Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Profesionalisme Guru dalam Upaya Peningkatan


Pendidikan di Indonesia
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Ema Yudiani, M.Si, Psikolog

DISUSUN OLEH :
SALSABIL ZUMROTUL AULIYA (1710901028)

FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya yang berjudul “Profesionalisme Guru dalam Upaya
Peningkatan Pendidikan di Indonesia”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan resume ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Palembang, Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk eksploratif dan sekaligus juga makhluk
alternatif. Makhluk yang berkembang dan sekaligus mampu mengembangkan
diri, bukan makhluk yang lahir langsung jadi dewasa. Juga bukan makhluk
instinktif, yang ketika lahir sudah mampu mengembangkan dan memanfaatkan
potensi dirinya secara siap pakai. Sebagai makhluk alternatif manusia
berpotensi untuk berbuat kebaikan dan juga keburukan. Secara fisik manusia
mengalami proses pertumbuhan dalam tahap-tahap tertentu. Demikian pula
dalam pengembangan potensi yang dimilikinya, manusia juga harus menempuh
tahap demi tahap sesuai dengan tingkat kematangan yang dimiliki.
Pengembangan potensi ini juga mencakup potensi mental spiritual.

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang


tidak bisa lepas dari interaksi antar satu dengan yang lainnya. Untuk menjadi
manusia yang berguna dan memiliki kehidupan yang layak, setiap insan
berusaha mencari dan mengembangkan bakat yang ada di dalam dirinya.
Karena, untuk mencari pekerjaan di dunia yang seperti sekarang ini tidak hanya
dibutuhkan kecerdasan atau bakat semata, melainkan juga keterampilan dan
kreatifitas. Lalu dimana dasar manusia untuk mendapatkan keterampilan
maupun yang lainnya? Jawabannya adalah melalui dunia pendidikan. Sumber
daya manusia yang bermutu hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang
bermutu. Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu
mengembangkan potensi-potensi positif yang terpendam dalam diri siswa didik
(Widodo, 2015).

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan


kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering
terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara
otodidak. Pendidikan merupakan hal pokok yang akan menopang kemajuan
suatu bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kualitas dan sistem
pendidikan yang ada. Tanpa pendidikan, suatu negara akan jauh tertinggal dari
negara lain (Anonim, 2008). Dalam menempuh pendidikan di Indonesia,
Indonesia memiliki jalurnya masing-masing. Jalur pendidikan adalah wahana
yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu
proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam UU No. 20
tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari
pendidikan formal, non-formal dan informal.

Dari ketiga jalur tersebut tidak dapat dipungkiri dari dunia pendidikan,
yang paling mempengaruhi proses pendidikan adalah guru. Guru sendiri
merupakan pengajar sekaligus pendidik yang memegang kendali atas siswa-
siswa nya. Untuk mencapai pendidikan yang sesuai dengan harapan, maka
diperlukan profesionalitas dari guru-guru yang mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profesionalisme Guru
Dalam dunia pendidikan, guru (pendidik) mempunyai peranan yang
sangat penting dan strategis karena kelancaran seluruh proses kegiatan
pembelajaran di kelas tidak lepas dari kontribusi guru. Pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasaan belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki pengendalian, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan (Yunus, 2016). Guru secara umum adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui
jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Lebih luas lagi, guru
dapat diartikan sebagai orang yang mengajar atau memberi ilmu pada orang
lain dalam bidang ilmu dan keahlian apa pun itu, misalnya saja seperti guru SD,
guru matematika, guru silat, guru piano, dan lain sebagainya.
Tenaga kependidikan memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan
tugas itu. Pengertian tenaga kependidikan dapat dilihat dalam ketentuan umum
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat 5, menjelaskan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan (Jabbar, 2007).
Agus F. Tamyong dalam Usman (2010) menyatakan pengertian guru
profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai
guru dengan kemampuan maksimal. Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan
prasyarat minimal yang ditentukan oleh syarat-syarat seorang guru yang
profesional. Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 menjelaskan
bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Selanjutnya dalam
melakukan kewenangan profesionalismenya, guru dituntut memiliki
seperangkat kemampuan (competency) yang beraneka ragam.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dan
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru
meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional dan kompetensi sosial. Berlakunya undang-undang dan peraturan
tersebut menuntut para guru untuk meningkatkan profesionalismenya melalui
pelatihan, penulisan karya ilmiah, dan sebagainya. Luthans (2008)
mengemukakan bahwa “Motivation is a process that starts with a physiological
or psychological deficiency or need that activates a behavior or a drive that is
aimed at a goal or incentive”. Guru yang memiliki motivasi tinggi akan
memandang berbagai kekurangan yang ada di sekolah sebagai tantangan. Ia
akan berusaha sedapat mungkin untuk mengatasi kekurangan itu. Dengan
adanya perhatian yang baik terhadap guru, akan dapat menimbulkan motivasi
para guru untuk berbuat yang terbaik dalam melakukan tugas sehingga
menumbuhkan komitmen dalam melakukan pekerjaan yang berkualitas dan
bertanggung jawab demi kemajuan organisasi.

B. Profesionalisme Guru dalam Upaya Meningkatkan Pendidikan


Pendidikan adalah hal pokok yang akan menopang kemajuan suatu
bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kualitas dan sistem
pendidikan yang ada. Tanpa pendidikan, suatu negara akan jauh tertinggal dari
negara lain. Kualitas pendidikan di Indonesia pada dewasa ini sangat
memprihatinkan. Ini dibuktikan di antaranya oleh data UNESCO (2000) tentang
peringkat Indeks Pengembangan Manusia ( Human Development Index), yaitu
komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan
per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia
makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan
ke-102 pada 1996, ke-99 pada 1997, ke 105 pada 1998, dan ke-109 pada
1999. Selain itu, bukti nyata dari kemerosotan pendidikan di Indonesia adalah
terjadinya tawuran, tingkat pelajar maupun mahasiswa. Aksi tawuran yang
biasanya dipicu masalah sepele, dampaknya sangatlah besar. Masyarakat di
seluruh dunia akan menyaksikan lewat media cetak maupun elektronik
amburadulnya pendidikan di Indonesia.
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi
itu berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum
Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, hanya menduduki
urutan ke-37 dari 57 negara yang di survei di dunia. Kualitas pendidikan
Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003), bahwa dari
146.052 SD di Indonesia ternyata hanya 8 sekolah saja yang mendapatkan
pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918
SMP di Indonesia ternyata juga hanya 8 sekolah yang mendapatkan pengakuan
dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP). Dan, dari 8.036 SMA
ternyata hanya 7 sekolah saja yang mendapatkan pengakuan dunia dalam
kategori The Diploma Program (DP). Saat ini Indonesia sedang berusaha untuk
memperbaiki sistem pendidikan yang ada dan akan menetapkan kurikulum
2013, dengan berbagai “tuntutan” bagi peserta didik. Beberapa waktu yang
lalu, program pemerintah setiap tahun akan meningkatkan standar kelulusan
ujian nasional (UN) hingga mencapai kesetaraan dengan negara maju
(Puskomda Surabaya Raya, 2008).
Untuk itu, kedudukan guru sebagai tenaga kependidikan yang
profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dalam
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa, berilmu, cakap, serta
kreatif. Profesi guru telah hadir cukup lama di negara Indonesia, meskipun
hakikat, fungsi, latar tugas, dan kedudukan sosiologisnya telah banyak
mengalami perubahan. Sejalan dengan kenyataan itu, keberhasilan
pembangunan nasional akan ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola
pendidikan nasional dimana di dalamnya guru menempati posisi utama dan
penting (Yunus, 2016).
Syafruddin Nurdin (2005) mengemukakan bahwa ada enam tahap
dalam proses profesionalisasi, yaitu:
1. Bidang layanan ahli “unik” yang diselenggarakan itu harus ditetapkan;
2. Kelompok profesi dan penyelenggara pendidikan prajabatan yang
mempersiapkan tenaga guru yang profesional;
3. Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada program
pendidikan prajabatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan
sebelumnya;
4. Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan
program pendidikan prajabatan yang memiliki kemampuan minimal yang
disyaratkan (sertifikasi);
5. Secara perorangan dan secara kelompok, kaum pekerja profesional
bertanggung jawab penuh atas segala aspek pelaksanaan tugasnya; dan
6. Kelompok profesional memiliki kode etik yang merupakan dasar untuk
melindungi para anggota yang menjunjung tinggi nilai-nilai profesional,
disamping merupakan sarana untuk mengambil tindakan penertiban
terhadap anggota yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan
suara dan semangat kode etik itu.

Berdasarkan penelitian Putri dan Imaniyati (2017) yaitu, pengembangan


profesi guru yang diukur melalui indikator. Mengikuti informasi perkembangan
IPTEK yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah,
Mengembangkan berbagai model pembelajaran, Menulis karya ilmiah, Membuat
alat peraga/media, Mengikuti pendidikan kualifikasi, Mengikuti kegiatan
pengembangan kurikulum berada pada kategori cukup efektif. Kinerja guru
yang yang diukur melalui indikator Penyusunan program belajar, Pelaksanaan
program pembelajaran, Pelaksanaan Evaluasi, Analisis Evaluasi, Pelaksanaan
perbaikan dan pengayaan. Kelima indikator tersebut berada pada kategori
cukup tinggi. Ada pengaruh yang signifikan pengembangan profesi guru
terhadap kinerja guru. Dengan demikian pengembangan profesi guru, hal yang
penting adalah membangun kemandirian di kalangan guru sehingga dapat lebih
mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan pendidikan yang
berkualitas. Dengan adanya peningkatan guru akan diikuti pula peningkatan
kinerja guru. Upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi guru menjadi
suatu hal diperhatikan. Meningkatnya kualitas pendidik akan mendorong pada
peningkatan kualitas pendidikan baik proses maupun hasilnya.
C. Studi Kasus

Diambil dari : https://pakdwisampurno.wordpress.com/2016/03/25/studi-kasus-


pemetaan-guru-ketidaksesuaian-background-pendidikan-dengan-mata-
pelajaran-yang-di-sertifikasi/

Sejak berdirinya SMKN 4 Pandeglang, kondisi di daerah kabupaten


Pandeglang masih sangat kekurangan tenaga pengajar, dikarenakan tiga SMKN
sebelumnya berada di wilayah perkotaan dan ketenagakerjaan pendidik masih
menginduk dari propinsi Jawa Barat. Dengan berdirinya propinsi baru, Banten
memberi kewenangan penuh kepada masing-masing kabupaten untuk
menempatkan/memetakan tenaga pengajar PNS merata keseluruh wilayah,
sampai di daerah terpencil.

Ketersediaan SDM yang minim menjadikan perekrutan tenaga pengajar


sebagai Guru Bantu Sementara (GBS) dilaksanakan hanya sebagai bentuk
pemenuhan kuota yang digariskan dari pusat, sehingga lulusan SMA dan SMK
pun dapat menjadi guru. Anggapan bahwa tenaga pengajar berijazah sarjana
merupakan SDM yang bisa diandalkan, pemerintah kabupaten
memetakan/menempatkan tenaga pendidik menyeluruh sampai ke pelosok atau
daerah terpencil tanpa melihat background pendidik yang ada, untuk
ditempatkan di sekolah-sekolah baru.

Tunjangan profesi yang ditawarkan pemerintah membuat guru-guru


yang berpendidikan SLTA berlomba mencapai jenjang S1 walaupun jurusan
yang diambil di bangku kuliah berbeda dengan yang diajarkan di sekolah.
Banyak tenaga pendidik yang lulus sertifikasi tetapi tidak sesuai dengan
background pendidikan dan bahkan tidak sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan.

Main Problem (Masalah Utama)

Adanya fenomena yang terjadi di SMK Negeri 4 Pandeglang selama ini,


bahwa guru diberikan tunjangan pendidikan berupa sertifikasi pendidik guna
meningkatkan kompetensi tetapi tidak sesuai dengan follow up yang dapat
membantu mereka didalam jenjang karier yang dilaksanakan di kabupaten
Pandeglang, sehingga dapat menghambat kenaikan pangkat golongan seorang
pendidik, dan/atau bahkan tidak bisa menerima tunjangan profesi yang
ditawarkan pemerintah.

Discussion (Pembahasan)

Perekrutan tenaga pengajar merupakan suatu kegiatan untuk


membantu pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsa dengan memberikan
imbalan sertifikasi sebagai tunjangan profesi seorang pendidik agar lebih
termotivasi melaksanakan pekerjaan dengan baik dan bertanggungjawab
sehingga tujuan pemerintah dapat tercapai dan guru sebagai tenaga pendidik
dalam meningkatkan kompetensi profesional sebagai seorang guru.

Untuk lebih memperjelas permasalahan ini, berikut penggambaran


informasi terkini yang diberikan dari pemerintah pusat setelah beberapa saat
tunjangan profesi diberikan kepada tenaga pendidik dan dipertegas oleh Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten Pandeglang yang menunjukkan bahwa
batasan-batasan yang berhak mendapatkan tunjangan profesi tenaga pendidik
adalah sebagai berikut :

N BACKGROUND SERTIFIKASI MAPEL YANG DI HASIL YANG DIDAPAT


O PENDIDIKAN AMPU

1 Sesuai sesuai Sesuai a. dapat naik pangkat


b. dapat tunjangan
sertifikasi
2 tidak sesuai sesuai Sesuai a. tidak dapat naik pangkat
b. dapat tunjangan
sertifikasi
3 sesuai tidak sesuai Sesuai a. dapat naik pangkat
b. tidak dapat tunjangan
sertifikasi
4 tidak sesuai tidak sesuai tidak sesuai a. tidak dapat naik pangkat
b. tidak dapat tunjangan
sertifikasi
 

Apabila seorang guru mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang


diajarkan, dan telah bersertifikasi sesuai dengan background pendidikannya,
guru tersebut layak untuk naik pangkat dan berhak mendapatkan tunjangan
sertifikasi.

Apabila Seorang guru mengajar tidak sesuai dengan background


pendidikannya tetapi guru tersebut mengajar sesuai dengan tunjangan
sertifikasinya maka guru tersebut tidak bisa naik pangkat tetapi mendapat
tunjangan sertifikasi.

Apabila seorang guru mengajar sesuai dengan background


pendidikannya tetapi tidak sesuai dengan sertifikasinya, maka guru tersebut
dapat naik pangkat tetapi tidak mendapatkan tunjangan sertifikasinya.
Apabila seorang guru dalam mengajar tidak sesuai dengan background
pendidikannya, dan tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, maka
guru tersebut tidak dapat naik pangkat dan tidak mendapatkan tunjangan
sertifikasi.

Catatan:

 Guru yang lulus sertifikasi pada awalnya tidak dilihat dari background
pendidikannya apa, tetapi mengajarnya apa. Sehingga pada saat pre-test dan
post-test berhasil diselesaikan, guru tersebut dinyatakan lulus dan berhak
mendapatkan tunjangan profesi.
 Untuk 8 angkatan pertama, test sertifikasi yang dilakukan melalui portofolio
atau PLPG yang diadakan dari pusat dilakukan untuk pemenuhan kuota saja.

Solution Alternative (Alternatif Solusi)

Sebagai propinsi baru, Banten masih mengalami kendala dalam


perekrutan dan proses pendistribusian tenaga guru di seluruh wilayah Propinsi
Banten pada umumnya dan di Kabupaten Pandeglang pada khususnya. Untuk
itu perlu dibentuk suatu sistem yang jelas dan pasti pada Badan Kepegawaian
Daerah di masing-masing Kabupaten. Untuk mengantisipasi rendahnya kualitas
pendidikan di propinsi Banten yang merupakan impact dari pengangkatan Guru
Bantu (GBS) yang tidak berlatar belakang pendidikan keguruan (missal: lulusan
SMA/SMK, SE, ST, dll), maka hendaklah diadakan program pendidikan
penyesuaian yang wajib diikutinya, dan bila perlu di subsidi oleh pemerintah
(dalam bentuk beasiswa).

Tunjangan profesi yang ditawarkan pemerintah membuat guru-guru


yang berpendidikan SLTA berlomba mencapai jenjang S1 walaupun jurusan
yang diambil di bangku kuliah berbeda dengan yang diajarkan di sekolah, dan
lebih parahnya lagi, adanya gejala yang berkembang bahwa untuk
mendapatkan gelar S1 tersebut ada alternative dengan adanya jual beli ijazah
pada universitas/lembaga yang tidak bertanggung jawab. Seharusnya
pemerintah memberikan arah yang jelas dan pasti kearah mana atau
universitas dan jurusan apa saja yang direcomend oleh pemerintah. Misalnya:
hanya diperbolehkan untuk mengambil jurusan kependidikan saja.

Dengan adanya fenomena banyaknya tenaga pendidik yang lulus


sertifikasi tetapi tidak sesuai dengan background pendidikan dan bahkan tidak
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, seharusnya pemerintah telah
memprediksikan hal ini, atau setidaknya segera diadakan proses mutasi/rotasi
terhadap guru-guru yang selama ini mengajar tidak sesuai dengan jurusan
background pendidikannya atau bahkan tidak sesuai dengan sertifikasinya ke
tempat yang semestinya.

Main Solution (Solusi Utama)


Fenomena adanya guru di daerah pelosok yang mengajar tidak sesuai
dengan kompetensi dapat diatasi dengan mengadakan program wajib
penyetaraan yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah. Sedangkan
mengenai fenomena adanya guru bersertifikasi yang jurusan pada sertifikat
sertifikasinya berlainan dengan jurusan background pendidikannya atau bahkan
berbeda lagi dengan jurusan mata pelajaran yang diampunya di sekolah, hal itu
merupakan PR yang harus dirumuskan bersama antara Dinas Pendidikan
Daerah (Disdik) dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang dapat
menjembatani perbedaan tersebut, sehingga terjadi kesepakatan yang jelas
dan pasti.

Conclusion (Kesimpulan)

Dari uraian diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa masih


rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini salah satu factor utamanya
adalah masih rendahnya kualitas tenaga guru, bahkan yang telah bersertifikasi
sekalipun. Hal itu disebabkan karena pemerintah masih terfokus pada kuantitas
dan belum pada pembenahan mengenai kualitas dari tenaga kependidikan di
Indonesia, serta belum jelasnya sistem kepegawaian dari pemerintah yang
mengatur tentang sertifikasi guru secara umum, dan tidak dilakukan oleh
masing-masing dinas sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih kepentingan
dan kebijakan yang berseberangan antara satu dengan yang lain.

Critical Review (Saran)

Diharapkan pemerintah dalam pemetaan/pendistribusian tenaga kerja,


terutama tenaga pendidik hendaknya ditempatkan sesuai dengan background
pendidikan dari tenaga guru tersebut (mata pelajaran yang diajarkan harus
sesuai dengan background pendidikan dari masing-masing guru). Program
sertifikasi guru merupakan implementasi keseriusan pemerintah dalam
memajukan pendidikan di Indonesia, dengan demikian dibutuhkan penanganan
serius dan profesional dalam penjurusannya (jurusan sertifikasi sesuai dengan
jurusan background pendidikannya), sehingga tidak hanya merupakan
pemenuhan kuota saja.

SMK adalah sekolah kejuruan yang membutuhkan tenaga pengajar


produktif yang sesuai dengan bidang jurusan di sekolah tersebut. Ketersediaan
tenaga guru yang bersertifikasi sangat berpengaruh sekali terhadap siswa yang
akan mendapat materi pelajaran sesuai tujuan yang dicita-citakan mereka. Hal
ini akan efektif apabila kriteria sertifikasi guru tersebut benar-benar merupakan
pencerminan profesionalisme guru (dengan pembekalan yang cukup).
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Guru secara umum adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Lebih luas lagi, guru dapat diartikan sebagai orang yang
mengajar atau memberi ilmu pada orang lain dalam bidang ilmu dan keahlian apa pun
itu, misalnya saja seperti guru SD, guru matematika, guru silat, guru piano, dan lain
sebagainya.

Syafruddin Nurdin (2005) mengemukakan bahwa ada enam tahap dalam proses
profesionalisasi, yaitu:

1. Bidang layanan ahli “unik” yang diselenggarakan itu harus ditetapkan;


2. Kelompok profesi dan penyelenggara pendidikan prajabatan yang
mempersiapkan tenaga guru yang profesional;
3. Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada program
pendidikan prajabatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan
sebelumnya;
4. Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan
program pendidikan prajabatan yang memiliki kemampuan minimal yang
disyaratkan (sertifikasi);
5. Secara perorangan dan secara kelompok, kaum pekerja profesional
bertanggung jawab penuh atas segala aspek pelaksanaan tugasnya; dan
6. Kelompok profesional memiliki kode etik yang merupakan dasar untuk
melindungi para anggota yang menjunjung tinggi nilai-nilai profesional,
disamping merupakan sarana untuk mengambil tindakan penertiban terhadap
anggota yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan suara dan
semangat kode etik itu.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). Potret Dunia Pendidikan Indonesia.


http://mybluegreen.net/taktaulah/potret-dunia-pendidikan-indonesia/. Diunduh
pada 24 Maret 2020.

Luthans, Fred. (2008). Organizational Behaviour. New York: McGraw-Hill Inc, p.

Nurdin, Syafruddin. (2005). Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum . Jakarta:


Quantum Teaching.

Puskomda Surabaya Raya. (2008). Potret Pendidikan Indonesia.


http://www.fsldkn.org/keummat-an/potret-pendidikan-indonesia.html. Diunduh
pada 20 Maret 2020.

Putri, Ayu Dwi Kesuma Putri., Imaniyati, Nani. (2017). Pengembangan profesi guru
dalam meningkatkan kinerja guru. JURNAL PENDIDIKAN MANAJEMEN
PERKANTORAN. Vol. 2 No. 2, Juli. 202-211.

R, Abd Jabbar. (2007). Takdir, Menuju Guru Yang Profesional . Pinrang: Dewan
Pendidikan Kab. Pinrang.

Sampurno, Dwi. (2016). Studi Kasus Pemetaan Guru: Ketidaksesuaian Background


Pendidikan dengan Mata Pelajaran yang di Sertifikasi.
https://pakdwisampurno.wordpress.com/2016/03/25/studi-kasus-pemetaan-
guru-ketidaksesuaian-background-pendidikan-dengan-mata-pelajaran-yang-di-
sertifikasi/. Diunduh pada 24 Maret 2020.

Usman, M. Uzer. (2010). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Widodo, Heri. (2015). POTRET PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN KESIAPANNYA


DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASIA (MEA) . Cendekia. Vol. 13
No. 2, 1-15.

Yunus, Muhammad. (2016). PROFESIONALISME GURU DALAM PENINGKATAN MUTU


PENDIDIKAN. LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 19 NO. 1, 112-128.

Anda mungkin juga menyukai