Anda di halaman 1dari 105

1

BAB I

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen, pasal 1, ayat (1) menjelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya dapat dijelaskan

bahwa guru berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen

pembelajaran, dimana pada gilirannya akan meningkatkan mutu pendidikan

nasional.

Seorang guru dituntut menjadi pendidik professional, dimana harus

memiliki kecakapan sesuai yang disyaratkan dalam undang-undang tersebut,

bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang

dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. memiliki bakat,

minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan

mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c. memiliki kualifikasi

akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d. memiliki

kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung

jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. memperoleh penghasilan yang

ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g. memiliki kesempatan untuk

mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang

hayat; h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas


2

keprofesionalan; dan i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan

mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Guru adalah pekerjaan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus

(Usman M. U., 2011). Keahlian ini idealnya tidak dapat dilakukan oleh orang di

luar bidang kependidikan kecuali mereka yang memiliki sertifikat pendidik atau

keahlian khusus yang dimiliki melalui pendidikan non formal. Tugas guru sebagai

seorang pendidik, berkewajiban mendidik siswa dengan mengarahkan, membekali

peserta didik dengan informasi yang berguna bagi kehidupannya. Guru harus

dapat memfasilitasi muridnya untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat yang

lebih mendalam dan luas. Guru sebagai motor penggerak dalam membentuk dan

menghasilkan sumber daya manusia yang potensial dan bermanfaat dalam

kehidupan masyarakat.

Kinerja guru sangat berpengaruh terhadap kwalitas pendidikan suatu

negara, Salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum

sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai (Danim,

2006:168). Oleh karena, itu diperlukan adanya upaya yang komprehensif

berbagai pihak guna meningkatkan kinerja guru.

Kinerja guru merupakan sesuatu yang kompleks dan dipengaruhi banyak

faktor, baik internal maupun eksternal. Secara internal kinerja guru dapat

ditentukan oleh motivasi kerja guru itu sendiri, pada saat memilih profesi

pekerjaan sebagai guru. Sehingga motivasi awal menjadi guru akan

menentukan prestasi kinerjanya.

Tugas profesional yang dijalankan seorang guru harus memiliki motivasi

yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik. Motivasi adalah salah satu faktor
3

yang turut menentukan keefektifan kerja (Mulyasa, 2006, hal. 120). Motivasi

dapat dideskripsikan sebagai keinginan yang terdapat pada seseorang individu

untuk melakukan tindakan-tindakan yang menjadi dasar atau alasan seseorang

berperilaku (Usman M. U., 2008, hal. 245). Motivasi mengacu pada proses di

mana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju

tercapainya suatu tujuan (Robbins & Coulter, 2010). Motivasi merupakan dampak

langsung dari kepuasan kerja (Winardi, 2007). Ciri-ciri guru yang memiliki

motivasi kerja yang tinggi adalah memiliki antara lain; ketekunan, kegairahan dan

semangat kerja, disiplin, dan tanggungjawab (Simarmata, 2014). Berdasarkan

pengertian tersebut bahwa pada dasarnya motivasi kerja merupakan perasaan akan

kehendak seseorang berdasarkan dorongan dalam diri untuk berperilaku yang

mempengaruhi kekuatan diri mencapai tujuan. Jadi keinginan guru untuk

melaksanakan tugas profesionalnya merupakan motivasi kerja.

Motivasi kerja guru dapat muncul dari dirinya (internal) maupun dari

pengaruh eksternal. Motivasi kerja yang muncul karena pengaruh eksternal

antara lain adanya kepemimpinan yang berasal dari atasannya yaitu kepala

sekolah maupun pada tingkatan yang lebih tinggi. Dalam motivasi eksternal guru

antara lain dorongan pemimpin, termasuk kepala sekolah, untuk bertindak dengan

cara tertentu (Sutikno, 2014). Hasibuan dalam Sutrisno memberikan batasan

bahwa pemeberian motivasi oleh seorang pemimpin adalah, bagaimana cara

mendorong gairah kerja bawahan, agar mau bekerja keras dengan memberikan

segala daya dan upayanya untuk mewujudkan tujuan organisasi (Sutrisno,

2011). Setiap kepemimpinan Kepala Sekolah selalu memiliki cara-cara berbeda

dalam mendorong bawahannya agar dapat bekerja sama dan bekerja dengan
4

penuh semangat serta berkeyakinan untuk berhasil mencapai tujuan yang akan

dicapai.

Peran Kepala Sekolah harus dapat memberikan kemudahan, memberikan

dukungan serta serta membantu mengembangkan potensi secara optimal yang

sangat diharapkan oleh seluruh guru di lingkungan sekolah. Selain itu, perlu

adanya dorongan agar guru mempunyai minat yang besar terhadap tugas mereka

dengan berbagai pendekatan yang terus menerus dilakukan, supaya menciptakan

motivasi kerja. Kesuksesan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat

dipengaruhi oleh kemampuan kepala sekolah dalam mengelola setiap komponen

sekolah (Mulyasa, 2011, hal. 5). Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan

yang harus memiliki dasar kepemimpinan yang kuat (Mulyasa, 2011, hal. 16).

Kepemimpinan merupakan perilaku seseorang dalam mengarahkan anggota

organisasinya melalui berbagai aktivitas yang dilakukan sebagai tugas untuk

mencapai tujuan yang dikehendaki. Pemimpin adalah seseorang yang dapat

mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial, sedangkan

kepemimpinan adalah proses memimpin sebuah kelompok dan mempengaruhi

kelompok itu dalam mencapai tujuannya (Robbins & Coulter, 2010). Kotter dalam

Bangun menyimpulkan bahwa, kepemimpinan berkaitan dengan penanganan

perubahan dengan cara mengarahkan suatu organisasi dalam menyusun suatu visi,

kemudian mengkomunikasikannya kepada para anggota organisasi agar mampu

mengatasi segala permasalahan yang dihadapi (Bangun, 2008). Stogdill dalam

Siswanto memberikan batasan bahwa kepemimpinan manajerial sebagai proses

pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang dihubungkan dengan tugas dari

para anggota kelompok (Siswanto, 2008). Kepemimpinan adalah perilaku dan


5

sikap yang diperlihatkan pemimpin pada orang lain dalam menghadapi segala

sesuatu, terutama dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya

(Nawawi & Hadari, 2012). Dengan model dan gaya kepemimpinan tertentu

seorang pemimpin mampu membangun komitmen orang-orang yang dipimpinnya

agar menghasilkan kinerja yang optimal (Handayani & Rasjid, 2015, hal. 266-

267). Kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan pemimpin untuk

membujuk dan meyakinkan bawahan sehingga mereka dengan kesungguhan dan

semangat bersedia mengikuti pemimpinnya (Syarifudin, 2011). Jadi pada

dasarnya kepemimpinan merupakan perilaku seseorang dalam mengarahkan

anggota organisasinya melalui berbagai aktivitas yang dilakukan sebagai tugas

untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. .

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh

positif terhadap motivasi kerja di antaranya (Rawung (, 2013), (Noviyanti,

Syofyan dan, & Evanita (, 2019), dan (Demirhan, Gezginci dan , & Goktas,

( 2020).

EDi era industrialisasi 4.0, menuntut para guru untuk memiliki kemampuan

literasi yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar.

Apalagi telah dicanangkan gerakan literasi nasional yang bertujuan agar

masyarakat Indonesia memiliki kemampuan literasi yang dibutuhkan dalam era

industrialisasi 4.0 tersebut dan era-era berikutnya. Ibrahim (2017:6) dalam Deti

Nudiati dan Elih Sudiapermana mengenai Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional,

literasi mempunyai 4 definisi yaitu: 1) rangkaian kecakapan membaca, menulis,

dan berbicara, kecakapan berhitung, dan kecakapan dalam mengakses dan

menggunakan informasi, 2) praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh


6

konteks, 3) proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis sebagai

medium untuk merenungkan, menyelidik, menanyakan, dan mengkritisi ilmu dan

gagasan yang dipelajari, dan 4) teks yang bervariasi menurut subjek, genre, dan

tingkat kompleksitas bahasa (Nudiati & Sudiapermana, 2020). Sedangkan World

Economic Forum pada tahun 2015 dalam Deti Nudiati dan Elih Sudiapermana

menyatakan bahwa terdapat 6 literasi yang sangat penting dikuasai tidak hanya

bagi peserta didik, namun bagi orang tua dan seluruh warga masyarakat. Keenam

hal tersebut adalah 1) baca dan tulis; 2) numerasi; 3) sains; 4) finansial; 5) digital

dan 6) budaya dan kewargaan. Literasi digital merupakan salah satu literasi yang

sangat penting untuk dikuasai dalam pendidikan, khususnya terkait dengan

pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Menurut Deakin University’s Graduate Learning Outcome 3 (DU GLO3),

Lliterasi digital didefinisikan sebagai pemanfaatan teknologi untuk

menemukan informasi, menggunakan informasi yang diperoleh sebagai

input pemikiran, dan menyebarkan informasi yang telah diperkaya, dengan

menggunakan platform digital (Irhandayaningsih, 2020). Lee (2014) dalam

Ishandayaningsih (2020) mendefinisikan bahwa literasi digital sebagai

kemampuan seseorang memahami dan menggunakan berbagai informasi dalam

berbagai format seperti teks, gambar, audio, video, dan animasi dari berbagai

sumber yang tersaji melalui perangkat elektronik. Literasi digital adalah sikap

ketertarikan dan kemampuan seseorang dalam menggunakan teknologi

digital dan berbagai alat komunikasi untuk mengakses, mengelola,

menganalisis, dan mengevaluasi informasi, serta membangun pengetahuan

baru, dan berkomunikasi dengan orang lain, sehingga mampu berpartisipasi


7

secara efektif dalam masyarakat (Setyaningsih, Abdullah, Prihantoro, &

Hustinawaty, 2019). Sedangkan literasi digital merupakan kumpulan dari

beberapa literasi yaitu literasi ICT atau literasi komputer, literasi teknologi,

literasi informasi, literasi media, literasi visual, dan literasi komunikasi (Martin A.

, 2008).

Literasi media digital menjadi mutlak diperlukan, karena menyangkut

keterampilan seseorang dalam memanfaatkan, memproduksi, menganalisis dan

mengkomunikasikan berbagai informasi media digital secara baik dan tepat.

Secara khusus, definisi literasi media digital merujuk pada pandangan Potter, yang

mendefinisikan literasi media, dimana tidak hanya sekedar aktivitas seseorang

mengkonsumsi konten media digital, tetapi juga ketika memproduksi,

menciptakan dan mengomunikasikannya secara sukses dalam semua bentuk

media (Hermawan, 2017).

Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa pentingnya pemberian program

pembelajaran kompetensi literasi digital, di kalangan para guru dan pelajar yang

akan dapat memberikan dampak positif mereka dalam pemahaman dan

keterampilan menggunakan media digital khususnya untuk media pendidikan

(Asari, Kurniawan, Ansor, & Putra, 2019). Namun dalam tataran implementasi,

banyak ditemukan kompetensi literasi digital para guru masih menjadi masalah,

terutama dalam proses pembelajaran secara daring. Belum semua guru memiliki

kemampuan ini (Kharisma, 2017, hal. 2). Literasi digital menjadi salah satu

kompetensi yang wajib dimiliki oleh para guru, sebagaimana dijelaskan dalam

framework pembelajaran Abad 21 (Trilling & Fadel, 2009).


8

Pandemi covid-19 telah “memaksa” proses pembelajaran dilakukan secara

daring. Hal ini sebagai upaya agar proses belajar mengajar tetap berjalan. Literasi

digital telah diprediksi menjadi kunci atau pondasi penting dalam bidang

pendidikan di masa depan (Keskin & Royle, 2015). Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan literasi digital dapat

memperoleh sumber informasi lebih banyak dan memiliki capaian hasil belajar

yang lebih baik (Santoso, Abdinagoro, & Arief, 2019). Proses dan hasil

pembelajaran siswa berbasis digital lebih menarik dan dapat meningkatkan hasil

belajar. Meningkatkan kemampuan guru dalam memanfaatkan aplikasi teknologi

dalam proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar, sangat direkomendasikan

(Mugrfuah, 2011). Penggunaan aplikasi digital dalam pembelajaran telah terbukti

menunjukkan adanya peningkatan hasil pembelajaran (Hernani & Ahmad, 2010);

(Husain, 2014).

Dalam proses literasi digital, pentingnya peran pembinaan yang dilakukan

oleh pengawas sekolah dengan menerapkan berbagai metode atau model supervisi

yang lebih bermutu (Sujana, 2011), (Gebhard, 1990) (Wilson, 2006), (Heble,

2006), (Mehrunnisa, 2000), (Mosavi, 2014) dan (Berk, 1995). Kehadiran media

digital dalam dunia pendidikan, telah menciptakan perubahan-perubahan revolutif

pada proses belajar mengajar. Tersedianya kesempatan yang lebih luas untuk

mengakses sumber-sumber belajar dengan tersedianya digital library, electronic

journal, electronic book, dan lain-lain; dan munculnya konsep elearning dengan

konsep MOOC (Massive, Open, Online, Course).

Kemampuan literasi digital guru tidak terlepas dari peran kepemimpinan

kepala sekolah sebagai penanggung jawab institusi sekolah. Berbagai dukungan,


9

berupa supervisi tentu akan berpengaruh dalam membangun literasi digital para

guru yang dipimpinnya. Peran serta kepala sekolah dalam memberikan

kemudahan, dukungan serta membantu mengembangkan potensi secara optimal

sangat diharapkan oleh seluruh guru di lingkungan sekolah. Selain itu, perlu

adanya dorongan agar guru mempunyai minat yang besar terhadap tugas mereka

dengan berbagai pendekatan yang terus menerus dilakukan supaya menciptakan

motivasi kerja. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan pada tingkat

operasional yang berada di garis terdepan yang mengkoordinasikan upaya

meningkatkan kualitas pendidikan antara lain literasi digital di sekolahnya baik

untuk guru, murid dan tenaga kependidikannya. Tentu saja kepala sekolah bukan

satu-satunya penyebab terhadap efektif tidaknya suatu sekolah, karena masih

banyak faktor lain yang perlu diperhatikan. Namun, Kepala Sekolah memainkan

peran kunci yang sangat menentukan (Ekosiswoyo, 2016). Dengan demikian

maka kepemimpinan kepala sekolah dapat berpengaruh terhadap kompetensi

literasi digital para guru yang menjadi binaannya.

Guru merupakan profesi/jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian

khusus sebagai guru (Usman M. U., 2011, hal. 6). Tugas guru sebagai seorang

pendidik, mendidik siswa untuk mengarahkan dan membekali peserta didik

dengan informasi yang berguna bagi kehidupannya, dan untuk memperoleh ilmu

yang bermanfaat yang lebih mendalam dan luas. Guru merupakan motor

penggerak untuk membentuk dan menghasilkan sumber daya manusia yang

potensial di bidang pembangunan. Kemampuan literasi digital yang dimiliki guru,

akan berdampak memudahkan baginya dalam melaksanakan tugas-tugas


10

pendidikan, pengajaran dan manajemen sekolah. Dikutip dari Febliza & Oktariani

(2020), indikator literasi digital guru dapat terlihat dari kisi-kisi sebagai berikut;

1) Selalu menggunakan Teknologi informasi dan Komputer dalam mengajar

2) Sering mengakses informasi dari internet dalam proses belajar mengajar

3) Mendapat dukungan untuk guru dalam menggunakan TIK

4) Aktifitas dan materi mengajar berbasis TIK yang digunakan dalam mengajar

5) Hambatan penggunaan Infomation Communication Technologies (ICT) dalam

proses belajar mengajar

6) Skill guru

7) Infomation Communication Technologies (ICT) dalam manajemen sekolah.

Dengan demikian kemampuan literasi digital akan sangat berpengaruh terhadap

motivasi kerja seorang guru. Literasi digital guru merupakan faktor yang dapat

memperkuat hubungan pengaruh antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap

motivasi kerja guru.

Sejauh mana kepemimpinan kepala sekolah dapat berpengaruh terhadap

motivasi kerja, sejauh mana pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap

literasi digital guru, sejauh mana literasi digital guru berpengaruh terhadap

motivasi kerja, dan sejauh mana literasi digital guru memediasi hubungan

pengaruh antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru, hal

ini telah menjadi perhatian peneliti untuk melakukan penelitian. Penelitian akan di

fokuskan terhadap guru-guru di 31 Sekolah Dasar Negeri di wilayah Kecamatan

Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Jumlah guru Sekolah dasar Negeri di Wilayah kecamatan Cakung sebanyak

644 guru yang tersebar di 31 sekolah, sejak ditetapkan belajar secara daring,
11

mereka melaksanakan pekerjaannya mengajar melalui media berbasis internet,

dituntut memiliki literasi digital. Tentunya terdapat perbedaan motivasi guru

belajar secara tatap muka dengan belajar daring. Kepemimpinan kepala sekolah

sebagai pengendali kegiatan belajar, seperti mensupervisi dan lain-lain tidak

seefektif tatap muka, akibat dari ketidak berlangsungannya proses Pendidikan,

menurut The Education and development form, telah terjadi learning loss selama

belajar dengan cara daring, yaitu situasi dimana peserta didik kehilangan

keterampilan atau kemunduran secara akademis, akibat terjadinya kesenjangan

yang berkepanjangan atau ketidak berlangsunan proses Pendidikan. Di samping

itu banyak penelitian menunjukkan bahwa situasi pandemic yang berkepanjangan,

telah membuat para pendidik, murid dan orang tua murid frustrasi. Motivasi kerja

guru mungkin menurun dalam mengajar dengan cara baru (daring).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi

permasalahan kinerja guru, sebagai berikut:

1) Pendidik profesional seorang guru harus memiliki kecakapan tertentu

sebagaimana disyaratkan dalam undang-undang guru dan dosen. Untuk

mencapai pada tingkat profesional seorang guru tentu tidak mudah, yaitu akan

melalui berbagai pengalaman dan proses belajar secara terus menerus sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Untuk mencapai pada tingkat profesional, seorang guru memerlukan motivasi

kerja yang tinggi dari yang bersangkutan untuk mencapainya, baik secara

instrinsik maupun ekstrinsik.

3) Peranan kepala sekolah sebagai pemimpin pada tingkat sekolah sangat penting

sebagai faktor ekstrinsik dalam meningkatkan motivasi kerja guru. Oleh


12

karenanya faktor kepemimpinan harus menjadi bagian yang penting dalam

motivasi kerja guru untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

4) Di era digital kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi (TIK) menjadi penting, namun belum semua guru memiliki

kemampuan ini (Kharisma, 2017, hal. 2). Literasi digital menjadi salah satu

kompetensi yang wajib dimiliki oleh para guru, sebagaimana dijelaskan dalam

framework pembelajaran Abad 21 (Trilling & Fadel, 2009). Pandemi covid-19

telah “memaksa” proses pembelajaran dilakukan secara daring, sebagai upaya

agar proses pendidikan atau belajar mengajar tetap berjalan.

5) Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, menuntut

guru untuk memiliki literasi digital yang memadai dalam menunjang tugas-

tugasnya. Guru harus dapat mengembangkan metode pembelajaran berbasis

teknologi untuk kelancaran proses transformasi ilmu pengetahuan kepada para

siswanya. Tingkat literasi digital ini akan dipengaruhi oleh kepemimpinan

dalam proses pembinaan terhadap guru, dan literasi ini akan berpengaruh

terhadap motivasi kerja para guru. Bahkan literasi digital guru merupakan

mediator dalam hubungan kepemimpinan terhadap motivasi kerja guru.

6) Belum ada informasi mengenai pengaruh kepemimpinan kepala sekolah

terhadap motivasi kerja guru, khususnya guru-guru sekolah dasar di

Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara selama masa Work From Home.

7) Belum ada informasi sejauh mana literasi digital guru dapat berpengaruh

terhadap motivasi, khususnya guru sekolah dasar di Kecamatan Tanjung

Priok, Jakarta Utara.


13

8) Belum ada informasi sejauh mana peranan kepemimpinan kepala sekolah

dapat berpengaruh terhadap literasi digital guru, khususnya pada guru sekolah

dasar di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

9) Belum ada informasi sejauh mana peranan literasi digital guru memediasi

kepemimpinan kepala sekolah dapat berpengaruh terhadap motivasi,

khususnya pada guru sekolah dasar di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta

Utara,

10) Patut diduga terdapat perubahan motivasi kerja guru selama masa pandemic

dalam melaksanakan tugasnya mengajar dari rumah, yang berbeda dengan

pengajaran tatap muka.

Kinerja guru dipengauhi oleh Motivasi kerja guru, dan motivasi kerja guru

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang komplek. Oleh karenanya dalam penelitian

ini dilakukan pembatasan sebagai berikut,

1) Masalah dibatasi pada masalah pengaruh literasi digital guru terhadap

motivasi kerja, pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi

kerja, pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap literasi digital guru,

dan mediasi literasi digital guru dalam pengaruh kepemimpinan terhadap

motivasi kerja,

2) Subyek penelitian adalah para guru sekolah,

3) Tempat penelitian adalah di Sekolah Dasar Negeri di wilayah Kecamatan

Tanjung Priok, Jakarta Utara.


14

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut;

1) Adakah variabel Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh positif terhadap

motivasi kerja?

2) Adakah Literasi digital guru berpengaruh positif terhadap motivasi kerja?

3) Adakah Kepemimpinan Kepala sekolah berpengaruh positif terhadap literasi

digital guru?

4) Adakah Literasi digital guru dapat memediasi pengaruh kepemimpinan

terhadap motivasi kerja?

5) Adakah motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja guru.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang;

1) Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja

2) Pengaruh literasi digital guru terhadap motivasi kerja

3) Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap literasi digital guru

4) Pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja yang dimediasi literasi

digital guru

5) Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,

1. Akademis
15

Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan kajian

Ilmu Pendidikan khususnya manajemen pendidikan dan guru yang terkait dengan

literasi digital guru dan kepemimpinan kepala sekolah hubungannya dengan

motivasi kerja dan kinerja guru. Di samping itu dapat memberikan sumbangan

pemikiran untuk pembangunan dalam perspektif pendidikan sekolah dasar guna

merespon kebutuhan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk berpartisipasi

dalam pembangunan nasional.

2. Kegunaan Praktis

(1) Guna mengembangkan pemikiran dalam mendorong peningkatan kinerja

guru dan berkembangnya sekolah dasar yang berkualitas.

(2) Melalui pemahaman tentang kepemimpinan kepala sekolah dapat

menerapkan model pengembangan dan perkuatan literasi digital di sekolah

dasar, khususnya literasi digital para guru,

(3) Interaksi langsung kepala sekolah dengan guru dalam rangka komunikasi,

supervisi dan pembinaan membuka ruang dalam proses peningkatan literasi

digital guru, motivasi kerja dan kinerja guru,

(4) Optimalisasi, peningkatan dan perkuatan kepemimpinan kepala sekolah

dalam rangka peningkatan literasi digital guru, motivasi kerja dan kinerja

guru, khususnya guru sekolah dasar.


16

BAB II

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Tteori

1. Kinerja Gguru

Model kinerja yang paling umum dan paling awal adalah model teori yang

dikembangkan oleh Victor Vroom pada tahun 1964, mengembangkan aplikasi

pertama dari teori harapan (expectancy theory) untuk perilaku organisasi.

Rumusan Vroom adalah salah satu kelas teori serupa yang didasarkan pada

gagasan sentral bahwa "kekuatan atau kecenderungan orang dalam bertindak

tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh

konsekuensi (atau hasil) yang akan diperoleh bagi pelakunya” (Vroom, 1964).

Teori asli Vroom terutama berkaitan dengan memprediksi jumlah usaha

yang akan dikeluarkan seorang pekerja pada berbagai tugas yang terkait

dengan pekerjaannya atau motivasinya untuk bekerja. Beberapa ahli teori


17

kemudian memperluas teori aslinya dalam upaya untuk memprediksi tidak

hanya tingkat motivasi pekerja, tetapi juga tingkat kinerja pekerjaan yang

akan dihasilkan.

Kinerja guru dipengaruhi berbagai faktor baik secara internal maupun

eksternal, karena kompleksitasnya. Faktor internal, seperti motivasi bekerja

sebagai guru yang merupakan pilihan profesinya, akan menentukan kinerjanya.

Jadi pilihan awal ketika seseorang memilih profesi sebagai guru akan menentukan

unjuk kerja yang akan ditampilkannya setelah menjalankan profesinya itu. Selain

faktor internal, faktor eksternal juga dapa mempengaruhi kinerja seorang guru

antara lain lingkungan sekolah dimana yang bersangkutan menjalankan

profesinya, baik lingkungan fisik maupun non fisik. Lingkungan non fisik, seperti

lingkungan sosial sekolah, yaitu antara lain budaya sekolah, struktur sekolah yang

dikembangkan, rekan kerja, iklim sekolah, kepemimpinan kepala sekolah dan

seterusnya, akan turut mempengaruhi kinerja guru.

Rachmawati (2013) menjelaskan bahwa, “kinerja guru adalah1kemampuan

dan usaha1guru dalam melaksanakan tugasnya, yang meliputi perencanaan

program

pengajaran,1pelaksanaan1kegiatan1pembelajaran1dan1evaluasi1pembelajaran”.

Kinerja yang dicapai diukur didasarkan pada kemampuan profesional yang telah

distandarisasi. Mengacu pada pendapat Smith (2003, hal. 292) yaitu bahwa

“kinerja secara umum diartikan sebagai output1derive1processes,

human1or1otherwise. Jadi, kinerja merupakan hasil atau

keluaran1dari1suatu1proses.
18

Definisi lain mengatakan bahwa Kinerja guru adalah hasil kerja yang

telah dicapai oleh seseorang yang berprofesi sebagai guru, dalam suatu

sekolah berdasarkan standarisasi atau ukuran dan waktu yang ditetapkan

yang berpedoman pada norma dan etika yang telah dibuat (Satriadi, 2016).

Gusman (2014), mendefinisikan bahwa, “kinerja1guru diartikan1sebagai

tingkat1keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas1pendidikan sesuai

dengan tanggung1jawab dan wewenangnya1berdasarkan standar1kinerja

yang telah1ditetapkan1selama periode tertentu dalam1rangka

mencapai1tujuan1pendidikan”.

Yusrizal, dkk. (2015) mengatakan bahwa, kinerja guru merupakan

suatu hasil dari suatu kecakapan yang akan menumbuhkan rasa percaya diri

untuk tampil dan dapat diakui oleh pihak lain (. Kemampuan atau

kecakapan guru yang diperoleh baik dalam aspek kognitif, afektif, dan

psikomotornya yang harus dapat dimanfaatkan hasilnya dalam memecahkan

persoalan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, sehingga kinerja guru

dapat dinilai dari cara berfikir, bertindak, dan memahami sesuatu masalah.

Kinerja guru sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan suatu

negara, Danim (2006, hal. 168) mengatakan bahwa, “salah1satu ciri1krisis

pendidikan di Indonesia adalah guru1belum sepenuhnya1ditopang oleh1derajat

penguasaan kompetensi yang1memadai”. Oleh karenanya memerlukan tindakan

atau upaya yang menyeluruh dari berbagai pihak untuk

meningkatkan1kinerja1guru.

Menurut Srinalia (2015), yang menjelaskan bahwa, memerlukan 21faktor

untuk menunjang kinerja1guru, yaitu faktor1internal dan faktor eksternal. Faktor


19

internal yang dapat menunjang kinerja guru antara lain kecerdasan, keterampilan

dan kecakapan, motive dan kesehatan, kemampuan dan minat, bakat, cita-cita dan

tujuaan dalam bekerja. Faktor eksternal yang menunjang kinerja guru antara lain,

lingkungan (keluarga dan sekolah), fasilitas pendukung yang tersedia, dan

komunikasi yang terjalin dengan kepala sekolah.

Dari uraian di atas dapat diikhtisarkan bahwa kinerja1guru adalah tampilan

sebagai hasil perilaku1guru dalam1menjalankan profesi pendidik yang

dimilikinya, yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan yang diikutinya,

sehingga memiliki kemampuan yang relevan dengan tugasnya itu, dan

hubungannya1dengan lingkungan kerjanya. Dikutip dari Ningsih (2017) dalam

Dauhan (2020), bahwa indikator kinerja guru meliputi, kehadiran dalam

melaksanakan tugas, menggunakan media ajar yang menyenangkan untuk

mendukung keberhasilan dalam pembelajaran, menciptakan iklim yang kondusif

dan menyenangkan dalam pembelajaran, penerapan metode pembelajaran yang

tepat, pada akhir pembelajaran dilakukan evaluasi untuk melihat keberhasilan

dalam pembelajaran, merumuskan bahan pembelajaran yang relevan dengan

kehidupan, mencatat dan mengarsipkan hasil pembelajaran peserta didik sebagai

bukti hail pembelajaran.

2. Motivasi Kkerja.

a. Pengertian minat dan motivasi

Menurut Cony Semiawan dalam Paimun (1995) bahwa “pengertian1minat

adalah suatu1keadaan1mental yang menghasilkan respons1terarah kepada suatu

situasi atau obyek1tertentu yang1menyenangkan1dan memberikan1kepuasan

kepadanya”. Selanjutnya Paimun dan Etti (1995, hal. 48) menjelaskan bahwa
20

“minat dapat1menimbulkan1sikap yang1merupakan suatu kesiapan1berbuat bila

ada stimuli1khusus sesuai dengan keadaan1tersebut”. Minat seseorang terhadap

suatu obyek terlihat apabila obyek sasaran berkaitan dengan keinginan dan

kebutuhan seseorang (Sardiman, 1988, hal. 76). Jadi, minat1merupakan suatu

kondisi1yang berhubungan1dengan kebutuhan dan1keinginan yang didasarkan

pada apa1yang1dilihat dan1diamati1seseorang.

M. Buchori menjelaskan, minat merupakan kesadaran seseorang, bahwa

suatu objek, baik seseorang, suatu persoalan atau situasi ada sangkut paut dengan

dirinya. Jadi minat dapat dipandang sebagai suatu reaksi atau sambutan secara

sadar (Buchori, 1999, hal. 135). Minat tidak memiliki arti sama sekali jika tidak

ada sangkut pautnya dengan diri orang yang bersangkutan. Sebagai suatu sikap,

minat juga diberikan pengertian yaitu sebagai kecenderungan

yang1relatif1menetap pada diri1orang yang bersangkutan dalam menyenangi

obyek atau kegiatan yang membutuhkan1perhatian yang pada akhirnya akan

merasakan kepuasan. S. Nasution (1987, hal. 66) menyatakan bahwa minat

merupakan pernyataan psikis yang menunjukkan adanya pemusatan pikiran,

perasaan, dan kemauan terhadap suatu obyek, yang disebabkan karena obyek

tersebut menarik perhatiannya.

Minat erat kaitannya dengan1motivasi, sehingga motivasi merupakan faktor

penting dari minat. Aspek penting motivasi yaitu minat, antara lain, minat

terhadap perhatian, minat belajar, minat berpikir, dan minat berprestasi. Motivasi

menurut beberapa pakar didefinisikan sebagai berikut;

(1) Mc. Cleland. Motivasi timbul berdasarkan emosi. Motif mempunyai arti sama

dengan kebutuhan atau need.


21

(2) Atkinson. Istilah motif sebagai suatu gambaran ketika seseorang berusaha

kuat untuk mencapai tujuan. Sedangkan suatu keadaan individu yang

terangsang adanya hubungan motif dan harapan dikatakan sebagai motivasi.

(3) Teevan & Smith. Komponen spesifik dari motivasi adalah motif, sedangkan

motivasi sebagai suatu konstruksi yang mengaktikan perilaku. Motif

memberikan daya dan mengarahkan perilaku.

(4) GR. Terry & Leslie. Daya dorong yang membuat orang untuk bertindak

disebut sebagai motivasi.

(5) Mukiyat, memberikan penjelasan bahwa motivasi sebagai;

(a) Keinginan yang mendorong seseorang untuk bertindak

(b) Kekuatan yang mendorong atau menimbulkan perilaku

(c) Gerakan / perilaku kepada pencapaian tujuan sebagai proses diri

seseorang.

Dorongan terhadap seseorang untuk melakukan sesuatu disebabkan oleh 2 hal:

(1) Motivasi Intrinsik

Menurut Syaiful Bahri Djamarah bahwa motivasi intrinsic merupakan

dorongan atau motif-motif yang berasal dari diri setiap individu (Djamarah,

2002, hal. 115). Motif ini tidak memerlukan rangsangan dari luar, karena

sudah ada dorongan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu. Pendapat

lain mengatakan bahwa motivasi intrinsik sebagai dorongan yang timbul dari

dalam diri individu sendiri, atas kemauan sendiri tanpa ada dorongan dari

orang lain. Motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang seperti rasa ingin tahu,

akan dengan sendirinya mendorong seseorang untuk mengikuti kegiatan

belajar hal baru. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsic dan memiliki
22

keinginan mengetahui sesuatu, akan mendorongnya untuk belajar. Berbagai

aktivitas yang muncul dari dalam diri seseorang tanpa memerlukan bantuan

dari orang lain, dikatakan memiliki motivasi intrinsik (Sutikno, 2014, hal.

98).

(2) Motivasi Ekstrinsik

Berbeda dengan motivasi intrinsic yang datang dari dalam diri seseorang,

motivasi ektrinsik adalah motivasi yang muncul akibat dorangan pengaruh

dari luar individu yang bersangkutan dapat berupa ajakan, perintah atau

paksaan, (Sutikno, 2014, hal. 98). Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

tujuan-tujuannya terletak di luar pengetahuan seseorang, dan tidak terkandung

di dalam perbuatan itu sendiri (Rosjidan, 2001, hal. 51). Motivasi ekstrinsik

dibutuhkan dan bermanfaat ketika tidak semangat bekerja, belajar atau tidak

tertarik akan sesuatu, Melalui motivasi ekstrinsik dari atasan, orang tua atau

pihak lain akan membantu mendorong semangat untuk melakukan sesuatu.

Bentuk-bentuk seperti pujian, hadiah, atau insentif, banyak digunakan sebagai

motivasi ektrinsik. Motivasi kerja guru juga banyak didorong dengan

motivasi ekstrinsik yang dilakukan oleh pemimpin atau kepala sekolahnya.

b. Motivasi kerja

Sebagai suatu proses, motivasi kerja dapat dikatakan sebagai proses yang

mendorong pencapaian kinerja yang diharapkan. Hasibuan menyatakan pemberian

daya gerak yang dapat menciptakan semangat kerja seseorang untuk mau bekerja

sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai

kepuasan, dikatakan sebagai motivasi kerja (Hasibuan, 2009). Hal ini merupakan
23

dorongan untuk bekerja dalam rangka mencapai tujuan atau kepuasan bagi

individu. Seorang pembelajar yang memiliki motivasi intrinsik akan lebih mudah

menerima pelajaran. Mereka telah sadar bahwa belajar adalah penting. Hal ini

sangat berbeda dengan orang yang memiliki motivasi intrinsik. Mereka

membutuhkan motivasi ekstrinsik dari pihak luar dari luar dirinya. Peranan seperti

guru, teman dan orang tua dapat menjadi motivator ekstrinsik.

Wasty Soemanto mengatakan, bahwa dalam dunia pendidikan, para guru

sangat menyadari pentingnya motivasi dalam proses bimbingan belajar muridnya

(Soemanto, 1998, hal. 113). Guru juga membutuhkan motivasi dalam bekerja.

Berbagai macam teknik, dalam memotivasi kerja guru, misalnya pemberian

penghargaan, kenaikan tingkat, berbagai penghormatan seperti piagam prestasi,

pujian, termasuk teguran dipergunakan untuk mendorong seseorang untuk dapat

bekerja sesuai tuntutan pekerjaannnya. Motivasi sebagai suatu dorongan yang

timbul dari dalam diri seseorang yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan sesuatu tindakan tertentu guna mencapai kepuasan dan dapat

memenuhi kebutuhannya.

Dari uraian berbagai definisi di atas maka dapat disintesiskan bahwa

motivasi kerja guru adalah suatu dorongan baik intrisik maupun ekstrinsik

pada seorang guru untuk melakukan pekerjaan dibidang pendidikan dan

pengajaran sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya.

3. Kepemipinan kepala sekolah

Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi disekolah yang

bertanggungjawab di sekolahnya. Pemimpin dengan tugasnya memimpin semua

orang yang menjadi bawahannya. Sedangkan tindakan kepemimpinan sering


24

dikenal sebagai kemampuan dalam memperoleh konsensus dari anggota

organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.

Kepemimpinan adalah kemampuan menggerakan atau memotivasi anggota

organisasi agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada

pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan sebagai proses, mengarahkan dan

mempengaruhi aktivitas-aktivitas individu yang ada hubungannya dalam

kelompok (Rivai, 2011, hal. 3). Terdapat dua pengertian kepemimpinan yang

dipahami yaitu, kepemimpinan sebagai kekuatan dalam menggerakkan dan

mempengaruhi orang, dan kepemimpinan sebaagai alat, sarana atau proses dalam

membujuk orang agar mau melakukan sesuatu dengan ikhlas. Pemimpin dapat

menggerakkan orang lain melalui bujukan, persuasive, penghargaan, kekuasaan

hingga ancaman. Semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia dan

dimiliki sang pemimpin, akan semakin besar potensi, efektifitas dalam memimpin.

Jason A. Colquitt et.al mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut;

“leadership defined as the use of power and influence to direct the activities of

followers toward goal achievement” (Colquit, Lepine, & Wesson, 2015).

Kepemimpinan adalah penggunaan kekuatan dan pengaruh untuk menjalankan

aktifitas pengikut atau bawahan terhadap tujuan yang ingin dicapai oleh

organisasi. Kepemimpinan merupakan sebuah proses di mana seorang pemimpin

mempengaruhi bawahannya dengan cara-cara yang tidak memaksa. Pendapat lain

mengatakan bahwa, “leadership is a complex phenomenon, influenced by

circumstances, personalities relationship and other factors within the workplace”

(Al-Sada, Faisal, & Al-Esamel, 2017). Artinya, kepemimpinan adalah fenomena

yang kompleks, dipengaruhi oleh keadaan, hubungan kepribadian dan faktor-


25

faktor lain di tempat kerja. Selanjutnya Robert Kreitner dan Angelo Kiniciki

mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses pengaruh sosial dari seorang

pemimpin dalam mencari partisipasi sukarela dari pegawai atau anak

buahnya untuk mewujudkan tujuan organisasi. Selanjutnya Robert Kreitner,

dan Angelo Kiniciki mengatakan seseorang dapat dikatakan pemimpin,

ketika dia memahami proses dalam mempengaruhi bawahannya secara

sadar, tanpa ada paksaan dalam melakukan pekerjaan yang sudah

ditentukan sebelumnya sesuai yang diharapkan organisasi (Kreitner &

Kinicki, 2010).

Kepala sekolah adalah seorang pemimpin di sekolah. Keberhasilan kepala

sekolah dalam melaksanakan tugasnya akan ditentukan oleh kepemimpinannya.

Kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan pemimpin untuk

membujuk dan meyakinkan bawahan sehingga mereka dengan kesungguhan

dan semangat bersedia mengikuti pemimpinnya (Sjarifudin, 2011, hal. 109).

Kepemimpinan kepala sekolah akan terkait dengan perannya sebagai pendidik,

manajer, administrator, supervisor, pemimpin, inovator, dan motivator

(EMASLIM) (Mulyasa, 2012, hal. 98). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

19 tahun 2017, bahwa beban kerja Kepala Sekolah adalah melaksanakan tugas

pokok manajerial. pengembangan kewirausahaan, serta supervisi kepada Guru dan

tenaga kependidikan. Jadi tugas melaksanakan supervisi adalah menjadi tugas

yang fundamnental.

Keberhasilan melaksanakan tugas sebagai kepala sekolah disebut juga

sebagai prestasi kerja kepala sekolah setelah melalui penilaian. Penilaian prestasi

kerja Kepala Sekolah dilakukan secara periodik setiap tahun, meliputi Sasaran
26

Kerja Pegawai (SKP) dan perilaku, serta kehadirannya. Penilaian terhadap kepala

sekolah terdiri lima komponen yaitu hasil dalam pelaksanaan;

- tugas manajerial;

- pengembangan kewirausahaan;

- Pelaksanaan supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan;

- pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan;

- serta tugas tambahan di luar tugas pokok.

Dikutip dari Soebagyo Atmodiwiro (2013), kepala sekolah yang efektif

menurut National Association of Secondary School, merupakan perpaduan antara

sifat-sifat pribadi dan gaya kepemimpinan (Atmodiwirio, 2013), yaitu :

(1) Dapat memberikan contoh atau keteladanan:

(2) Berkepentingan dalam menjaga mutu;

(3) melaksanakan pekerjaan didasarkan pada kemanusiaan;

(4) mengerti keadaan masyarakat sekitarnya;

(5) memiliki mental dan fisik yang kuat;

(6) berkepentingan dengan personil sekolah (kependidikan, non kependidikan,

siswa) dan sekolah (sarana dan prasarana);

(7) dapat melakukan kesepakatan melalui kompromi dan bernegosiasi;

(8) mempertahankan kondisi lingkungan sekolah yang stabil;

(9) kemampuan dalam mengendalikan perasaan tertekan;

(10) mengembangkan struktur yang efektif agar sesuatu dapat dikerjakan;

(11) Memberikan batasan yang diijinkan untuk adanya kekeliruan;

(12) Tidak ada toleransi terhadap konflik pribadi;


27

(13) Melakukan pendekatan yang positif dalam menjalankan tugas

kepemimpinan;

(14) Tidak meninggalkan personil yang berada dalam tanggungjawabnya;

(15) Kemudahan dalam menghubungi yang bersangkutan oleh pihak yang

membutuhkan.;

(16) Hidup dalam keluarga yang harmonis.

Kepala sekolah dalam kedudukannya menjadi seorang manajer dalam

melaksanakan tugas pengelolaan sekolah meliputi pengelolaan 3 M yaitu manusia

(man), kuangan (money), dan metode (method). Manusia merupakan penggerak

utama dalam aktivitas sekolah, keuangan merupakan modal untuk melakukan

berbagai aktivitas terkait dengan sekolah, dan metode merupakan cara

mendayagunakan manusia dan uang dalam aktivitas di sekolah untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Peran kepala sekolah sebagai manajer dalam

pengelolaan sekolah dianggap belum cukup, tetapi harus memiliki peran sebagai

pemimpin. Kepemimpinan kepala sekolah yang berorientasi pada pencapaian misi

sekolah, orientasi terhadap organisasi sekolah yang terbuka dan sebagai agen

perubahan. Sebagai agen perubahan, kepala sekolah dituntut untuk inovatif,

aspiratif, dan responsive terhadap dinamika perubahan zaman. Kepala sekolah

memiliki kesempatan dalam otonomi pengelolaan sekolah yang diberikan oleh

program manajemen berbasis sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk memahami

manajemen sekolah secara keseluruhan, karena kewenangan yang dimilikinya

dalam mengelola sekolah.

E. Mulyasa mengutip pendapat Tery, bahwa seorang kepala sekolah

seyogyanya dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi


28

pemberdayaan, seperti memperlihatkan idealisme pemberdayaan,

memberikan penghargaan terhadap segala usaha dalam pemberdayaan dan

merekognisi melalui penghargaan terhadap segala keberhasilan dalam

pemberdayaan (Mulyasa H. E., 2019). Dalam literasi digital guru, menunjukkan

bahwa kepemimpinan kepala sekolah menjadi unsur penting dalam aspek

pemberdayan.

Upaya pemberdayaan bukanlah hal yang sederhana, melainkan di dalamnya

membutuhkan kerja keras dan kesungguhan dari kepala sekolah, agar guru dan

tenaga kependidikan dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang

berdaya. Dalam aktivitas kepemimpinan yang dilakukan kepala sekolah dalam

melaksanakan tugasnya, harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tenaga

kependidikan dan non kependidikan yang ada di sekolah dimana yang

bersangkutan bertugas, untuk bekerja secara bersama-sama dalam pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan.

Kepepimpinan dapat dilihat dari fungsi seorang kepala sekolah sebagai

educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, inovator dan sebagai

motivator. Sebagai pengelola satuan pendidikan, kepala sekolah bertugas

menghimpun, memanfaatkan, mengoptimalkan seluruh potensi yang

dimiliki, seperti sumber daya manusia, sumber daya lingkungan (sarana dan

prasarana) serta sumber dana untuk mengelola sekolah, termasuk

masyarakat sekolah yang dikelolanya. Kepala sekolah juga sebagai resource

allocator, pembagi sumber daya yang dimiliki organsasi. Kepala sekolah dapat

memberikan dukungan dan supervisi kepada guru, sehinngga dapat membantu

literasi digital para guru.


29

Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam melakukan perannya, memiiki

gaya kepemimpinan (leadership style). Gaya kepemimpinan (leadership style)

sangat berpengaruh terhadap efektifiitas pemimpin karena ada faktor tujuan

organisasi, manusia pengikutnya (bawahan), dan budaya organisasinya. Bryan

Johannes Tampi mengutip pendapat Robin di mana mengidentifikasikan empat

gaya kepemimpinan (Tampi, 2014, hal. 6), yaitu;

1) Gaya kepemimpinan kharismatik

Banyaknya para pengikut karena alasan pemimpinnya khasrismatik, yang

heroik atau yang luar biasa. Terdapat lima karakteristik pemimpin kharismatik

yaitu,

(1) Memiliki Visi dan artikulasi. Pemimpin yang memiliki visi ditujukan

dengan sasaran ideal berharap masa depan yang lebih baik dari

keadaan sekarang, dan mampu menjelaskan pentingnya visi dipahami

oleh orang lain.

(2) Resiko personal. Pemimpin yang berani mengambil risiko pribadi yang

tinggi, dan berani menanggung risiko dan terlibat dalam pengorbanan

dirinya dalam meraih visinya. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh

resiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam

perngorbanan diri untuk meraih visi.

(3) Peka terhadap lingkungan. Kemampuan pemimpin dalam menilai secara

realistis, berbagai kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan

untuk membuat perubahan.

(4) Perilaku tidak konvensional, kreatif dan cara yang dianggap baru dan out

of the box.
30

2) Gaya kepemimpinan transaksional

Pemimpin yang mampu memandu atau memotivasi para pengikut mereka,

menuju sasaran yang ditetapkan dengan berbagai persyaratan yang ditetapkan.

Model transaksi, kerja apa mendapat apa, merupakan gaya kepemimpinan

transaksional. Hubungan pemimpin-bawahan yang berfokus pada transaksi,

tidak membuat ruang untuk menciptakan perubahan atau pemberdayan

bawahannya. Pemimpin transaksional memiliki empat karakteristik, yaitu,

(1) Imbalan kontingen, berbasis imbalan atas apa yang telah dikerjakan.

menjanjikan pengakuan pencapaian atas kinerja yang baik dengan

pemberian imbalan.

(2) Manajemen berdasar pengecualian (aktif), berfokus pada penyimpangan

yang terjadi baik terhadap aturan dan standar, dan melakukan tindakan

perbaikan

(3) Manajemen berdasar pengecualian (pasif), pemimpin melakukan

intervensi sewaktu-waktu hanya ketika standar tidak terpenuhi.

(4) Laissez-Faire, pemimpin yang tidak mau bertanggung jawab, dan

menghindari dalam pembuatan keputusan.

3) Gaya kepemimpinan visioner

Sebuah visi tentang harapan kondisi yang baik di masa depan mempunyai

kekuatan besar apabila dapat diwujudkan. Pemimpin yang visioner memiliki

kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel,

dan menarik. Gaya kepemimpinan visioner sebagai gambaran pemimpin yang

memiliki pandangan jauh ke depan dan mampu menterjemahkannya dalam

aktifitas untuk pengikutnya untuk mewujudkn visinya.


31

4) Gaya kepemimpinan transformasional

Kebutuhan pengembangan pengikut, menjadi perhatian utama dalam

kepemimpnan transformational. Selalu membuka kesadaran akan perlunya

memandang persoalan yang ada dengan perspektif baru, menyelesaikan

dengan cara baru. Pemimpin yang mampu membangkitkan, mengispirasi para

pengikutnya untuk bekerja maksimal demi mencapai sasaran atau tujuan.

Kepemimpinan transformasional memiliki 4 karakteristik:

(1) Kharisma, yaitu bawahan merasa memiliki kebanggaan, meraih

penghormatan dan kepercayaan dari atasannya yang penuh visioner.

(2) Inspirasi, yaitu mampu mengkomunikasikan atau menjelaskan secara

sederhana tentang visi atau harapan tinggi, sehingga anak mudah tergugah

untuk meenjalankannya.

(3) Memimpin dengan mendorong penggunaan intelegensi, rasionalitasm dan

melakukan pemecahan masalah secara hati-hati atau selalu melakukan

stimulasi intelektual.

(4) Pemimpin yang mampu melayani bawahannya, dengan memberikan

perhatian pribadi, mau melatih dan menasehati. Pemimpin yang tidak

menyamaratakan anak buah, pemimpin yang melakukan pertimbangan

individual.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan kepemimpinan kepala sekolah yang

transformational adalah pemimpin yang mau dan mendorong dan melayani

bawahannya untuk bekerja lebih keras dan adaptif dengan cara-cara yang baru

untuk mencapai tujuan organisasi dengan indikator, kharisma, inspiratif,

stimulasi intelektual dan pertimbangan individual.


32

4. Literasi digital guru

Literasi memiliki beberapa pengertian yaitu; kemampuan menulis dan

membaca; pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu,

misalnya komputer; dan kemampuan individu dalam mengolah informasi dan

pengetahuan untuk kecakapan hidup. Ibrahim dalam Deti Nudiati dan Elih

Sudiapermana menguktip definisi literasi dalam Peta Jalan Gerakan literasi

Nasional, mempunyai empat definisi yang meliputi;

“1) suatu rangkaian kecakapan membaca, menulis, dan berbicara, kecakapan


berhitung, dan kecakapan dalam mengakses dan menggunakan informasi, 2)
praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks, 3) proses
pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis sebagai medium untuk
merenungkan, menyelidik, menanyakan, dan mengkritisi ilmu dan gagasan
yang dipelajari, dan 4) teks yang bervariasi menurut subjek, genre, dan
tingkat kompleksitas bahasa (Nudiati & Sudiapermana, 2020)”.

Sementara dalam World Economic Forum (2015) dalam Deti Nudiati dan Elih

Sudiapermana menyatakan bahwa terdapat 6 literasi penting untuk dikuasai baik

peserta didik, orang tua dan masyarakat. Keenam hal itu adalah 1) membaca dan

menulis, 2) numerik, 3) ilmu pengetahuan (sains), 4) finansial; 5) digitalisasi dan

6) budaya dan kewargaan. Literasi digital merupakan salah satu literasi yang

sangat penting untuk dikuasai dalam pendidikan, khususnya terkait dengan

pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Jadi literasi digital

merupakan salah satu kemampuan literasi yang sangat penting untuk dikuasai

(Nudiati & Sudiapermana, 2020).

Di zaman modernisasi di era industri 4.0, memiliki kemampuan literasi

digital menjadi suatu keharusan. Namun literasi digital sebagai kemampuan

menggunakan media digital harus beretika dan bertanggung jawab untuk

memperoleh informasi dan berkomunikasi. Mitchell Kapoor dalam penelitiannya,


33

menunjukkan bahwa “pada saat ini

generasi1muda1memiliki1keahlian1untuk1mengakses1media1digital, namun tidak

diimbangi kemampuannya1menggunakan1media1digital untuk

kepentingan1mendapatkan1informasi untuk pengembangan1diri”. Sejalan dengan

itu, Hagel (2015) menjelaskan bahwa “penggunaan media digital tidak1didukung

dengan1bertambahnya1materi/informasi yang1disajikan di1media digital yang

memiliki keberagaman dalam hal jenis, 1relevansi, serta1validasinya”.

Media digital berbasis internet sudah sedemikian berkembang. Berbagai

peralatan elektronik dapat tersambung pada jaringan internet, sehingga perhatian

seseorang beralih dari bahan cetakan ke smart phone. Dengan adanya media

digital memberikan1peluang untuk digunakan dalam berbagai keperluan antara

lain usaha berbasis aplikasi elektronik, lapangan1kerja1baru yang menggunakan

aplikasi digital, dan kemampuan literasi tekstual dalam bentuk non cetak yang

semakin berkembang. Digitalisasi menjadikan bertambahnya lapangan kerja baru

dan berubahnya sistem operasi manual ke elektronik berbasis aplikasi yang dapat

terlihat dan dirasakan di lapangan, baik yang bersifat komersial maupun sosial. Di

samping itu beberapa pekerjaan yang dioperasikan secara manual akan hilang

sejalan berkembangnya digitalisasi yang diaplikasikan dalam berbagai hal, baik

bisnis maupun aktivitas sosial.

Setiap individu mutlak harus memahami literasi digital karena merupakan

hal penting yang dibutuhkan agar dapat berpartisipasi di dunia modern sekarang

ini. Hal ini sejalan dengan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi yang diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Kemudahan dalam

pemanfaatan data digital sangat dirasakan saat ini untuk berbagai kebutuhan. Oleh
34

karenanya penguasaan dalam pemanfaatan data digital dengan menggunakan

teknologi informasi dan komunikasi sangat penting.

Literasi digital mengedukasi masyarakat dalam pemanfaatan data digital

melalui teknologi informasi dan komunikasi. Pemanfaatan data digital dengan

menggunakan teknologi ini dapat dilakukan melalui networking (jaringan

internet). Pemanfaatan data digital dalam pengelolaannya dapat dilakukan secara

kreatif dan bijak untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakannya untuk

berbagai keperluan. Penggunaan media digital juga diharapkan dilakukan secara

bertanggungjawab, karena apabila dimanfaatkan untuk keperluan yang tidak

bertanggungjawab akan mendapatkan sangsi sesuai dengan peraturan dan

ketentuan hukum yang berlaku, yaitu undang-undang nomor 19 tahun 2016

tentang informasi transaksi elektronik.

Keterampilan dalam pemanfaatan data digital memerlukan kemampuan

dalam penggunaan komputer, internet, program aplikasi yang relevan, pencarian

dan penggunaan data digital yang bermanfaat, serta tingkat keamanan yang baik.

Demikian juga dalam dunia pendidikan, seluruh personil baik para pengelola

sekolah maupun siswa diharapkan memiliki kemampuan literasi digital yang baik

guna menunjang perannya masing-masing secara efektif dan efisien.

Dalam Deakin University’s Graduate Learning Outcome 3 (DU GLO3),

yang dikutip oleh Irhandayaningsih (2020) mendefinisikan bahwa “literasi1digital

sebagai pemanfaatan1teknologi untuk menemukan1informasi, menggunakan

informasi yang1diperoleh sebagai1input1pemikiran, dan menyebarkan1informasi

yang telah1diperkaya, dengan1menggunakan platform1digital”. Lee (2014) dalam

Ishandayaningsih (2020) mendefinisikan bahwa “literasi1digital sebagai


35

kemampuan1seseorang1memahami1dan menggunakan1berbagai1informasi dalam

berbagai format1seperti1teks, 1gambar, 1audio, 1video, dan1animasi1dari berbagai

sumber yang1tersaji1melalui1perangkat1elektronik”.

Setyaningsih, dkk. (2019) mengatakan bahwa,

“Literasi1digital adalah sikap1ketertarikan dan kemampuan1seseorang


dalam menggunakan teknologi1digital dan berbagai alat1komunikasi
untuk mengakses, 1mengelola, 1menganalisis, dan
mengevaluasi1informasi, serta membangun pengetahuan1baru, dan
berkomunikasi1dengan orang lain, sehingga mampu
berpartisipasi1secara1efektif1dalam1masyarakat”.

Literasi digital merupakan kumpulan dari beberapa literasi yaitu literasi ICT atau

literasi komputer, literasi teknologi, literasi informasi, literasi media, literasi

visual, dan literasi komunikasi (Martin A., 2008). Paul Gilster (1997) mengatakan

bahwa, “literasi digital diartikan sebagai kemampuan memahami dan

menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang dapat

diakses melalui perangkat komputer”. Sementara itu Hermawan (2017)

mengatakan bahwa, “Literasi1media1digital1menjadi mutlak diperlukan,

karena menyangkut keterampilan seseorang1dalam memanfaatkan,

1memproduksi, 1menganalisa dan mengkomunikasikan

berbagai1informasi1media1digital secara1baik dan1tepat”. Lebih lanjut

Hermawan merujuk pada pandangan Potter, yang mendefinisikan bahwa

“literasi1media, tidak hanya1sekedar aktivitas1seseorang mengkonsumsi

konten1media1digital, tetapi juga ketika1memproduksi, 1menciptakan dan

mengomunikasikannya secara1sukses1dalam1semua1bentuk1media”.

Bawden (2001) menjelaskan bahwa literasi1digital1berakar1pada literasi

komputer dan literasi1informasi. Pada dekade sekitar 1980, literasi komputer

dalam perkembangnya pada saat penggunaan komputer mikro di masyarakat


36

semakin meluas. Pada dekade 1990 perkembangan literasi informasi semakin

meluas pada saat adanya kemudahan dalam penyusunan informasi, mengakses,

dan menyebarluaskanya melalui jaringan teknologi informasi. Jadi kemampuan

teknis dalam mengakses, memahami, dan menyebarkan informasi, banyak

dikaitkan dengan literasi digital.

Douglas A.J. Belshaw (2012) menjelaskan bahwa terdapat delapan aspek

mendasar untuk mengembangkan1literasi1digital, yaitu:

1) Aspek budaya, yaitu memahami keragaman pengguna dalam dunia digital;

2) Aspek penalaran, yaitu keterampilan penalaran dalam menilai isi dari sebuah

paparan dalam bentuk digital;

3) Aspek1konstruktif, yaitu keterampilan dalam menciptakan karya kreatif yang

aktual;

4) Aspek1komunikatif, yaitu keterampilan dalam pemahaman unjuk kerja

networking dan komunikasi digital;

5) Aspek percaya diri, yang meliputi rasa bertanggungjawab;

6) Aspek1kreatif, yaitu keterampilan membuat hal-hal baru dengan cara-cara

yang baru mengenai konten dalam media digital;

7) Aspek1kritis, yaitu1bagaimana menyikapi sebuah konten secara baik yaitu

literasi digital sebagai keterampilan hidup; dan

8) Aspek pertanggungjawaban social kepada masyarakat.

Berkembangnya literasi digital diharapkan orang dapat lebih memahami dan

dapat memiliki kemampuan dalam hal komunikatif, kognitif, kreativitas, memiliki

kepercayaan diri dan dapat bersikap kritis dalam menggunakan media sehingga
37

dapat menghindari berita hoax dan sejenisnya. Hal ini akan meningkatkan

pertanggungjawaban kebenarannya terhadap berbagai informasi yang diterima.

Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa pentingnya pemberian program

pembelajaran kompetensi literasi digital, dikalangan para guru dan pelajar yang

akan dapat memberikan dampak positif meraka dalam pemahaman dan

keterampilan menggunakan media digital khususnya untuk media pendidikan

(Asari, Kurniawan, Ansor, & Putra, 2019).

Dalam dunia pendidikan, diperlukan suatu keterampilan khusus bagi

pengguna media digital, agar penggunaannya benar-benar dapat memberikan

manfaat. Hal ini karena terdapat tiga paradoks yang dapat memberikan risiko

destruktif bagi pengguna dalam pelaksanaan pembelajaran maupun aktivitas

pendidikan lainnya dengan mengguakan media digital, yaitu;

“Paradox of Intelligence, yakni paradoks dimana manusia yang pandai


bukannya semakin rajin dan produktif dalam belajar, melainkan semakin
malas; Paradox of Lifespace, yakni paradoks yang mendorong kebebasan
ekspresi dan kreativitas diri dan sering melampaui batas etika; Paradox of
Techonology and Democracy, yaitu paradoks yang mengacu pada
kepentingan pasar, dengan membangun penyebaran informasi tidak sehat,
informasi tidak berdasarkan realita” (Kharisma, 2017).

Dalam menggunakan kemampuan literasi media digital, jika mengacu pada

pada publikasi dari European Association for Viewers Interest (EAVI), dimana

akan diukur dalam hal penggunaan media digital yang terdiri dari tiga keahlian

yaitu,

1) Penggunaan Media (Use Skills).

Kemampuan teknis ini menyangkut tentang mengoperasikan berbagai media

digital secara efektif, dan termasuk kemampuan berliterasi bagi dirinya

sendiri. Terdapat tiga standar kriteria dalam kemampuan ini yaitu,


38

a) Keterampilan media digital dan internet, yaitu keterampilan dalam

penggunaan menggunakan media dalam bentuk digital, untuk memeroleh

informasi dengan perangkat komputer, gawai, dan browsing melalui

internet.

b) penggunaan media yang seimbang dan aktif, yaitu kriteria pentingnya

penggunaan media secara bervariasi dengan beragam sumber informasi

sebagai upaya penggunaan media digital yang berimbang.

c) Advanced Internet Use, yakni kriteria yang menunjukkan bahwa pengguna

media digital, telah memanfaatkan secara bijak untuk aktivitas yang lebih

kompleks, daripada mencari informasi semata.

2) Pemahaman Kritis (Critical Understanding)

Sikap kritis sangat diperlukan pada pengguna media digital, hal ini merupakan

upaya untuk dapat melakukan analisis, telah, interpretasi dan mengevaluasi

secara utuh, sehingga dapat memperoleh 1informasi sesuai kebutuhan

pengguna, yaitu yang tepat dan benar.

Terdapat tiga kriteria keahlian dan memerlukan pengembangan, yaitu;

a) memahami isi dan fungsi media, yaitu diharapkan pengguna dapat

memahami relevansi isi dan fungsi media maupun informasi yang

dimaksud.

b) pengetahuan tentang media dan regulasinya, yaitu pemahaman mengenai

tentang media dan regulas yang mengaturnya. Dalam hal ini pengguna

memiliki kemampuan dalam mengevaluasi sistem dan fungsi media

tersebut sesuai dengan tujuannya, termasuk kesepakatan, tata aturan dan


39

hukum yang diberlakukan, serta pengaruh penyebaran informasi melalui

media digital.

c) Prilaku pengguna, yaitu aktivitas pengguna media dengan kemampuannya

dalam berbahasa dan berkomunikasi, yang menimbulkan proses

eksplorasi, memperoleh dan menggunakan informasi itu sehingga

tercapainya tujuan dan bermanfaat.

3) Keterampilan komunikasi

Pengguna media digital biasanya melakukan komunikasi dan berusaha untuk

tetap berhubungan dengan orang lain melalui penggunaan media digitalnya.

Kecakapan dalam berkomunikasi secara bersama dan kolaboratif merupakan

upaya mencapai kesamaan tujuan, pada saat menggunakan media digital.

Dalam kecakapan berkomunikasi, terdapat tiga kemampuan yang harus

dimiliki yaitu,

a) kemampuan hubungan sosial / social relations. Indikator kemampuan

hubungan sosial yang dimiliki seseorang, mampu membuat dan

memelihara hubungan dengan menggunakan media digital, dapat

mengikuti tren digital yang berkembang dalam kelompok sebaya, serta

berbagi informasi dan tren tersebut secara terlatih, agar informasi tersebut

tidak keliru tafsir.

b) kemampuan berpartisipasi dalam ruang publik / participation in the public

sphere. Indikator kemampuan berpartisipasi dalam ruang pulbik meliputi,

(1) kemampuan untuk tetap berpartisipasi dan berkomunikasi di media

digital, (2) kemampuan kerjasama dengan orang lain dalam jaringan untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan valid, (3) kemampuan dalam


40

menggunakan media digital untuk menamilkan jatidiri dengan profil yang

baik, serta (4) kemampuan dalam komunikasi efektif dengan berbagai

entitas sosial dengan menggunakan media digital.

c) kemampuan membuat konten / content creation abilities. Indikator

kemampuan membuat konten meliputi, (1) kemampuan kerjasama dalam

membuat konten dengan menggunakan media digital, (2) bersama orang

lain mampu membuat dan mengembangkan karya asli dalam bentuk

digital, (3) melalui interaksi dengan kelompoknya, mampu mengatasi

masalah pencarian informasi yang valid, dan mampu memproduksi konten

media.

Merujuk pada Study on Assessment Criteria for Media Literacy Levels yang

dari European Association for Viewers Interest (EAVI), terdapat tiga kategori

tingkatan klasifikasi kemampuan literasi media digital, yaitu:

1) kategori dasar / Basic: yaitu bila skor di bawah 70, maka kemampuan

mengoperasikan media, menganalisis konten tidak terlalu tinggi, dan

berkomunikasi melalui media memiliki kemampuan yang sangat terbatas.

2) Kategori menengah / Medium: yaitu bila Skor berkisar 70 – 130 maka

kemampuan mengoperasikan media, analisa, dan konten, termasuk kategori

cukup tinggi, dan berpartisipasi secara sosial dan produktif dalam produksi

konten media.

3) Sangat tinggi / Advanced: yaitu bila Skor berada di atas 130, maka memiliki

kategori sangat tinggi dalam kemampuan mengoperasikan media digital,

sangat mendalam dalam menganalisa konten media, dan memiliki kemampuan

dalam komunikasi aktif menggunakan media.


41

Instant Digital Competence Assessment (Instant DCA) merupakan cara lain

dalam pengukuran kemampuan literasi digital (Calvani, Cartelli, & Antonio Fini,

2008, hal. 189). Melalui Instant DCA (iDCA), kemampuan literasi digital individu

dengan dibagi dalam 3 dimensi, yaitu teknologi, etika, dan kognitif. Dimensi

teknologi dibagi dalam beberapa sub yaitu, kemampuan individu dalam mengatasi

kendala koneksi dan virus pada perangkat, kemampuan individu dalam

membedakan sesuatu yang nyata maupun virtual. Dimensi etika memiliki

beberapa sub kategori yaitu, tidak menyalahgunakan teknologi, menghormati

pengguna1lain, dan memahami kesenjangan sosial1dan1teknologi yang terjadi.

Dimensi kognitif meliputi kemampuan membuat kesimpulan, membandingkan,

menafsirkan / menginterpretasikan sebuah konten data dalam bentuk grafik atau

gambar, dan kemampuan memilah informasi yang sesuai.

Dikutip dari Febliza & Oktariani, disusun kuesioner tentang literasi digital

di lingkungan sekolah. Literasi digital di lingkungan sekolah ini terbagi dalam

literasi digital sekolah, literasi digital guru dan literasi digital siswa (Febliza &

Okatariani, 2020). Di dalam kuesioner yang disusun itu, indikator dari 3 literasi

digital di lingkungan sekolah itu dapat terlihat dari kisi-kisi di bawah ini;

1) Literasi digital sekolah

(1) Adanya gerakan / aktivitas membaca

(2) Adanya upaya menggiatkan secara permanen e-learning

(3) Adanya upaya menggiatkan surat elektronik (e-mail), blog sekolah, blog

guru,

(4) Adanya upaya fasilitasi layanan e-literasi,

(5) Adanya upaya penyediaan materi pembelajaran dalam media elektronik


42

2) Literasi digital guru

a) Selalu menggunakan Teknologi informasi dan Komputer dalam mengajar

b) Sering mengakses informasi dari internet dalam proses belajar mengajar

c) Mendapat dukungan untuk guru dalam menggunakan TIK

d) Kegiatan dan bahan ajar didasarkan pada TIK1yang1digunakan dalam

proses pembelajaran

e) Kendala dalam menggunakan Infomation Communication Technologies

(ICT) dalam proses pembelajaran,

f) Skill / keterampilan guru

g) Infomation Communication Technologies (ICT) dalam manajemen sekolah

3) Literasi digital siswa

a) Penggunaan teknologi oleh siswa

b) Penggunaan mobile phone oleh siswa

c) Penggunaan Jejaring social oleh siswa

d) Pengaturan privacy oleh siswa

e) Pengaturan Online safety oleh siswa

f) Dampak positif teknologi terjadap siswa

Berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa literasi digital di

lingkungan sekolah, khususnya guru, adalah perilaku guru dalam bekerja dengan

menggunakan teknologi yang dikuasainya sehingga ditemukan dan

menggunakannya, suatu informasi sebagai masukan untuk memerkaya pemikiran,

dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan media digital. Literasi digital

di lingkungan sekolah yang terkait dengan guru adalah literasi digital sekolah dan

literasi digital guru.


43

B. Penelitian Terdahulu

Berikut adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain yang

memiliki relevansi dengan pengaruh literasi digital guru dan kepemimpinan

kepala sekolah terhadap motivasi dan kinerja guru.

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
1. Henny bertujuan untuk menemukan Hasil penelitian
Suharyati dan model kepemimpinan kepala menunjukkan identifikasi
Griet Helena sekolah yang dapat kepemimpinan kepala
Laihad (2019) memberikan motivasi sekolah yang tepat seperti
kepada guru untuk kepemimpinan milenial
“Model of
meningkatkan kompetensi ideal yang mengubah
school principal
pedagogiknya dan membuat kompetensi pedagogik
leadership
model inovasi pembelajaran guru dalam
shaping
untuk meningkatkan mengembangkan model
pedagogic
motivasi siswa sehingga pembelajaran yang
competence and
dapat menghasilkan lulusan inovatif. Kepemimpinan
teacher digital
yang berkualitas. transformasional dan
literacy”
kepemimpinan visioner
Populasi penelitian ini
berpengaruh signifikan
adalah guru di wilayah
terhadap kompetensi
Bogor dan Sukabumi,
pedagogik guru yang
sedangkan sampelnya adalah
dapat meningkatkan
guru tetap yang aktif
kreativitas dalam bidang
mengajar di tingkat SD dan
literasi pengajaran
SMP.
Metode penelitian yang
dilakukan adalah sekuensial
explanatory mixed-method
yang dilakukan penelitian
kuantitatif

2. Henny Santoso, berfokus pada perilaku kerja Hasil penelitian


Elidjen, Sri inovatif dalam perspektif membuktikan bahwa
Bramantoro karyawan (efikasi diri kreatif terdapat hubungan positif
Abdinagoro dan dan kepemimpinan dan signifikan antara
Muhtosim Arief transformasional) dan menguji efikasi diri kreatif,
peran literasi digital dalam kepemimpinan
44

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
(2019), memoderasi hubungan antara transformasional dan
kerja inovatif dan kinerja perilaku kerja inovatif,
karyawan. Penelitian ini perilaku kerja inovatif
“The role of berdasarkan survei yang berhubungan positif
creative self- dilakukan di berbagai dengan kinerja, literasi
efficacy, perusahaan telekomunikasi di digital memberikan
transformationa seluruh Indonesia yang terdiri pengaruh moderasi yang
l leadership, dari 235 peserta dengan level signifikan terhadap
and digital manajerial ke atas. Pemodelan hubungan antara perilaku
literacy in persamaan struktural kerja inovatif dan kinerja
supporting (LISREL) digunakan untuk
performance analisis data dalam penelitian
through kuantitatif ini.
innovative work
behavior:
Evidence from
telecommunicat
ions industry”

3. Yudhi Tujuan penelitian ini untuk Hasil penelitian:


Saparudin melihat kemampuan guru
“implementasi1supervisi
(2001) dalam menilai sikap berbasis
akademik model1PLC
literasi digital, sebelum dan
oleh1kepala sekolah
sesudah diterapkannya
sebagai1bentuk1tindak
“Supervisi supervisi akademik model
kepemimpinan,1meningk
Akademik profesional learning
atkan
Untuk community (PLC).
kemampuan1guru1dalam
Meningkatkan
Eksperimen diterapkan melakukan1penilaian1sik
Kemampuan
terhadap satu kelompok, ap
Guru Membuat
menggunakan rancangan berbasis1literasi1digital”.
Penilaian Sikap
penelitian one group pretest-
Berbasis
postest.
Literasi
Digital” Paired samples t test.
digunakan untuk melihat
signifikan pengaruh sebelum
dengan sesudah implementasi
model PLC.
Sampel adalah guru SMA
45

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
YPKKP Bandung.

4. Hafidz Abdul Penelitian bertujuan untuk Hasil penelitian


Mujib (2021) mengetahui pengaruh: menunjukkan bawa
terdapat pengaruh:
1) pembelajaran jarak jauh
terhadap motivasi kerja guru. - pembelajaran jarak jauh
“Pengaruh terhadap motivasi kerja
Pembelajaran 2) kemampuan literasi digital guru.
Jarak Jauh dan terhadap motivasi kerja guru. - kemampuan literasi
Kemampuan digital guru terhadap
3) pembelajaran jarak jauh dan
Literasi Digital motivasi kerja guru.
literasi digital terhadap
Terhadap - pembelajaran jarak jauh
motivasi kerja guru.
Motivasi Kerja dan kemampuan literasi
Guru Pada digital guru terhadap
Masa Pandemi motivasi kerja.
Covid-19 di
Madrasah
Aliyah Se
Kecamatan
Mlonggo
Kabupaten
Jepara Tahun
Pelajaran
2020/2021”

5. Zuli-Iva-Nofia- Tujuan penelitian ini adalah Hasil uji hipotesis


Sari-Supriyanto untuk mengetahui sejauh mana penelitian menunjukkan:
(2020) -
- Program literasi sekolah
pengaruh1program1literasi1se
(X) -
kolah- berpengaruh1positif1da
“Pengaruh terhadap1motivasi1belajar1dan n signifikan1terhadap1
Program 1minat-baca1siswa. motivasi belajar
Literasi Sekolah - Program1literasi
Pendekatan kuantitatif
Terhadap sekolah (Y1)
digunakan dalam penelitian ini.
Motivasi berpengaruh1positif1da
Belajar dan variabel meliputi X (program n
Minat Baca literasi sekolah), Y1 (motivasi signifikan1terhadap1mi
Siswa di SMP belajar) dan Y2 (minat baca nat1baca siswa
Islam Terpadu siswa).
46

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
At-Taqwa Populasi (300 siswa) adalah
Surabaya” siswa SMP IT At-Taqwa
Surabaya kelas VII, VIII.
Sampling menggunakan
startified random sampling
(171 siswa).
Kuesioner dengan skala likerts
digunakan dalam pengumpulan
data.
Prasayarat analisis dilakukan
uji normalitas dan linieristas.
Regresi sederhana dan uji T
digunakan untuk menjawab
hipotesis.

6. Sudar Kajin Tujuan penelitian ini adalah Hasil uji hipotesis


(2019) untuk mengetahui: menunjukkan:
1) perbedaan1motivasi1belajar - Literasi1Digital1berpen
siswa garuh
“Pengaruh dengan1menggunakan1pem terhadap1motivasi1baik
Pembelajaran belajaran di MTs Negeri
Berbasis berbasis1literasi1digital. Mojosari1Mojokerto
Literasi Digital 2) perbedaan1hasil1belajar1ko maupun di MTs Negeri
Terhadap gnitif Sooko Mojokerto. Jadi
Motivasi dan siswa1dengan1menggunaka Hipotesis Kerja (H1)
Hasil Belajar n diterima.
Kognitif di MTs pembelajaran1berbasis1liter - visi pembelajaran
N Mojosari dan asi digital. berbasis Literasi Digital
MTs N Sooko 3) 3) interaksi1pembelajaran berpengaruh terhadap
menggunakan1literasi1digit hasil belajar kognitif di
Mojokerto”
al MTs Negeri Mojosari
berdasarkan1motivasi1dan1 Mojokerto maupun di
hasil belajar1kognitif. MTs Negeri Sooko
Mojokerto. Jadi
Hipotesis Kerja (H1)
diterima,
- 3) Terdapat1interaksi
pembelajaran berbasis
Literasi1Digital1pada
motivasi1dan1hasil1bel
47

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
ajar kognitif di MTs
Negeri Mojosari dan
MTs Negeri Sooko
Mojokerto.
-
7. Jerni, Thamrin Penelitian bertujuan untuk hasil penelitian:
Tahir, menguji
- secara1parsial1variable
Muhammad Pengaruh1Literasi1Ekonomi1
literasi
Hasan, Dan ekonomi1berpengaruh1
Rahmatullah, Literasi1Digital1Terhadap1Mi secara
dan Ihsan Said nat positif1dan1signifikan
(2021) Berwirausaha1Mahasiswa1Pro terhadap
gram minat1berwirausaha,
Studi1Pendidikan1Ekonomi, 1dan
“Pengaruh Fakultas variable1literasi1digital
Literasi Ekonomi,1Universitas1Negeri berpengaruh1posistif1d
Ekonomi Dan 1 Makassar. an
Literasi Digital signifikan1terhadap1mi
nat berwirausaha1
Terhadap Minat
(motivasi).
Berwirausaha Pendekatan kuantitatif
- secara1simultan1variab
Mahasiswa “ digunakan dalam penelitian ini. el literasi
Pengumpulan1data1dilakukan1 ekonomi1dan1literasi
melalui digital
berpengaruh1positif1ter
observasi1dan1penyebaran1an
hadap
gket (kuesioner).
minat1berwirausaha
Populasi sebanyak 329 mahasiswa
mahasiswa dan sampel 77
mahasiswa Program Studi
Pendidikan Ekonomi angkatan
2017-2019.
Teknik1analisis1data1yang
menggunakan1regresi1linear
berganda.

8. Ming-Hung Lin, menguji hipotesis penelitian: Hasil penelitian


Huang-Cheng menyimpulkan bahwa
H1: Pembelajaran digital
Chen, Kuang-
menunjukkan efek positif yang 1. pembelajaran digital
Sheng Liu
lebih baik pada motivasi memberikan efek positif
(2017)
belajar daripada pengajaran yang lebih baik pada
48

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
“A Study of the tradisional. motivasi belajar daripada
Effects of pengajaran tradisional,
H2: Pembelajaran digital
Digital
mengungkapkan efek positif 2. pembelajaran digital
Learning on
yang lebih baik pada hasil menunjukkan efek positif
Learning
belajar daripada pengajaran yang lebih baik pada hasil
Motivation and
tradisional. belajar daripada
Learning
pengajaran tradisional,
Outcome” H3: Motivasi belajar
berpengaruh positif signifikan 3. motivasi belajar
terhadap pengaruh belajar menunjukkan efek positif
terhadap hasil belajar. yang signifikan terhadap
efek belajar dalam hasil
H4: Motivasi belajar tampak
pembelajaran, dan 4.
sangat berpengaruh positif
motivasi belajar tampak
terhadap perolehan belajar
sangat berpengaruh
dalam hasil belajar
positif terhadap perolehan
belajar dalam hasil belajar
(kinerja siswa).

9. Fuad Hasyim Penelitian ini menguji Hasil penelitian


(2018) hubungan antara literasi digital menunjukkan adanya
dan kemandirian belajar bahasa pengaruh positif yang
“The influence
siswa (motivasi belajar). signifikan dari jenis
of digital
Penelitian ini menggunakan literasi digital pada
literacy on
pendekatan kuantitatif. tingkat siswa dalam
Students’
Populasi dalam penelitian ini pembelajaran bahasa
independent
adalah mahasiswa Universitas mandiri (motivaasi
language
Islam Indonesia yang telah belajar).
learning”
mengambil mata kuliah Bahasa
Inggris Umum pada semester I.
Kuesioner tertutup
mengumpulkan data primer
penelitian dan didukung
dengan wawancara terstruktur
(dengan tingkat respon 90%).
Sedangkan teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah
purposive random sampling,
dan metode analisis data yang
digunakan adalah koefisien
49

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
korelasi dan analisis regresi
Pearson Product Moment.

10. Fries bertujuan untuk mengetahui kepemimpinan


Simatupang pengaruh kepemimpinan transformasional
(2021) transformasional dan disiplin berpengaruh positif dan
kerja terhadap kinerja melalui signifikan terhadap
“Pengaruh
motivasi sebagai variabel motivasi pada pegawai
kepemimpinan
intervening. Jenis Penelitian Badan Kepegawaian
transformasion
yang digunakan adalah Daerah Kabupaten
al dan disiplin
penelitian penjelasan Tapanuli Tengah
kerja terhadap
(explanatory research) dengan
kinerja pegawai
pendekatan kuantitatif dan
melalui
menggunakan metode analisis
motivasi kerja
path. Sampel yang digunakan
sebagai
sebanyak 31 orang dengan
variabel
teknik sampling dengan cara
intervening
sensus. Metode analisis data
pada badan
yang digunakan menggunakan
kepegawaian
analisis statistik deskripsi dan
daerah
analisis jalur (path analysis).
Kabupaten
Tapanuli
Tengah”

11. Siswoyo Menguji hipotesis: Hasil penelitian


Haryono, Nurul menunjukkan terdapat
H1: Kepemimpinan kepala
Iman Hima pengaruh positif dan
sekolah berpengaruh signifikan
Amrullah dan signifikan variabel;
terhadap motivasi kerja
Suhaimi Surah
1. kepemimpinan kepala
(2020) H2: Kompetensi berpengaruh
sekolah tehadap
signifikan terhadap motivasi
“The Effect of motivasi kerja
kerja
Principal 2. kompetensi guru
Leadership and H3: Kepemimpinan terhadap motivasi
Teacher berpengaruh signifikan kerja.
Competence on terhadap kinerja guru 3. Kepemimpinan
Teacher terhadap kinerja guru
Performance: H4: Kompetensi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja 4. Kompetensi terhadap
The Role of
guru kinerja guru
50

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
Work H5: Motivasi kerja 5. Motivasi kerja
Motivation” berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru
terhadap kinerja guru
Analisis menggunakan metode
deskriptif kuantitatif dengan
jumlah populasi 3.631 yang
terdiri dari seluruh guru di
Kabupaten Merangin, Jambi.
Dengan sampel data berjumlah
250 guru sesuai dengan
persyaratan SEM.

12. Bernanthos bertujuan untuk mengetahui Hasil penelitian


(2018) pengaruh langsung atau tidak menunjukkan bahwa,
langsung variabel;
“The Direct and kepemimpinan dan
Indirect 1. kepemimpinan terhadap motivasi berpengaruh
Influence of kepuasan kerja positif dan signifikan
Leadership, 2. Kepemimpinan terhadap terhadap kepuasan kerja.
Motivation and kinerja pegawai
3. motivasi terhadap kinerja - Kepemimpinan
Job Satisfaction
pegawai berpengaruh positif dan
Against langsung terhadap
4. Kepuasan kerja terhadap
Employees’ kinerja pegawai,
kinerja karyawan
Performance”. - motivasi berpengaruh
5. kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan melalui positif dan signifikan
kepuasan kerja langsung terhadap
6. Motivasi kepemimpinan kinerja pegawai.
terhadap kinerja karyawan - Kepuasan kerja
melalui kepuasan kerja berpengaruh positif dan
7. Kepemimpinan terhadap signifikan secara
kepuasan kerja, serta langsung terhadap
motivasi kinerja karyawan,
- kepemimpinan
berpengaruh positif dan
signifikan secara tidak
langsung terhadap
kinerja karyawan
melalui kepuasan kerja.
- Motivasi kepemimpinan
berpengaruh positif dan
signifikan secara tidak
langsung terhadap
51

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
kinerja karyawan
melalui kepuasan kerja.
- Kepemimpinan1berpen
garuh
positif1dan1signifikan1
secara
langsung1terhadap1kep
uasan kerja,
serta1motivasi

13. Wa Ode Zusnita bertujuan1untuk1mengetahui, Hasil pengujian hipotesis:


Muizu, Diana pengaruh1budaya1organisasi,
- H1= budaya organisasi
Sari (2019)
- kepemimpinan, berpengaruh signifikan
1dan1motivasi kerja dan positif terhadap
terhadap1kinerja1pegawai kepemimpinan.
“Improving organisasi perbankan - H2= budaya organisasi
Employee di1Sulawesi1Tenggara. berpengaruh signifikan
Performance - Metode dan positif terhadap
Through yang1digunakan1dalam motivasi kerja
Organizational penelitian1ini karyawan.
Culture, adalah1deskriptif survey - H3=
Leadership, and dan1explanatory1survey. budaya1organisasi1dan
Work - Pengujian1hipotesis1dilakuk kepemimpinan1berpeng
an dengan menggunakan aruh
Motivation:
Structural1Equation signifikan1baik1secara1
Survey On
Model1(SEM). parsial
Banking maupun1simultan1terha
- Pengolahan data
Organizations menggunakan program Lisrel dap motivasi1kerja.
in Southeast 8.72. - H4= budaya1organisasi,
Sulawesi” kepemimpinan,
1dan1motivasi
kerja1berpengaruh1sign
ifikan baik
secara1parsial1maupun
simultan
terhadap1kinerja
karyawan

14. Ficke H. Penelitian ini bertujuan untuk Penelitian ini


Rawung (2013) menguji apakah menghasilkan bahwa
Kepemimpinan berpengaruh Kepemimpinan
positif terhadap motivasi kerja berpengaruh signifikan
“The Effect of pegawai administrasi
52

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
Leadership on perguruan tinggi. terhadap motivasi kerja
the Work
Menggunakan metode
Motivation of
kuantitatif dengan pendekatan
Higher
survey. Responden adalah
Education
pegawai administrasi
Administration
pendidikan di Universitas
Employees
Negeri Manado dengan jumlah
(Study at
55 responden.
Manado State
University)”

15. Enny Noviyanti, Bertujuan untuk Hasil1penelitian1menunj


Efrizal Syofyan, menguji1pengaruh1 ukkan bahwa,
Susi Evanita kepemimpinan, motivasi, 1
- kepemimpinan
(2019) dan1kepuasan1kerja terhadap
berpengaruh secara
kinerja1pegawai1dinas signifikan1terhadap
pendidikan dan1kebudayaan motivasi kerja,
“The Effect of Kabupaten Padang1Pariaman. - kepemimpinan tidak
Leadership, berpengaruh signifikan
Teknik1pengambilan1sampel
Work terhadap kepuasan
yang
Motivation and kerja,
digunakan1adalah1dengan
Work - motivasi kerja
menggunakan1metode1propor berpengaruh signifikan
Satisfaction on
tional terhadap kepuasan
Performance of
stratified1random1sampling. kerja,
Employees of
- kepemimpinan tidak
Education and Kuesioner1disebarkan1kepada
berpengaruh signifikan
Culture 112
terhadap kinerja,
Department in pegawai1Dinas1Pendidikan1da - motivasi kerja
Padang n berpengaruh signifikan
Pariaman” Kebudayaan1Kabupaten1Pada terhadap prestasi kerja,
ng Pariaman. dan
- kepuasan berpengaruh
Data1dianalisis1menggunakan
signifikan terhadap
Analisis1Jalur1dan1diolah kinerja1pegawai Dinas
dengan SPSS116.00. Pendidikan1dan1Kebud
ayaan
Kabupaten1Padang
Pariaman
16. Busra Selma mengetahui pengaruh perilaku Terdapat hubungan
Demirhan, RN, kepemimpinan manajer sedang, signifikan dan
Msc Student, perawat terhadap motivasi positif antara perilaku
53

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
Elif Gezginci, kerja perawat. Metode: Studi kepemimpinan manajer
RN, PhD, dan deskriptif ini dilakukan dengan dengan motivasi kerja
Sonay Goktas, total 153 perawat yang bekerja perawat (r=0,504,
RN, PhD (2020) di unit bedah (n=82) dan p<0,001). Kesimpulan:
internal (n=71) rumah sakit Berdasarkan hasil
pelatihan dan penelitian di penelitian ini, perilaku
“The Effect of Istanbul antara Januari dan kepemimpinan dan
Leadership Februari 2019. Data penelitian tingkat motivasi kerja
Behaviours of dikumpulkan dengan Bentuk manajer perawat cukup
Nurse Informasi Individu, Skala tinggi. Peningkatan
Managers on Perilaku Kepemimpinan dan positif dalam perilaku
Nurses’ Work Skala Motivasi Kerja Perawat. kepemimpinan manajer
Motivation”. Untuk analisis data digunakan meningkatkan motivasi
statistik deskriptif, uji kerja perawat
Independent Sample T-test,
One Way Analysis of
Variance, uji Mann Whitney
U, uji Kruskal Wallis dan uji
korelasi Spearman.

17. Luedech menguji dampak motivasi Hasil penelitian


Girdwichai dan karyawan terhadap kinerja menunjukkan bahwa
Chutikarn karyawan. Selain itu, terdapat hubungan yang
Sriviboo (2020) penelitian ini juga meneliti signifikan antara motivasi
peran mediasi lingkungan kerja kerja karyawan dengan
dan pelatihan pada hubungan kinerja karyawan.
“Employee antara motivasi karyawan dan Dilaporkan juga bahwa
Motivation And kinerja karyawan. Studi ini pelatihan memiliki
Performance: menggunakan metodologi hubungan positif tetapi
Do The Work berbasis survei dan data moderat terhadap kinerja
Environment dikumpulkan dari staf karyawan. Temuan
and The akademik di sepuluh sekolah menyoroti bahwa,
Training bisnis terkemuka di Indonesia. Lingkungan kerja yang
Matter? Pengumpulan data dilakukan sehat dan positif terbukti
dengan bantuan kuesioner dan dapat meningkatkan
ternyata tingkat responnya kinerja, namun
sebesar 62,3 persen. SEM-PLS Lingkungan kerja gagal
digunakan untuk analisis data. memediasi hubungan
antara motivasi karyawan
dan kinerja karyawan.
54

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o

18. Rangga Menguji: Hasil analisis:


Mahardhika,
- Hipotesis 1 : motivasi - Motivasi1intrinsik1berp
Djamhur
intrinsik (X1) berpengaruh engaruh
Hamid, dan Ika terhadap kinerja karyawan signifikan1terhadap1kin
Ruhana, (Y) erja karyawan pada PT.
- Hipotesis 2 : motivasi AXA Financial
ekstrinsik (X2) berpengaruh Indonesia,
“Pengaruh terhadap kinerja karyawan - Motivasi1ekstrinsik
Motivasi Kerja (Y) berpengaruh
Terhadap - c. Hipotesis 3 : motivasi signifikan1terhadap1kin
Kinerja intrinsik (X1) dan motivasi erja karyawan1pada PT.
Karyawan ekstrinsik (X2) berpengaruh 1AXA
(Survei secara simultan terhadap Financial1Indonesia,
kinerja karyawan (Y) - Motivasi1intrinsik1dan
Karyawan Pada
motivasi
PT. Axa
ekstrinsik1secara1simul
Financial tan berpengaruh
Indonesia Sales signifikan terhadap
Office kinerja1karyawan1pada
Malang)” PT. AXA
Financial1Indonesia,
dan mampu
memberikan kontribusi
terhadap
variabel1kinerja1
karyawan sebesar
64,3%

19. Aden Prawiro - Penelitian bertujuan1untuk Hasil analisis:


Sudarso, mengetahui1pengaruh1motiv
asi terhadap Motivasi1berpengaruh1p
Muhamad Abid,
kinerja1karyawan pada PT. ositif dan
dan Indra Januar
Unggul Abadi di1Jakarta. signifikan1terhadap1
Rukmana
- Metode explanatory research kinerja
(2020),
digunakan dalam penelitian karyawan1dengan1nilai
ini. persamaan regresi Y
- Jumlah sampel 80 responden. =110,9451+10,799X, dan
“Pengaruh - Teknik analisis statistik koefisien1korelasi10,767
Motivasi dengan pengujian regresi, atau
Terhadap korelasi, determinasi dan uji memiliki1tingkat1hubung
Kinerja hipotesis digunakan dalam
an yang
Karyawan pada penelitian ini.
55

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
PT. Unggul - kuat1dengan1nilai
Abadi di determinasi 58,9%.
Jakarta”

20. Sedarmayanti, - Penelitian bertujuan Hasil analisis jalur


dan Hari mengetahui pengaruh menunjukkan adanya
Haryanto motivasi kerja terhadap pengaruh positif motivasi
(2017), kinerja tenaga kependidikan. kerja, baik secara parsial
- Metode deskriptif maupun simultan
eksplanatori digunakan terhadap kinerja tenaga
dalam penelitian ini.
“Pengaruh kependidikan.
- Populasi adalah tenaga
Motivasi Kerja kependidikan Fakultas
Terhadap Kedokteran Universitas
Kinerja Tenaga Padjadjaran berjumlah 302
Kependidikan orang dan sampel sebanyak
Fakultas 75 orang.
Kedokteran - Penyebaran kuesioner,
Universitas wawancara dan studi
Padjadjaran” dokumentasi untuk
pengumpulan data.
- analisis jalur digunakan
dalam penelitian ini untuk
menguji hipotesis.

21. Erlangga - Penelitian ini dilatar Hasil penelitian mengenai


Kesuma Negara, belakangi teori motivasi tiga komponen teori
Mochammad Al menurut Robbins (2009:175), motivasi berprestasi
Musadieqm dan teori kebutuhan yang menunjukkan bahwa,
Heru Susilo dikemukakan Mc Clelland kebutuhan1akan
(2014) disebut juga teori motivasi prestasi1(X1), Kebutuhan
prestasi, terdiri dari tiga
akan Kekuasaan1(X2),
“Pengaruh komponen yang digunakan
dan Kebutuhan1akan
Motivasi untuk memotivasi orang
bekerja, yaitu, kebutuhan Afiliasi1(X3)
Terhadap
akan Prestasi (achievement), berpengaruh1simultan
Kinerja (Studi
kebutuhan akan kekuasaan dan1parsial terhadap
Pada Karyawan
(power), dan kebutuhan akan Kinerja1Karyawan PT.
PT PLN
afiliasi (affiliation), dan hal PLN1Persero
Persero APJ
tersebut menjadi penentu atas APJ1Malang.
Malang)” pencapain kinerja.
- Jenis penelitian yang
digunakan yaitu merupakan
penelitian penjelasan atau
56

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
explanatory research.
Penelitian ini melakukan
pengujian hipotesis sebagai
berikut;
- H1 :
terdapat1pengaruh1simultan
dari
Kebutuhan1akan1Prestasi1
(X1),
Kebutuhan1akan1Kekuasaan
(X2), dan 1Kebutuhan1akan
Afiliasi (X3)
terhadap1Kinerja Karyawan.
- H2 :
terdapat1pengaruh1parsial
dari
Kebutuhan1akan1Prestasi
(X1),
Kebutuhan1akan1Kekuasaan
(X2), dan
Kebutuhan1akan1Afiliasi
(X3) terhadap Kinerja1

22. P. Ayu Asri - Penelitian1ini bertujuan - Hasil penelitian


Wulandari, dan untuk memperoleh menunjukkan ada
I Wayan Bagia penjelasan yang1teruji pengaruh positif dari
(2020) mengenai1pengaruh motivasi kerja terhadap
motivasi1kerja terhadap kinerja pegawai pada
kinerja1pegawai pada Puskesmas Seririt III.
Puskesmas1Seririt1III. - Berdasarkan koefisien
“Pengaruh
- Desain1penelitiankuantitatif determinasi, motivasi
Motivasi Kerja kausal. kerja mempengaruhi
Terhadap - Jenis1data yang digunakan kinerja sebesar 68,8%
Kinerja Pada adalah data1primer dan sisanya sebesar
Pegawai dan1dikumpulkan dengan 31,2% dipengaruhi oleh
Puskesmas, metode1kuesioner. variabel lain yang tidak
Singaraja” - Subjek1penelitian ini1adalah diteliti dalam penelitian
seluruh pegawai ini
Puskesmas1Seririt III yang
berjumlah 321orang1
(populasi).
23. Abdul Rachman - Tujuan1penelitian menguji Hasil penelitian:
Saleh dan Hardi pengaruh disiplin1kerja,
- variabel disiplin1kerja
57

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
Utomo (2018) motivasi1kerja, etos1kerja mempunyai
dan lingkungan1kerja hasil1positif namun
terhadap produktivitas1kerja tidak1berpengaruh
“Pengaruh karyawan. signifikan terhadap
Disiplin Kerja, - Sampel1dalam penelitian ini produktivitas1kerja,
adalah karyawan1bagian - variabel motivasi1kerja
Motivasi Kerja,
produksi di PT. Inko1Java. ada
Etos Kerja Dan
- Analisis data menggunakan pengaruh1signifikan
Lingkungan analisis uji1validitas, terhadap
Kerja Terhadap uji1reliabilitas dan produktivitas1kerja,
Produktivitas analisis1regresi1berganda. - variabel etos1kerja
Kerja - Pengujian hipotesis mempunyai
Karyawan menggunakan uji1t, uji1F, hasil1positif namun
Bagian dan koefisien1determinasi. tidak berpengaruh
Produksi di PT. signifikan terhadap
Inko Java produktivitas1kerja,
Semarang” - variabel
lingkungan1kerja
mempunyai
hasil1negatif dan
tidak1berpengaruh
signifikan terhadap
produktivitas1kerja.
- variabel disiplin1kerja,
motivasi kerja,
etos1kerja dan
lingkungan1kerja secara
bersama-sama
mempunyai pengaruh
signifikan terhadap
disiplin1kerja,
- motivasi secara
bersama-sama
mempunyai pengaruh
signifikan kerja,
etos1kerja dan
lingkungan1kerja secara
simultan berpengaruh
terhadap
produktivitas1kerja.
- Kemampuan variabel
independen
disiplin1kerja (X1),
motivasi kerja1(X2),
etos1kerja (X3), dan
58

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
lingkungan1kerja (X4)
dalam menjelaskan
variabel dependen
produktivitas1kerja (Y)
adalah
Adjusted1R1Square
33,7% sedang sisanya
sebesar 66,3%
dijelaskan1oleh variabel
lainnya yang
tidak1diteliti..
24. Elvino - Tujuan dari penelitian ini Hasil penelitian adalah:
Bonaparte do adalah untuk mengetahui
pengaruh kepemimpinan - kepemimpinan1berpeng
Rêgo, Wayan
terhadap motivasi kerja dan aruh positif
Gede Supartha, dan1signifikan terhadap
Ni Nyoman kinerja karyawan pada
Direktorat Genderal motivasi,
Kerti Yasa
Administrasi dan1Keuangan - Motivasi1mempunyai
(2017) pengaruh positif
Kementerian
EstatalTimor1Leste. dan1signifikan terhadap
- Populasi1dalam penelitian ini kinerja1karyawan,
“Pengaruh adalah seluruh1karyawan - Kepemimpinan1mempu
Kepemimpinan Direktorat Genderal nyai pengaruh1positif
Terhadap Administrasi1dan Keuangan dan signifikan terhadap
Motivasi dan Kementerian1Estatal Timor. kinerja1karyawan.
Kinerja - Jenis1data yang digunakan
Karyawan pada adalah data1primer dan
Direktorat data1sekunder dengan
Jendral metode pengumpulan
data1kuesioner.
Administrasi
- Alat1analisis yang
dan Keuangan,
dipergunakan adalah
Kementerian analisis1path.
Estatal Timor
Leste”
25. Arief Penelitian1ini1bertujuan Hasil analisis:
Darmawan untuk:
- Motivasi1kerja
- mengetahui1pengaruh berpengaruh terhadap
motivasi dan disiplin1kerja kinerja1Pramudi bus di
“Pengaruh baik secara1parsial PT JTT,
Motivasi Kerja maupun1simultan terhadap - Disiplin1kerja
dan Disiplin kinerja1Pramudi PT. berpengaruh terhadap
Kerja terhadap 1Jogja1Tugu Trans (PT. kinerja1Pramudi bus di
Kinerja JTT). PT JTT, dan
59

N Nama dan Judul Tujuan Kesimpulan


o
Pramudi Bus - Pengambilan1sampel - Motivasi1kerja dan
Trans Jogja di menggunakan teknik Disiplin1kerja secara
PT Jogja Tugu probability1sampling, bersama-sama
Transportasi - Pengumpulan1data berpengaruh terhadap
(PT JTT)” menggunakan kuestioner, Kinerja1Pramudi di PT
- Analisis1data menggunakan JTT
analisis linier1berganda.

C. Kerangka Berpikir / Kerangka Teoritik

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa kinerja guru sangat berpengaruh

terhadap kualitas pendidikan suatu negara. Danim (2006: 168) mengatakan bahwa

“Salah1satu ciri1krisis pendidikan di1Indonesia adalah guru1belum sepenuhnya

ditopang1oleh derajat1penguasaan kompetensi1yang memadai”. Kinerja guru

dipengaruhi banyak faktor dan bersifat kompleks, baik secara internal maupun

eksternal. Kinerja guru, secara internal, dapat ditentukan oleh motivasi kerja guru

yang bersangkutan, antara lain pada saat profesi guru sebagai pekerjaan yang

dipilihnya. Jadi motivasi awal menjadi guru sebagai pilihan profesi akan

menentukan prestasi kinerjanya pada masa-masa berikutnya. Motivasi kerja guru

sebagai salah satu faktor internal sangat mempengaruhi kinerja guru (Girdwichai

dan Sriviboo (2020); Robescu dan Iancu (2016), Elvino Bonaparte do Rêgo, dkk

(2017), Abdul Rachman Saleh dan Hardi Utomo (2018), P. Ayu Asri Wulandari,

dan I Wayan Bagia (2020)).

Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seseorang individu untuk

melakukan tindakan-tindakan yang menjadi dasar atau alasan seseorang

berperilaku (Usman M. U., 2008, hal. 245). Danim dalam Sutikno (2014)

memberikan batasan bahwa, “motivasi1merupakan1dorongan1pemimpin,


60

termasuk1kepala1sekolah, untuk bertindak1dengan1cara1tertentu”. Hasibuan

dalam Sutrisno (2011) memberikan batasan bahwa, “motivasi mempersoalkan

bagaimana1cara mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau

bekerja1keras dengan memberikan semua kemampuan dan1ketrampilan untuk

mewujudkan tujuan perusahaan”. Motivasi mengacu pada proses dimana usaha

seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu

tujuan (Robbins & Coulter, 2010). Motivasi merupakan dampak langsung dari

kepuasan kerja (Winardi, 2007). Ciri-ciri guru yang memiliki motivasi kerja yang

tinggi adalah memiliki antara lain; ketekunan, kegairahan dan semangat kerja,

disiplin, dan tanggungjawab (Simarmata, 2014).

Berdasarkan1pengertian1tersebut1bahwa1pada1dasarnya motivasi kerja1

merupakan1 perasaan1akan1 kehendak1 seseorang berdasarkan dorongan

dalam1diri untuk1berperilaku yang mempengaruhi1kekuatan1diri mencapai

tujuan1profesionalnya.

Motivasi1kerja1guru dapat muncul dari dirinya maupun karena adanya hal

dari luar dirinya seperti halnya kepemimpinan, baik dari kepala sekolah maupun

pada tingkatan yang lebih tinggi. Aktivitas kepemimpinan yang dilakukan Kepala

Sekolah memiliki cara-cara tersendiri sesuai dengan karakteristiknya untuk

bekerja sama dengan bawahannya, dan berupaya dengan semangat tinggi serta

memiliki keyakinan akan mencapai keberhasilan yaitu pencapaian tujuan yang

telah ditetapkannya. Kepala Sekolah memiliki peran sesuai dengan

kewenangannya untuk memberikan fasilitasi kepada bawahannya dalam bentuk

kemudahan, dukungan, dan memberikan bantuan dalam pengembangan potensi

guru maupun staf secara optimal. Peran tersebut sangat diharapkan oleh seluruh
61

guru di lingkungan sekolah yang bersangkutan. Perlu juga adanya dorongan dari

kepala sekolah agar guru berminat yang besar terhadap pelaksanaan tugasnya

dengan berbagai pendekatan, agar motivasi kerja guru sebagai tenaga

kependidikan dapat terbangun dengan baik. Oleh karenanya kepala sekolah

merupakan pemimpin pendidikan yang harus memiliki dasar kepemimpinan yang

kuat (Mulyasa, 2011, hal. 16). Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

kepala sekolah berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja guru. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian Busra Selma Demirhan, dkk. (2020), Enny Noviyanti,

dkk. (2019), Bernanthos (2018) yang menyatakan bahwa kepemimpinan

berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa literasi digital memiliki

pengertian yaitu memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dalam

upaya menemukan dan menggunakan informasi temuannya yang dipakai

sebagai masukan pemikiran, kemudian diolah untuk menjadi produk digital atau

mungkin juga tidak diolah, dan selanjutnya menyebarkan informasi tersebut

melaui platform digital. Sedangkan informasi yang telah diolah itu, dapat

disebarkan dalam berbagai bentuk format seperti teks, gambar, audio, video, dan

animasi melalui perangkat elektronik. Dikutip dari Setyaningsih, dkk. (2019)

menjelaskan bahwa,

“Literasi1digital adalah sikap ketertarikan1dan kemampuan1seseorang


dalam menggunakan1teknologi1digital1dan berbagai1alat komunikasi
untuk mengakses, mengelola, 1menganalisis, dan
mengevaluasi1informasi, serta membangun pengetahuan1baru, dan
berkomunikasi1dengan orang lain, sehingga
mampu1berpartisipasi1secara1efektif1dalam1masyarakat”.

Sedangkan literasi1digital merupakan kumpulan dari beberapa literasi yaitu

literasi ICT atau literasi komputer, literasi teknologi, literasi informasi, literasi
62

media, literasi visual, dan literasi komunikasi (Martin A. , 2008). Kemampuan

literasi digital ini selayaknya dimiliki oleh para guru dalam menunjang tugas

profesionalnya, sehingga memacu seara internal terhadap motivasi kerjanya. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian Hafidz Abdul Mujib (2021), Zuli Iva Nofia Sari

dan Supriyanto (2020), Sudar Kajin (2019), Ming-Hung Lin, dkk. (2017) yang

menyatakan bahwa literasi digital berpengaruh terhadap motivasi kerja.

Telah dijelaskan pula di atas bahwa aktivitas kepemimpinan yang dilakukan

Kepala Sekolah memiliki cara-cara tersendiri sesuai dengan karakteristiknya

untuk bekerja sama dengan bawahannya dan berupaya dengan semangat tinggi

serta memiliki keyakinan akan mencapai keberhasilan yaitu pencapaian tujuan

yang telah ditetapkannya. Kepala Sekolah memiliki peran sesuai dengan

kewenangannya untuk memberikan fasilitasi kepada bawahannya dalam bentuk

kemudahan, dukungan, dan memberikan bantuan dalam pengembangan potensi

guru maupun staf secara optimal. Peran tersebut sangat diharapkan oleh seluruh

guru di lingkungan sekolah yang bersangkutan. Perlu juga adanya dorongan dari

kepala sekolah agar guru berminat yang besar terhadap pelaksanaan tugasnya

dengan berbagai pendekatan, agar motivasi kerja guru sebagai tenaga

kependidikan dapat terbangun dengan baik. Sukses tidaknya pendidikan dan

pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan kepala sekolah

dalam mengelola setiap komponen sekolah (Mulyasa, 2011, hal. 5). Dalam hal ini

termasuk peran kepemimpinan kepala sekolah dalam menciptakan suasana yang

kondusif dan fasilitasi perangkat yang diperlukan untuk berkembangnya iterasi

digital di lingkungan sekolah. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

kepala sekolah berpengaruh terhadap literasi digital guru di lingkungan sekolah.


63

Hasl ini sejalan dengan hasil penelitian Henny Suharyati dan Griet Helena Laihad

(2019), Yudhi Saparudin (2001), yang menyatakan bahwa kepemimpinan

berpengaruh signifikan terhadap literasi digital.

Guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya telah dilengkapi dengan

seperangkat kemampuan, termasuk di dalamnya adalah kemampuan dalam hal

literasi digital. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dengan kemampuan literasi

digital, guru dapat memanfaatkan1teknologi1untuk1menemukan1informasi,

menggunakan1informasi yang1diperoleh1sebagai masukan dalam pemikiran,

dan menyebarkan1informasi1yang1telah diolah dan1mungkin juga telah

diperkaya, dengan menggunakan platform1digital dalam melaksanakan tugas

profesionalnya. Kemampuan digital ini dapat diperoleh karena atas dorongan dari

diri sendiri maupun dorongan dari luar dirinya, dalam hal ini salah satunya

melalui tindakan kepemimpinan kepala sekolah. Tindakan kepemimpinan yang

dimaksud adalah peran Kepala1Sekolah dalam memberikan1kemudahan,

dukungan dan membantu mengembangkan potensi1guru dan1staf secara1optimal

yang sudah barang1tentu, itu sangat1diharapkan oleh tenaga1kependidikan dan

non kependidikan di sekolah yang bersangkutan. Kepala sekolah juga

memberikan motivasi agar guru memiliki minat yang tinggi terhadap pelaksanaan

tugasnya melalui bermacam-macam pendekatan secara menerus agar supaya

motivasi kerja tinggi dapat terbangun. Sejalan dengan hasil penelitian Siswoyo

Haryono, at. al. (2020) menjelaskan bahwa, (1) Kepemimpinan kepala sekolah

harus bertindak sebagai motivator. (2) Kepala sekolah harus mampu berperan

sebagai pemecah masalah. (3) Kepala1sekolah1harus1memiliki kemampuan untuk

melakukan peran sebagai resource allocator. (4) Kepala1sekolah1harus1memiliki


64

kemampuan untuk menciptakan kondisi1kerja1yang1lebih1baik. (5) Upaya

peningkatan kinerja guru dapat dilakukan melalui peningkatan motivasi kerja

guru, pembekalan guru, kompetensi, dan dimensi kompetensi adalah keterampilan

dan kemampuan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah

mempunyai pengaruh secara langsung terhadap berkembangnya literasi digital

guru di lingkungan sekolah. Juga dapat dikatakan bahwa kepemimpinan sekolah

dapat berpengaruh terhadap motivasi kerja guru melalui pendekatan peningkatan

kemampuan dan fasilitasi literasi digital di lingkungan sekolah, termasuk di

dalamnya adalah guru. Jadi literasi digital menjadi media bagi kepala sekolah

untuk meningkatkan motivasi kerja guru, sehingga kepemimpinan kepala sekolah,

dalam hal ini berpengaruh tidak langsung terhadap motivasi kerja guru.

Dari penjelasan di atas maka dapat disusun kerangka teoritik sebagaimana

dijelaskan pada gambar sebagai berikut;

Kepemimpinan
Kepala Sekolah
(X1)

H1
Motivasi Kerja (Z) H5 Kinerja Guru (Y)
H4 H3

H2

Literasi Digital
Guru (X2)

Gambar 2.1. Kerangka teoritik

Keterangan gambar:

X1 : variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah


65

X2 : variabel Literasi Digital Guru

Z : variabel Motivasi Kerja

Y : variabel Kinerja Guru

H1 : Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) berpengaruh terhadap Motivasi Kerja

(Z)

H2 : Literasi Digital Guru (X2) berpengaruh terhadap Motivasi Kerja (Z)

H3 : Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) berpengaruh terhadap Literasi Digital

Guru (X2)

H4 : Literasi Digital Guru memediasi Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah

(X1) terhadap Motivasi Kerja (Z)

H5 : Motivasi Kerja (Z) berpengaruh terhadap Kinerja Guru (Y)

D. Operasionalisasi Variabel

Variabel penelitian ini adalah Literasi digital guru, kepemimpinan kepala

sekolah, motivasi dan kinerja guru. Untuk mengukurnya maka dapat dijelaskan

tentang definisi konseptual dan definisi operasional masing-masing variabel:

1. Kinerja guru

Kinerja guru sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan suatu negara.

Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik sudah barang tentu telah

memiliki kecakapan yang relevan dengan tugas yang dihadapinya, namun

kecakapan tersebut belum memadai secara merata. Hal ini juga telah disampaikan

oleh Danim (2006: 168) yang menyebutkan bahwa “salah1satu1ciri krisis

pendidikan di1Indonesia adalah1guru belum1sepenuhnya ditopang1oleh derajat

penguasaan kompetensi1yang1memadai”. Oleh1karenanya1diperlukan adanya


66

upaya secara menyeluruh dari para pihak untuk berupaya dalam meningkatkan

kinerja1guru. Secara konseptual kinerja1guru merupakan perilaku1guru yang

ditampilkan dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik dalam

periode tertentu setelah dilakukan penilaian. Sedangkan secara operasional

definisi kinerja guru adalah persepsi guru terhadap kinerjanya, yaitu

merupakan perilaku1guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugasnya

sebagai seorang pendidik dalam periode tertentu. Indikator kehadiran

melaksanakan tugas; membangun suasana kelas yang menyenangkan;

menggunakan media tambahan untuk menunjang pembelajaran; menerapkan

metode pembelajaran; melaksanakan tes akhir kegiatan pembelajaran;

merumuskan materi pembelajaran; relevan dengan kehidupan;

mendokumentasikan bukti keberhasilan belajar peserta didik

2. Motivasi kerja

Guru membutuhkan motivasi dalam bekerja. Berbagai macam teknik, dalam

memotivasi kerja guru, misalnya pemberian penghargaan, kenaikan tingkat,

berbagai penghormatan seperti piagam prestasi, pujian, termasuk teguran

dipergunakan untuk mendorong seseorang untuk dapat bekerja sesuai tuntutan

pekerjaannnya. Motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul dari dalam diri

seseorang yang menimbulkan keinginan untuk melakukan sesuatu tindakan

tertentu guna mencapai kepuasan dan dapat memenuhi kebutuhannya.

Motivasi kerja guru juga bisa timbul karena adanya dorongan dari luar seperti hal

kepemimpinan dari kepala sekolah, melalui arahan, supervisi, fasilitasi,

bimbingan, dan lain-lain yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk memastikan

bahwa guru dapat bekerja dengan baik. Jadi seara konseptual bahwa motivasi
67

kerja guru adalah suatu dorongan baik intrisik maupun ekstrinsik pada

seorang guru untuk melakukan pekerjaan dibidang Pendidikan dan

pengajaran sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya.

Definisi Operasional, motivasi adalah persepsi atau pendapat guru

terhadap motivasi kerja dirinya yaitu suatu dorongan baik intrisik maupun

ekstrinsik pada seorang guru untuk melakukan pekerjaan dibidang

pendidikan pengajaran sesuai tugas pokok dan fungsinya, dengan indikator;

ketekunan, kegairahan dan semangat kerja keras; disiplin, bertanggung jawab;

dorongan untuk sukses; memberikan umpan balik; berusaha meningkatkan

keterampilan; mandiri dalam bekerja; kreatif, inovatif dan menyukai

tantangan.

3. Kepemimpinan kepala Sekolah

Pemimpin dalam sebuah organisasi memiliki gaya kepemimpinan masing-

masing. Gaya mana yang cocok diterapkan tergantung situasi yang

membutuhkannya, yang penting tujuan organisasi dapat dicapai. Pada kajian teori

telah dibahas beberapa gaya kepemimpinan seperti dijelaskan oleh Robin yang

dikutip oleh Bryan Johannes Tampi yang mengidentifikasi gaya kepemimpinan

yaitu kharismatik, transaksional, visioner, dan transformasional (Tampi, 2014, hal.

6). Namun Nastional Association of Secondary School yang dikutip oleh

Soebagyo Atmodiwiro (2013) memberikan arahan bahwa kepala sekolah yang

efektif dengan perpaduan sifat-sifat1pribadi dan1kepemimpinan, yaitu1dapat

memberikan contoh atau keteladanan, berkepentingan dalam menjaga mutu,

melaksanakan pekerjaan didasarkan pada kemanusiaan, mengerti keadaan

masyarakat sekitarnya, memiliki mental dan fisik yang kuat, berkepentingan


68

dengan personil sekolah (kependidikan, non kependidikan, siswa) dan sekolah

(sarana dan prasarana), dapat melakukan kesepakatan melalui kompromi dan

bernegosiasi, mempertahankan kondisi lingkungan sekolah yang stabil,

kemampuan dalam mengendalikan perasaan tertekan, mengembangkan struktur

yang efektif agar sesuatu dapat dikerjakan, memberikan batasan yang diijinkan

untuk adanya kekeliruan, tidak ada toleransi terhadap konflik pribadi,

melakukan pendekatan yang positif dalam menjalankan tugas kepemimpinan,

tidak meninggalkan personil yang berada dalam tanggungjawabnya, kemudahan

dalam menghubungi yang bersangkutan oleh pihak yang membutuhkan, memiliki

kehidupan dalam keluarga yang harmonis. Penerapan gaya kepemimpinan yang

merupakan perpaduan sifat pribadi dan kepemimpinan yang efektif dari kepala

sekolah yang sesuai adalah gaya kepemimpinan transformational. Dengan

demikian secara konseptual definisi kepemimpinan kepala sekolah yang

transformational adalah pemimpin yang mau dan mendorong dan melayani

bawahannya untuk bekerja lebih keras dan adaptif dengan cara-cara yang baru

untuk mencapai tujuan organisasi dengan inidikator, kharisma, inspiratif,

stimulasi intelektual dan pertimbangan individual.

Dengan definisi konseptual sebagaimana dijelaskan di atas maka definisi

operasional dalam kontek penelitian ini adalah bahwa, kepemimpinan kepala

sekolah merupakan persepsi guru (responden) terhadap kepemimpinan kepala

sekolah yang berciri transformational, yaitu pemimpin yang mau dan mendorong

dan melayani bawahannya untuk bekerja lebih keras dan adaptif dengan cara-cara

yang baru untuk mencapai tujuan organisasi dengan inidikator, kharisma,

inspiratif, stimulasi intelektual dan pertimbangan individual.


69

4. Literasi digital guru,

Literasi digital guru, adalah perilaku guru dalam bekerja dengan

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan1dan

menggunakan informasi tersebut sebagai masukan dalam pemikiran kemudian

diolah dan mungkin diperkaya, dalam proses belajar mengajar dengan

menggunakan media digital. Literasi digital guru memiliki indikator yaitu, selalu

menggunakan teknologi informasi dan komputer (TIK) dalam mengajar,

sering1mengakses informasi1 dari sumber yang ada di internet untuk digunakan

dalam proses belajar mengajar, guru mendapatkan dukungan dalam penggunaan

TIK, dalam aktifitas dan mengajar menggunakan materi berbasis TIK, adakalanya

mengalami hambatan dalam penggunaan Infomation Communication

Technologies (ICT) dalam1proses belajar mengajar, skill / keterampilan guru, dan

memanfaatkan Infomation Communication Technologies (ICT) dalam manajemen

sekolah.

Secara operasional definisi literasi digital guru adalah persepsi guru dalam

bekerja terhadap1pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk

menemukan dan menggunakan informasi tersebut sebagai masukan dalam

pemikiran kemudian diolah dan mungkin diperkaya, dalam proses belajar

mengajar dengan menggunakan media digital. Indikator literasi digital guru yaitu,

selalu menggunakan teknologi informasi dan komputer (TIK) dalam mengajar,

sering mengakses1informasi dari sumber yang ada di internet untuk digunakan

dalam proses belajar mengajar, guru mendapatkan dukungan dalam penggunaan

TIK, dalam aktivitas dan mengajar menggunakan materi berbasis TIK, adakalanya

mengalami hambatan dalam penggunaan Infomation Communication


70

Technologies (ICT) dalam proses belajar mengajar, skill / keterampilan guru, dan

memanfaatkan Infomation Communication Technologies (ICT) dalam manajemen

sekolah.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian kajian teoritik, penelitian terdahulu, kerangka berpikir

dan operasionalisasi variabel maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut.

1. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap motivasi


Hipotesis 1 (H1) : Kepemimpinan Kepala sekolah berpengaruh positif

terhadap motivasi kerja

2. Literasi digital guru berpengaruh terhadap Motivasi kerja


Hipotesis 2 (H2) : Literasi digital guru berpengaruh positif terhadap

motivasi kerja

3. Kepemimpinan kepala sekolah terhadap literasi digital guru


Hipotesis 3 (H3) : Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh positif

terhadap literasi digital guru

4. Literasi digital guru memediasi pengaruh kepemimpinan kepala sekolah

terhadap motivasi kerja.

Hipotesis 4 (H4) : literasi digital guru memediasi pengaruh

Kepemimpinan kepala sekolah terhadap Motivasi kerja.

5. Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja guru

Hipotesis 5 (H5) : Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja

guru.
71
72

BAB III

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan Kuantitatif Asosiatif.

Penelitian Asosiatif umumnya juga disebut sebagai penelitian kausal. Penelitian

ini bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel di dalam model penelitian.

Dalam penelitian ini disusun dalam bentuk model hipotetik berupa hubungan

kausal yang didasarkan pada landasan teori, sesuai model teoritik yang dibangun.

Tujuannya adalah menganalisis pengaruh (sebab-akibat) dari dua atau lebih

fenomena, melalui pengujian hipotesis, disesuaikan dengan kerangka teoritik

yang telah disusun (Sekaran & Bougie, 2013).

B. Sumber Informasi

1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-

individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Satuan-satuan tersebut dinamakan

unit analisis, dan dapat berupa orang-orang, institusi-institusi, benda-benda, dan

sebagainya (Djarwanto, 1994, hal. 420). Populasi adalah keseluruhan dari objek

penelitian berupa manusia, hewan, tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap

hidup, dan sebagainya sehingga objek ini dapat menjadi sumber data penelitian

(Bugin, 2012, hal. 40), Populasi ialah keseluruhan dari variable yang menyangkut

masalah yang diteliti (Nursalam, 2003), Populasi adalah totalitas semua nilai yang

mungkin, hasil yang menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun


73

kualitatif mengenai karakteritik tertentu dari semua anggota kumpulan yang

lengkap dan jelas yang ingin mempelajari sifat-sifatnya (Sudjana N. , 2010, hal.

6). Jadi populasi merupakan suatu himpunan dengan sifat-sifat yang ditentukan

oleh peneliti sedemikian rupa.

Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru SD pada 33 Sekolah

Dasar Negeri di Kecamatan Tanjug Priok, Jakarta Utara sebagai unit

analisis. Adapun jumlah populasi guru Sekolah Dasar Negeri di kecamatan

tersebut adalah sebanyak 644 orang (lihat lampiran 1.).

2. Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari keseluruhan serta karakteristik yang

dimiliki oleh sebuah Populasi (Sugiyono, 2008, hal. 118), Jumlah sampel yang

merupakan bagian dari Populasi harus benar-benar representatif (mewakili),

karena apa yang dipelajari dari sampel tersebut akan mendapatkan kesimpulan

yang nantinya di berlakukan untuk Populasi. Suharsimi Arikunto (2006, hal. 131)

menjelaskan bahwa sampel adalah sebagian atau sebagai wakil populasi yang

akan diteliti. Hal tersebut disebut juga sebagai penelitian sampel. Sedangkan Nana

Sudjana dan Ibrahim (2004, hal. 85), sampel adalah sebagian dari populasi yang

dapat dijangkau serta memiliki sifat yang sama dengan populasi yang diambil

sampelnya tersebut.

Beberapa teknik sampling dapat digunakan dalam dalam penelitian

tergantung karakteristik populasinya. Tehnik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah, random sampling dengan menyebarkan instrumen

kepada guru guru Sekolah Dasar Negeri di Jakarta Utara, dari total populasi
74

(644 guru) diambil secara acak. Jumlah responden yang diperlukan dalam

penelitian ini dengan menggunakan rumus slovin,

N
n=
1+ N ( ⅇ¿¿ 2)¿

Dimana: n = jumlah sampel

N= jumlah populasi

e = error margin

Dengan demikian perhitungannya adalah:

644
n= 2
1+644 x 0,05

644
n=
1+1,61

n = 246 Jadi sampel yang dibutuhkan adalah 246 guru.

C. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrument dalam bentuk kuesioner. …. Kbla

bla bla. Di dalam melaksanakan penelitian, keberadaan instrumen penelitian

merupakan bagian yang sangat penting dan termasuk dalam komponen

metodelogi penelitian. Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk

mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah yang sedang diteliti.

Suharsimi Arikunto (2006), instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang

dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar

kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Ibnu Hadjar (1996,
75

hal. 160) berpendapat bahwa instrumen merupakan alat ukur yang digunakan

untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel

secara objektif. Sedangkan Sumadi Suryabrata (2008, hal. 52) menjelaskan bahwa

instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk merekam keadaan dan

aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis itu secara teknis

biasanya digolongkan menjadi kognitif dan atribut non kognitif. Selanjutnya

Sumadi mengemukakan bahwa untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah

pertanyaan,sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah

pernyataan. Yusuf (2013) menyatakan bahwa secara umum instrumen penelitian

yang dapat digunakan peneliti dalam penelitian kuantitatif antara lain kuesioner

dengan skala tertentu. Kuesioner merupakan kumpulan pertanyaan atau

pernyataan yang berhubungan dengan topik tertentu diberikan kepada sekelompok

individu dengan maksud untuk memperoleh data.

Dalam penelitian ini, instrumen penelitiankuesioner penelitian disusun

berdasarkan pada hasil kajian sintesis tiap variabel, dimana masing-masing

variabel dibangun berdasarkan teori-teori yang dikemukakan para ahli dan

peneliti sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut dikembangkan kisi-kisi

intrumen sebagai berikut:

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Variabel Indikator Item

A. Motivasi kerja ketekunan, kegairahan dan semangat kerja 1, 2, 3


keras
Disiplin dan bertanggung jawab 4, 5
Dorongan untuk sukses 6, 7
Memberikan umpan balik 8
Berusaha meningkatkan ketrampilan 9, 10
76

Variabel Indikator Item

Mandiri dalam bekerja 11


Kreatif, inovatif dan menyukai tantangan 12, 13, 14

B. Kepemimpinan Kharisma, 1, 2
kepala sekolah
Inspiratif, 3, 4
Stimulasi intelektual 5, 6
Pertimbangan individual 7, 8

C. Literasi digital Pengalaman menggunakan Teknologi 1, 2


guru informasi dan Komputer dalam mengajar
Mengakses informasi dari internet dalam 3, 4
proses belajar mengajar
Dukungan untuk guru dalam menggunakan 5, 6
TIK
Aktifitas dan materi berbasis TIK yang 7, 8
digunakan untuk mengajar
Hambatan penggunaan ICT dalam proses 9, 10
belajar mengajar
Skill guru 11, 12
ICT dalam manajemen sekolah 13, 14

D. Kinerja Guru Kehadiran Melaksanakan Tugas 1, 2


Membangun Suasana Kelas yang
3, 4
menyenangkan
Menggunakan media tambahan untuk
5, 6
menunjang pembelajaran
Menerapkan metode pembelajaran 7, 8
Melaksanakan tes akhir kegiatan 9. 10
pembelajaran
Merumuskan materi pembelajaran 11, 12
Relevan dengan kehidupan 13, 14
Mendokumentasikan bukti keberhasilan
15, 16
belajar peserta didik.

Skala pengukuran menggunakan penilaian skala likert (likert scale),

dengan rentang nilai 1 sampai dengan 5. Guru sebagai responden diminta


77

untuk memberikan penilaiannya sesuai pandangan atau persepsinya sendiri

(self ratings). Alternatif pilihan jawabannya adalah, Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), ragu-ragu (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Skoring untuk jawaban Sangat Setuju (SS) diberikan nilai 5, dan seterusnya

menurun sampai jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) yang akan diberikan

nilai 1.

D. Prosedur Pengumpulan Data

1. Waktu penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada

awal bulan Februari 2021 sampai dengan akhir Januari 2022. Adapun

tahapan kegiatannnya meliputi: penelitian pendahuluan, studi Pustaka,

penyususnan proposal penelitian, pengurusan perijinan penelitian,

pengumpulan data, analisis data, dan penulisan laporan hasil penelitian.

2. Lokasi penelitian

Lokus penelitian ini atau unit analisisnya adalah guru-guru Sekolah

Dasar, yang difokuskan di 33 Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Tanjung

Priok Jakarta Utara.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan melalui metode survei, sedangkan teknik

analisa data structural equation modeling (SEM) dengan software SMART

PLS 3. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel endogen adalah

motivasi dan kinerja guru, sedangkan sebagai variabel eksogen adalah

kepemimpinan kepala sekolah dan literasi digital guru.


78

E. Metode Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan Partial Least Square (PLS).

Penghitungan statistik menggunakan software Smart PLS. PLS dihitung

dengan pendekatan variance atau component based structural equation

modeling. Tujuan PLS-SEM adalah untuk mengembangkan teori atau

membangun teori (orientasi prediksi). Smart PLS sangat cocok digunakan

untuk menjelaskan hubungan antar variabel laten.

Analisis PLS-SEM terdiri dari model pengukuran (measurement model)

atau outer model yakni merupakan model yang menunjukkan variable-

variabel laten lengkap dengan variable-variabel operasionalnya, dan model

struktural (structural model) atau inner model, yakni yang menunjukkan

hubungan antar variable laten.

1. Uji model pengukuran atau outer model

Outer model menunjukan hubungan antara setiap blok indikator

terhadap variable latennya, artinya setiap indikator dari setiap variable

memiliki hubungan yang dapat dilihat dari nilai outer loding nya, nilai yang

baik adalah nilai yang mendekati satu. Selanjutnya melakukan alogaritma

PLS, dimana Algoritma dasar PLS pada dasarnya adalah urutan regresi

dalam hal validitas butirnya (Jörg Henseler, 2009).

Evaluasi model pengukuran dilakukan melalui analisis faktor

konfirmatori dengan menguji validity convergent dan discriminant.

Sedangkan untuk uji reliabilitas dilakukan dengan Cronbach’s Alpha dan

Composite Reliability (Ghozali & Latan, 2015).

a. Convergent validity
79

Convergent validity dari model pengukuran dengan indikator refleksif

dapat dilihat dari korelasi antara item score/indikator dengan score

konstruknya. Ukuran reflektif individual dikatakan tinggi jika

berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Pada riset

tahap pengembangan, skala, loading 0,50 sampai 0,60 masih dapat

diterima (Ghozali & Latan, 2015).

b. Discriminant validity

Discriminant validity indikator dapat dilihat pada cross loading antara

indikator dengan konstruknya. Korelasi konstruk dengan indikatornya

harus lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi indikator konstruk

lainnya, hal tersebut menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi

indikator pada blok mereka lebih baik, dibandingkan dengan indikator

di blok lainnya.

Fornell & Larcker (1981) dalam Ghozali menjelaskan metode lain yaitu

dengan membandingkan akar kuadrat dari average variance extracted

(√AVE) pada setiap konstruk. Model dikatakan mempunyai discriminant

validity yang cukup baik jika akar AVE untuk setiap konstruk lebih besar

dari pada korelasi antara konstruk dan konstruk lainnya (Ghozali, 2011).

Model dikatakan baik apabila AVE masing-masing konstruk nilainya

lebih besar dari 0,50.

c. Reliability

Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi dan

ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Dalam PLS-SEM untuk

mengkur reliabilitas suatu konstruk dengan indikator refleksif dapat


80

dilakukan dengan dua cara yaitu dengan Cronbach’s Alpha dan

Composite Reliability. Konstruk dinyatakan reliable jika nilai composite

reliability maupun Cronbach alpha di atas 0,70.

2. Uji model struktural atau inner model

Inner model, sebagai cara pengujian hipotesis yang dibangun, dimana

akan menunjukkan hubungan atau kekuatan estimasi antar variabel laten

atau konstruknya.

a. Uji kebaikan model (goodness of fit)

Pengujian terhadap model struktural dengan melihat nilai R-Square yang

merupakan uji goodness-fit model. Perubahan nilai R-Square dapat

digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen tertentu

terhadap variabel laten endogen. Sebagai pedoman dari para ahli, nilai

R-Square 0,75, 0,50 dan 0,25 dapat disimpulkan bahwa model kuat,

moderate dan lemah

b. F-Square

Uji F-Square ini dilakukan untuk mengatahui kebaikan model.

Pedomannya adalah nilai F-Square sebesar 0,02, 0,15 dan 0,35 dapat

diinterpretasikan apakah prediktor variabel laten mempunyai pengaruh

yang lemah, medium, atau besar pada tingkat struktural (Ghozali, 2011).

c. Estimate For Path Coefficients

Dalam SEM-PLS, signifikansi pengaruh antar variabel dilihat dari nilai

koefisien parameter atau nilai signifikansi T-statistic harus lebih besar


81

dibandingkan dengan T-tabel atau melihat P value, di mana tingkat

signifikansinya menunjukkan angka kurang dari 0,05

3. Uji pengaruh tidak langsung

Sesuai hipotesis yang diajukan yaitu terdapat pengaruh tidak langsung

antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru melalui

literasi digital guru, maka dalam penelitian ini terdapat variabel intervening

yaitu literasi digital guru. Jika nilai T-statistik lebih besar dibandingkan

dengan T-tabel dan P-value lebih kecil dari pada tingkat signifikan yang

digunakan yaitu 5%, maka terdapat pengaruh tidak langsung antara

Kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru melalui literasi

digital guru.
82

BAB IV

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru SD pada 33 Sekolah

Dasar Negeri di Kecamatan Tanjug Priok, Jakarta Utara. Adapun jumlah

populasi guru Sekolah Dasar Negeri di kecamatan tersebut adalah sebanyak

644 orang. Dengan menyebarkan questioner melalui kepala sekolah masing

masing, dan terkumpul responden sebanyak 269 responden dan sudah

memenuhi kriteria sampel.

Deskripsi data dapat ditampilkan sebagai berikut;

1. Responden berdasaran usia

Tabel 4.1 Data Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persentase


1 <31 Tahun 40 14.9%
2 31-40 Tahun 79 29.4%
3 41-50 Tahun 63 23.4%
4 >50 Tahun 87 32.3%
Total 269 100%

40;
(14.
9%)
87; (32.3%)

<31 Tahun
31-40 Tahun
79; (29.4%) 41-50 Tahun
>50 Tahun
63; (23.4%)
83

Gambar 4.1. Proporsi Responden Berdasarkan Usia

2. Responden berdasaran masa kerja

Tabel 4.2. Kategori responden berdasarkan masa kerja

No Masa Kerja Jumlah Persentase

1 <5 Tahun 52 19.3%

2 6-10 Tahun 56 20.8%

3 11-15 Tahun 44 16.4%

4 >15 Tahun 117 43.5%

Total 269 100%

52; (19.3%)
117; (43.5%) <6 Tahun
56; (20.8%) 6-10 Tahun
11-15 Tahun
44; (16.4%)
>15 Tahun

Gambar 4.2. Proporsi Responden Berdasarkan Masa Kerja

3. Responden berdasaran jenis kelamin

Tabel 4.3. Klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Pria 68 25.3%

2 Wanita 201 74.7%

Total 269 100%


84

68; (25.3%)

Pria
Wanita
201; (74.7%)

Gambar 4.3. Proporsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

4. Responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan responden hampir semua S1 hanya 2 setara SLTA/diploma

B. Analisis Data Hasil Penelitian

1. Skema model partial least square (PLS)

Pada penelitian ini, pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis

Partial Least Square (PLS) dengan program smartPLS 3.0. Berikut ini

adalah skema awal model program PLS yang diujikan :


85

Gambar 4.4. Model penelitian SmartPLS

Pada saat peneliti melakukan analisis outer model pada Partial Least

Square (PLS), peneliti menemui kasus bahwa tidak memenuhi syarat

validitas dan relibilitas. Sehingga peneliti harus melakukan pemodelan baru

yaitu mengeluarkan indikator yang tidak valid dengan membuang indikator

atau item pertanyaan yang memiliki cross loading >0,6 (Ghazali, 2011).

Hasil permodelan setelah menghapus cross loading > 0,6 menghasilkan

tampilan seperti gambar 4.5.


86

Gambar 4.5. Skema Akhir SmartPLS

Dalam pemodelan baru di penelitian ini untuk literasi digital guru

memiliki 11 indikator, Kepemimpinan Kepala Sekolah memiliki 7 indikator;

Motivasi memiliki 9 indikator; dan Kinerja guru memiliki 15 indikator.

2. Evaluasi outer model

Outer model menunjukan hubungan antara setiap blok indikator

terhadap variable latennya, artinya setiap indikator dari setiap variable

memiliki hubungan yang dapat dilihat dari nilai outer loding nya, nilai yang

baik adalah nilai yang mendekati satu.


87

Selanjutnya peneliti melakukan alogaritma PLS, dimana Algoritma

dasar PLS pada dasarnya adalah urutan regresi dalam hal validitas butirnya

(Jörg Henseler, 2009).

Gambar 4.6. Outer Model

Dalam analisis outer model terdapat beberapa bagian didalamnya yaitu

convergen validity, discriminant validity, composite reliability dan cronbach

alpha.

a. Convergen Validity

Untuk menguji convergent validity digunakan nilai outer loading atau

loading factor. Suatu indikator dinyatakan memenuhi convergent validity

dalam kategori baik apabila nilai outer loading > 0,7. Akan tetapi Menurut
88

Chin seperti yang dikutip oleh Imam Ghozali, nilai outer loading antara 0,5 –

0,6 sudah dianggap cukup untuk memenuhi syarat convergent validity.

Berikut adalah nilai outer loading dari masing-masing indikator pada

variabel penelitian:

Tabel 4.4. Outer Loading

Kepemimpinan Literasi Digital


Kinerja Guru Motivasi Kerja
Kepala Sekolah Guru
A1 0.729
A10 0.767
A13 0.670
A14 0.671
A2 0.741
A4 0.650
A6 0.746
A7 0.735
A9 0.715
B1 0.852
B2 0.714
B3 0.869
B4 0.885
B5 0.828
B6 0.791
B7 0.779
C1 0.763
C11 0.651
C12 0.622
C13 0.647
C2 0.818
C3 0.772
C4 0.847
C5 0.773
89

Kepemimpinan Literasi Digital


Kinerja Guru Motivasi Kerja
Kepala Sekolah Guru
C6 0.714
C7 0.818
C8 0.788
D1 0.711
D10 0.755
D11 0.774
D12 0.795
D13 0.853
D14 0.812
D16 0.761
D2 0.777
D3 0.791
D4 0.844
D5 0.832
D6 0.809
D7 0.859
D8 0.776
D9 0.724

Berdasarkan tabel di atas tidak ada yang outer loading nya di bawah

0,6 indikator sehingga dinyatakan layak atau valid.

b. Discriminant validity

Selanjutnya pada bagian ini akan dilakukan hasil uji discriminant

validity. Uji discriminant validity menggunakan nilai akar kuadrat dari

average variance extracted (√AVE). Dalam SmartPLS disebut dengan Fornell

Larcker Criterion. Tabel 4.5. menunjukkan olahan data dimana hasil yang

didapatkan adalah sebagai berikut :


90

Tabel 4.5. Fornell-Larcker Criterion

Kepemimpinan Kinerja Literasi Motivasi


Kepala Sekolah Guru Digital Guru Kerja
Kepemimpinan Kepala
0.818
Sekolah
Kinerja Guru 0.587 0.793

Literasi Digital Guru 0.544 0.719 0.750

Motivasi Kerja 0.588 0.743 0.701 0.715

Tabel 4.6. Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT)

Literasi
Kepemimpinan Kinerja Motivasi
Digital
Kepala Sekolah Guru Kerja
Guru
Kepemimpinan Kepala
Sekolah
Kinerja Guru 0.620

Literasi Digital Guru 0.576 0.755

Motivasi Kerja 0.647 0.805 0.768

Berdasarkan tabel 4.5. di atas, maka semua akar dari tabel Fornell-

Larcker Criterion) tiap konstruk lebih besar dari pada korelasinya dengan

variable lainnya. Demikian pula dalam tabel 4.6. Heterotrait-Monotrait Ratio

(HTMT) dimana hasilnya menunjukkan nilainya <0,8, hal ini menjelaskan

bahwa intrumen yang dipergunakan tersebut telah memenuhi syarat

discriminant validity nya yang mana instrumen dapat menjelaskan fenomena

yang diukur. Dengan begitu berarti instrumen dalam penelitian ini dapat

menjelaskan setiap variabel yang akan diukur.

c. Reliability
91

Berdasarkan tabel 4.7. dapat dilihat nilai Average Variance Extracted

yang sudah lebih dari 0,50 yang berarti konstruk dapat menjelaskan 50%

atau lebih varians itemnya. Demikican dengan Alpha Cronbach, semua

variable memiliki nilai di atas 0,7, dengan demikian sudah memenuhi

persyaratan dalam aspek contruct reliability dan validity.

Tabel 4.7. Construct Reliability and Validity

Cronbach's Composite Average Variance


rho_A
Alpha Reliability Extracted (AVE)
Kepemimpinan
0.917 0.920 0.934 0.670
Kepala Sekolah
Kinerja Guru 0.957 0.958 0.962 0.628
Literasi Digital Guru 0.921 0.929 0.933 0.563
Motivasi Kerja 0.880 0.883 0.904 0.511

d. Colonierity
Tabel 4.8. Colonierity Inner VIF Values

LITERASI
KEPEMIMPINA KINERJA
DIGITAL MOTIVASI
N GURU
GURU
Kepemimpinan Kepala
1.000 1.421
Sekolah
Kinerja Guru
Literasi Digital Guru 1.421
Motivasi Kerja 1.000

Hasil dari Inner VIF Values, menunjukkan tidak terjadi colonierity.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa berbagai persyaratan pengujian

hipotesis telah dipenuhi, dan selanjutnya akan dilakukan analisis Inner

model untuk menguji pengaruh antar variabel yang dijadikan hipotetis

dalam penelitian.
92

3. Uji inner model

Pada penelitian ini variable latennya adalah literasi digital guru,

Motivasi kerja dan Kinerja Guru yang akan dijelaskan berdasarkan hasil uji

goodness of fit, uji path coefficient dan uji Indirect Effects dengan SmartPLS

3.0

a. Uji kebaikan model (Goodness of Fit)

Uji goodness-fit-model adalah nilai R-Square yang merupakan inner

model PLS SEM Coefficient determination (R-Square) digunakan untuk

mengukur seberapa banyak variabel endogen dipengaruhi oleh variabel

lainnya. Nilai R-Square diharapkan antara 0 - 1.

Tabel 4.9. R-Square


R Square
R Square
Adjusted
Kinerja Guru 0.552 0.550

Literasi Digital Guru 0.296 0.294

Motivasi Kerja 0.552 0.549

Berdasarkan tabel 4.9. nilai R-Square menunjukan pengaruh variabel

kinerja guru yang dipengaruhi oleh motivasi kerja guru, nilai R-Square

adalah 0,552 atau 55,2 %, artinya kinerja guru dipengaruhi oleh motivasi

kerja guru.

Untuk variabel literasi digital guru dipengaruhi oleh kepemimpinan

kepala sekolah menunjukkan nilai R-Square sebesar 0,296 atau 29,6%, dan

sisanya dipengaruhi oleh variable lain. Besaran angka ini di bawah 33% dan

dianggap kategori lemah.


93

Untuk variabel motivasi kerja yang dipengaruhi oleh literasi digital

guru dan kepemimpinan kepala sekolah, nilai R-Square nya adalah sebesar

0,552 atau 55,2 %. Hal ini berarti variable motivasi kerja dipengaruhi oleh

kepemimpinan kepala sekolah dan literasi digital guru sebesar 55,2 %,

sisanya dipengaruhi variabel lainnya, dan nilai ini lebih dari 33% namun

kurang dari 67%, maka pengaruh konstruk variable kepemimpinan kepala

sekolah dan literasi digital guru terhadap motivasi kerja guru termasuk

sedang, artinya memiliki pengaruh substantive dalam tingkat sedang.

Tabel 4.10. Model_Fit

Saturated Model Estimated Model

SRMR 0.062 0.085

d_ULS 3.467 6.479

d_G 1.712 1.758

Chi-Square 2267.411 2313.384

NFI 0.757 0.752

rms Theta 0.114

Kesimpulannya adalah bahwa konstruk variabel yang dipengaruhi atau

endogen dalam penelitian ini dapat dipengaruhi oleh variabel yang

mempengaruhi atau eksogen dengan pengaruh dalam kriteria sedang.

b. Path Coefficient dan uji hipotesis

Path coefficients antar konstruk di sini adalah nilai koefisien untuk

melihat signifikansi dan kekuatan hubungan antar konstruk. Path

Coefficient merupakan pengaruh langsung antara variable eksogen dengan


94

variable endogen. Hasil dari analisis bootstrapping PLS SEM direct effects

adalah sebagai berikut :

Tabel 4.11. Path Coeficient

Standard
Original Sample T Statistics (| P
Deviation
Sample (O) Mean (M) O/STDEV|) Values
(STDEV)
Kepemimpinan Kepala Sekolah -> Literasi
0.544 0.551 0.047 11.497 0.000
Digital Guru
Kepemimpinan Kepala Sekolah -> Motivasi
0.293 0.292 0.047 6.208 0.000
Kerja

Literasi Digital Guru -> Motivasi Kerja 0.542 0.544 0.047 11.646 0.000

Motivasi Kerja -> Kinerja Guru 0.743 0.748 0.030 24.501 0.000

Acuan Nilai path coefficients berkisar antara -1 hingga +1. Semakin

mendekati nilai +/-1, hubungan kedua konstruk semakin kuat. Dari tabel

4.10. dapat dilihat hubungan nilai tiap variable berpengaruh semakin kuat

karena nilai path coefficients (lihat nilai original sample) seluruh variabelnya

mendekati +1. Nilai signifikansi yang terlihat t-statistik harus > 1,96 atau p-

value < 0,05 dan dapat disebut sebagai signifikan. Merujuk pada tabel 4.10.

dapat dijelaskan bahwa;

1) variabel kepemimpinan kepala sekolah terhadap literasi digital guru

sebesar 0,544’ dengan p-value 0,00 < 0,05 atau t-statistik > t-tabel

(11,417>1,96) yang berarti variabel kepemimpinan kepala sekolah

berpengaruh positif signifikan terhadap literasi digital guru.

2) Variabel kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru

sebesar 0,293 dengan p-value 0,00 < 0,05 atau t-statistik > t-tabel

(6,208>1,96), yang berarti variabel kepemimpinan kepala sekolah

berpengaruh positif dan signifkan terhadap motivasi kerja guru


95

3) Variabel literasi digital guru terhadap motivasi kerja guru sebesar 0,542

dengan nilai p-values 0,00 < 0,05 atau atau t-statistik > t-tabel

(11,646>1,96), yang berarti variabel literasi digital guru berpengaruh

positif dan signifkan terhadap motivasi kerja guru

4) Variabel motivasi kerja guru terhadap kinerja guru sebesar 0,743 dengan

nilai p-value sebesar 0,00 < 0,05 atau t-statistik > t-tabel (24,501>1,96).

yang berati variabel motvasi kerja guru berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja guru.

4. Uji pengaruh tidak langsung

Untuk pengaruh tidak langsung dapat dilihat pada 4.11. dibawah ini.

Tabel 4.12. Specific Indirect Effects

Original Sample Standard


T-Statistics (| P-
Sample Mean Deviation
O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)

Kepemimpinan Kepala Sekolah -> Motivasi


0.217 0.219 0.037 5.904 0.000
Kerja -> Kinerja Guru
Literasi Digital Guru -> Motivasi Kerja ->
0.403 0.408 0.041 9.779 0.000
Kinerja Guru
Kepemimpinan Kepala Sekolah -> Literasi
Digital Guru -> Motivasi Kerja -> Kinerja 0.219 0.224 0.028 7.789 0.000
Guru
Kepemimpinan Kepala Sekolah -> Literasi
0.295 0.299 0.032 9.093 0.000
Digital Guru -> Motivasi Kerja

Sesuai hipotesis yang diajukan adalah terdapat pengaruh tidak langsung

antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru melalui

literasi digital guru, dan sesuai dengan tabel menunjukkan coefficient path

sebesar 0,295 T-statistik > T-tabel (9,093 > 1,96), dan P-value 0,00 < 0,05,

artinya terdapat pengaruh tidak langsung antara Kepemimpinan kepala

sekolah terhadap motivasi kerja guru melalui literasi digital guru,


96

5. Rangkuman hasil pengujian statistik

Hasil di atas dapat digambarkan dalam model sebagai hasil penelitian

sebagai berikut:

Gambar 4.7. Inner Model

Hasil analisis data dapat disimpulkan dalam tabel 4.12. sebagai rangkuman

hasil analisis seperti di bawah ini.

Tabel 4.13. Rangkuman hasil

Coef.
HiOpotesis T-Statistik P-Value Kesimpulan
Path
Kepemimpinan kepala 0.544 11.497 0.000 Hipotesis diterima
sekolah berpengaruh
97

Coef.
HiOpotesis T-Statistik P-Value Kesimpulan
Path
terhadap Literasi
digital guru.
Kepemimpinan kepala
sekolah berpengaruh
0.293 6.208 0.000 Hipotesis diterima
terhadap motivasi
kerja
Literasi digital guru.
berpengaruh terhadap 0.542 11.646 0.000 Hipotesis diterima
Motivasi kerja
Motivasi kerja
berpengaruh terhadap 0.743 24.501 0.000 Hipotesis diterima
Kinerja Guru
Kepemimpinan 0.295 9.093 0.000 Hipotesis diterima
Kepala Sekolah
berpengaruh terhadap
Motivasi kerja melalui
literasi digital guru
98

C. Pembahasan

1. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap literasi digital

guru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah

berpepngaruh positif dan signifikan terhadap literasi digital guru. Artinya

perilaku kepemimpinan yang positif dapat mendoroang kemampuan literasi

digital guru. Secara teoritis temuan penelitian sejalan atau memperkuat

penelitian sebelumnya seperti hasil peneltian Suharyati dan Laihad (2019)

yang menemukan bahwa, kepemimpinan transformasional dan

kepemimpinan visioner berpengaruh signifikan terhadap kompetensi guru

yang dapat meningkatkan kreativitas dalam bidang literasi pengajaran. Dan

memperkuat penelitian oleh Paul, Amuhaya dan Wanjala (2020); (Santoso,

et. al., 2019), (Suharyati & Laihad, Model of School Principal Leadership

Shaping Pedagogic Competence and Teacher Digital Literacy, 2019)

Di era digital, murid sejak taman kanak-kanak sudah diperkenalkan

dengan penggunaan teknologi digital dalam proses belajar mengajar,

terlebih di masa pademi dengan pola daring. Untuk itu guru dituntut harus

mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan

computer. Guru SD harus dapat memanfaatkan teknologi digital dalam

proses pengajaran. Hasil penilitian ini, menunjukkan bahwa pentingnya

peran kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan literasi digital

guru. Kepemimpinan kepala sekolah harus dapat memberikan keteladanan

dan mendorong guru untuk selalu memanfaatkan teknologi digital, dengan

memberikan fasilitas, pelatihan dan memberikan bimbingan.


99

2. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap motivasi kerja

guru.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah

berpengaruh positip terhadap motivasi kerja guru, artinya berbagai

tindakan positip kepemimpinan kepala sekolah akan mendongkrak motivasi

kerja guru. Demikian pula sebaliknya, kepemimpinan kepala sekolah yang

kurang baik, akan membuat menurunnya motivasi kerja guru. Hasil

penelitian ini sejalan atau memperkuat penelitian sebelumnya (Siswoyo

Haryono, Nurul Iman, Hima Amrullah, & S & uhaimi Surah, 2020;

Shepherd-Jones & Salisbury-Glennon, 2018; Um, Joo, & Her, 2018). ).,

(Shepherd-Jones & Salisbury-Glennon, 2018), ( (Um, Joo, & Her, 2018).

Motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi energi,

diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan (Robbins &

Coulter, 2010). Di era pandemi dengan cara kerja work from home, memang

agak sulit kepala sekolah dalam memainkan peran kepemimpinannya,

terutama dalam aspek supervisi, bimbingan secara tatap muka. Sehingga

sulit membuat motivasi ekstrinsik guru tidak terdorong secara maksimal.

Motivasi kerja guru sebagai salah satu faktor internal sangat mempengaruhi

kinerja guru (Girdwichai & Sriviboon, 2020); (Robescu & Iancu, 2016). Hasil

penelitiain ini menunjukkan bahwa peran kepemimpinan kepala sekolah

sangat diperlukan dalam motivasi para guru.

3. Literasi digital guru berpengaruh terhadap motivasi kerja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa literasi digital guru

berpengaruh positif secara signifikan terhadap motivasi kerja. Artinya


100

semakin meningkat literasi digital yang dimiliki para guru, akan

meningkatkan motivasi kerjanya. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh (Hobbs & Tuzel, 2017); (Itsekor & James,

2012).

Cara pengajaran dengan daring di saat pandemi atau work form home,

menuntut pemahaman terhadap berbagai platform dan berbagai informasi

yang beredar di internet. Untuk itu literasi digital menjadi tuntutan utama.

Peningkatan literarsi digital akan membuat guru lebih nyaman dan merasa

“tidak tertinggal” dalam informasi. Penguasaan materi, metodologi, atau

penggunaan teknologi atau lainnya baru akan membuat guru lebih semangat

lagi dalam mengajar, apalagi pengajaran dilakukan secara daring.

4. Motivasi kerja berpengaruh terhadap Kinerja Guru.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh

posiif signifikan terhadap kinerja guru. Semakin tinggi motivasi kerjanya

semakin tinggi kinerjanya. Penemuan penelitian ini memeperkuat penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Robedcu dan Iancu (2016); Girdwichai dan

Sriviboon (2020)

Motivasi mengacu pada proses di mana usaha seseorang diberi energi,

diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan (Robbins &

Coulter, 2010). Sehingga motivasi awal menjadi guru akan menentukan

prestasi kinerjanya. Motivasi kerja sebagai salah satu faktor internal sangat

mempengaruhi kinerja guru, dan menjadi sangat penting bagi guru dalam

melaksanakan tugasnya. Tanpa motivasi kerja, guru akan sulit untuk

memiliki kinerja yang baik.


101

5. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap motivasi kerja

melalui literasi digital guru.

Dalam penelitian ini menemukan bahwa kepemimpinan kepala sekolah

berpengaruh terhadap motivasi melalui literasi digital guru, yaitu

berpengaruh positif signifikan, Dengan demikian literasi digital guru dapat

berfungsi sebagai variabel mediasi antara pengaruh kepemimpinan kepala

sekolah terhadap motivasi kerja guru. Namun dalam hipotesis sebelumnya

peran kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh langsung positif

signifikan. Sehingga literasi digital guru berfungsi sebagi mediator secara

sebagian (partially mediating). Dengan demikian peran kepemimpinan dapat

mempengaruhi motivasi kerja baik secara langsung atau melalui literasi

digital guru. Dan keduanya memiliki besaran pengaruh yang relatif sama.

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk pengembangan pengajaran di

Sekolah Dasar di Kecamatan Tanjung Priok. Tiga variabel prediktor yang

diduga berpengaruh ternyata terbukti semua, sehingga ke depan di dalam

upaya peningkatan kinerja guru dapat dilakukan upaya- upaya:

1) Dalam aspek kepemimpinan, memiliki peran penting dalam

meningkatkan kinerja guru. Di masa pandemi dibutuhkan pemimpin

yang mumpuni meski dilakukan dengan “Virtual”. Peningkatan

kepemimpinan kepala sekolah harus terus dijaga, baik dalam aspek

kepemimpinan itu sendiri, dan literasi digital guru.

2) Literasi digital guru harus selalu ditingkatkan. Pemahaman terhadap

berbagai aplikasi dan cara memanfaatkan berbagai informasi berbasis

internet, terutama pada guru-guru yang berusia di atas 50 tahun yaitu


102

sekitar 33% dari responden yang dianggap kemampuan literasi

digitalnya masih belum memadai. Sedangkan para guru yang masih

berusia di bawah 50 tahun, yaitu sekitar 45% di bawah 40 tahun dapat

dianggap generasi yang sudah biasa bekerja menggunakan teknologi

informasi dan komputer.

3) Motivasi kerja guru, juga harus selalu mendapat perhatian, bukan saja

kebutuhan intrinsik saja, namun kebutuhan ekstrinsiknya. Lebih dari

74% repomden adalah wanita. Sehingga mungkin saja berperan ganda

sebagai guru dan ibu rumah tangga. Sehingga peran kepala sekolah

menjadi vital dalam memberikan motivasi kepada para guru-guru

bawahannya.
103

BAB V

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh positif dan signifikan

terhadap literasi digital guru. Artinya perilaku kepemimpinan yang

positif dapat mendorang kemampuan literasi digital guru.

2. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh positif terhadap motivasi

kerja, artinya berbagai tindakan positif kepemimpinan kepala sekolah

akan mendongkrak motivasi kerja guru.

3. Literasi digital guru berpengaruh positif secara signifikan terhadap

motivasi kerja. Artinya semakin meningkat literasi digital yang dimiliki

para guru, akan meningkatkan motivasi kerjanya.

4. Motivasi kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru.

Semakin tinggi motivasi kerjanya semakin tinggi kinerjanya.

5. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap motivasi kerja

melalui literasi digital guru, hasilnya berpengaruh positif signifikan,

Dengan demikian literasi digital guru dapat berfungsi sebagai variabel

mediasi antara pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap

motivasi kerja.

B. Saran

Sebagai saran dan rekomendasi dari penelitian ini, adalah:


104

1. Perlunya peningkatan kepemimpinan kepala sekolah harus terus dijaga,

baik dalam aspek kepemimpinan itu sendiri, dan literasi digital guru

2. Motivasi kerja guru juga harus selalu mendapat perhatian, bukan saja

kebutuhan intrinsik saja, namun kebutuhan ekstrinsiknya. Lebih dari

74% responden adalah wanita. Sehingga mungkin saja berperan ganda

sebagai guru dan ibu rumah tangga. Sehingga peran kepala sekolah

menjadi vital dalam memberikan motivasi kepada para guru-guru

bawahannya.

3. Literasi digital guru harus selalu ditingkatkan, pemahaman terhadap

berbagai aplikasi, dan cara memanfaatkan berbagai informasi berbasis

internet, terutama pada guru-guru yang berusia di atas 50 tahun.


105

Anda mungkin juga menyukai