Oleh : Kelompok 2
INTELEGENSI THORNDIKE
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
KESIMPULAN ..................................................................................................... 11
2
BAB I
PENDAHULUAN
Intelegensi tiap orang berbeda-beda, entah itu antara orang yang berasal
dari suku, ras, wilayah, warna kulit yang sama sekalipun memiliki hubungan
neural / syaraf yang memiliki kombinasi berbeda-beda sesuai dengan teori
multifaktor Thorndike.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Teori Thorndike muncul sekitar tahun 1905, 1914 dan 1926. Teorinya
tumbuh dari prosedur statistis, tetapi juga berisi dasar neurologis (yang berkaitan
dengan syaraf). Sejalan dengan teori Thomson adalah teori yang kesamaannya
terlihat pada kenyataan, bahwa tidak ada teori yang hanya berisi g saja (konsep
kemampuan general). Berbeda dengan pandangan Spearman, Thorndike (1927)
yang tidak disukai Spearman telah yakin bahwa inteligensi merupakan
kemampuan khusus. Konsep inteligensi Thorndike disebut “teori multi-faktor”.
Thorndike menggambarkan teorinya dengan menggunakan grafik.
4
Untuk membuat Gambar 4.4 tentang hipotesa Thorndike, seseorang dapat
melanjutkan gambar itu sampai tak terbatas jumlah faktornya. Thorndike
beranggapan bahwa inteIigensi kita berisi multiproses khusus. Ia tidak
memberikan nama terhadap multi proses khusus ini, tetapi ia menjelaskan bahwa
proses itu adalah neurologis. Aktivitas mental merupakan jumlah yang tidak tentu
dan merupakan kombinasi hubungan syaraf yang tidak terhingga jumlahnya.
Dalam Gambar 4.4, setiap hubungan atau setiap kombinasi hubungan sel-sel
urat syaraf digunakan oleh tingkah-laku mental kita. Tingkah-Iaku mental khusus
ini digambarkan pada masing-masing kolom. Masing-masing kolom memiliki
panjang dan luas yang berbeda-beda. Perbedaan ini menunjukkan bahwa jumlah
hubungan syaraf tidak pernah sama antara tingkah-laku mental yang satu dengan
tingkah-laku mental lainnya. Hal ini juga menggambarkan bahwa ada tingkat-
tingkat kesulitan dalam tingkah-laku mental. Kolom yang lebih luas berarti lebih
besar hubungan syaraf yang ada di dalamnya. Kolom yang lebih tinggi berarti
bahwa tingkah-laku mentalnya lebih kompleks.
Bagi Thorndike, faktor g (kemampuan general) itu tidak ada. Yang ada
hanyalah ke-kompleksan tingkah-laku mental spesifik. Oleh para ahli psikologi,
istilah ini dipergunakan untuk:
1. Meneliti bagaimana munculnya berbagai hubungan sel syaraf. Makin tidak
tentu
5
2. Mengklasifikasikan hubungan tersebut ke dalam tingkat kesulitan problem
yang akan dipecahkan oleh tingkah-laku mental.
Thorndike sendiri mengakui, bahwa teori multi-faktornya sangat teoritis.
Untuk masuk ke dalam dunia praktis. Pada tulisan terakhirnya, Thorndike
mengutarakan bahwa ada tiga macam inteligensi, yaitu:
1. Inteligensi sosial, yaitu kemampuan untuk berhubungan antar manusia.
2. Inteligensi konkrit/praktis, yaitu kemampuan untuk melaksanakan tugas-
tugas/mekanisme tertentu yang berkaitan dengan aktifitas sensori-motorik
atau dalam memanipulasi objek.
3. Inteligensi abstrak, yaitu kemampuan untuk memecahkan ide-ide atau
simbol-simbol verbal dan matematik. CAVD merupakan suatu contoh tes
inteligensi abstrak.
6
B. TEORI KONEKSIONISME
S R S1 R1 dst
7
sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan.Percobaan ini diulangi
untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing
baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut dan di luar diletakkan
makanan.
8
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. Misalnya,
bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun,
jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan
membentuk sikapnya yang rajin.
Kegiatan yang terlalu sering dilakukan, akan membuat anak didik menjadi
merasa jenuh yang mungkin saja dapat mengakibatkan dia menjadi merasa
enggan untuk mencobanya lagi. Selain itu dengan adanya sistem
pemberian hadiah akan membuat sebuah ketergantungan pada anak didik
dalam melakukan sebuah kegiatan.
9
membetulkan respons yang salah. Maka tujuan pendidikan harus dirumuskan
dengan jelas.
Supaya guru mempunyai gambaran yang jelas dan tidak keliru terhadap
kemajuan anak, ulangan harus dilakukan dengan mengingat hukum
kesepian.Peserta didik yang sudah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah,
dan bila belum baik harus segera diperbaiki. Situasi belajar harus dibuat
menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat sebanyak
mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari kelas ke lingkungan di luar kelas.
Materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik diharuskan mengandung
nilai-nilai moral dan pembelajaran yang mampu menempa karakter darai peserta
didik.
10
BAB III
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi, Mif. 2016. Pengantar Psikologi Kognitif. PT. Refika Aditama : Bandung
Muhaimin, Abdul Ghofur dkk. 1996 . Strategi Belajar Mengajar. CV Citra Media
: Surabaya.
Syah, Muhibbin . 1990 . Psikologi Belajar. PT. Logos Wacana Ilmu : Jakarta.
Thorndike, Edward Lee. 1913. The Original Nature of Man. Teachers College,
Columbia University.
12