Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kunci untuk meningkatkan sumber daya manusia

Indonesia yang unggul. Oleh karena itu, profesi guru menjadi sangat menentukan

sebagai ujung tombak pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang

berkualitas dan unggul. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang

berkualitas dan unggul, pemerintah sebagai regulator mempunyai kewajiban

untuk mencetak para guru yang berkualitas dan unggul pula.

Arah kebijakan pemerintah untuk mendorong terwujudnya hal tersebut

salah satunya berupa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen. Dalam Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan bahwa guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor

16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 5

Ayat 1 menjelaskan bahwa tugas utama Guru adalah mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah serta tugas tambahan yang relevan dengan fungsi

sekolah/madrasah. kemudian pasal 6 menyebutkan kewajiban Guru dalam

melaksanakan tugas adalah:

1
1. Merencanakan pembelajaran/bimbingan, melaksanakan pembelajaran/
bimbingan yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran/ bimbingan, serta melaksanakan pembelajaran/perbaikan
dan pengayaan;
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
3. Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode
etik Guru, serta nilai agama dan etika; dan
5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Ciri utama dari berhasilnya membentuk guru yang berkualitas dan unggul

dengan kata lain profesional di bidangnya adalah terwujudnya pendidikan yang

bermutu. Operasionalnya dapat kita lihat pada Business Core sistem pendidikan

nasional, yaitu kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran. Dengan demikian,

kinerja mengajar guru di sekolah akan sangat menentukan terhadap terwujudnya

pendidikan nasional yang bermutu.

Namun sampai saat ini, kinerja mengajar guru di Indonesia masih belum

mencapai pada taraf yang memuaskan walaupun berbagai program telah

pemerintah gulirkan. Hal ini dapat dilihat dari data Bappenas (Muslim, 2013)

menyebutkan bahwa hasil survei yang dilakukan oleh UNESCO untuk kualitas

kinerja guru di Indonesia berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Hal ini

menunjukkan bahwa kinerja mengajar guru di Indonesia masih belum sesuai

dengan yang dicita-citakan. Dengan kata lain, sebagian guru di Negara Indonesia

belum optimal melaksanakan kinerja mengajarnya sesuai dengan yang

diharapkan.

2
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru. Vroom

(Amstrong, 2009: 32) mengemukakan bahwa suggested that performance is a

function of ability and motivation as depicted in the formula: Performance = ƒ

(ability × motivation). The effects of ability and motivation on performance are

not additive but multiplicative. People need both ability and motivation to perform

well, and if either ability or motivation is zero there will be no effective

performance. Fauza (2010) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja guru adalah tingkat pendidikan guru, supervisi pengajaran, program

penataran, iklim yang kondusif, sarana dan prasarana, kondisi fisik dan mental

guru, gaya kepemimpinan kepala sekolah, jaminan kesejahteraan, dan kemampuan

manajerial kepala sekolah”.

Perubahan dalam dunia pendidikan dapat dilakukan dengan prasyarat yang

harus terlebih dahulu dibentuk adalah perubahan iklim dan budaya yang

menunjang upaya perubahan. Dalam hal ini agak sulit untuk menentukan bentuk

dan iklim budaya sekolah secara tepat dan bersifat universal, karena perubahan

iklim dan budaya tersebut harus dihubungkan pada sifat perubahan pendidikan

yang diinginkan. Selanjutnya dapat pula disokong dengan membentuk iklim dan

budaya sekolah yang penuh kedewasaan antara berbagai pihak.

Budaya sekolah merupakan bagian dari budaya organisasi. Jika iklim

merupakan aspek psikologis dari sekolah, maka budaya merupakan aspek/sisi

simbolik dari sekolah. Keadaan di lapangan masih ada beberapa sekolah yang

belum mampu menciptakan budaya organisasi sekolah yang kondusif. Hal ini

dapat ditunjukkan dengan kurang terbinanya hubungan baik antara kepala sekolah

3
dengan guru, guru dengan guru, guru dengan staf, serta guru dengan masyarakat

sekitar sekolah. Budaya organisasi sekolah harus mampu memberikan situasi yang

nyaman yang mampu membangun kebersamaan dan menyatukan cara pandang

guru, staf, dan kepala sekolah dalam rangka mencapai tujuan antara lain melalui

pembentukan mental bekerja yang Kinerja dengan dedikasi dan loyalitas yang

tinggi terhadap pekerjaannya, pembentukan visi misi yang tegas, bimbingan,

pengarahan koordinasi yang baik, dan pengawasan untuk itu dibutuhkan kepala

sekolah yang mampu mengelola segenap sumber daya untuk meningkatkan

kualitas pendidikan, melibatkan komponen masyarakat, mewujudkan budaya

organisasi sekolah yang kondusif mampu meningkatkan kinerja guru.

Menurut Engkoswara & Komariah (2011: 229) “supervisi dapat berarti

pengawasan yang dilakukan oleh orang yang ahli/profesional dalam bidangnya

sehingga dapat memberikan perbaikan dan peningkatan/pembinaan agar

pembelajaran dapat dilakukan dengan baik dan berkualitas”. Sedangkan

pengertian motivasi menurut Luthan (2011) menjelaskan bahwa Motivation is a

process that starts with physiological and psychological deficiency or need that

activates a behavior or a drive that is aimed at goal or incentive.Thus, the key to

understanding the process of motivation lies in the meaning of, and relationship

among, need, drives, and incentives.

Kepala sekolah sebagai pimpinan langsung di sekolah, tentunya sangat

mengetahui situasi dan kondisi sekolah yang sebenarnya. Selain itu, kepala

sekolah juga mengetahui kekurangan dan kelebihan para guru. Oleh karena itu,

kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk melakukan supervisi terhadap para

4
guru yang berada di sekolahnya tanpa terkecuali. Supervisi kepala sekolah

sangatlah penting untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja mengajar guru.

Seorang kepala sekolah harus benar-benar memahami dan melaksanakan fungsi

supervisi dengan benar dan tepat di sekolah yang dia pimpin. Adapun fungsi

supervisi pendidikan menurut Engkoswara dan Komariah (2011: 229-230) terdiri

dari (1) fungsi penelitian, (2) fungsi penilaian, (3) fungsi perbaikan, dan (4) fungsi

pengembangan.

Selain faktor eksternal seperti supervisi kepala sekolah, faktor internal

yang ada pada diri seorang guru seperti adanya motivasi berprestasi sangat

menentukan terhadap peningkatan kinerja mengajar guru. Konsep motivasi

berprestasi merupakan teori kebutuhan yang dikemukakan oleh David McClelland

dan rekan-rekannya. Teori ini menjelaskan tiga jenis kebutuhan manusia, yaitu:

kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan untuk kekuasaan

(need for power), dan kebutuhan untuk afiliasi (need for affiliation).

McClelland (Gibson et al, 2000: 136) menjelaskan bahwa ‘when a need is

strong in a person, its effect is to motivate her to use behavior leading to its

satisfaction. For example, a worker with a high n Ach would set challenging goal,

work hard to achieve the goals, and use skills and abilities to achieve them’.

Apabila penjelasan McClelland tersebut dikaitkan dengan sosok seorang guru,

maka karakteristik seseorang guru yang mempunyai motivasi berprestasi di

antaranya adalah (1) senang dengan pekerjaan yang menantang untuk

menciptakan pembelajaran yang efektif, (2) bekerja keras untuk meningkatkan

5
pembelajaran yang bermakna, dan (3) senantiasa meningkatkan keterampilan juga

kemampuan supaya proses pembelajaran berjalan dengan baik.

Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa

kompetensi guru di Indonesia masih rendah. Pelaksanaan Uji Kompetensi Guru

(UKG) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2012 didapatkan nilai rata-rata

sebesar 42, masih di bawah batas minimal yang ditetapkan yaitu 70. Kejelasan

dalam mengajar, penggunaan media pembelajaran, antusianisme guru dalam

mengajar, fokus pada tugas dan pemberian kesempatan pada siswa untuk belajar

adalah lima hal pokok yang harus dimiliki guru dalam menjalankan tugas (Fred,

2000: 485). Guru yang memiliki motivasi tinggi dalam menjalankan tugasnya

akan meningkatkan semangat kerja dan berakibat pada peningkatan produktifitas

kerja. Kondisi ini akan membuat guru dan warga sekolah yang lain akan dapat

bekerja dengan tepat sesuai dengan standar dan waktu yang telah ditentukan

(Ishak & Tanjung, 2003: 16).

Dalam menjalankan tugasnya, tidak jarang ditemukan guru yang kurang

memiliki gairah dalam menjalankan tugasnya, sehingga tujuan sekolah yang

ditetapkan sulit terwujud (Uno, 2008: 63). Berdasarkan studi pendahuluan di

beberapa sekolah yang akan diteliti, masih terdapat guru yang kurang termotivasi

dalam bekerja. Guru mengajar hanya untuk memenuhi tuntutan atau kewajibannya

dalam mengajar tanpa melakukan inovasi dalam proses pembelajaran. Survei yang

dilakukan balitbang harian Kompas menunjukkan mayoritas guru (70%) masih

mengandalkan materi bahan ajar yang direkomendasikan Kementerian Pendidikan

6
dan Kebudayaan serta materi dari penerbit buku sebagai sumber informasi

pengajaran (Kompas, 2013: 14).

Guru yang baik adalah guru yang tertib dan teratur dalam menjalankan

tugasnya. Guru selalu mentaati segala aturan dan tidak melakukan pelanggaran

yang merugikan dirinya, sejawatnya dan sekolah tempatnya bertugas (Imron,

1995: 183). Dilihat dari sudut pandang Kinerja kerja, pada realitanya terdapat

guru yang masih kurang Kinerja, hal itu terlihat antara lain kehadiran guru ke

sekolah tidak tepat waktu dan ketepatan dalam memanfaatkan waktu

pembelajaran di kelas. Data di salah satu sekolah yang dijadikan subjek penelitian

tingkat kehadiran guru adalah 95%, tetapi ketepatan waktu kehadiran baru 70%.

Hal ini mengidentifikasikan Kinerja guru belum sesuai dengan yang diharapkan.

Keadaan seperti ini juga terjadi di Lingkungan Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Sekolah Dasar di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta, yaitu tempat

peneliti melakukan penelitian. Berdasarkan data hasil supervisi tahunan dari

pengawas menunjukkan bahwa kinerja mengajar guru masih harus lebih

ditingkatkan lagi, baik dari perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses

pembelajaran, dan penilaian terhadap peserta didik. Walaupun demikian, masih

banyak guru SD Negeri di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta yang kinerja

mengajarnya patut diapresiasi.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di lapangan dapat

diketahui bahwa kinerja guru sangat rendah, hal tersebut dapat dilihat dari masih

banyaknya guru yang tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, karena pada saat

jam pelajaran sebagian guru masih berada di dalam ruangan kerja dan

7
membiarkan anak didik di dalam kelas untuk mengerjakan latihan tanpa adanya

bimbingan dari guru. Kurangnya kinerja guru juga bisa dilihat dari banyak guru

yang datang terlambat padahal ada jam mengajar pagi, sehingga anak didik hanya

mengobrol di dalam kelas. Selain itu, masih banyak guru yang menyelesaikan

pekerjaannya tidak tepat pada waktunya. Contohnya, pembuatan RPP yang

seharusnya dibuat guru sebelum melaksanakan pembelajaran, tetapi guru hanya

membuat RPP ketika ada supervisi dari pengawas, atau akan ada penilaian

akreditasi.

Masalah lain, masih terdapat guru Sekolah Dasar di Wonosari

Gunungkidul Yogyakarta yang belum perangkat pembelajaran, antara lain

membuat program tahunan, program semester, silabus dan rencana program

pembelajaran (RPP). Data dari pengawas menunjukkan bahwa sebanyak 60%

guru sudah membuat RPP dengan benar, sisanya RPP yang dibuat guru kurang

aplikatif untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Kondisi tersebut

mengindikasikan belum optimal-nya kinerja guru dalam merencanakan dan

melaksanakan pembelajaran.

Kaitan uraian di atas dengan kinerja guru dalam kegiatan proses

pembelajaran belum optimal, guru cenderung kurang memiliki motivasi dalam

melaksanakan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari kurang tanggung jawabnya

guru dalam hal Kinerja waktu, Kinerja administrasi, Kinerja melaksanakan tugas-

tugas, dan juga suasana kerja yang kurang kondusif berkaitan dengan

kepemimpinan kepala sekolah yang dirasa kurang sesuai dengan kondisi guru di

sekolah yang dipimpinnya. Kemudian dari observasi awal yang sudah peneliti

8
lakukan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa masih ada guru yang ketika

melakukan pembelajaran hanya memberikan tugas untuk mengerjakan soal dari

LKS (lembar kerja siswa) yang mana guru tersebut hanya diam tanpa menjelaskan

pembelajaran yang dilaksanakan. Faktor-faktor tersebut diduga sebagai penyebab

utama rendahnya kinerja guru, di samping ada beberapa faktor lainnya.

Pada sisi lain faktor Kinerja dapat pula meningkatkan pengembangan

karier guru. Kinerja merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan

pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di

dalam suatu organisasi. Kinerja kerja sebagai pelaksanaan manajemen untuk

memperteguh pedoman-pedoman dipandang erat keterkaitannya dengan kinerja

karier seseorang (Davis & Newstrom, 2003). Maka dari itu setiap guru diminta

taat dan patuh kepada peraturan yang telah diterapkan baik yang tertulis maupun

tidak tertulis. Dengan adanya kinerja dari guru bisa juga menjadi contoh kepada

para anak didiknya.

Paparan di atas tentunya menarik untuk dikaji dan diteliti lebih dalam

kaitannya dengan kinerja mengajar guru di lapangan yang selama ini menjadi

perhatian berbagai pihak, yang dalam kenyataannya belum berbanding lurus

dengan apa yang diharapkan. Faktor supervisi kepala sekolah dan motivasi

berprestasi guru merupakan dua faktor yang menarik untuk dikaji lebih dalam

lagi, kaitannya dengan kinerja mengajar guru. Oleh karena itu, peneliti sangat

tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Budaya Kerja,

Motivasi Kerja, dan Supervisi Pendidikan terhadap Kinerja Guru Sekolah

Dasar di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta”.

9
B. Identifikasi Masalah

Ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi dari permasalahan tersebut

yaitu:

1. Kepala Sekolah belum dapat memaksimalkan kinerjanya.

2. Sekolah Dasar di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta belum memiliki

budaya sekolah yang sportif terhadap mutu yang akan dijadikan pedoman dan

arahan untuk ditaati dalam mencapai tujuan organisasi.

3. Guru Sekolah Dasar di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta memiliki

motivasi kerja yang rendah.

4. Kinerja guru tidak optimal, seperti pembagian waktu kerja yang kurang sesuai

kebutuhan dan kualitas pekerjaan yang kurang memenuhi standar.

C. Pembatasan Masalah

Masalah ini dibatasi pada pengaruh budaya kerja, motivasi kerja, dan

supervisi pendidikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di Wonosari

Gunungkidul Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

yang menjadi masalah pokok dalam penelitian adalah:

1. Adakah pengaruh budaya kerja terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di

Wonosari Gunungkidul Yogyakarta?

2. Adakah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di

Wonosari Gunungkidul Yogyakarta?

10
3. Adakah pengaruh supervisi pendidikan terhadap kinerja guru Sekolah

Dasar di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta?

4. Adakah pengaruh budaya kerja, motivasi kerja, dan supervisi pendidikan

terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di Wonosari Gunungkidul

Yogyakarta?

5. Adakah pengaruh manajemen kerja terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di

Wonosari Gunungkidul Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sesuai dengan

permasalahan yang ada, untuk mengetahui:

1. Mengetahui pengaruh budaya kerja terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di

Wonosari Gunungkidul Yogyakarta.

2. Mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru Sekolah Dasar

di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta.

3. Mengetahui pengaruh supervisi pendidikan terhadap kinerja guru Sekolah

Dasar di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta.

4. Mengetahui pengaruh budaya kerja, motivasi kerja, dan supervisi

pendidikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di Wonosari Gunungkidul

Yogyakarta.

5. pengaruh manajemen kerja terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di

Wonosari Gunungkidul Yogyakarta.

11
F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis

maupun praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menemukan konsep

pengaruh pengaruh budaya kerja, motivasi kerja, dan supervisi pendidikan

terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah, selaku top management dan pemimpin di sekolahnya,

hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam upaya memperbaiki

kepemimpinanya.

b. Bagi segenap praktisi pendidikan di Sekolah Dasar di Wonosasi, hasil

penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam mensikapi dan mengembangkan

budaya sekolah di lingkungan sekolah masing-masing.

c. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam

menentukan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan sekolah yang ada

dalam upaya mengarah ke sekolah yang bermutu.

d. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut mengenai

Kinerja guru pada organisasi pendidikan.

e. Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi pengembangan ilmu manajemen

pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan kinerja guru.

12

Anda mungkin juga menyukai