OLEH :
20029142
2021
Tokoh-Tokoh Teori Belajar Behavioristik
5. Kesimpulan
Teori belajar menurut Thorndike dikenal dengan teori koneksionisme adalah
perubahan tingkah laku melalui stimulus dan respon. Artinya, perubahan tingkah laku
dibentuk sesuai dengan keinginan lingkungan karena individu merespon sesuai dengan
stimulus yang diberikan. Selain itu respon yang diberikan akan baik, jika seseorang
tersebut sudah siap dalam menerima stimulus, sehingga menimbulkan kepuasan bagi
diri individu itu sendiri. Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik maka pemberian
stimulus harus sering dilakukan berulang kali, agar respon yang diberikan juga semakin
baik. Melalui teori ini guru matematika harus mempersiapkan pembelajaran matematika
dimulai dari kesiapan siswa belajar, kemudian pengulangan dalam bentuk latihan soal
perlu dilakukan dan pemberian penghargaan baik verbal maupun nonverbal perlu
dilakukan agar siswa merasa setiap aktivitasnya dalam belajar matematika dihargai oleh
gurunya.
Demikianlah maka menurut teori conditioning, belajar itu adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita
memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori
conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue (terus-menerus). Yang
diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis.
Prinsip-prinsip belajar menurut Classical Conditioning dapat diringkaskan sebagai
berikut:
1) Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan lingkungan.
2) Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara
menghubungkan/mempertautkan antara perangsang (stimulus) yang lebih kuat
dengan perangsang yang lebih lemah.
3) Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada organisme
4) Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak US dan CS akan
menimbulkan aktivitas otak. Aktivitas yang ditimbulkan US lebih dominan
daripada yang ditimbulkan CS. Oleh karena itu US dan CS harus di pasang
bersama-sama, yang lama kelamaan akan terjadi hubungan. Dengan adanya
hubungan, maka CS akan mengaktifkan pusat CS di otak dan selanjutnya akan
mengaktifkan US. Dan akhirnya organisme membuat respon terhadap CS yang
tadinya secara wajar dihubungkan dengan US.
4. Implementasi
Contoh penerapan teori Skinner dalam pembelajaran matematika adalah seorang
siswa diberi soal matematika sederhana dan siswa dapat menyelesaikannya sendiri.
Guru memuji siswa karena telah berhasil menyelesaikan soal tersebut. Dengan peristiwa
ini siswa merasa yakin atas kemampuannya, sehingga timbul respon mempelajari
pelajaran berikutnya yang sesuai atau lanjutan apa yang dapat dia selesaikan tadi.
Selanjutnya dikatakan bahwa pada umumnya stimulus yang demikian pada umumnya
mendahului respon yang ditimbulkan. Belajar dengan respondent conditioning ini hanya
efektif jika suatu respon timbul karena kehadiran stimulus tertentu.
Contoh lainnya dalam matematika seorang siswa yang terbiasa melakukan
perhitungan matematika berupa operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian akan lebih mudah mengerjakan soal yang berhubungan dengan operasi-
operasi tersebut dengan cepat dan tanpa pemikiran yang lama.
5. Kesimpulan
Jadi bisa disimpulkan bahwasanya teori belajar Skinner adalah teori yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif
yang memberi respon terhadap lingkungan, dan pengalaman akan membentuk perilaku
mereka. Skinner percaya bahwa keperibadian dapat dipahami dengan
mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya yang terus-
menerus dengan lingkungannya. Cara yang efektif untuk mengubah dan mengontrol
perilaku adalah dengan melakukan reinforcement (penguatan), suatu strategi kegiatan
yang membuat perilaku tertentu berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya (berpeluang
untuk tidak terjadi) pada masa yang akan datang.
Menurut teori ini hal terpenting dalam belajar adalah penguatan, pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus dengan respon akan semakin kuat apabila diberi
penguatan. Baik penguatan positif maupun negatif, dimana peningkatan positif dapat
meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif
dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi, Gagne
mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itu
merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang
belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam
pikiran siswa menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase diberi
nama, dan di bawah masing-masing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan proses
internal utama, yaitu kejadian belajar, yang berlangsung selama fase itu. Kejadian-
kejadian belajar itu akan diuraikan di bawah ini :
a) Fase Motivasi (Motivatim Phase)
Siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan,bahwa belajar akan
memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi
akan memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna
bagi mereka atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih
baik.
b) Fase Pengenalan (Apperehending Phase)
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial
darisuatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa
memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang ditunjukkan guru, atau
tentang ciriciri utama dari suatu bangun datar. Guru dapat memfokuskan perhatian
terhadap informasi yang penting, misalnya dengan berkata: “Perhatikan kedua
bangun yang Ibu katakan, apakah ada perbedaannya”. Terhadap bahan-bahan
tertulis dapat juga melakukan demikian dengan menggaris-bawahi kata, atau
kalimat tertentu, atau dengan memberikan garis besarnya untuk setiap bab.
c) Fase Perolehan (Acquisition Phase)
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk
menerima pelajaran. Informasi yang disajikan, sudah dikemukakan dalam bab-bab
terdahulu, bahwa informasi tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi itu
diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang
telah ada dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran
mental dari informasi itu, atau membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru
informasi lama.
d) Fase Retensi (Retentim Phase)
Informasi yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek
ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali
(rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya.
e) Fase Pemanggilan (Recall)
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam
memori jangka panjang. Jadi bagian penting dalam belajar ialah belajar
memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil
(recall) informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Hubungan dengan informasi
ditolong oleh organisasi materi yang diatur dengan baik dengan mengelompokkan
menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, lebih mudah dipanggil daripada
materi yang disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat ditolong, dengan
memperhatikan kaitan-kaitan antara konsep-konsep, khususnya antara informasi
baru dan pengetahuan sebelumnya.
f) Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar
konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi
pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat
ditolong dengan meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan
berhitung baru untuk memecahkan masalahmasalah nyata.
g) Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka telah belajar sesuatu
melalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah mempelajari bagaimana
menggunakan busur derajat dalam pelajaran matematika, para siswa dapat
mengukur besar sudut. Setelah mempelajari penjumlahan bilangan bulat, siswa
dapat menjumlahkan dua bilangan yang disebutkan oleh temannya.
h) Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
Umpan balik ini dapat memberikan reinforsemen pada mereka untuk penampilan
yang berhasil.
4. Kesimpulan
Teori yang dikemukakan Robert yaitu Conditions of Learning. Menurut Gagne,
dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar tetapi tetap pada konteks stimulus
dan respon. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal dengan
kondisi eksternal peserta didik.
E. Ausubel
1. Boigrafi
David Paul Ausubel merupakan salah seorang ahli psikologi Amerika. Beliau telah
memberi banyak sumbangan yang penting khususnya dalam bidang psikologi
pendidikan, sains kognitif dan juga pembelajaran pendidikan sains.
Ausubel dilahirkan pada 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York.
Beliau mendapat pendidikan di University of Pennsylvania dan mendapat ijazah
kehormatan pada tahun 1939 dalam bidang psikologi. Kemudian Ausubel menamatkan
pelajarannya di sekolah perubatan di University Middlesex.
Beliau juga telah berkhidmat dengan jabatan pertahanan US Public Health Service,
dan telah memperoleh M.A dan Ph.D dalam Psikologi Perkembangan dari Universiti
Columbia pada 1950. Pada 1973, Ausubel membuat keputusan untuk terjun ke bidang
akademik dan menyertai latihan psikiatri. Sepanjang menjalani latihan psikaitri,
Ausubel telah menghasilkan berbagai judul buku dan artikel tentang psikiatri dan jurnal
psikologikal.
2. Teori belajar
David P. Ausubel merupakan tokoh kognitivisme yang melakukan kritik terhadap
teori neo behaviorisme dan mengembangkan teori belajar bermakna. Menurut Ausubel
ada dua jenis belajar: (1) belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar
menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang
yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah peserta didik berusaha
menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa
makna.
Ausubel mengklasifikasikan makna belajar ke dalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara bagaimana informasi atau materi pelajaran disajikan
kepada siswa, apakah melalui penerimaan atau melalui penemuan. Belajar menurut
dimensi ini diperoleh melalui pemberian informasi dengan cara dikomunikasikan
kepada siswa. Belajar penerimaan dan menyajikan informasi itu dalam bentuk final,
ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan
sendiri keseluruhan informasi yang harus diterimanya.
Cara kedua berhubungan dengan bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi
yang diterima dengan struktur kognitif yang sudah dimilikinya. Dalam hal ini siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi yang diterima dengan pengetahuan yang
telah dimilikinya, itulah yang dikatakan belajar bermakna. Siswa dapat juga mencoba-
coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep yang telah ada
dalam struktur kognitifnya. Kedua dimensi itu tidak menunjukkan dikotomi yang
sederhana, tetapi lebih merupakan suatu kontinum.
Menurutnya, belajar penerimaan tidak sama dengan belajar hapalan. Belajar
penerimaan dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara
konsep-konsep. Sehubungan dengan itu agar bahan pelajaran mudah dipelajari, Ausubel
berpendapat bahwa pengetahuan diorganisasikan dalam ingatan seseorang secara
hierarki. Oleh karena itu, ia menyarankan supaya materi pelajaran disusun secara
berurutan dari atas ke bawah, dari yang paling inklusif/umum/abstrak hingga yang
paling spesifik (terinci); pembelajaran harus berjalan dari yang paling umum dan
inklusif hingga rinci, disertai contoh yang khas. Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar belajar menjadibermakna. Beberapa syarat/ strategi tersebut di antaranya:
a) Pengaturan awal (advance organizer). Pengaturan awal ini berisi konsep-konsep atau
ide-ide yang diberikan kepada siswa jauh sebelum materi pelajaran yang
sesungguhnya diberikan. Berdasarkan suatu penelitian, pengaturan awal dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap berbagai macam materi pelajaran.
Pengaturan awal sangat berguna dalam mengajarkan materi pelajaran yang sudah
mempunyai struktur yang teratur.
b) Progressive differentiation. Menurut Ausubel pengembangan konsep berlangsung
paling baik bila dimulai dengan cara menjelaskan terlebih dahulu hal-hal yang
umum terus sampai kepada hal-hal yang khusus dan rinci disertai dengan pemberian
contoh-contoh.
c) Rekonsiliasi integratif (integrative reconciliation). Guru menjelaskan dan
menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan materi
yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai siswa. Dengan demikian
siswa akan mengetahui alasan dan manfaat materi yang akan dijelaskan tersebut.
d) Konsolidasi (consolidation). Guru memberikan pemantapan atas materi pelajaran
yang telah diberikan untuk memudahkan siswa memahami dan mempelajari materi
selanjutnya.
F. Albert Bandura
1. Boigrafi
Albert Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mondere Alberta, Canada. Ayahnya
dari Krakow Polandia dan ibunya dari Ukraina. Ayah Bandura bekerja menjaga
perlintasan kereta api jalur trans-Kanada dan ibunya bekerja di toko general Town. Pada
tahun 1952 Albert Bandura menikah dengan Virginia Varns dan dikaruniai dua orang
anak, Mary dan Carol.
Seperti Skinner, dia tumbuh di sebuah kota yang sangat kecil, sekolah menengah
umumnya saja hanya memiliki 20 orang murid. Ia menerima gelar sarjana muda di
bidang psikologi University of British of Columbia pada tahun 1949. Kemudian dia
masuk University of Iowa, tempat di mana dia meraih gelar Ph.D tahun 1952. Baru
setelah itu dia menjadi sangat berpengaruh dalam tradisi behavioris dan teori
pembelajaran. Tahun 1953, dia mulai mengajar di Standford University. Di sini, dia
kemudian bekerja sama dengan salah seorang anak didiknya, Richard Walters. Buku
pertama hasil kerja sama mereka berjudul Adolescent Aggression terbit tahun 1959.
Bandura menjadi presiden APA tahun 1973, dan menerima APA Award atas jasa-
jasanya dalam Distinguished Scientific Contributions tahun 1980. Murid-muridnya
sendiri menjuluki dia generalis modern, seorang pria dengan pengetahuan sangat luas di
banyak bidang ilmu.
4. Kesimpulan
Teori belajar Bandura dikenal dengan nama teori pembelajaran sosial.Teori
pembelajaran sosial menyatakan bahwa faktor-faktor sosial, kognitif dan tingkah laku
memainkan peran penting dalam pembelajaran. Bandura menyatakan bahwa teori ini
menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang
berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Konteks pembelajaran pertama, mementingkan pengaruh lingkungan,
mementingkan bagian-bagian, mementingkan peranan reaksi,mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon. Kedua,
mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya, mementingkan
pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan, hasil belajar yang dicapai
adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
G. J.P. Guilford
1. Boigrafi
J.P Guilford adalah seorang psikolog berkebangsaan Amerika. Guilford lahir di
Marquette, Nerbraska pada tanggal 7 Maret 1897. Guilford banyak meneliti tentang
inteligensi manusia, termasuk meneliti perbedaan penting antara produksi divergen dan
konvergen. Semasa masih kecil Guilford memiiliki kebiasaan mengamati erbedaan
kemampuan di antara anggota keluarganya sendiri.
Dan pada saat dewasa, ia belajar psikologi di University of Nebraska kemudian
melanjutkan pascasarjana di Cornell University. Selama di Cornell ini Guilford juga
menjabat sebagai direktur klinik psikolgis universitas. Di sini ia banyak melakukan
pengujian kecerdasan anak.
Pada tahun 1927-1928, Guilford bekerja di University of Kansas, setelah itu ia
menjadi Presiden ketiga Psychometric Society. Pada tahun 1940 ia diangkat profesor di
Univerity of Southern California dimana ia tinggal sampai 1967.
Struktur Intelegensi
Inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional
dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir
secara rasional atau dengan kata lain bahwa inteligensi merupakan suatu konsep
mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuiakan diri dengan lingkungannya.
Dalam kemampuan yang umum ini terdapat kemampuan yang spesifik. Kemampuan-
kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang
memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan tertentu setalah
melalui suatu latihan. Inilah yang diseut bakat aau aptitude.
Guilford mengeluarkan satu model untuk menjelaskan kreativitas manusia yang
disebutnya sebagai Model Struktur Intelek. Dalam model ini, Guilford menjelaskan
bahwa kreativitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan proses berpikir yang
konvergen dan divergen. Konvergen adalah kemampuan untuk memberikan satu
jawaban atau kesimpulan yang logis berdasrkan infromasi yang diberikan. Divergen
adalah proses berpikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban yang beraneka
ragam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi antara lain : faktor bawaan atau
keturunan dan faktor lingkungan. Faktor bawaan : Penelitian membuktikan bahwa
korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar,
korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Walaupun ada ciri-ciri yang ada pada
dasarnya sudah dibawa sejak lahir, lingkungan sanggup membawa perubahan-
perubahan yang berarti pada intilgensi. Perkembangan inteligensi dapat dipengaruhi
oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif
emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang penting.
3. Implementasi
Dalam pembelajarn matematika contoh soal kreativitas yang dikembangkan oleh
Guilford di terapkan mulai pada tingkat taman kanak-kanak, yaitu dalam mengenal
bilangan, mengambar bangun datar dan bangun ruang. Pada tingkat sekolah dasar
maupun menengah bahkan pada tingkat perguruan tinggi terdapat beberapa materi yang
esensisal yang memungkinkan anak untuk berkreatifitas misalnya materi geometri,
Salah satu contoh materi menentukan kretifitas siswa dalam memecahkan masalah :
Siswa di kelas di perkenalkan sebuah bangun ruang, yaitu kubus ABCD EFGH yang
disusun dari beberapa bidang sisi, siswa dikelas diperkenalkan salah satu jaring-jaring
kubus : siswa diberikan waktu untuk memikirkan berdasarkan contoh yang telah
diberikan untuk menemukan sendiri susunan jaring-jaring kubus yang lain
4. Kesimpulan
Teori Guliford banyak membicarakan mengenai struktur inteligensi/kecerdasan
seseorang yang mengarah pada kreativitas individu. Guilford menerangkan kecerdasan
sebagai kemampuan seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk semua
peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan datang. Dalam konteks ini,
belajar adalah termasuk berpikir atau berupaya berpikir untuk menjawab semua masalah
yang dihadapi.
Guilford mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar
atau “faces of intellect”, yaitu : Operasi Mental (Proses Befikir) , Content (Isi yang
Dipikirkan), Visual (bentuk konkret atau gambaran). Auditory. Word Meaning
(semantic). Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi
musik). Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi
muka atau suara) dan Product (Hasil Berfikir).
DAFTAR PUSTAKA
Amsari, Dina dan Mudjiran. 2018. Implikasi Teori Belajar E.Thorndike (Behavioristik) Dalam
Pembelajaran Matematika. Jurnal Basicedu 2(2).
Amir, Zubaidah dan Risnawati. 2015. Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta : Awaja
Pressindo
Ariyanto. 2012. Penerapan Teori Ausubel Pada Pembelajaran Pokok Bahasan Pertidaksaan
Kuadrat Di SMU. Seminar Nasional Pendidikan Matematika.
Gazali, Rahmita Yuliana. 2016. Pembelajaran Matematika yang Bermakna. Jurnal Pendidikan
Matematika 2(3).
Setiawan, Andi. 2017. Belajar dan Pembelajaran. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Yanuardianto, Elga. 2019. Teori Kognitif Sosial Albert Bandura. Jurnal Auladuna. 1(2).
Zaini, Rifnon. 2014. Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner Tentang Belajar. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasar 1(1).