audiovdual dan lain-lain.
2) Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan
baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk
hal-hal yang lain.
3) Evaluasi, yaitu menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi yang
telah diterima pada tahap kedua benar atau tidak.

Menurut Bruner, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran agar
pengetahuan dapat dengan mudah ditransformasikan, yaitu:
1) Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan;
2) Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar;
3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi;
4) Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cura untuk memotivasinya

Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat


diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap
perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat
mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang
dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori
belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu
informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.
Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang
mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia.
Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai
dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin bertambah dewasa
kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon
terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa
internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek
lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan
perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar
mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif
merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam
membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat
dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara
maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.

3. Teori Belajar Bermakna Ausubel

Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang telah
dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Ausubel seorang psikologist kognitif, ia
mengemukakan bahwa yang perlu diperhatikan seorang guru ialah strategi mengajarnya.
Sebagai contoh pelajaran berhitung bisa menjadi tidak berhasil jika murid hanya di suruh
menghafal formula-formula tanpa mengetahui arti formula-formula itu. Sebaliknya bisa
lebih bermakna jika murid diajari fungsi dan arti dari formula-formula tersebut.
Dalam aplikasinya teori Ausubel ini menuntut siswa belajar secara deduktif (dari umum
ke khusus).

Beberapa Prinsip Teori Ausubel adalah


1) Proses belajar akan terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan
yang tlah dimilikinya dengan pengetahuan baru
2) Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memamahi
makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami
3) Siswa lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif (konsep advance organizer)
Secara umum, teori Ausubel ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
1) Menentukan tujuan-tujuan intruksional;
2) Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan, dan struktur
kognitifnya melalui tes awal, interview, pertanyaan, dan lain-lain;
3) Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep
kunci;
4) Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi itu;
5) Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari;
6) Membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja disampaikan dengan uraian
yang singkat;
7) Membelajarkan peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada
dengan memberikan focus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada;
8) Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur
kemajuan” (advance organizer) didefenisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat
kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum mewadahi
(mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ada tiga manfaat dari
“advance organizer” ini, yaitu :
1) Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran yang akan
dipelajari;
2) Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang
dipejari siswa saat ini dan dengan apa yang akan dipelajari;
3) Dapat membantu siswa untuk memahami bahan secara lebih mudah

4. Teori Belajar Gestalt

Teori Gestalt dikembangkan oleh Koffka, Kohler, dan Wertheimer. Menurut teori
Gestalt belajar adalah proses pengembangan insight. Insight adalah pemahaman terhadap
hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori
Behavioristik yang menganggap belajar itu bersifat mekanistis, sehingga mengabaikan atau
mengingkari peranan insight. Teori Gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari
pembentukan tingkah laku. Peletak dasar teori belajar Gestalt ialah Max Wertheimer sebagai
usaha untuk memperbaiki proses belajar denga rote learning dengan pengertian bukan
menghapal. Dalam belajar, menurut teori Gestalt, yang terpenting adalah penyesuaian
pertama, yaitu mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting
bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight.
Belajar dengan pengertiian lebih dipentingkan daripada hanya memasukkan sejumlah kesan.
Belajar dengan insight adalah sebagai berikut :
1) Insight tergantung dari kemampuan dasar;
2) Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;
3) Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala
aspek yang perlu dapat diamati;
4) Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit;
5) Belajar dengan insight dapat diulangi;
6) Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi baru

B. Prinsip-Prinsip Belajar Menurut Teori Belajar Kognitif

Berikut adalah prinsip-prinsip belajar teori kognitif :


1. Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
2. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya
3. Memisah-misahkan atau membagi-bagi materi pembelajaran menjadi komponen-komponen
yang lebih kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah akan kehilangan makna
4. Belajar merupakan suatu proses internal mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi,
emosi dan aspek-aspek lainnya
5. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
6. Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif sangat dipentingkan
7. Materi pembelajaran disusun dari pola sederhana ke pola kompleks
8. Perbedaam individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan
siswa belajar.

C. Penerapan Teori Belajar Kognitif Dan Pembelajaran

Pada hakekatnya teori kognitif adalah sebuah teori pembelajaran yang cenderung melakukan
praktek yang mengarah pada kualitas intelektual siswa. Teori kognitif menekankan pada proses
perkembangan siswa. Meskipun perkembangan siswa mengikuti urutan yang sama, namun
kecepatan dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda. Dalam proses
pembelajran, perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan belajar siswa, oleh
karena itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak dapat dihindarkan. Pertukaran gagasan menjadi
tanda bagi perkembangan penalaran siswa.
Pigaet memberikan penekanan bahwa setiap perkembangan memberikan kesempatan pada
siswa untuk belajar lebih baik. Menurut pigaet anak bukanlah orang dewasa mini, anak tidak
mengetahui sebanyak apa yang diketahui orang dewasa, akan tetapi anak melihat dunia dengan
cara yang berbeda dan berinteraksi secara berbeda pula.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual. dan proses internal. Dalam
merumuskan tuuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi
mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan
keterlibatann siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih
bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama
jika mendengarkan benda-benda kongrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada
motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya.
KESIMPULAN

Menurut teori kognitif, belajar adalah suatu proses atau usaha yang melibatkan aktivitas
mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan
lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman,
tingkah laku, keterampilan, nilai dan sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Teori belajar
kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan
dan pengalaman yag telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar
akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Diantara pakar teori kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu Piaget, bruner dan
ausubel. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan
tertentu dan umur seseorang serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
Sedangkan bruner mengatakan bahwa belajar lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur
pesan suatu informasi. Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika
seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan
baru. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna
stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif sangat dipentingkan. Untuk
menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada
diri siswa perlu diperhatikan, karena factor ini sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, C Asri.2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:PT Rineka Cipta


Ekawati, Mona. 2019. Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif Serta Implikasinya
dalam Proses Belajar dan Pembelajaran, 7 (4)
Rasyidin, Al, Wahyudin Nur Nasution. 2011. Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing
Nurhadi. 2020. Teori Kognitivisme serta Aplikasinya dalam Pembelajaran.Jurnal Edukasi dan
Sains, 2 (1)
Nurjan, Syarifan. 2016. Psikologi Belajar. Ponorogo: Wade Group
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Sutrato. 2017. Teori Kognitif dan Implikasinya dalam Pembelajaran. Jurnal Islamic Counseling,
1 (2)
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Pahliwandari, Rovi. 2016. Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif dalam Pembelajaran
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jurnal Pendidikan Olahraga, 5 (2)

Anda mungkin juga menyukai